Dasar Ilmu Lingkungan
Dasar Ilmu Lingkungan
Yohanes Y. Rahawarin
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
2007
MENGAPA KITA HARUS MEMPELAJARI ILMU LINGKUNGAN
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup di bumi dan menjadi bagian yang
terpadu di dalam sistem kehidupan. Pada suatu sistem dimana manusia menguasai
lingkungannya dan belum mendominasi sistem kehidupan, maka keadaan tersebut
akan menghasilkan sistem yang dikenal sebagai LINGKUNGAN HIDUP ALAMI.
Pada kondisi ini manusia menyatu dengan lingkungan dalam arti memanfaatkan
SDA disekitarnya tanpa merusak lingkungan.
Cara hidup masih bersifat nomaden sehingga secara tidak tidak langsung
memberikan peluang untuk SDA yang termanfaatkan dapat pulih kembali, untuk
kemudian dapat dimanfaatkan lagi pada waktu berikutnya.
Ketiga Lingkungan hidup inilah yang ada sekarang dan secara keseluruhan
merupakan lingkungan hidup manusia di bumi. Ketiga lingkungan hidup tersebut
berkembang dengan serasi, sebab di antara ketiganya memang saling
ketergantungan.
EKOLOGI SEBAGAI DASAR ILMU LINGKUNGAN
PROTOPLASMA SEL
JARINGAN
ORGANISME POPULASI
KOMUNITAS
TINGKATAN ORGANISME DARI KIRI
KE KANAN MAKIN KOMPLEKS
EKOSISTEM BIOSFER
POPULASI
Ukuran dari suatu populasi dipengaruhi oleh 4 atribut yaitu: Natalitas, Mortalitas,
Imigrasi dan Emigrasi. Perubahan kepadatan tersebut digambarkan sbb:
IMIGRASI
EMIGRASI
• CIRI PENTING DARI SEBUAH POPULASI ADALAH STRUKTUR UMUR,
karena dapat meberikan gambaran serta sifat dari individu populasi itu,
sesuai dengan karakter tiap batas kisaran umur. Hal ini yang berhubungan
dengan derajat angka kelahiran/kematian, serta potensi kerja dan nilai
sosial ekonomi. Oleh sebab itu struktur umur perlu diamati dalam
perkembangan populasi.
KOMUNITAS ialah semua populasi dan berbagai jenis yang mempunyai suatu daerah
tertentu.
.Untuk menentukan keanekaragaman komunitas perlu dipelajari aspek keanekaragaman
dalam organisasi komunitas tersebut. Karena dengan keanekaragaman dalam
komunitas dapat diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitas.
Makin beranekaragaman suatu komunitas, makin tinggi organisasi dalam komunitas
tersebut. Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaannya sehingga keadaannya menjadi
lebih mantap/stabil.
Sama dengan populasi, komunitas mengalami siklus hidup artinyalahir, meningkat
dewasa, kemudian bertambah tua, BEDANYA, komunitas secara alami tidak pernah
mati. Hal ini sebagai akibat adanya PROSES SUKSESI.
Komunitas yang sudah mencapai kemantapan disebut komunitas tersebut sudah
mencapai puncak(KLIMKAS).
Dengan demikian dalam tingkatan kehidupan di alam, maka ciri, sifat dan
kemampuannya, komunitas lebih tinggi dari populasi. Misalnya dalam interaksi pada
komunitas dapat berlangsung antar populasi, sedangkan dalam populasi interaksi hanya
terjadi antar individu.
EKOSISTEM
Untuk dapat dikategorikan sebagai sebuah ekosistem, maka sistem tersebut harus
memiliki:
1. Produsen: Makhluk autotrof (tumbuhan) yang dapat mengasimilasi senyawa kimia
sederhana dari tanah atau udara yang kemudian dengan energi matahari
mentransformasikannya melalui proses fotosintesis ke dalam senyawa kimia yang lebih
kompleks dan kaya energi.
2. Makrokonsumen: makhluk heterotrof, penderna organisme lain. Termasuk kelompok
ini adalah kelompok Herbivora sebagai konsumen primer, kelompok Karnivora sebagai
konsumen sekunder dan kelompok Omniveora sebagai konsumen tersier.
3. Mikrokonsumen: disebut juga pengurai (dekomposer) sebagai organisme heterotrof
yang terdiri dari bakteri dan jamur yang menguraikan ikatan senyawa kompleks dari
makhluk hidup yang mati sambil menyerap hasil penguraian dan melepaskan zat
sederhana (mineral) yang nantinya dapat digunakan oleh produsen.
4. Komponen Nirhayati (abiotik): substansi nirorganik (C, P, N dsbnya), organik
(protein, karbohidrat dsbnya) dan faktor fisik lain seperti temperatur, tekanan dsbnya.
Pada dasarnya semua ekosistem pada tingkatan organisasi yang berbeda mempunyai 4
komponen, interaksi antar komponen dan proses operasional yang sama.
Perbedaan ekosistem yang satu dengan lainnya terdapat pada tingkatan organisasinya,
yang tergantung pada kerumitan dalam hal:
1. Banyaknya jenis organisme produsen
2. Banyaknya jenis organisme konsumen (makro maupun mikro)
3. Banyaknya diversitas organisme pengurai
4. Banyaknya macam-macam komponen abiotik
5. Kompleksitas interaksi antar komponen
6. Berbagai proses yang berjalan dalam ekosistem
Berdasarkan faktor lingkungan fisik di dalam ekositem, kehidupan organisme secara
nyata membutuhkan 2 hal penting yaitu
1. Senyawa kimia yang berperan dalam membentuk substansi organisme
2. Energi, sebagai kekuatan dalam bentuk substansi
Energi dan materi merupakan 2 hal penting dalam studi ekologi. Ada 3 macam bentuk
dasar energi yang terlibat proses perubahan energi di dalam ekosistem, yaitu:
1. Energi elektromagnetik
2. Energi panas
3. Energi kimia
BIOSFER
ekosfer
Kehidupan
(Biosfer)
hidrosfer
litossfer
HABITAT & NICHE
HABITAT dari suatu jenis didefinisikan sebagi lingkungan dimana jenis tersebut dapat
diketemukan atau tempat tinggal jenis tersebut.
NICHE (NICIA) adalah peran fungsional jenis tersebut di dalam ekositem atau profesi
organisme di dalam ekosistem. Bagaimana dia bisa hidup,bagaimana organisme tersebut
mengambil energi dan nutrisi, berapa banyak dan dimana organisme tersebut berkembang
biak serta bagaimana hubungannya dengan spesies lain.
Sebagai contoh adanya stratifikasi habitat niche, yaitu terdapat variasi oksigen, temperatur,
cahaya dan kadar garam sehingga keberadaan spesies bebeda pada setiap lapisan. Di
danau: bagian tepi (zona litoral), zona permukaan air terbuka (zona limetik) dan zona yang
dapat ditembus matahari (zona eufotik) serta zona yang tidak dapat ditembus cahaya
matahari (Zona profundal)
FAKTOR PEMBATAS
• Di bumi ini, penyebaran sumber daya alam tidak merata letaknya. Ada bagianbagian bumi
yang sangat kaya akan mineral, ada pula yang tidak. Ada yang baik untuk pertanian ada
pula yang tidak. Oleh karena itu, agar pemanfaatannya dapat berkesinambungan, maka
tindakan eksploitasi sumber daya alam harus disertai dengan tindakan perlindungan.
Pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup harus dilakukan dengan cara yang
rasional antara lain sebagai berikut :
• Memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan
hati-hati dan efisien, misalnya: air, tanah, dan udara.
• Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasil metalurgi (campuran).
• Mengembangkan metoda menambang dan memproses yang efisien,
serta pendaurulangan (recycling).
• Melaksanakan etika lingkungan berdasarkan falsafah hidup secara
damai dengan alam.
• Macam-2 Sumber daya alam dapat dibedakan berdasarkan sifat, potensi, dan jenisnya.
a. Berdasarkan sifat
• Menurut sifatnya, sumber daya alam dapat dibagi 3, yaitu sebagai berikut :
1. Sumber daya alam yang terbarukan (renewable), misalnya: hewan, tumbuhan, mikroba,
air, dan tanah. Disebut ter barukan karena dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya
regenerasi (pulih kembali).
2. Sumber daya alam yang tidak terbarukan (nonrenewable), misalnya: minyak tanah, gas
bumf, batu tiara, dan bahan tambang lainnya.
3. Sumber daya alam yang tidak habis, misalnya, udara, matahari, energi pasang surut, dan
energi laut.
b. Berdasarkan potensi
• Menurut potensi penggunaannya, sumber daya alam dibagi beberapa macam, antara lain
sebagai berikut.
1. Sumber daya alam materi; merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan dalam
bentuk fisiknya. Misalnya, batu, besi, emas, kayu, serat kapas, rosela, dan sebagainya.
2. Sumber daya alam energi; merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan energinya.
Misalnya batu bara, minyak bumi, gas bumi, air terjun, sinar matahari, energi pasang surut
laut, kincir angin, dan lain-lain.
3. Sumber daya alam ruang; merupakan sumber daya alam yang berupa ruang atau tempat
hidup, misalnya area tanah (daratan) dan angkasa.
c. Berdasarkan jenis
Menurut jenisnya, sumber daya alam dibagi dua sebagai berikut :
1. Sumber daya alam nonhayati (abiotik); disebut juga sumber daya alam fisik, yaitu sumber
daya alam yang berupa benda-benda mati. Misalnya : bahan tambang, tanah, air, dan kincir
angin.
2. Sumber daya alam hayati (biotik); merupakan sumber daya alam yang berupa makhluk
hidup. Misalnya: hewan, tumbuhan, mikroba, dan manusia.
Sumber Daya Tumbuhan
Berbicara tentang sumber daya alam tumbuhan kita tidak dapat menyebutkan jenis
tumbuhannya, melainkan kegunaannya. Misalnya berguna untuk pangan, sandang, pagan,
dan rekreasi. Akan tetapi untuk bunga-bunga tertentu, seperti melati, anggrek bulan, dan
Rafflesia arnoldi merupakan pengecualian karena ketiga tanaman bunga tersebut sejak
tanggal 9 Januari 1993 telah ditetapkan dalam Keppres No. 4 tahun 1993 sebagai bunga
nasional dengan masing-masing gelar sebagai berikut.
1. Melati sebagai bunga bangsa.
2. Anggrek bulan sebagai bunga pesona.
3. Raffiesia arnoldi sebagai bunga langka.
• Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menghasilkan oksigen dan tepung melalui proses
fotosintesis. Oleh karena itu, tumbuhan merupakan produsen atau penyusun dasar rantai
makanan. Eksploitasi tumbuhan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan dan
kepunahan, dan hal ini akan berkaitan dengan rusaknya rantai makanan.
• Kerusakan yang terjadi karena punahnya salah satu faktor dari rantai makanan akan
berakibat punahnya konsumen tingkat di atasnya. Jika suatu spesies organisme punah,
maka spesies itu tidak pernah akan muncul lagi. Dipandang dari segi ilmu pengetahuan,
hal itu merupakan suatu ke rugian besar.
• Selain telah adanya sumber daya tumbuhan yang punah, beberapa jenis tumbuhan
langka terancam pula oleh kepunahan, misalnya Rafflesia arnoldi (di Indonesia) dan
pohon raksasa kayu merah (Giant Redwood di Amerika).
Dalam mengeksploitasi sumber daya tumbuhan, khususnya hutan, perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut.
1. Tidak melakukan penebangan pohon di hutan dengan semena-mena (tebang habis).
2. Penebangan kayu di hutan dilaksanakan dengan terencana dengan sistem tebang
pilih (penebangan selektif). Artinya, pohon yang ditebang adalah pohon yang sudah
tua dengan ukuran tertentu yang telah ditentukan.
3. Cara penebangannya pun harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak
merusak pohon-pohon muda di sekitarnya.
4. Melakukan reboisasi (reforestasi), yaitu menghutankan kembali hutan yang sudah
terlanjur rusak.
5. Melaksanakan aforestasi, yaitu menghutankan daerah yang bukan hutan untuk
mengganti daerah hutan yang digunakan untuk keperluanlain.
6. Mencegah kebakaran hutan.
7. Kerusakan hutan yang paling besar dan sangat merugikan adalah kebakaran hutan.
Diperlukan waktu yang lama untuk mengembalikannya menjadi hutan kembali.
8. Hal-hal yang sering menjadi penyebab kebakaran hutan antara lain sebagai berikut :
9. Musim kemarau yang sangat panjang.
10. Meninggalkan bekas api unggun yang membara di hutan.
11. Pembuatan arang di hutan.
12. Membuang puntung rokok sembarangan di hutan.
Untuk mengatasi kebakaran hutan diperlukan hal-hal berikut ini.
1. Menara pengamat yang tinggi dan alat telekomunikasi.
2. Patroli hutan untuk mengantisipasi kemungkinan kebakaran.
3. Sistem transportasi mobil pemadam kebakaran yang siap digunakan.
• Pemadaman kebakaran hutan dapat dilakukan dengan dua cara seperti berikuti ini :
1. Secara langsung dilakukan pada api kecil dengan penyemprotan air.
2. Secara tidak langsung pada api yang telah terlanjur besar, yaitu melokalisasi api dengan
membakar daerah sekitar kebakaran, dan mengarahkan api ke pusat pembakaran.
Biasanya dimulai dari daerahyang menghambat jalannya api, seperti: sungai, danau,
jalan, dan puncak bukit.
• Pengelolaan hutan seperti di atas sangat penting demi pengawetan maupun
pelestariannya karena banyaknya fungsi hutan seperti berikut ini :
1. Mencegah erosi; dengan adanya hutan, air hujan tidak langsung jatuhke permukaan
tanah, dan dapat diserap oleh akar tanaman.
2. Sumber ekonomi; melalui penyediaan kayu, getah, bunga, hewan, dan dsbnya
3. Sumber plasma nutfah; keanekaragaman hewan dan tumbuhan di hutan memungkinkan
diperolehnya keanekaragaman gen.
4. Menjaga keseimbangan air di musim hujan dan musim kemarau.
Dengan terbentuknya humus di hutan, tanah menjadi gembur. Tanah yang gembur
mampu menahan air hujan sehingga meresap ke dalam tanah, resapan air akan ditahan
oleh akar-akar pohon. Dengan demikian, di musim hujan air tidak berlebihan, sedangkan
di musim kemarau, danau, sungai, sumur dan sebagainya tidak kekurangan air.
Sumber Daya Hewan
• Seperti pada ketiga macam bunga nasional, sejak tanggal 9-1-1995, ditetapkan pula tiga
satwa nasional sebagai berikut :
– Komodo (Varanus komodoensis) sebagai satwa nasional darat.
– Ikan Solera merah sebagai satwa nasional air.
– Elang jawa sebagai satwa nasional udara.
• Selain ketiga satwa nasional di atas, masih banyak satwa Indonesia yang langka dan
hampir punah. Misalnya Cendrawasih, Maleo, dan badak bercula satu.
• Untuk mencegah kepunahan satwa langka, diusahakan pelestarian secara in situ dan ex
situ. Pelestarian in situ adalah pelestarian yang dilakukan di habitat asalnya, sedangkan
pelestarian ex situ adalah pelestarian satwa langka dengan memindahkan satwa langka
dari habitatnya ke tempat lain.
• Sumber daya alam hewan dapat berupa hewan liar maupun hewan yang sudah
dibudidayakan. Termasuk sumber daya alam satwa liar adalah penghuni hutan, penghuni
padang rumput, penghuni padang ilalang, penghuni steppa, dan penghuni savana.
Misalnya badak, harimau, gajah, kera, ular, babi hutan, bermacam-macam burung,
serangga, dan lainnya.
• Termasuk sumber daya alam hewan piaraan antara lain adalah lembu, kuda, domba,
kelinci, anjing, kucing, bermacam- macam unggas, ikan hias, ikan lele dumbo, ikan lele
lokal, kerang, dan siput.
• Terhadap hewan peliharaan itulah sifat terbarukan dikembangkan dengan baik. Selain
memungut hasil dari peternakan dan perikanan, manusia jugs melakukan persilangan
untuk mencari bibit unggul guns menambah keanekaragaman ternak.
• Dipandang dari peranannya, hewan dapat digolongkan sebagai berikut :
• Sumber pangan, antara lain sapi, kerbau, ayam, itik, lele, dan mujaer.
• Sumber sandang, antara lain bulu domba dan ulat sutera.
• Sumber obat-obatan, antara lain ular kobra dan lebah madu.
• Piaraan, antara lain kucing, burung, dan ikan hias.
Untuk menjaga kelestarian satwa Langka, maka penangkapan hewan-hewan dan juga
perburuan haruslah mentaati peraturan tertentu seperti berikut ini :
1. Para pemburu harus mempunyai lisensi (surat izin berburu).
2. Senjata untuk berburu harus tertentu macamnya.
3. Membayar pajak dan mematuhi undang-undang perburuan.
4. Harus menyerahkan sebagian tubuh yang diburunya kepada petugas sebagai tropy,
misalnya tanduknya.
5. Tidak boleh berburu hewan-hewan langka.
6. Ada hewan yang boleh ditangkap hanya pada bulan-bulan tertentu saja. Misalnya,
ikan salmon pada musim berbiak di sungai tidak boleh ditangkap, atau kura-kura
pads musim akan bertelur.
7. Harus melakukan konvensi dengan baik. Konuensi ialah aturan-aturan yang tidak
tertulis tetapi harus sudah diketahui oleh si pemburu dengan sendirinya. Misalnya,
tidak boleh menembak hewan buruan yang sedang bunting, dan tidak boleh
membiarkan hewan buas buruannya lepas dalam keadaan terluka.
Akan tetapi, seringkali peraturan-peraturan tersebut tidak ditaati bahkan ada yang diam
diam memburu satwa langka untuk dijadikan bahan komoditi yang berharga. Satwa yang
sering diburu untuk diambil kulitnya antara lain macan, beruang, dan ular, sedangkan
gajah diambil gadingnya.
Sumber Daya Mikroba
• Di samping sumber daya alam hewan dan tumbuhan terdapat sumber daya alam hayati
yang bersifat mikroskopis, yaitu mikroba. Selain berperan sebagai dekomposer (pengurai) di
dalam ekosistem, mikroba sangat penting artinya dalam beberapa hal seperti berikut ini :
• sebagai bahan pangan atau mengubah bahan pangan menjadi bentuk lain, seperti tape,
sake, tempe, dan oncom
• penghasil obat-obatan (antibiotik), misalnya, penisilin
• membantu penyelesaian masalah pencemaran, misalnya pembuatan biogas dan daur ulang
sampah
• membantu membasmi hama tanaman, misalnya Bacillus thuringiensis
• untuk rekayasa genetika, misalnya, pencangkokan gen virus dengan gen sel hewan untuk
menghasilkan interferon yang dapat melawan penyakit karena virus.
• Rekayasa genetika dimulai Tahun 1970 oleh Dr. Paul Berg. Rekayasa genetika adalah
penganekaragaman genetik dengan memanfaatkan fungsi materi genetik dari suatu
organisme. Cara-cara rekayasa genetika tersebut antara lain: kultur jaringan, mutasi buatan,
persilangan, dan pencangkokan gen. Rekayasa genetika dapat dimanfaatkan untuk tujuan
berikut ini :
– mendapatkan produk pertanian baru, seperti "pomato", merupakan
persilangan dari potato (kentang) dan tomato (tomat)
– mendapatkan temak yang berkadar protein lebih tinggi
– mendapatkan temak atau tanaman yang tahan hama
– mendapatkan tanaman yang mampu menghasilkan insektisida sendiri.
Akhir-akhir ini tampak bahwa penggunaan sumber daya alam cenderung naik terus,
karena:
1. pertambahan penduduk yang cepat
2. perkembangan peradaban manusia yang didukung oleh kemajuan sains
dan teknologi.
3. Oleh karena itu, agar sumber daya alam dapat bermanfaat dalam waktu yang panjang
maka hal-hal berikut sangat perlu dilaksanakan.
4. Sumber daya alam harus dikelola untuk mendapatkan manfaat yang maksimal, tetapi
pengelolaan sumber daya alam harus diusahakan agar produktivitasnya tetap
berkelanjutan.
5. Eksploitasinya harus di bawah batas daya regenerasi atau asimilasi sumber daya
alam.
6. Diperlukan kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada agar dapat
lestari dan berkelanjutan dengan menanamkan pengertian sikap serasi dengan
lingkungannya.
Alasan estetis
Semua orang akan setuju bahwa areal bervegetasi dengan semua kandungan
kehidupannya akan lebih menarik daripada yang terbakar, lanskap yang rusak atau
bangunan beton yang luas. Kebeadaan manusia terkait dengan dunia alami.
Metode konservasi
Ada dua metode utama untuk mengoservasi biodiversitas, yaitu konservasi in situ
(dalam habitat alaminya) dan konservasi ex situ (di luar habitat alaminya).
Strategi dan Managemen Konservasi
Struktur vasiasi genetik di dalam dan di antara spesies merupakan suatu fitur yang
melekat (inherent) dalam evolusi flora dan fauna dan dengan demikian perlu
dipertimbangkan dalam strategi konservasi. Variasi genetik juga dipengaruhi baik
secara langsung maupun tak langsung oleh banyak aktivitas manusia, dari tak
sengaja sampai ke managemen yang intensif.
Bila melakukan konservasi in situ, mungkin perlu untuk menyediakan lahan yang luas
untuk mengonservasi lukang gen (gene pool) yang cukup, karena distribusi diversitas
pada geografi yang luas dan kompleksitas sistem perkawinan yang berlaku. Hanya
menghitung jumlah pohon tidaklah cukup untuk menentukan ukuran populasi efektif
dari suatu spesies dan hanya dengan menghitung spesies tidaklah cukup untuk
menentukan eksitensi dari sumberdaya genetik spesies tumbuhan dan binatang.
Pengetahuan mengenai persyaratan untuk melestarikan kebanyakan spesies (flora
dan fauna) umumnya sangat minim, dan kemampuan untuk mengorganisasi program
konservasi juga rendah. Sebagai akibatnya, konservasi sering direduksi menjadi
melindungi areal di pusat-pusat diversitas dengan harapan bahwa diversitas genetik
dan diferensiasinya juga terkonservasi.
Pada kebanyakan spesies pohon, variasi genetiknya tinggi. Tetapi tidak semua
spesies harus dikembangkan untuk pemanfaatanya. Bila tujuannya terbatas, program
konservasi yang pasti kemudian dapat ditentukan. Bila spesies digolongkan menurut
tujuan program managemen, maka mereka yang nilainya terletak dalam fungsi non-
produksi hanya dapat dikelola secara in situ dan direproduki secara alami. Untuk
kebanyakan spesies intervensi management tidaklah mungkin, tetapi beberapa
bentuk managemen (melalui regulasi penebangan pohon atau pemeliharaan prventif)
dapat mempegaruhi ukuran populasi, struktur dan distribusi genotipe, sehingga
menjaga variasi genetik yang diperlukan untuk viabilitas populasi dan evolusi dari
spesies.
Untuk kebanyakan spesies yang nilainya tidak diketahui, konservasi variasi genetik
tergantung kepada perlindungan tegakan in situ. Meskipun beberapa spesies
mungkin akhirnya diketemukan memiliki manfaat seperti kayu, obat-obatan, dan
produk yang lain, perlindungan sementara akan sebagian besar tergantung kepada
kualitas program in situ. Penyimpanan benih mungkin merupakan metode yang layak
untuk mengonservasi sampel variasi, dan ini mungkin perlu untuk spesies pada
habitat yang rusak.
Pada hewan variasi demografi sangat penting. Ini merupakan variasi yang normal
dalam laju kelahiran dan kematian serta nisbah seks (sex ratio) yang disebabkan
oleh perbedaan acak antara individu dalam populasi. Ukuran populasi dapat
mengalami fluktuasi hanya semata-mata karena perbedaan acak dalam repoduksi
dan kemampuan hidup. Fluktuasi yang acak seperti ini dapat terjadi cukup ekstrem
sehingga menyebabkan populasi punah. Misalnya, pada populasi yang kecil bila
dalam satu generasi individu yang dilahirkan semuanya terdiri dari hanya satu jenis
kelamin, maka populasi ini akhirnya akan punah. Variasi lingkungan juga
berpengaruh pada kemampuan populasi untuk mereproduksi dan bertahan hidup.
Populasi yang peka terhadap variasi lingkungan ukurannya lebih berfluktuasi
daripada populasi yang kurang peka, dan bahaya kepunahan meningkat. Bencana
alam seperti epidemi penyakit berpengaruh mirip dengan variasi lingkungan.
Konservasi in situ
Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target ‘di tapak (on site)’, dalam
ekosistem alami atau aslinya, atau pada tapak yang sebelumnya ditempat oleh ekosistem
tersebut. Khusus untuk tumbuhan meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan
secara alami, konservasi in situ mungkin termasuk regenerasi buatan bilamana
penanaman dilakukan tanpa seleksi yang disengaja dan pada area yang sama bila benih
atau materi reproduktif lainnya dikumpulkan secara acak.
Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri:
1. Fase pertumbuhan dari spesies target dijaga di dalam ekosistem di mana mereka
terdapat secara alami;
2. Tataguna lahan dari tapak terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak
merugikan pada tujuan konservasi habitat;
3. Regenerasi target spesies terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada
langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor-faktor yang merugikan sebagai akibat
dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi hutan. Contoh dari
manipulasi yang mungkin perlu pada ekosistem yang telah berubah adalah regenerasi
buatan menggunakan spesies lokal dan pengendalian gulma secara manual atau
pembakaran untuk menekan spesies yang berkompetisi.
Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies jarang (rare species) adalah
penaksiran dan perancangan ukuran populasi minimum viable (viable population areas)
dari target spesies. Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di dalam
spesies, beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya
akan tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi.
Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ tergantung kepada
pemahaman beberapa interaksi ekologi, terutama hubungan simbiotik di antara
tumbuhan atau hewan, penyebaran biji, jamur yang berasosiasi dengan akar dan hewan
yang hidup di dalam ekosistem.
Ukuran populasi viabel minimum
Konsep ukuran populasi viabel minimum berarti bahwa populasi dalam suatu habitat tidak dapat
berlangsung hidup bila jumlah organisme berkurang di bawah ambang batas tertentu. Ini
merupakan konsep yang kompleks karena tidak ada ukuran populasi viabel minimun yang
diketahui untuk kebanyakan spesies. Suatu populasi untuk suatu ukuran apakah dapat bertahan
tergantung pada sejumlah peristiwa random atau tak dapat diprediksi, genetik, dan lingkungan.
Tambahan lagi, ukuran populasi bervariasi dengan atribut seperti sejarah hidup, terutama
rentang generasi (daur) dan sistem perkawinan dan distribusi spasial dari sumberdaya. Meskipun
demikian, ukuran populasi viabel telah ditaksir untuk beberapa kelompok organisme berdasarkan
kriteria genetik.
Karakteristik biologi yang penting untuk populasi minimum viabel
Lama generasi: Diversitas genetik hilang dari generasi ke generasi, bukan tahun ke
tahun. Spesies dengan generasi yang lebih lama akan lebih kecil kesempatan
kehilangan diversitas genetiknya. Dengan demikian ukuran populai minium viabelnya
akan lebih kecil.
Jumlah individu awal (founder): Agar efektif populasi awal harus mampu
bereproduksi dan terwakili oleh keturunan dari populasi yang ada. Secara teknis,
populasi awal seharusnya tidak berkerabat satu sama lain (non-inbred). Pada
dasarnya ukuran populasi awal yang lebih besar akan lebih baik, yakni lebih mewakili
lukang gen yang dikonservasi.
Ukuran populasi efektif: Ne (populasi efektif) merupakan ukuran bagaimana
anggota populasi bereproduksi dengan yang lain untuk meneruskan gen ke generasi
berikutnya. Ne tidak sama dengan N (jumlah sensus); Ne biasanya lebih kecil
daripada N.
Laju pertumbuhan: Pertumbuhan yang lebih tinggi maka semakin cepat populasi
dapat pulih dari efek populasi kecil dan mengurangi dari resiko demografi dan
keterbatasan diversitas genetik.
Secara genetik ada tiga pendekatan umum untuk menaksir ukuran populasi minimum
viabel. Salah satu pendekatan adalan menaksir populasi efektif berdasarkan
kemampuan bertahan dari kehilangan variabilitas genetik karena ukuran populasi
yang kecil. Untuk populasi hewan, kehilangan variabilitas genetik karena kawin
kerabat (inbreeding) dapat dihindarkan jika laju atau koefisien inbreeding per
generasi (F) dapat dijaga di bawah 2 %. Bila F diketahui, maka ukuran populasi
efektif (Ne) dapat dihitung dengan rumus sbb:
1
F=
2Ne
Dengan demikian ukuran populasi efektif sebesar 25 akan cukup bila inbreeding 2 %
per generasi dapat diterima. Seandainya diambil angka laju inbreeding sebesar 1 %
sebagai taksiran konservatif yang dapat diterima pada hewan, maka ukuran populasi
minimum menjadi 50. Ukuran populasi efektif ini umumnya cukup untuk periode
pendek (beberapa generasi), sesudah itu populasi kaptif dapat dilepaskan di alam
dan variasi mungkin meningkat. Tetapi, penerapan pendekatan ini dan ukuran
populasi efektif yang tertaksir untuk spesies pohon hutan masih dipertanyakan.
Pendekatan matematis seperti ini menyederhanakan realitas biologi yang kompleks.
Meskipun ukuran populasi besarnya sama seperti yang diperoleh dari pendekatan
model ekologi, pengaruh acak demografi pada ukuran total yang diperlukan akan
lebih besar karena faktor-faktor independen dan kehilangan secara random di dalam
populasi.
Pendekatan kedua adalah menaksir ukuran populasi efektif berdasarkan jumlah yang
diperlukan untuk mempertahankan potensi evolusi dari populasi.
Pendekatan ketiga didasarkan pada perhitungan ukuran populasi yang akan
meminimumkan kehilangan alel dengan frekuensi kecil. Para pakar telah menaksir
bahwa dalam spesies yang diketahui laju inbreedingnya serta struktur populasinya,
ukuran sampel sebesar 1.000 individu akan memberikan probabilitas kehilangan
suatu alel dengan frekuensi 1 % pada suatu lokus akan di bawah 1%. Bila jumlah
lokus dengan alel langka (rare allele) meningkat maka jumlah individu yang
diperlukan untuk meminimumkan kehilangan alel tersebut akan meningkat pula.
Ukuran yang disebutkan di atas didasarkan pada ukuran populasi minimum yang
diperlukan untuk fleksibilitas evolusi dan kelangsungan hidup. Tetapi, ukuran
populasi minimum merupakan konsep probabilitik dan bukan jumlah yang tetap dan
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor bilogi, lingkungan dan genetik. Probabilitas
kepunahan suatu populasi tegantung tidak hanya pada sejarah evolusi spesies yang
lampau dab strutur genetik yang sekarang, tetapi juga pada demografi dan keacakan
lingkungan. Dengan demikian, ukuran populasi minimum akan berbeda di antara
spesies dan di antara habitat untuk spesies yang sama.
Jumlah ‘kawasan perlindungan’ dan strategi sampling
Meskipun banyak literatur yang mengulas mengenai konservvasi populasi tertentu,
konservasi in situ pada kenyataannya mempreservasi seluruh komunitas. Jumlah
populasi dan spesies yang memerlukan perlindungan di alam sedemikian besar
sehingga tidak praktis untuk merancang program konservasi in situ berdasarkan
pada spesies secara individu dan populasinya.
Di area di mana beberapa spesies dikonservasi secara berbarengan dalam suatu
kawasan perlindungan (reserve), timbul masalah untuk menjamin bahwa jumlah dan
distribusi populasi yang mengandung spesies ini mencukupi untuk menjaga diversitas
genetik pada reserve tungal maupun ganda. Tanpa adanya informasi mengenai
distribusi variasi genetik, maka akan sulit untuk memperkirakan jumlah dan distribusi
populasi pada satu reserve atau lebih yang mungkin diperlukan untuk menjaga
variabilitas genetik. Informasi mengenai tingkat migrasi spesies juga masih sedikit.
Beberapa spesies tingkat migrasi mungkin mendekatai nol, sedangkan yang lain
mungkin besar. Kemampun kawasan perlindungan utnk menjaga dinamika evolusi di
dalamnya memiliki dampak yang signifikan pada migrasi.
Oleh karena pohon hutan umumnya memperlihatkan variasi antara populasi,
beberapa reserve kecil tersebar pada area geogarfis yang luas mungkin dapat
mengonsevasi diversitas genetik total lebih efektif daripada kawasan perlindungan
tunggal berukuran besar. Secara teori, dan demi kemudahan pelaksanannya,
viabilitas populasi tunggal dapat dipertahankan dengan ukuran populasi efektif
sebesar 50 sampai 100 individu reproduktif, dan bila mungkin mengandung beberapa
ribu pada paling tidak 50 kawasan perlindungan.
Untuk kebanyakan spesies pohon hutan areal dengan 50 sampai 100 individu
mungkin terlalu kecil untuk menjaga integritas interaksi mutualistik dan
menghindarkan ketidak stabilan karena peristiwa random. Populasi yang lebih besar
diperlukan dan dipertahankan atau metode harus dikembangkan untuk meningkatkan
migrasi benih dan tepungsari, seperti penanaman atau membuat koridor untuk
penyebaran benih dan tepungsari. Dengan demikian, sistem reserve yang dipandang
cukup untuk suatu spesies mungin kurang bagi yang lain.
Untuk menentukan kecukupan dari sistem kawasan perlindungan, strategi
inventarisasi dapat dipergunakan. Jumlah kelompok spesies tertentu, tipe penutupan,
atau spesies kunci dapat diinventarisasi dan dipetakan dan area yang diperlukan
untuk kecukupan sampling alel kemudian dapat ditentukan.
Konservasi ex situ
Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi spesies di
luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses
melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat
yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah
perlindungan manusia.
Kebun botani (raya), arboretum, kebun binatang dan aquarium merupakan metode
konservasi ex situ konvensional; Fasilitas ini menyediakan bukan hanya tempat
terlindung dari spesimen spesies langka tetapi juga memiliki nilai pendidikan. Fasilitas
ini memberikan informasi bagi masyarakat mengenai status ancaman pada spesies
langka dan faktor-faktor yang menimbulkan ancaman dan membahaykan kehidupan
spesies.
Untuk tumbuhan metode konservasi ini mungkin menggunakan material reproduktif
dari individu atau tegakan yang terletak di luar tapak populasi tetuanya. Metode dan
material ex situ mencakup bank gen untuk benih atau tepungsari, bank klon,
arboretum, populasi pemuliaan.
Penyimpanan benih, metode konservasi ex situ yang lain, merupakan penyimpanan
benih pada lingkungan yang terkendali. Dengan pengendalian temperatur dan kondisi
kelembaban, benih beberapa spesies yang disimpan akan tetap viabel (mampu
hidup) untuk beberapa dekade. Teknik ini merupakan konservasi yang utama pada
tanaman pertanian dan mulai dipergunakan untuk spesies pohon hutan.
Bank gen, bank klon, arboretum merupaka bentuk konservasi statis, yaitu konservasi
yang menghidarkan sejauh mungkin perubahan genetik. Konservasi statik memiliki
ciri:
1. Genotipe merupakan target untuk konservasi,
2. Efek seleksi alam dan proses genetik sangat terbatas dan
3. Intervensi manusia diperlukan untuk menghidarkan proses genetik berlangsung
selama konservasi.
Kultur jaringan juga memiliki potensi untuk dipergunakan sebagai metode konservasi
yang baik. Teknik-teknik ini meliputi perbanyakan mikro (meristem, embrio sdb.). Ini
merupakan teknik yang mahal, tetapi bila penyimpanan kriogentik (cryogenic storage)
dikembangkan , maka teknik ini merupakan modetode konservasi yang terjamin.
Penyimpanan kriogenik merupakan preservai bahan biologis dalam cairan nitrogen
pada suhu 150oC – 196oC.
Hewan langka juga dapat dikonservasi melalui bankgen, dengan kriogenik untuk
menyimpan sperma, telur atau embrio.
Bentuk yang paling umum untuk konservasi ex situ untuk pohon adalah tegakan
hidup. Tegakan seperti ini sering kali bermula dari koleksi sumber benih dan
dipelihara untuk pengamatan. Ukuran tegakan mungkin berkisar dari spesimen dalam
kebun botani (raya) dan arboretum, sampai dengan beberapa pohon ornamental
pada plot-plot kecil, atau plot-plot yang lebih besar untuk pohon.
Tegakan hidup yang cukup luas untuk tujuan konservasi misalnya apa yang
dinamakan tegakan konservasi. Ini merupakan konservasi yang bersifat evolusinari
dan berlawanan dengan konservasi statik dalam arti memiliki tujuan mendukung
perubahan genetik sejauh hal ini berkontribusi pada adaptasi yan berkelanjutan.
Konservasi evolusinari ini memiliki ciri:
1. Pohon-pohon bereproduksi melalui benih dari satu generasi ke generasi berikutnya;
gen akan terkonservasi tetapi genotipe tidak, karena rekombinasi gen akan terjadi
pada setiap generasi.
2. Invtervensi manusi bila ada, dirancang untuk memfasilitasi proses genetik yang
moderat daripada menghindarkannya.
3. Variasi genetik di antara populasi dari lingkungan yang berbeda secara umum
dipertahankan.
Ada beberapa kelemahan konservasi ex situ. Konservasi ex situ ini sesungguhnya
sangat bermanfaat unutk melindungi biodiversitas, tetapi jauh dari cukup untuk
menyelamatkan spesies dari kepunahan. Metode ini dipengunakan sebagai cara
terakhir atau sebabi suplemen terhadap konservasi ini situ karena tidak dapat
menciptakan kembali habitat secara keselkuruhan: seluruh varisi genetik dari suatu
spesies, pasangan simbiotiknya, atau elemen-elemennya, yang dalam jangka
panjang, mungkin membantu suatu spesies beradaptasi pada lingkungan yang
berubah. Sebalinya, konservasi ex situ menghilangkan spesies dari konteks ekologi
alaminya, melindunginya di bawah kondisi semi-terisolasi di mana evolusi alami dan
proses adaptasi dihentikan sementara atau dirubah dengan mengintroduksi
spesimen pada habitat yang tidak alami. Dalam hal metode penyimpanan kriogenik,
proses-proses adaptasi spesimen yang dipreservasi membeku keseluruhannya.
Kelemahannya adalah bila spesimen ini dilepaskan ke alam, spesies mungkin
kekurangan adaptasi genetik dan mutasi yang akan memungkinkannya untuk
bertahan dalam habitat alami yang selalu berubah.
Di samping itu, teknik-teknik konservasi ex situ seringkali mahal, dengan
penyimpanan kriogenik yang secara ekonomis tidak layak pada kebanyakan spesies.
Bank benih tidak efektif untuk tumbuhan tertentu yang memiliki benih rekalsitran yang
tidak tetap viabel dalam jangkan lama. Hama dan penyakit tertentu di mana spesies
yang dikonservasi tidak memiliki daya tahan terhadapnya mungkin juga dapat
merusakannya pada pertanaman ex situ dan hewan hidup dalam penangkaran ex
situ. Faktor-faktor ini dikombinasikan dengan lingkingan yang spesifik yang
diperlukan oleh banyak spesies, beberapa di antaranya tidak mungkin diciptakan
kembali, membuat konservasi ex situ tidak mungkin dilakukan untuk banyak flora dan
fauna langka di dunia.
Tetapi, bila suatu spesies benar-benar akan punah, konservasi ex situ menjadi satu-
satunya pilihan yang tersisa. Lebih baik mepreservasi suatu spesies daripada
membiarkan punah seluruhnya.
MENGAPA SDA PERLU DIKELOLA ?
Dalam banyak aspek kehidupan kita selalu berhadapan dengan:
1. PERUBAHAN
2. KOMPLEKSITAS
3. KETIDAKPASTIAN
4. KONFLIK
Penurunan
Migrasi atau Konflik SDA
jumlah dan
kualitas SDA pemindahan
Ketidakadilan
Penurunan Kerugian
akses terhadap
Produktivitas Ekonomi Konflik
SDA
Gambar: Sumber dan Konsekwensi dari Kelangkaan SDA (Homer – Dixon, 1993)
Ekologi Politik
Konsep ekologi politik telah dikembangkan di negara berkembang untuk
membantu memahami kondisi dan perkembangan dari perubahan
lingukungan.
Isu kebijakan negara dalam dimensi sumber politik menggambarkan
bagaimana kerangka ekologi politik memperluas pandangan para ahli
tentang perubahan lingkungan.
Kebijakan negara mempunyai potensi untuk mengatur hubungan manusia
dan sumberdaya alam atau lingkungan, karena kebijkan tersebut dapat
membantu mengembangkan prioritas dan praktek-praktek yang harus
dijalankan oleh negara termasuk juga kerangka diskusi tentang perubahan
lingkungan
Negara mengatur pengelolaan SDA dan lingkungan untuk kepentingan
masyarakatnya dan untuk kepentingan hubungan dengan dunia
international.
Dalam prakteknya negara mendirikan lembaga negara/pemerintah yang
mengatur atau mengeluarkan regulasi/aturan tentang pengelolaan SDA dan
lingkungan. Contohnya di Indonesia adanya KLH, BAPEDAL, BAPEDALDA
dll.
KOMPLEKSITAS
Kompleksitas merupakan tantangan utama bagi para analis, perencan, dan pengambil
keputusan di bidang lingkungan.
Dalam pandangn Waldrop (1992), sistem yang kompleks cenderung muncul secara
spontan, lebih tak teratur dan cendrung lebih tak terduga. Sehingga kompleksitas
merupakan salah satu faktor mengapa banyak sistem terlihat rumit, tak terlavak dan
cenderung dikarakterkan sebagai “tepi yang tidak rata dan tiba-tiba meloncat”
Sebagai gambaran: ketika kita berhadapan dengan persoalan iklim glonal, maka
perhatian kita harus tertuju pada isu-isu tentang penggunaan energi, produksi
makanan, praktek penebangan hutan dan kebijakan transportasi.
Ketidakpastian
Masa depan adalah sesuatu yang penuh ketidakpastian, sehingga sangat berharga
untuk mengethaui beberapa jenis ketidakpastian. Jenis-jenis ketidakpastian:
1. Resiko; mengetahui kejanggalan
2. Ketidakpastian; tidak mengetahui kejanggalan, tetapi mungkin mengetahui variabel
kunci dan parameternya
3. Ketidakpedulian; tidak mengetahui apa yang seharusnya diketahui bahkan tidak
mengetahui pertanyaan yang sebenarnya tidak disajikan
4. Ketidakatahuan; hubungan sebab akibat atau jaringannya terbuka, pemahaman tidak
dimungkinkan
Pemahaman yang mendalam terhadap ketidakpastian akan membantu kita untuk
mengenali jenis analisa dan perencanaan yang paling tepat.
Konflik
• Konflik adalah pertentangan antara banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah
serta sudah merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada (Jhonson &
Dunker, 1993).
• Konflik merupakan sesuatu yang terelakkan, yang dapat bersifat positif maupun
negatif.
• Aspek positif konflik; membantu mengidentifikasi sebuah proses pengelolaan
lingkungan dan SDA secara efektif dan menjelaskan kesalahpahaman
• Aspek negatif konflik; konflik tidak terselesaikan merupakan sumber
kesalahpahaman, ketidakpercayaan serta bias.
• Konflik juga bermanfaat ketika mempertanyakan status quo, maka sebuah
pendekatan kreatif akan muncul. Konflik menjadi buruk apabila menyebabkan
semakin meluasnya hambatan-2 untuk saling bekerjasama antar berbagai pihak.
• Penyebab dasar konflik:
1. Perbedaan pengetahuan dan pemahaman
2. Perbedaan nilai
3. Perbedaan alokasi keuntungan dan kerugian
4. Perbedaan karena latar belakang personal dan sejarah kelompok-kelompok
ISU-ISU PENERAPAN PENGELOLAAN SDA
Dalam pengelolaan lingkungan dan SDA, tantangan utama adalah bagaimana
bergerak dari perencanaan yang normatif (apa yang harus dilakukan) menjadi
perencanaan yang operasional (apa yang akan dilakukan)
Kegagalan penerapan pengelolaan ada 2 hal yang dapat terjadi:
1. Keluarnya kebijakan tidak sesuai dengan tujuan kebijakan/harapan
2. Pemerintah/organisasi gagal melihat sebuah persoalan/pengambilan
keputusanyang tepat atau
Hambatan utama dalam penerapan pengelolaan SDA dan lingkungan adalah
1. Tidak jelas tujuan
2. Tidak jelas persoalan (tractability/intractability)
3. Kurangnya komitmen
4. Kurangnya cara / metode dan perangkat keras
5. Tidak meadai akses terhadap informasi
6. Asuransi yang tidak sempurna tentang hubungan sebab akibat
7. Dinamika kontrol terhadap pelaksanaa
8. Perbedaan budaya
Beberapa persoalan yang berkaitan dengan penerapan di negara-negera berkembang:
1. Birokrasi pemerintah tidak efektif, tidak efisien, tidak ditujukan untuk tugas-2 khusus
2. Buruknya kualitas kepemimpinan ditingkat manager
3. Korupsi yang begitu mengakar
KERANGKA PENGELOLAAN SDA SECARA TERPADU
KONTEKS
KREDIBILITAS
LEGITIMASI
FUNGSI
BUDAYA DAN SIKAP
ORGANISASI
STRUKTUR
PROSES DAN
MEKANISME
KONTEKS:
Perhatian diberikan kepada latar belakang sejarah, budaya, ekonomi dan munculnya
institusi serta kondisi lingkungan biofisik
KREDIBILITAS/LEGITIMASI:
Kegiatan/program yang akan diterapkan mendapat infromasi melalui komitmen politis,
dukungan finansial dan administrasi.
FUNGSI:
Keputusan diambil berkaitan dengan fungsi-fungsi pengelolaan yang harus dipadukan
(umum/substantif)
STRUKTUR:
Menyangkut jumlah dan jneis lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan
fungsi-fungsi di atas
PROSES dan MEKANISME;
Kebutuhan yang merumuskan proses dan mekanisme yang telah ada. Misalnya
kelompok kerja antar departemnen atau partisipasi dalam mengatasi kemungkinan-
kemungkinan
BUDAYA dan SIKAP ORGANISASI;
Aktifitas penerapan dipengaruhi oleh orang-orang yang bertanggungjawabm juga oleh
budaya organisasi. Misalnya budaya kompetisi atau kerja sama). Sikap dari peserta,
bila mempunyai kemauan untuk bekerja sama.
AZAS-AZAS DASAR ILMU LINGKUNGAN
AZAS-AZAS DASAR ILMU LINGKUNGAN