Anda di halaman 1dari 21

BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

Budidaya dan Pasca panen Kakao

Oleh:
Jefri Yudha Saputra
20170210116

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019
I. PROSPEK PENGEMBANGAN KAKAO

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting


dalam menyumbang perolehan devisa negara. Sebagian besar biji kakao dari
Indonesia diekspor ke luar negeri, meskipun kalau dilihat di Indonesia sudah ada
beberapa industri pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi.
Perkembangan ekspor biji kakao dari Indonesia menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun. Seperti yang telah diketahui bahwa pada tahun 1997, ekspor kakao
dari Indonesia diperkirakan telah mencapai sekitar US$ 378 juta. Walaupun nilai
tersebut merupakan angka estimasi, tetapi nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 377,5 juta.
Perkebunan kakao Indonesia sebenarnya mengalami perkembangan pesat
sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal perkebunan kakao Indonesia
tercatat seluas 914.051 ha dimana sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan
selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta.
Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak
dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh
perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Indonesia sangat berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia,
apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat
diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia
masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu
lebih dari 6,2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tangah
Maluku dan Sulawesi Tenggara. Disamping itu kebun yang telah di bangun masih
berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat
ini kurang dari 50% potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa
tahun terakhir sering mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada
tingkat yang tinggi. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera
dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang stratigis
karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik
masih belum tergarap.
Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi maka
perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan
hal ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat
memberikan produktivitas yang tinggi. Melalui berbagai upaya perbaikan dan
perluasan maka areal perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan
mencapai 1,1 juta ha dan diharapkan mampu menghasilkan produksi 730 ribu
ton/tahun biji kakao. Pada tahun 2025, sasaran untuk menjadi produsen utama
kakao dunia bisa menjadi kenyataan karena pada tahun tersebut total areal
perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1,35 juta ha dan mampu
menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji kakao.
Kendala utama yang dihadapi komoditas kakao yang diekspor adalah
kualitasnya. Mutu biji kakao dari Indonesia masih relatif rendah dibandingkan
dengan yang berasal dari negeri lain. Rendahnya kualitas tersebut dapat dilihat dari
harga jual kakao Indonesia dipasaran luar negeri. Sebagai contoh, jika pada bulan
Maret 1996, harga biji kakao Indonesia di luar negeri rata-rata adalah US$ 1.349
per ton, maka harga jual produk yang sama dari Pantai Gading (Cote d Ivoire)
mencapai US$ 1.521 per ton. Untuk itu maka perlu upaya untuk meningkatkan
kualitas biji kakao tersebut dan upaya yang telah dilakukan usaha penyuluhan dan
action program, baik oleh dinas terkait maupun melalui Asosiasi Kakao Indonesia
(Askindo) dan usaha-usaha tersebut nampaknya mulai memperlihatkan hasilnya.
II. BOTANI DAN SYARAT TUMBUH KAKAO

A. Morfologi Tanaman Kakao


Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam
kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada
batang dan cabang. Tanaman inni pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian,
yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif
meliputi bunga dan buah. (Siregar at al., 1989).

Akar
Akar tanaman kakao mempunyai akar tunggang (Radik primaria).
Pertumbuhannya dapat mencapai 8 meter kearah samping dan 15 meter kearah
bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak
membentuk akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya.
Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar jumlahnya. Setelah
dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar yang menyerupai akar
tunggang. Pada kecambah yang telah berumur 1 – 2 minggu terdapat akar-akar
cabang (Radik lateralis) yang merupakan tempat tumbuhnya akar-akar rambut
(Fibrilla) dengan jumlah yang cukup banyak. Pada bagian ujung akar ini terdapat
bulu akar yang dilindungi oleh tudung akar (Calyptra). Bulu akar inilah yang
berfungsi menyerap larutan dan garam-garam tanah. Diameter bulu akar hanya 10
mikro dan panjang maksimum hanya 1 milimeter.

Batang
Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak dengan biji akan
membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang primer. Letak
pertumbuhan cabang-cabang primer disebut jorquette, dengan ketinggian yang
ideal 1,2 – 1,5 meter dari permukaan tanah dan jorquette ini tidak terdapat pada
kakao yang diperbanyak secara vegetatif.
Ditinjau dari segi pertumbuhannya, cabang-cabang pada tanaman kakao
tumbuh kearah atas dan samping. Cabang yang tumbuh kearah atas disebut cabang
Orthotrop dan cabang yang tumbuh kearah samping disebut dengan Plagiotrop.
Dari batang dan kedua jenis cabang tersebut sering ditumbuhi tunas-tunas air
(Chupon) yang banyak menyerap energi, sehingga bila dibiarkan tumbuh akan
mengurangi pembungaan dan pembuahan (Siregar et al., 1989).

Bunga
Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (Calyx)
sebanyak 5 helai dan benang sari ( Androecium) berjumlah 10 helai. Diameter
bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2 – 4
centimeter (Siregar et al., 1989). Pembungaan kakao bersifat cauliflora dan
ramiflora, artinya bunga-bunga dan buah tumbuh melekat pada batang atau cabang,
dimana bunganya terdapat hanya sampai cabang sekunder (Ginting, 1975).
Tanaman kakao dalam keadaan normal dapat menghasilkan bunga sebanyak 6000
– 10.000 pertahun tetapi hanya sekitar lima persen yang dapat menjadi buah
(Siregar et al., 1989).

Buah
Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah
mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 – 2 centimeter (Siregar et al., 1989).
Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar
10 – 30 centimeter, umumnya ada tiga macam warna buah kakau, yaitu hijau muda
sampai hijau tua, waktu muda dan menjadi kuning setelah masak, warna merah
serta campuran antara merah dan hijau. Buah ini akan masak 5 – 6 bulan setelah
terjadinya penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 centimeter
disebut cherelle (pentil). Buah ini sering sekali mengalami pengeringan
(cherellewilt) sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao. Gejala demikian disebut
physiological effect thinning, yakni adanya proses fisiologis yang menyebabkan
terhanbatnya penyaluran hara yang menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala
tersebut dapat juga dikarenakan adanya kompetisi energi antara vegetatif dan
generatif atau karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk
pertumbuhahn buah muda (Siregar et al., 1989).
Biji kakao tidak mempunyai masa dormasi sehingga penyimpanan biji untuk benih
dengan waktu yang agak lama tidak memungkinkan. Biji ini diselimuti oleh lapisan
yang lunak dan manis rasanya, jika telah masak lapisan tersebut pulp atau micilage.
Pulp ini dapat menghambat perkecambahan dan karenanya biji yang akan
digunakan untuk menghindari dari kerusakan biji dimana jika pulp ini tidak dibuang
maka didalam penyimpanan akan terjadi proses fermentasi sehingga dapat
merukkan biji ( Suharjo dan Butar-butar, 1979).

B. KLASIFIKASI TANAMAN KAKAO


Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan spesies penting family steruliceae
yang berasal dari daerah Amazon Amerika Serikat (Minifie, 1999). Habitat asli
tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi,
curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relative sama, serta kelembaban tinggi
yang relative tetap.
Pada tahun 1528, coklat mulai diperkenalkan di wilayah Eropa oleh bangsa
spanyol dan mulai menyebar ke seluruh dunia sekitar abad ke 16 (Toussaint-Samat,
2009). Di Indonesia, kakao juga diperkenalkan oleh spanyol pertama kali pada
tahun 1560 di daerah Minahasa. Kakao mulai menyebar ke seluruh wilayah di
Indonesia mulai akhir abad 18 dan menjadi komoditas perkebunan utama di
Indonesia. Pada tahun 2012, Indonesia menjadi penghasil kakao terbesar kedua di
dunia di bawah pantai gading dengan total produksi lebih dari 900 ribu ton
(Departemen Perindustrian, 2013).
Kakao termasuk tanaman perkebunan berumur tahunan. Tanaman tahunan
ini dapat mulai berproduksi pada umur 3-4 tahun . Sistematik tanaman kakao
menurut adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L. (Poedjiwidodo, 1996).

Tanaman kakao dahulunya diberi nama “Arborea cacavifera americana”


juga sering disebut dengan nama “Amygdalus similis guamalensis” yang akhirnya
oleh LINIEUS diberi nama Theobroma cacao L., termasuk ke dalam salah satu
anggota genus Theobroma dari familia Sterculiaceae yang banyak dibudidayakan
oleh masyarakat. Selain Theobroma cacao L masih ada satu anggota lain yang
mempunyai nilai ekonomis yaitu Theobroma pentagona Bern. Jenis terakhir ini
kurang populer karena coklat yang dihasilkan mempunyai mutu yang kurang baik
atau bermutu rendah dibandingkan dengan jenis yang pertama.

C. Syarat Tumbuh Kakao


Kesuburan tanah, kelembapan udara, suhu, dan curah hujan berpengaruh
terhadap proses pembuahan tanaman cokelat menurut Sunanto (1992:23). Banyak
hal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan komoditas yang saya
bahas kali ini yaitu komoditas perkebunan. Sejumlah faktor iklim dan kondisi tanah
yang bisa menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi dari tanaman cokelat
ini. Lingkungan yang tidak sesuai pun dapat mempengaruhi perkembangan
tanaman cokelat.
Syarat tumbuh tanaman cokelat ini dapat didukung beberapa faktor yang
memdukung dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman cokelat.
Masih dalam pendapat menurut Sunanto (1992:23-24) syarat-syarat yang
mendukung pertumbuhan tanaman cokelat yaitu faktor tanah dan faktor iklim.
1. Faktor Tanah
Komoditas tanaman cokelat dapat tumbuh subur dan menghasilkan
produksi buah yang maksimal pada dataran rendah. Menurut Sunanto (1992:23)
banyak faktor tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan cokelat. Kondisi tanah pun
dapat mempengaruhi pertumbuhan. Kondisi tanah yang baik adalah tanah yang
memiliki sifat yaitu: kondisi tanah yang gembur tidak terlalu keras, tanah yang
digunakan mengandung humus, bahan organik serta unsur hara yang tinggi,
sehingga dapat mencukupi dan menberikan keseimbangan pertumbuhan yang baik.
Selain itu, tanah yang digunakan memiliki pH (derajat keasaman) yang optimum
tidak melwati batas kemasaman, karena dapat meimbulkan pertumbuhan tanaman
yang tidak sesuai. Pertumbuhan tanaman cokelat pun juga harus disesuaikan dengan
kemiringan tanah yang ada, karena kemiringan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman komoditas. Semakin miring suatu lahan bisa mengakibatkan akar dari
tanaman tidak dapat berkembang dengan baik dan sempurna.
2. Faktor Iklim
Tanaman cokelat dapat tumbuh baik di hutan hujan tropis, dimana
pertumbuhan dari tanaman cokelat tersebut membutuhkan kelembapan dan suhu
yang cukup dan optimal. Menurut (Tumpal dkk, 1989:27) curah hujan merupakan
hal yang terpenting karena, berhubungan dengan proses pertanaman dan produksi
cokelat. Jika intensitas hujan berlebihan maka mengakibatkan tanaman cokelat
mengalami pembusukan dan gampang terkena hama dan penyakit. Jika curah hujan
tidak mencukupi akan sangat berpengaruh pada kondisi fisik dan kimia tanah yang
disebabkannya tidak tersedianya unsur hara yang cukup.
Pengaruh dari temperatur terhadap cokelat erat kaitannya dengan ketersedian unsur
hara (air), sinar matahari dan kelembapan. Masih dalam pendapat dari Tumpal dkk
(1989:29) dari hasil penelitian, temperatur yang ideal bagi pertumbuhan cokelat
adalah 300-320C (maksimum) dan temperature minimumnya 180-210C. Jika
temperatur mengalami peningkatan dapat diatasi dengan cara penanaman hutan
atau pohon pelindung dan menjaga sistem irigasi agar tetap menjaga pertumbuhan
tanaman cokelat.
Faktor iklim lainnya yang dapat mempengaruhi adalah sinar matahari.
Tumpak dkk, (1989:31) yang berpendapat bahwa cahaya yang berlebihan
mengakibatkan proses pertumbuhan yang tidak sempurna. Lingkungan yang baik
bagi pertumbuhan tanaman cokelat adalah hutan hujan tropis. Mengapa demikian?
Ini disebabkan bahwa tanaman cokelat dalam proses pertumbuhannya
membutuhkan naungan atau pohon yang dapat mengurangi intensitas cahaya
matahari.
III. TEKNOLOGI BUDIDAYA KAKAO
Seperti halnya tanaman perekebunan yang lain, tanaman Kakao
memerlukan persyaratan tumbuh dan teknologi budidaya yang memadai agar
mampu memberikan hasil yang optimal. Adapun beberapa langkah tenik budidaya
kakao menurut Balitbang (2008), yaitu:
A. Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan disesuaikan dengan kondisi awal lahan yang akan
ditanami. Tanaman kakao membutuhkan naungan, sehingga dalam
penyiapan lahan harus memperhatikan tanaman naungan pada lahan yang
akan ditanami. Jika lahan tersebut belum ada naungannya, maka perlu
waktu 1 tahun sebelum tanam, karena harus didahului oleh penanaman
tanaman naungan, yang berfungsi untuk mempertahankan lapisan atas tanah
dan menambah kesuburan tanah, mengurangi intensitas sinar matahari
langsung. Tanaman penutup tanah dapat berupa jenis kacang-kacangan
antara lain Centrosema pubescens, Colopogonium mucunoides, Puerarai
javanica atau Pologonium caeruleum. Atau juga bisa dengan ditanami
Pohon Mahoni, Lamtoro, Dadap.
B. Penyiapan Bahan Tanam
Tanaman kakao yang akan diambil bibitnya atau benihnya
sebaiknya dari kebun induk, yang mempunyai sifat-sifat:
a. Kondisinya sehat
b. Pertumbuhanya normal dan kokoh
c. Menghasilkan produksi yang tinggi antara 70-90 tongkol per pohon
pertahun
d. Berumur antara 12-18 tahun
Pengembangan tanaman kakao dapat dilakukan dengan biji atau
benih (generatif) dan dengan stek atau cangkok (vegetatif). Pengembangan
secara generatif paling sering dilakukan, karena cepat menghasilkan bibit
dalam jumlah banyak. Sedangkan cara vegetatif jarang dilakukan, karena
untuk mendapatkan bibit membutuhkan waktu yang cukup lama dan jumlah
bibit yang diperoleh sedikit. Untuk mendapatkan bibit yang unggul dapat
dilakukan melalui okulasi dan penyusunan.
Kriteria benih kakao yang baik, yaitu benih berasal dari buah yang
normal bentuknya, sehat dan cukup tua (masak atau matang dipohon). Benih
yang cukup tua mempunyai tanda-tanda warna kuning, jika buah
digoncang-goncang timbul suara dan jika buah diketuk-ketuk dengan
tangan suaranya bergema.
Cara pengambilan benih kakao dilakukan dengan pisau atau dipukul
dengan alat pemukul sampai terbelah. Dapat pula dengan memotong buah
secara membujur. Pemotongan dilakukan secara hati-hati agar tidak
merusak benih, kemudian benih dikeluarkan atau diambil.untuk
mendapatkan benih yang baik hanya diambil biji-bijinya yang ada pada
bagian poros atau tengah-tengah buah.
Seleksi benih kakao padamumnya hanya diambil 20-25 butir biji dan
dipilih biji-biji yang sehat. Biji yang terpilih kemudian dibersihkan
lendirnya (pulp) dengan cara diremas-remas dengan serbuk gergaji.
Kemudian biji tersebut dicuci dengan air dan selanjutnya diremas-remas
lagi dengan abu dapur yang telah diayak setelah itu dikeringkan di bawah
terik matahari.
Dalam pengemasna benih dilakukan dengan cara menyampur benih
yang sudah kering dengan serbuk arang dan dikemas dalam kantung plastik
dan diberi lubag-lubang. Dalam satu kantung plastik, diisi benih sebanyak
500 butir atau sekitar 1 kg. Kantong plastik yang berisi benih tersebut
kemudian diatur di dalam kotak karton dan setiap kotak karton diisi 5-6
kantong plastik.
Penyimpanan dan pengangkutan benih paling lama 3 minggu setealh
pemetikan, oleh karena itu benih yang sudah disiapkan tidak boleh terlalu
lama disimpan. Agar benih tidak rusak maka harus ada komunikasi antara
penyalur dengan pemesan benih. Setelah benih sampai tujuan, harus
langsung dikecambahkan (disemaikan).
1. Penanaman
Menurut Warindo (2015) penanaman tanaman kakao
dilakukan dengan jarak tanam 3 x 3 m, 4 x 2 m, dan 3,5 x 2,5 m
dengan ukuran lubang 60 x 60 x 60 cm. Penanaman dapat dilakukan
bila umur bibit 6-8 bulan dan tanaman penaung sudah berfungsi
dengan baik. Penentuan jarak tanam ditandai dengan pancang-
pancang kayu pada titik yang akan dibuat lubang tanam.
Dua minggu sebelum penanaman, lebih dahulu disiapkan
lubang tanam berukuran 40 cm x 40 cm 40 cm atau 60 cm x 60
cm, tergantung pada ukuran polibag. Lubang kemudian ditaburi 1
kg pupuk Agrophos dan ditutup lagi dengan serasah. Pemberian
pupuk itu dimaksudkan untuk menyediakan hara bagi bibit yang
akan ditanam beberapa minggu kemudian
Teknik penanamannyaadalah dengan terlebih dahulu
memasukkan polibag ke dalam lubang tanam, polibag disayat dari
bagian bawah ke arah atas. Polibag yang terkoyak dapat dengan
mudah ditarik dan lubang ditutup kembali denga tanah galian.
Pemadatannya dilaksanakan dengan bantuan kaki, tetapi di sekitar
batang di permukaan tanah haruslah lebih tinggi. Hal itu
dimaksudkan untuk mencegah penggenangan air di sekitar batang
yang dapat menyebabkan pembusukkan. Penanaman kakao
sebaiknya dilakukan pada akhir musim hujan

C. Pemeliharaan
Tahap yang dilakukan setelah proses penanaman usai adalah tahap
pemeliharaan tanaman seperti: penyulaman, pemangkasan, pengairan dan
pemupukan. Pemeliharan ini ditujukan untuk mendapatkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman cokelat yang maksimal. Pemeliharaan yang
dilakukan meliputi, yaitu:
1. Penyulaman
Setelah penanaman selesai, lakukan pengontrolan tanaman secara rutin.
Segera lakukan penyulaman jika terdapat tanaman yang mati, terserang
penyakit atau tanaman yang pertumbuhannya kurang baik.
2. Pemangkasan
Pemangkasan pada tanaman kakao merupakan salah satu usaha yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan mempertahankan umur
ekonomis tanaman. Pada tanaman kakao terdapat 3 jenis pemangkasan,
yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi dan pemangkasan
pemeliharaan. Fungsi dan tujuan pemangkasan pada kakao adalah sebagai
berikut;
a. Agar pertumbuhan tajuk kokoh dan seimbang
b. Mengurangi kelembaban untuk meminimalkan serangan hama dan
penyakit
c. Memudahkan pemeliharaan dan pemanenan hasil
d. Meningkatkan produksi kakao
Pemangkasan bentuk dimulai pada umur 8 bulan dengan memangkas
cabang-cabang pada batang pokok hanya tingga 3-4, hal ini bertujuan untuk
memaksimalkan pertumbuhan kakao agar kokoh dan sehat.
Pemangkasan produksi dilakukan pada cabang dan ranting yang tidak
produktif. Ranting-ranting diposisikan selang-seling tujuannya yaitu agar
terjadi penyeimbangan berat kiri dan kanan serta dapat menambah
kelembaban.
Pemangkasan pemeliharaan dilakukan dengan memangkas tunas-tunas
air. Tunas-tunas air jangan dibiarkan membesar tujuannya agar nutrisi
tanaman dapat tidak terbagi-bagi, dan hal ini juga dapat berdampak pada
cepatnya proses pembentukan buah.
3. Pengairan
Pada dasarnya tanaman kakao tidak terlalu banyak membutuhkan air
oleh karena itu terkadang pada tahap pemeliharaan ini terlalu kurang
diperhatikan akan tetapi proses peyiramman harus tetap dilakukan untuk
tanaman yang belum menghasilkan. Lakukan penyiraman jika memang
dibutuhkan, tanaman kakao yang baru dipindah tanam sangat sensitif
terhadap cuaca dan sangat membutuhkan air untuk pertumbuhannya.
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
4. Pemupukan
Untuk menjaga ketersediaan nutrisi atau unsur hara serta menunjang
pertumbuhan tanaman kakao maka perlu dilakukan pemupukan susulan.
Pemupukan dilakukan secara teratur dengan interval tertentu. Jenis pupuk
yang digunakan bisa berupa pupuk kandang, kompos atau pupuk anorganik
seperti pupuk urea, ZA, KCL, TSP / SP36 atau pupuk majemuk misalnya
pupuk NPK. Pemupukan bisa dilakukan dengan cara menaburkan
disekeliling batang tanaman dengan jarak dan dosis disesuaikan dengan
umur dan lebar tajuk tanaman. Gunakan jenis pupuk sesui kebutuhan dan
tingkat/fase pertumbuhan tanaman kakao.
Pemupukan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua bulan di
lapangan. Pemupukan pada tanaman yang belum menghasilkan
dilaksanakan dengan cara menaburkan pupuk secara merata dengan jarak
15 – 50 cm (untuk umur 2 – 10 bulan) dan 50 – 75 cm (untuk umur 14 – 20
bulan) dari batang utama. Untuk tanaman yang telah menghasilkan,
penaburan pupuk dilakukan pada jarak 50 – 75 cm dari batang utama.
Penaburan pupuk dilakukan dalam alur sedalam 10 cm.
5. Pengendalian OPT
Organisme pengganggu tanaman yang terdiri dari hama maupun
penyakit adalah salah satu factor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman serta hasil Kakao yang dibudidayakan. Bila
organisme pengaganggu ini tidak dikendalikan perkembangan dan
penyebarannya niscaya akan terjadi penurunan hasil dan bahkan akan terjadi
gagal panen. Beberapa hama utama dan penyakit penting yan perlu
mendapatkan penanganan adalah:
a. Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella snellen),
biasa disebut PBK. Hama ini menyerang buah kakao dengan gejala
serangan: terdapatnya bekas lubang pada permukaan kulit buah;
buah akan masak sebelum waktunya; perkembangan buah tidak
normal; buah susah dibelah, dan biji-biji saling berdempet. Cara
pengendalian yang dianjurkan terhadap hama ini adalah : budidaya
tanaman sehat; pengembangan musuh alami, seperti semut hitam,
jamur entomopatogen; sarungisasi atau penyelubungan buah sejak
masih muda; dan penggunaan insektisida piretroid sintetik seperti
misalnya deltametrin, Fipronil, Lamda sihalotrin, betasiflutrin, alfa
sipermetrin dengan konsentrasi formulasi 0,00 – 0,12 %
b. Kepik penghisap buah Kakao (Helopeltis sp.). Kepik muda dan
dewasa menyerang buah kakao dengan cara mencucuk dan
menghisap cairan sel buah. Akibatnya timbul bercak-bercak
cekung berwarna coklat kehitaman sampai buah muda menjadi
layu dan kering. Pada tingkat serangan berat, daun-daun layu
kemudian gugur dan ranting-ranting layu mengeras. Pengendalian
hama kepik ini efektif bila: dilakukan pemangkasan teratur;
penyemprotan dengan menggunakan pestisida; dan menggunakan
musuh-musuh alami seperti semut hitam (Dolichoderus
thoracicus)
c. Penggerek batang (Squamura sp.). Ulat (larva) hama ini merusak
batang / cabang dengan menggerek menuju empelur (xylem),
dengan gerakan membelok ke atas. Pada permukaan lubang
gerekan akan terdapat campuran kotoran dengan serpihan jaringan
tanaman. Akibat gerekan ulat ini, bagian tanaman di atas lubang
gerekan akan merana, layu, kering dan akhirnya mati.
Pengendalian terhadap ulat ini adalah: secara mekanik dengan
memotong cabang / batang yang digerek dengan jarak pemotongan
sekitar 10 cm ke arah pangkal dari lubang gerekan, kemudian ulat
dimatikan; secara kimiawi dengan menggunakan insektisida
d. Penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora Butl, (Butl.).
Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang namanya Phytophthora
palmivora Butl, (Butl.), menyerang buah yang masih muda sampai
buah dewasa. Buah yang terinfeksi menunjukkan gejala terjadinya
pembusukan disertai percak cokelat kehitaman dengan batas yang
tegas. Perkembangan percak cokelat cukup cepat dan dalam waktu
yang singkat seluruh permukaan buah menjadi busuk, basah dan
berwarna cokelat kehitaman. Dalam kondisi lembab pada
permukaan buah akan muncul serbuk berwarna putih yang tak lain
adalah spora P. palmivora yang sering kali bercampur dengan
jamur sekunder (jamur lain). Serangan penyakit ini bisa ditangani
dengan cara sanitasi dan pemakaian fungisida racun kontak.
Sanitasi yaitu memetik semua buah busuk yang dilakukan
bersamaan kemudian dibenamkan ke dalam tanah. Aplikasi
fungisida racun kontak dilakukan dengan cara disemprotkan pada
buah sehat setelah dilakukan sanitasi. Jenis fungisida yang bisa
dipakai adalah fungisida yang berbahan aktif tembaga, seperti
misalnya Copper Sandoz, Nordox, Cupravit, Vitigran Blue dengan
konsentrasi 0,3 % interval waktu 2 minggu . Penyemprotan
hendaknya dilakukan terhadap buah-buah yang telah berumur rata-
rata 3 bulan atau panjang buah 10 cm. Pengendalian serangan
penyakit ini dapat pula dilakukan dengan menanam klon-klon
(bibit kakao) tahan, seperti DRC 16 dll.
D. Panen
Panen Kakao dimulai setelah buahnya masak yang ditandai oleh
adanya perubahan warna kulit buah. Buah yang waktu muda berwarna hijau
setelah masak akan menjadi berwarna kuning sedangkan buah yang saat
mudanya berwarna merah setelah masak akan berubah menjadi berwarna
orange. Dari saat pembuahan sampai buah siap panen diperlukan waktu
rata-rata 6 bulan.
Pemetikan buah Kakao dilakukan dengan memotong tangkai buah
menggunakan pisau tajam agar tempat tangkai buah yang menempel dengan
batang / cabang tidak terkelupas atau rusak. Buah yang dipetik hendaknya
buah yang sudah masak sebab buah yang kurang masak kandungan gula
pada pulpnya kurang, dan ini berakibat terhadap kurang baiknya hasil
permentasi biji coklat. Buah yang sudah dipetik kemudian dikumpulkan
untuk dipecah dan dipisahkan antara biji dengan kulit buah. Biji-biji hasil
pemisahan dengan kulit buah kemudian dapat diproses lebih lanjut untuk
kemudian dijemur di bawah terik matahari sampai kering dengan kadar air
lebih kurang 12 % selanjutnya disimpan dalam gudang penyimpanan
E. Pasca panen Kakao
Untuk mendapatkan harga jual yang tinggi, biji kakao yang telah dipanen
harus segera diolah. Pengolahan pasca panen biji kakao yang benar dilakukan
dengan tahapan-tahapan yang mampu menjaga mutu biji agar tetap optimal.
Tahapan-tahapan pengolahan pasca panen kakao tersebut antara lain fermentasi,
pencucian, pengeringan, sortasi, pengemasan, dan penyimpanan.

A. Fermentasi biji kakao


Tahapan pertama yang dilakukan pada pengolahan pasca panen kakao
adalah fermentasi biji. Fermentasi dilakukan untuk meluruhkan lendir (pulp)
yang terdapat pada kulit biji sehingga setelah disangrai, biji kakao menjadi lebih
beraroma dan bercitarasa kuat. Fermentasi juga dapat meningkatkan mutu
teknis biji kakao sehingga kadar air, kadar jamur, dan kadar kulit biji semakin
rendah.
Fermentasi dilakukan dengan meletakan biji-biji kakao segar ke dalam
kotak kayu yang sudah dilubangi bagian bawahnya. Lubang didasar kotak
dibuat dengan diameter 1 cm pada setiap jarak 10 cm. Lubang ini berfungsi
sebagai jalan keluar masuknya oksigen, karbondioksida, dan air yang dihasilkan
dari proses fermentasi. Tumpukan biji di dalam kotak ditutup menggunakan
karung goni atau penutup lainnya. Selama proses fermentasi, tumpukan biji
kakao di aduk setiap satu hari sekali agar panas yang dihasilkan dari proses
fermentasi dapat merata. Lama fermentasi biji kakao adalah antara 6-7 hari.
B. Pencucian biji kakao
Setelah difermentasi, biji-biji kakao lalu dicuci menggunakan air bersih.
Pencucian dilakukan agar bentuk biji lebih bagus, warna kulit biji lebih
mengkilap, kadar kulit biji lebih rendah, dan biji lebih tahan serangan jamur dan
serangga selama penyimpanan.
Pencucian biji dapat dilakukan dengan tenaga manusia atau dengan
mesin cuci kakao. Jika dengan tenaga manusia, pencucian dilakukan dengan
menggosok-gosok atau mengaduk-aduk biji dalam ayakan bambu. Sedangkan
jika dengan bantuan mesin cuci biji kakao, pencucian dilakukan secara otomatis
dengan meletakan biji hasil fermentasi ke dalam mesin. Kapasitas mesin ini
rata-rata 2 ton biji segar per jamnya sehingga hanya cocok untuk pengolahan
biji kakao skala besar.
C. Pengeringan biji kakao
Pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air biji yang awalnya
60% menjadi sekitar 6-7%. Kadar air yang demikian membuat kualitas biji tidak
akan menurun selama proses penyimpanan maupun pengangkutan. Pengeringan
dapat dilakukan dengan menjemur biji di bawah terik matahari, menggunakan
alat pengering (drying) atau menggunakan kombinasi keduanya.
Pengeringan dengan menjemur biji dibawah terik matahari merupakan
metode yang paling baik dan murah. Penjemuran ini dapat dilakukan di atas
permukaan terpal, lantai penjemuran, atau di atas rak bambu. Dari setiap luasan
1 m2 tempat penjemuran, sebaiknya jumlah biji yang dijemur tidak lebih dari
15 kg agar pengeringan dapat berjalan lebih cepat.
Selama proses penjemuran, hamparan secara rutin dibalik setiap 2 jam
sekali agar keringnya biji merata dengan sempurna. Saat pembalikan, bila
ditemukan serpihan kulit buah, biji cacat, plasenta, atau material asing seperti
kerikil yang mungkin ditemukan pada hamparan biji harus dibuang.
Saat musim hujan atau pada daerah yang penyinaran mataharinya tidak
optimal, pengeringan biji sebaiknya dilakukan dengan bantuan alat pengering
(artifical drying). Alat pengering yang dapat digunakan misalnya flat bed dryer.
Dengan alat ini pengeringan dapat dilakukan lebih cepat. Dengan kombinasi
penjemuran sinar matahari selama 1 hari dan pengeringan dengan flat bed dryer
selama 24 jam efektif pada suhu 60 derajat Celcius, akan diperoleh biji dengan
kadar air 7% yang sudah siap simpan.
D. Tempering biji kakao
Setelah pengeringan selesai dilakukan, biji yang diperoleh sebaiknya
ditempering lebih dahulu sebelum disortasi dan dikemas. Tempering adalah
proses penyesuaian suhu biji dengan suhu udara sekitar yang dilakukan dengan
meletakan biji hasil pengeringan di tempat terbuka selama minimal 5 jam.
Tempering diperlukan agar biji tidak mengalami kerusakan pada tahapan
kegiatan berikutnya.
E. Pengemasan dan penyimpanan
Sortasi dilakukan untuk mengelompokkan biji berdasarkan penampakan
fisik dan ukuran bijinya. Biji-biji kakao kualitas ekspor (standar AA) dipisahkan
dari biji kualitas sedang (standar A dan B) dan kualitas rendah (standar C dan
S). Biji-biji ini dipisahkan karena masing-masing standar memiliki nilai jual
yang berbeda. Selama sortasi, segala macam kotoran harus dibuang agar tidak
terikut dalam penyimpanan. Kotoran-kotoran tersebut antara lain serpihan kulit
buah, kerikil, potongan kayu, logam, dan berbagai jenis benda asing lainnya.
Setelah disortir, biji-biji kering tadi kemudian dikemas dalam karung
goni. Satu karung goni umumnya hanya menampung tidak lebih dari 60 kg.
Setiap karung diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen
(kebun atau koperasi, perusahaan). Karung-karung tersebut kemudian disimpan
atau dapat langsung dijual. Jika disimpan, karung-karung harus ditumpuk dalam
gudang yang bersih,memiliki ventilasi udara, dan jauh dari benda-benda
beraroma tajam seperti bensin, solar, atau sampah organik. Penumpukan karung
didalam gudang tidak boleh lebih dari 5 tumpukan agar biji kakao yang ada di
dalam karung paling bawah tidak pecah.
Penumpukan karung yang berisi biji kakao harus diberi alas kayu
setinggi 10 cm agar biji tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Jarak karung
dengan dindingpun diusahakan bersela minimal 15 cm. Hal ini bertujuan agar
mutu biji dalam karung tidak rusak akibat kelembaban yang tinggi.
IV. PENUTUP

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang


peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai
penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di dalam usaha
tani Kakao membutuhkan teknik budidaya yang baik dan benar agar memperoleh
produksi yang optimal, juga memperhatikan kondisi lingkungan dan agroklimat di
lokasi pembukaan kebun kakao harus sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao.
Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur
hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit
tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat
produksi dan kualitas akan rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Sarmidi. 2005. Teknologi Pasca Panen Kakao Untuk Masyarakat


Perkakaoan Indonesia. BPPT Press: Jakarta.

Anonymous a, 2013. Morfologi Tanaman Kakao


(online) http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2073810-morfologi-
tanaman-kakao/#ixzz2Mqi5utYR Diakses tanggal 10 Maret 2013.

Anonymous b, 2013. Hama dan Penyakit Utama Tanaman Kakao Beserta


Pengendaliaanya
(online) http://www.pdfchaser.com/KAKAO%E2%80%A6YANG-
NIKMAT-SULIT-DIRAWAT.html Diakses tanggal 10 Maret 2013

Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian). 2008. Pandua praktis


budidaya kakao ( Theobroma cacao ). Balai Penelitian Tanah,
BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Disbun Jabar. 1995. Vadenicum Budidaya Kakao (Theobroma cacao L).


SI-PUK – SIB – SIABE. 2007. Kakao. http://www.bi.go.id. (diakses pada
tanggal 20 Januari 2007)
Warintek. 2006. Potensi Kakao. http://warintek.progressio.or.id. (diakses
tanggal 21 Februari 2007)

Elna Karmawati, dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perkebunan.

Firdausil AB, Nasriati, A. Yani. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Mitalom. 2016. Panduan Umum Cara Budidaya Kakao.


https://mitalom.com/panduan-umum-cara-budidaya-kakao/. Diakses
tanggal 2 Desember 2019.

Prawoto, A.A. 2008. Botani dan fisiologi, hal 38-62. Dalam T. Wahyudi, R.T.
Pangabean dan Pujiyanto (Eds). Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rijadi Subiantoro. 2009. Pasca Panen Kakao. Politeknik Negeri Lampung.

Siregar, Tumpal dan Slamet Riyadi. 1898. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran
Cokelat. Penebar Swadaya: Jakarta.

Sunanto, Hatta. 1992. Budidaya Cokelat, Pengolahan Hasil, dan Aspek


Ekonominya. Kanisius: Yogyakarta.
Winarsih S. dan A. A. Prawoto. 1995. Pedoman Teknis Rehabilitasi Tanaman
Kakao Dewasa dengan Metode Sambung Samping (side-cleft grafting).
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember.

Wood, G.A.R. and R.A. Lass. 1985. Cocoa. Tropical Agriculture Series. Longman.
London, and New York.

Anda mungkin juga menyukai