Tema opini “Memutus Jejak Pemimpin Korupsi” ini belum pernah dijadikan
mosi seminar baik di internal kampus, maupun di berbagai lembaga-lembaga negara.
Di tengah masifnya perilaku pemimpin koruptif kian hari makin tersaji dimana-mana,
termasuk di pelbagai institusi negara, kekuasaan politik, ekonomi, hukum, dan juga
birokrasi. Seharusnya ini menjadi kajian signifikan bagi sejumlah lembaga penegakan
hukum, khususnya oknum-oknum kekuasaan tersebut yang melekat pada perbuatan
skandal. Wabil khusus, sejak terseretnya sebagian pejabat negara, dan penyelenggara
keadilan yang dijadikan tersangka oleh Komisi Penberantasan Korupsi (KPK).
Mendekati pesta demokrasi, kadang kala tidak hanya keimanan saja yang
mudah terjerembat dalam pusaran politik. Tetapi sebaliknya, kekuatan politik menjadi
konsekuensi besar dengan mudahnya merobohkan moral para penguasa dihanyut
jauh. Oleh karenanya, tidak bisa bertahan oleh energi duniawi yang kerapkali
membuat manusia jadi korban jeruji besi hanya karena kepentingan sesaat. Di tambah
lagi, kejujuran yang kini gampang diporak-porandakan oleh segala macam perbuatan
yang jelas-jelas dilarang oleh Islam, agama, dan bahkan keabsahan aturan hukum pun
jelas mengatur mengenai konteks ini.
Indonesia akan menjelang pelaksanaan pilkada serentak, potensi kejujuran
harus menjadi dimensi nomor satu oleh masing-masing calon. Pasalnya, selain
kejujuran adalah nilai politik Islam yang tergambarkan sebagaimana politikus agama
dan negara, Nabi Muhammad saw. Rekam jejak kepemimpinanya memiliki model
integritas positif serta komunikasi politik yang relatif tinggi, dan juga menunjukkan
sikap keterampilannnya sebagai indikasi pemimpin revolusionis dunia. Sebab dengan
hal itu, integritas kepemimpinannya tak cenderung mendatangkan malapetaka.