Anda di halaman 1dari 3

PERTANIAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

Tejoyuwono Notohadiprawiro

Segala kegiatan hidup manusia sedikit-banyak selalu mengusik lingkungan.


Manusia melakukan kegiatan untuk mendapatkan kehidupan lebih baik. Keadaan
kehidupan dibentuk oleh interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan
biofisik, sosial, budaya maupun ekonomi. Maka kegiatan manusia ditujukan memperoleh
manfaat lebih baik dari lingkungannya.
Pengertian manfaat bermacam-macam. Ada yang diukur menurut pemenuhan
kebutuhan penghasilan, keguyupan bermasyarakat, pelestarian warisan seni-budaya,
ketentraman jiwa, keamanan hidup, dlsb. Daya pengusik lingkungan tergantung pada
intensitas kegiatan yang perlu diterapkan mengingat tujuan yang hendak dicapai dan
tingkat pengubahan lingkungan yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersangkutan.
Yang tersebut belakangan berkaitan dengan selisih antara keadaan aktual yang ditawarkan
lingkungan dan keadaan lingkungan yang diminta manusia pengguna lingkungan. Pada
gilirannya, makin intensif pengusikan lingkungan, risiko terjadinya dampak buruk pada
lingkungan makin besar.
Pertanian yang berlangsung dalam lingkungan biofisik yang bermutu rendah
berisiko tinggi merusak lingkungan. Bahkan dalam lingkungan biofisik yang bermutu baik,
pertanian dapat menimbulkan degradasi lingkungan apabila produksi yang terus meningkat
menjadi tujuan pokok. Hal ini terbukti jelas dalam revolusi hijau yang dicetuskan untuk
mencapai dan mempertahankan swasembada pangan. Dampak pertanian bertambah berat
karena pertanian menimbulkan pencemaran bersumber baur (nonpoint source pollution).
Ini berarti asal usul bahan pencemar berada di mana-mana yang sulit diruntut dan karena
itu sulit dikendalikan.
Dampak kegiatan pertanian timbul berkenaan dengan pengolahan tanah,
pengubahan bentuk permukaan lahan, irigasi, penggunaan pupuk dan pestisida. Penanaman
bibit unggul yang bersifat sangat ekstraktif atas unsur hara dalam tanah, dan sistem
pertanian. Dampaknya menjalur lewat tiga jalur: (1) jalur tanah berupa erosi setempat
beserta rangkaiannya berupa sedimentasi yang diekspor ke tempat lain, pemampatan tanah
yang berkaitan dengan kerusakan struktur tanah, dan pelonggokan yang berangsur zat-zat
di dalam tanah oleh pupuk dan pestisida yang menimbulkan ketimpangan neraca hara atau

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006) 1


pencemaran, (2) jalur air permukaan yang memuat bahan-bahan pencemar tersuspensi dan
zat-zat pencemar terlarut, serta jalur air bumi (groundwater) yang memuat zat-zat
pencemar terlarut, dan (3) jalur biomassa yang dipanen, yang dapat menimbulkan
pencemaran dakhil (internal pollution) pada manusia dan hewan.
Penjalaran lewat tanah berlangsung lambat, mengenai kawasan terbatas, namun
akibatnya bertahan lama. Penjalaran lewat air berlangsung cepat, mengenai kawasan luas,
namun tetap terbatasi dalam kawasan suatu satuan hidrologi tertentu (daerah aliran sungai).
Penjalaran lewat biomassa yang dipanen berlangsung cepat, mengenai kawasan yang dapat
dikatakan tidak terbatas.
Untuk mendalami hakikat pertanian berwawasan lingkungan dan memahami segala
seginya, beberapa bacaan dapat ditawarkan berikut ini.

Konsep
• Pertanian dan lingkungan. Tejoyuwono Notohadiningrat. 1993.
• Ekoteknologi, suatu pilihan arif untuk pembangunan pertanian Indonesia.
Tejoyuwono Notohadiprawiro. 1987.

Asas
• The road to sustainable agriculture in the tropics. T. Notohadiprawiro. 1992.
• Kesehatan tanah sebagai asas konservasi tanah. Joetono. 1994.
• Budidaya organik. Tejoyuwono Notohadiprawiro. 1992.
• Budidaya organik, suatu sistem pembangunan lahan bagi keberhasilan program
transmigrasi pola pertanian pangan di lahan kering. Tejoyuwono Notohadiprawiro.
1992.
• Makna budidaya masukan rendah dan prospeknya untuk meningkatkan produksi
pangan. Tejoyuwono Notohadiprawiro.
• Gatra lingkungan kegiatan pertanian. Tejoyuwono Notohadiprawiro. 1995.

Jabaran dan penerapan


• Konservasi tanah dalam revolusi hijau. Tejoyuwono Notohadiprawiro. 1993.
• Farming acid minerals soils for food crops; an Indonesian experience.
Tejoyuwono Notohadiprawiro. 1989.

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006) 2


• Management of acid soils for sustainable food crop production in South
Kalimantan, Indonesia. Rachman Sutanto. 1991.
• Advances in managing acid upland soils in Southeast Asia. Rachman Sutanto
dkk. 1994.
• Potential organic sources of nutrients in improving productivity of acid upland
soils in Pelaihari, South Kalimantan (Indonesia). Rachman Sutanto. 1994.
• Phosporus availability on Pelaihari Paleudults as effected by peat and fillter
cake of sugar. A. Maas, dkk. 1994.
• Potensi bahan organik sebagai komponen teknologi masukan rendah dalam
meningkatkan produktivitas lahan kritis di DIY. Rachman Sutanto & Sri
Nuryani. 1995.
• Percepatan perbaikan lahan tanah kritis di kabupaten Bantul dan Kulonprogo
dengan masukan bioteknologi. Azwar Maas, dkk. 1994.
• Usaha penganan lahan kritis bukit kapur Gunung Kidul, Yogyakarta. Azwar
Maas, dkk. 1995.
• The management of upland acid soils for sustainable food-crop production in
South Kalimantan, Indonesia . Rachman Sutanto, dkk. 1993.
• Uji kualitas beberapa kompos sampah kota dan efektivitasnya dalam
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman lombok. Sri Nuryani &
Rachman Sutanto. 1995.
• Pengaruh sari kering limbah pabrik kulit atas populasi mikrobia dan susunanya
pada berbagai jenis tanah. Sri Nuryani & Tejoyuwono N. 1994.
• Nilai pupuk sari kering limbah (sludge) kawasan industri dan dampak
penggunannya sebagai pupuk atas lingkungan.

Yogyakarta, 9 Maret 1995

Tejoyuwono Notohadiprawiro

«»

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006) 3

Anda mungkin juga menyukai