Anda di halaman 1dari 11

PERILAKU LENTUR DINDING PANEL JARING KAWAT BAJA

TIGA DIMENSI DENGAN VARIASI RASIO TINGGI DAN LEBAR


(Hw/Lw) TERHADAP BEBAN LATERAL STATIK

Gingga Molidan, Indradi Wijatmiko, Siti Nurlina


Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail: ginggamolidan@gmail.com

ABSTRAK

Perkembangan jumlah penduduk yang meningkat secara signifikan tiap tahun tidak diimbangi
dengan banyaknya penyedia hunian yang layak secara teknis maupun ekonomis menyebabkan terjadinya
masalah backlog dalam dunia konstruksi hunian di Indonesia. Berkaitan dengan upaya pemenuhan
kebutuhan bangunan tempat tinggal dalam skala besar tersebut menuntut adanya inovasi dalam hal
material, kualitas, maupun proses pelaksanaannya sehingga diharapkan pembangunan dapat dilaksanakan
secara efektif, efisien, serta ekonomis. Salah satu inovasi yang sedang berkembang adalah dinding panel
jaring kawat baja tiga dimensi.
Rasio tinggi dan lebar (Hw/Lw) pada dinding akan memperngaruhi bagaimana perilaku dinding
tersebut dalam menerima beban lateral. Pada perbedaan rasio tersebut nantinya akan dapat dilihat pada
dinding mana yang akan terjadi mekanisme kegagalan lentur yang dominan (flexural dominant) dan
perilaku lentur yang dominan (flexural behaviour).
Pada penelitian ini digunakan tiga variasi rasio tinggi dan lebar (Hw/lw) dinding panel jaring
kawat baja tiga dimensi yaitu dengan ukuran 60 cm x 60 cm (Hw/lw=1), ukuran 90 cm x 60 cm
(Hw/Lw=1,5), dan ukuran 120 cm x 60 cm (Hw/Lw=2). Tebal dinding sama yaitu 15 cm dengan EPS dan
wiremesh dengan tebal total 8 cm dan plesteran beton 7 cm. Pengujian beban lateral statik (static load
test) dilakukan dengan memberikan beban tiap 100 kg (load control) hingga mencapai beban maksimum
dinding dan dilanjutkan dengan tahap displacement control. Pencatatan data dilakukan setiap tahap
pembebanan yaitu pencatatan deformasi lateral total dan pengamatan mekanisme pola retak serta
keruntuhan dinding (failure mechanisme).
Hasil dari penelitian dan pembahasan data menjelaskan bahwa dinding dengan rasio tinggi dan
lebar (Hw/Lw) ≤ 1 mampu menahan beban yang paling besar yaitu berkisar 3 sampai 4 ton lebih.
Berdasarkan hasil perhitungan pendekatan dari deformasi lentur yang terjadi didapatkan bahwa dinding
dengan rasio tinggi dan lebar (Hw/Lw) > 2 memiliki nilai deformasi lentur yang paling besar. Selain itu
timbulnya sendi plastis dan pola keretakan yang terjadi pada dinding dengan rasio ini termasuk
mekanisme kegagalan akibat lentur sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku lentur (flexural
behaviour) yang paling dominan terjadi pada dinding dengan rasio tinggi dan lebar (Hw/Lw) > 2.

Kata-kata kunci: Perilaku lentur, dinding panel jaring kawat baja tiga dimensi, rasio tinggi dan lebar
(Hw/lw), beban lateral statik.

1. Pendahuluan pelaksanaannya sehingga diharapkan


Perkembangan jumlah penduduk pembangunan dapat dilaksanakan
yang meningkat secara signifikan tiap secara efektif, efisien, serta ekonomis.
tahun tidak diimbangi dengan Salah satu produk dari inovasi panel
banyaknya penyedia hunian yang layak dinding yang baru, diproduksi oleh PT.
secara teknis maupun ekonomis M-Panel Indonesia. Material dinding
menyebabkan terjadinya masalah tersebut sudah digunakan untuk
backlog dalam dunia konstruksi hunian konstruksi dinding rumah maupun
di Indonesia. Berkaitan dengan upaya gedung. Namun belum banyak
pemenuhan kebutuhan bangunan tempat penelitian di Indonesia mengenai panel
tinggal dalam skala besar tersebut dinding jaring kawat baja tiga dimensi
menuntut adanya inovasi dalam hal ini. Dinding merupakan salah satu
material, kualitas, maupun proses elemen konstruksi struktur bangunan

1
yang selain berfungsi sebagai 2. Tinjauan Pustaka
pembatas/partisi juga dapat berfungsi Dinding panel jaring kawat baja
sebagai penahan beban lateral (in- merupakan sebuah lembaran material
plane). Beban lateral tersebut biasanya yang biasanya dibentuk atau dipotong
berupa beban akibat getaran gempa. menjadi persegi panjang, yang
Dinding sangat kaku pada arah in-plane difungsikan sebagai dinding penghias,
nya. Bila terkena getaran gempa yang peredam suara, penahan panas serta
tinggi, akan terjadi keretakan yang dapat dikombinasikan dengan suatu
disertai dengan reduksi kekuatan dan bahan lain pendukung untuk menjaga
kekakuannya (Key, 1998). keseragaman dalam penampilannya.
Dinding geser merupakan salah Dinding panel jaring kawat baja
satu konsep penyelesaian masalah dikatakan tiga dimensi karena pada
gempa dalam bidang Teknik Sipil. Hal kedua sisi muka dinding dilapisi oleh
yang perlu diperhatikan dalam jaring kawat baja (wiremesh) yang telah
perencanaan dinding geser yaitu digalvanis dimana satu sama lain sisi
dinding geser tidak boleh runtuh akibat terhubung oleh kawat baja konektor
gaya geser karena fungsi utama dinding sehingga membentuk suatu kesatuan
geser adalah untuk menahan gaya geser bangun ruang.
yang besar akibat gempa, sehingga 2.1. Bahan Penyusun Dinding
apabila dinding geser tersebut runtuh a. Expanded Polystyrene Foam (EPS)
akibat gaya geser itu sendiri, maka Expanded Polystyrene Foam (EPS)
keseluruhan struktur akan runtuh karena telah dipilih sebagai bahan penyusun
tidak ada lagi yang dapat menahan gaya dari dinding M-Panel.Seperti telah
geser tersebut. Dinding geser hanya diketahui bahwa penggunaan Expanded
boleh runtuh akibat adanya momen Polystyrene Foam (EPS) merupakan
plastis yang menyebabkan timbulnya salah satu pengembangan teknologi
sendi plastis pada bagian kakinya. sandwich panel yang mengaplikasikan
Perilaku lentur tersebutlah yang penggunaan bahan polystyrene sebagai
diharapkan terjadi pada dinding geser salah satu komponen penyusunnya.
sehingga aman diterapkan dalam b. Wiremesh
konstruksi hunian. Wiremesh yang digunakan dalam
Perilaku dinding dalam menerima dinding M-panel telah dilas, terbuat dari
beban biasanya terlihat pada mekanisme kawat baja yang telah di galvanis yang
keruntuhan dinding yang diawali diletakkan di kedua sisi panel polyfoam
dengan timbulnya keretakan pada dan saling terhubung satu dengan yang
dinding, kemudian kelelehan tulangan lainnya. Diameter kawat yang
dan proses runtuhnya. Rasio tinggi dan digunakan bervariasi mulai dari 2,5 – 5
lebar (Hw/lw) pada dinding akan mm, dengan kekuatan tarik lebih besar
mempengaruhi bagaimana perilaku dari 600Mpa
dinding tersebut dalam menerima beban c. Plesteran Beton
lateral. Pada perbedaan rasio tinggi dan Komposisi campuran plesteran
lebar (Hw/lw) dinding tersebut nantinya beton yang digunakan adalah 1 PC : 4
akan dapat dilihat pada dinding mana PS, dengan faktor air semen < 0,52
yang akan terjadi mekanisme kegagalan sehingga mutu plesteran beton dianggap
secara lentur. Dalam penelitian ini akan K 175 (f’c = 15 MPa).
dibahas beban maksimum yang dapat 2.2. Konsep Dinding Geser dan
ditahan oleh dinding panel, besar Keruntuhannya
deformasinya dan perilaku lentur yang Dinding geser atau shear wall
terjadi pada dinding tersebut. merupakan dinding yang dirancang
untuk menahan gaya lateral akibat

2
gempa bumi. Bangunan yang memiliki mengenai pengujian beban statik pada
dinding geser, gaya-gaya horizontal dinding.
akibat angin atau gempa semata ditahan
oleh dinding geser. Selain menahan
gaya horizontal, dinding geser juga
menahan gaya normal (gaya vertikal).
Dinding geser berperilaku sebagai balok
lentur kantilever. Oleh karena itu,
dinding geser selain menahan gaya
geser juga menahan gaya lentur.
Dinding geser sebagai elemen penahan
gaya lateral memiliki keuntungan utama
karena menyediakan kontinuitas Gambar 2.2. Konfigurasi Pengujian
vertikal pada sistem lateral struktur Dinding Menurut ASTM E 564
gedung. Struktur gedung dengan
dinding geser sebagai elemen penahan 2.4. Deformasi Lentur (Flexural
gaya lateral pada umumnya memiliki Deformation)
performance yang cukup baik pada saat Secara teoritis, kekakuan
gempa. Hal ini terbukti dari sedikitnya struktur adalah gaya yang diperlukan
kegagalan yang terjadi pada sistem untuk menghasilkan satuan simpangan.
struktur dinding geser di kejadian- Kekakuan ini diperoleh sebagai asumsi
kejadian gempa yang lalu. hubungan linier antara gaya dan
Menurut Pantazopoulou dan Imran, simpangan, dimana P = k.∆.
1992, perilaku batas yang terjadi pada Kekakuan lateral dinding terdiri
dinding geser dapat diklasifikasikan dari kekakuan lentur dan kekakuan
sebagai berikut : geser, dapat dituliskan dalam
 Flexural behavior persamaan dibawah ini
 Flexural-shear behavior
 Shear behavior
Untuk dinding geser yang Kekakuan lentur didapatkan dari
tergolong flexural wall dimana rasio
persamaan dengan modulus
hw/lw ≥ 2, kegagalan lain yag sering
terjadi adalah berupa fracture elastisitas (E) didapat dari perhitungan
(patah/putus) pada tulangan yang berdasarkan berat isi dinding dan kuat
menahan tarik. tekan beton pada dinding. Sehingga
berdasarkan referensi dari R. Park dan
T. Paulay, digunakan rumus yaitu E =
w1,5.33√f’c (psi). Dimana w adalah
berat isi dalam lb/ft3 dan nilai momen
inersia penampang diasumsikan
komposit berlubang. Kekakuan geser
Gambar 2.1. Keruntuhan Dinding
teoritis didapatkan dari rumus k = ,
Geser Kantilever
dimana G adalah modulus geser yang
2.3. Static Load Test (ASTM E 564) nilainya sama dengan 2/3 modulus
Pada ASTM E 564 tentang elastisitas (E). Sedangkan A adalah luas
Standard Practice for Static Load Test penampang dinding. Dalam penelitian
for Shear Resistance of Framed Walls ini pembahasan diutamakan pada
for Buildings, terdapat pengertian, tata deformasi lentur yang terjadi sehingga
cara pengujian, serta perhitungan

3
3. Metodologi Penelitian panel dan Cutter untuk
Penelitian ini tergolong penelitian memotong EPS dinding.
eksperimental yang dilakukan di l. Gergaji kayu dan meteran
laboratorium. Objek dalam penelitian untuk pembuatan bekisting
ini adalah dinding panel jaring kawat balok sloof.
baja dengan variasi tinggi dibanding m. Gergaji besi, tang potong,
lebar sebesar 1 ;1,5 ; dan 2. Sedangkan dan alat pembengkok
pengujian dinding terhadap beban tulangan untuk pembuatan
lateral statik dilakukan setelah beton tulangan balok sloof.
berumur 14 hari dengan mutu f’c 22,5 2. Bahan
Mpa (beton normal) untuk balok sloof a. Dinding M-panel yang telah
dan dengan mutu f’c 15 Mpa untuk terangkai wiremesh dan EPS
plesteran dinding. dengan 3 macam ukuran.
3.1. Alat dan Bahan Penelitian b. Semen Portland (PC) tipe I
Alat dan bahan yang digunakan c. Agregat halus berupa pasir
dalam penelitian adalah: d. Agregat Kasar berupa kerikil
1. Peralatan e. Air
a. Timbangan f. Baja tulangan polos
b. Dial gauge digunakan untuk diameter 8 mm untuk stek
mengukur besarnya dinding dan sengkang
deformasi yang terjadi pada g. Baja tulangan polos
dinding. diameter 10 mm untuk
c. Strain gauge dan Digital tulangan balok sloof.
Strain Meter 3.2. Diagram Alir Penelitian
d. LVDT
e. Loading frame atau rangka
penguji berfungsi untuk
menempatkan benda uji
pada saat pengujian.
f. Hydraulic jack atau
dongkrak hidrolik kapasitas
15 ton serta Load Cell
digunakan untuk
memberikan beban in plane
secara bertahap pada dinding
m-panel.
g. Proving Ring digunakan
untuk membaca beban yang
dikenakan pada benda uji.
h. Alat tulis dan Mistar
digunakan untuk menandai
pola retak yang terjadi
i. Sprayer untuk
menyemprotkan adukan
semen ke dinding panel.
j. Air Compressor digunakan
untuk memberi tekanan
udara pada Sprayer.
k. Clamp untuk memotong
wiremesh pada dinding m-

4
dan dial gauge serta pengamatan
lebar retak menggunakan crack
detector miscroscope dan juga
pengamatan secara visual.
g. Pengolahan dan analisis data
h. Pembahasan data
i. Kesimpulan

Dial Gauge
Benda Uji
LVDT

Loading Frame
Balok Sloof
Electronic Tranduser

Pompa Hydraulic Jack


Klem Penguat

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian


Gambar 3.2. Setting Up Benda Uji
3.3. Prosedur Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini antara Pada benda uji dinding A
lain sebagai berikut : berukuran 60 x 60 cm terdapat 6 dial
a. Studi literatur dan analisis gauge, 4 pada kiri kanan dinding untuk
perencanaan beban maksimum mengukur deformasi lentur dan 2 pada
(Pu) teoritis yang dapat ditahan muka dinding untuk mengukur
oleh dinding. deformasi geser. Serta ada 2 buah
b. Persiapan benda uji berupa LVDT, untuk mengukur deformasi total
dinding M-Panel dengan ukuran horizontal dinding.
60 x 60 cm; 60 x 90 cm; dan 60 Pada benda uji dinding B
x 120 cm dan balok sloof berukuran 90 x 60 cm terdapat 8 dial
dengan dimaensi 15 x 20 cm dan gauge 4 pada kiri kanan dinding untuk
panjang 100 cm untuk pondasi mengukur deformasi lentur dan 2 pada
dinding yang akan diuji. muka dinding untuk mengukur
c. Pelapisan plester pada dinding deformasi geser. Serta ada 3 buah
dengan metode shotcrete. LVDT, untuk mengukur deformasi total
Pelapisan dilakukan dua kali. horizontal dinding. Sedangkan pada
Pelapisan pertama dilakukan dinding C sama halnya dengan dinding
sampai wiremesh tertutup B, tetapi LVDT di dinding ini terdapat 4
shotcrete. Pelaisan kedua titik baca
dilakukan satu hari setelah
pelapisan pertama sampai 4. Hasil dan Pembahasan
mencapai tebal plesteran yang 4.1 Hasil Pengujian Bahan Penyusun
memenuhi. Dinding
d. Perawatan benda uji selama 7 Sesuai dengan hasil pengujian
hari. kuat tarik yang didapatkan, jaring kawat
e. Pengujian dinding setelah 14 baja mampu menahan 407,64 MPa.
hari dengan beban lateral statik Hasil kuat tarik jaring kawat baja ini
sampai beban dengan interval tidak sesuai dengan spesifikasi sebesar
100 kg. 600 MPa, hal ini disebabkan karena
f. Pengamatan berupa deformasi pada saat pengujian terjadi slip pada
dengan menggunakan LVDT penjepit atas dari alat uji kuat tarik dan

5
terjadi putus pada daerah penjepitan
sehingga tidak menghasilkan hasil kuat
tarik yang sesuai spesifikasi. Namun
dalam analisa selanjutnya kuat tarik
jaring kawat baja (wiremesh) yang
digunakan sebesar 600 MPa (fy = 600
MPa)
Pada pengujian kuat tekan
Extended Polystyrene System (EPS)
yang dilakukan didapat hasil kuat tekan
rata-rata sebesar 7,06 kg/cm2 atau 0,7
Mpa
Pengambilan sampel untuk uji
beton dilakukan sebanyak 3 kali dengan
ukuran masing-masing benda uji yaitu 5
x 5 x 5 cm. Pengambilan sampel
dilakukan tiap benda uji dinding yang
akan diuji. Kuat tekan beton didapat Tabel 4.1. Hasil Kuat Tekan Beton
setelah umur 14 hari. Kuat tekan beton
yang diharapkan sesuai perencanaan 4.2. Analisis Perkiraan Beban
adalah K-175 (f’c = 15 Mpa). Maksimum (Pu)
Dalam pengujian kuat tekan Dalam perhitungan beban
mortar beton ini, benda uji yang dipakai maksimum ini, dinding diasumsikan
berukuran yaitu 5 x 5 x 5 cm sehingga sebagai balok tinggi dengan penampang
diperlukan konversi ke ukuran standar persegi bertulang rangkap (tulangan
untuk pengujian bentuk kubus ( 15 x 15 tarik dan tulangan tekan). Dinding
x 15 cm). Faktor konversi yang dianalisis sebagai balok kantilever
digunakan berasal dari grafik karena arah beban lateral dengan
compressive strength of cubes of tumpuan yang terjepit penuh oleh sloof.
different sizes dari buku Properties of a. Analisis Beban Maksimum
Concrete karya A. M. Neville, Lentur
didapatkan faktor sebesar = 0,92. Analisis menggunakan penampang
Kemudian setelah dikonversi ke kubus persegi bertulang rangkap. Sesuai
standar, kuat tekan beton karakteristik dengan hukum keseimbangan gaya,
(f’c) dikonversi kembali ke bentuk gaya tarik (T) yang diberikan oleh baja
silinder dengan faktor konversi sebesar tulangan tarik harus sama besarnya
0,83. Kuat tekan beton yang diharapkan dengan gaya tekan (C) yang diberikan
terbaca pada alat uji tekan (fcr) sama oleh beton pada daerah tekan (Cc) dan
dengan rata-rata dari kuat tekan beton baja tulangan tekan (Cs). Teori
karakteristik, f’cr=∑ f’c. kekuatan batas ultimate memberikan
syarat bahwa baja tulangan tarik pada
kondisi mencapai tegangan leleh (fs=fy)
dan beton tekan pada kondisi mencapai
regangan maksimum sebesar ԑ’s =
0,003, sedangkan baja tulangan tekan
boleh sudah leleh ataupun belum leleh.
Pada perhitungan ini diasumsikan
bahwa baja tarik sudah leleh, fs = fy,

6
dan baja tekan belum leleh, f’s = Ɛs’.Es dan kuat geser ultimate yang terjadi
dengan Ɛs’ = Ɛc . pada dinding adalah
Vu = ϕ. Vn = 0,8 . Vn
c (letak garis netral) = a/β1
a=
dengan kontrol :
 Regangan baja tarik (Ɛs) = Ɛc .
Tegangan baja tarik (fs) = Ɛs . Es
 Regangan baja tekan (Ɛs’) = Ɛc .
Tegangan baja tekan (f’s) = Ɛs’ . Es
Momen nominal penampang (Mn):
Mn= Cc.(d-a/2) + Cs.(d-d’)
=0,85.f’c.b.a.(d-a/2)+ As’.f’s.(d-d’)
Tabel 4.3. Kapasitas Geser Dinding
Sehingga beban maksimum (Pu)
didapat dengan membagi momen
Dari tabel perhitungan diatas
nominal (Mn) dengan tinggi dinding.
dapat didapatkan bahwa kapasitas geser
dinding berkisar antara 3000 kg sampai
4000 kg.
4.3. Pengujian dan Hasil Pengujian
Beban Lateral Statik
Besarnya beban yang dapat
ditahan oleh masing-masing dinding uji
tergantung oleh tingginya, semakin
tinggi dinding tersebut maka beban
yang dapat ditahan oleh dinding akan
semakin kecil.
Tabel 4.2. Kapasitas Lentur Dinding

Dilihat dari tabel perhitungan


diatas dapat disimpulkan bahwa benda
uji A1 ( 60 x 60 cm) memiliki kapasitas
lentur yang terbesar yaitu 4191,53 kg
dan benda uji C1 serta C2 (60 x 90 cm)
memiliki kapasitas lentur terkecil yaitu
1158,51 kg. Tabel 4.4. Hasil Beban Maksimum
b. Analisis Beban Maksimum Geser Aktual Dinding
Beban maksimum didapat dari
perhitungan kuat geser nominal yang
dikalikan dengan ϕ = 0,8. Kuat geser
nominal (Vn) merupakan penjumlahan
dari kuat geser yang ditahan oleh beton
(Vc) dengan kuat geser yang ditahan
oleh baja (Vs).
Vn = Vc + Vs
dengan :

Vc =
Gambar 4.1. Grafik Perbandingan
Vs = Beban Maksimum Teoritis dan Aktual
Benda Uji

7
Berdasarkan hasil penelitian, dinding karena mengalami rigid body
dapat dilihat pada grafik bahwa beban movement dimana terjadi retak dan
actual yang dapat diterima dinding pada bukaan lebar pada permukaan balok
umunya lebih kecil daripada kapasitas pertemuan antara dinding dan balok
yang telah dihitung secara teoritis. sloof, serta terjadinya retak tekan pada
Pada analisis selanjutnya daerah tulangan tekan yang besar
dinding benda uji A3, B1 dan C1 tidak
ikut dianalisi karena pada saat
pengujian terdapat kesalahan
mekanisme pemberian beban untuk B1
dan C1 sedangkan A3 mengalami rigid
body movement sehingga data hasil dari
ketiga benda uji tersebut tidak tercapai.
Keruntuhan atau kegagalan
suatu dinding diawali dengan pola retak
yang akan terjadi pada dinding. Analisa
yang dilakukan pada mekanisme Gambar 4.3. Pola Keruntuhan Dinding
keruntuhan dinding dilakukan melalui Benda Uji B
pengamatan visual yakni mengamati Ketiga gambar tersebut
pola keretakan yang terjadi pada menjelaskan mengenai mekanisme
dinding. keruntuhan atau kegagalan dinding
dalam menahan beban pada dinding B.
Pada semua dinding B baik itu B1, B2,
maupun B3, hampir sama terjadi pola
retak yang sama. Mekanisme kegagalan
geser pada dinding ini ditunjukkan
dengan retak diagonal tarik (retak geser)
setelah terjadinya retak lentur terlebih
dahulu. Dapat dilihat jika dinding ini
mengalami retak lentur dan geser yang
Gambar 4.2. Pola Keruntuhan Dinding cukup berimbang antara keduanya
Benda Uji A dengan artian tidak ada yang dominan
Dari gambar tersebut dapat salah satunya. Hal ini sesuai dengan
diketahui bahwa dinding A1 dan A2 teori yang ada bahwa dinding dengan
tidak mengalami kegagalan lentur. rasio tinggi dan lebar (Hw/Lw) antara 1
Kegagalan yang dialami oleh kedua dan 2 akan berperilaku lentur-geser
dinding tersebut adalah kegagalan geser dalam mekanisme keruntuhannya
yang dominan Hal ini ditunjukkan (flexural-shear behavior).
dengan dinding yang mengalami pola
retak tarik diagonal pada penampang
dinding. Keretakan awal yang terjadi
pada tahap pembebanan yang sudah
dilakukan juga diawali langsung dengan
retak diagonal atau retak geser. Sesuai
dengan teori yang ada bahwa dinding
dengan rasio tinggi dan lebar (Hw/Lw)
≤ 1 akan lebih cenderung berperilaku
geser yang dominan. Sementara itu
pada dinding A3 tidak ditemukan retak Gambar 4.4. Pola Keruntuhan Dinding
geser maupun retak lentur pada muka Benda Uji C

8
Dari gambar mekanisme bahwa deformasi yang tejadi pada
keruntuhan ketiga dinding C tersebut benda uji C paling besar daripada benda
dapat dilihat bahwa mekanisme uji A dan B. Deformasi terkecil terjadi
kegagalan lentur nampak dominan pada pada dinding benda uji A yang
permukaan bagian bawah dinding. disimbolkan dengan garis berwarna
Retak ini ditandai dengan timbulnya merah. Benda Uji C terlihat lebih
garis lengkung diagonal memanjang dominan mengalami lentur daripada
disepanjang daerah sendi plastis dinding yang lain. Namun deformasi yang
kemudian diikuti oleh retak yang timbul terjadi pada benda uji B2 lebih besar
pada pertemuan antara dinding dengan daripada benda uji C, hal ini
sloof. Hal ini sesuai dengan teori yang dikarenakan terdapat banyak faktor
ada bahwa dinding dengan rasio tinggi yang mempengaruhi seperti hasil uji
dan lebar (Hw/Lw) ≥ 2 akan berperilaku kuat tekan beton maupun pola
lentur dominan dalam mekanisme kehancuran yang terjadi maupun
keruntuhannya (flexural behavior). kehandalan peneliti dalam pengujian
Pada pengujian dinding panel sehingga menyebabkan besarnya
jaring kawat baja ini LVDT dipasang deformasi yang terjadi bisa menjadi
untuk mengukur deformasi per 30 cm lebih besar maupun lebih kecil.
tinggi dinding. Titik puncak dinding Untuk lebih mengetahui
yang teramati deformasinya oleh LVDT perilaku lentur dari dinding panel ini
disebut titik 1 diikuti dengan titik-titik maka deformasi lentur dan kekakuan
selanjutnya dengan elevasi turun per 30 lentur ikut dianalisis. Kekakuan lentur
cm. Hasil dari deformasi atau didapatkan dari persamaan
displacement ditampilkan tiap titik
dengan modulus elastisitas (E) didapat
pengamatan.
dari perhitungan berdasarkan berat isi
Berikut merupakan
dinding dan kuat tekan beton pada
perbandingan deformasi yang terjadi
dinding. Sehingga berdasarkan referensi
antar benda uji.
dari R. Park dan T. Paulay, digunakan
rumus yaitu E = w1,5.33√f’c (psi).
Dimana w adalah berat isi dalam lb/ft 3
dan nilai momen inersia penampang
diasumsikan komposit berlubang.
Dalam hal ini kekakuan dinding
diasumsikan sama seperti kekakuan
pada balok kantilever dengan ujung
terjepit sehingga nilai .
Deformasi lentur didapat dengan
membagi besarnya beban dengan nilai
kekakuan.
Untuk inersia penampang
dinding digunakan rumus momen
Gambar 4.5. Perubahan Deformasi inersia komposit. Dengan boks
Benda Uji saat Beban 1700 Kg berpenampang berlubang dan wiremesh

Perbandingan dilakukan pada


Ix = - + πR4( )
beban sebesar 1700 kg karena pada maka didapatkan momen inersia
beban ini data deformasi semua benda penampang sebesar 186787 cm4.
uji ada sehingga dapat dianalisis.
Berdasarkan grafik tersebut terlihat

9
Berdasarkan perhitungan
tersebut didapat bahwa pada benda uji
C2 dan C3 persentase besarnya
deformasi lentur teoritis yang terjadi
paling besar yaitu 82,59 % dan terkecil
terjadi pada benda uji A1 dan A2 yaitu
sebesar 54,26 %. Hal ini membuktikan
bahwa dinding dengan rasio tinggi dan
lebar (Hm/Lw) > 2 berperilaku dominan
Tabel 4.5. Kekakuan Lentur dan lentur.
Deformasi Lentur Perhitungan deformasi lentur
aktual yang terjadi pada dinding
Berdasarkan analisis tersebut dilakukan menggunakan dial yang telah
didapatkan bahwa nilai deformasi lentur dipasang pada bagian samping dinding.
pada benda uji C paling besar dibanding Untuk dial nomer 1 dan 2
dengan benda uji B maupun benda uji ditempatkan pada titik 3 (paling bawah)
A. Pada benda uji C2 deformasi yang dengan jarak 300 mm dari atas sloof,
dihasilkan sebesar 0,9736 mm yang kemudian dial nomer 3 dan 4
merupakan deformasi terbesar ditempatkan pada titik 2 dengan jarak
sedangkan deformasi terkecil terdapat 600 mm dari atas sloof. Dial nomer 5
pada benda uji A1 dengan besar 0.0515 dan 6 ditempatkan pada titik 1 berjarak
mm. Dari hal tersebut dapat dikatakan 900 mm dari atas sloof untuk benda uji
bahwa benda uji C dengan ratio tinggi B dan berjarak 1200 mm untuk benda
dan lebar (Hw/Lw) = 2 memiliki uji C. Perhitungan besar deformasi
deformasi lentur terbesar. Untuk lentur tiap level titik ditentukan dengan
masing-masing model benda uji persamaan :
dinding, deformasi lentur teoritis
terbesar terjadi pada A2 = 0,0886 mm,
B2 = 0,3546 mm, dan C2 = 0,9736 mm. Berdasarkan pengujian yang telah
dilakukan didapatkan hasil sebagai
berikut :

Gambar 4.6. Deformasi Lentur yang


Terjadi pada Dinding Benda Uji A2, B2
dan C2.
Tabel 4.7. Hasil Deformasi Lentur dari
Dial Gauge
Benda uji A3, B1, dan C1 tidak
dapat dianalisis karena terjadi kesalahan
mekanisme maupun prosedural pada
saat pengujian, dan untuk benda uji A1
data pengujian tidak terambil sehingga
benda uji yang dapat dianalisi hanya
Tabel 4.6. Perbandingan Deformasi A2, B2, C3, C2 dan C3. Namun karena
Total dengan Deformasi Lentur terjadi kesalahan faktor alat pada dial

10
dan ketidaksesuaian dial yang Terdapat beberapa saran yang perlu
digunakan dengan set benda uji yang diperhatikan apabila mengadakan
telah ada maka banyak data deformasi penelitian lebih lanjut. Pertama, metode
lentur yang tidak bisa terbaca. Dial juga pelaksanaan penelitian dalam proses
mulai menunjukan pembacaan pembuatan benda uji khususnya dalam
perubahan nilai saat beban maksimum. mix desain serta pelaksanaan shortcrete
Kendala ini mempengaruhi yang harus diperhatikan dan dipersiakan
analisis data yang dilakukan, dengan matang sehingga kuat tekan
seharusnya titik 1 mengalami deformasi beton dapat sesuai rencana.
yang terbesar karena berada di puncak Kedua, Pemeriksaan faktor alat
namun hasil yang didapat menunjukkan yang digunakan seperti dial harus
kebalikannya. Oleh karena itu analisis dilakukan secara teliti dan menyeluruh
hanya dilakukan secara teoritis saat sesuai dengan kondisi pengujian yang
dinding dalam keadaan elastis dilakukan agar data yang diharapkan
menggunakan persamaan P=k.∆ tercapai. Diperlukan penelitian
dengan memperhitungkan kekakuan pendahuluan untuk memastikan bahwa
dari tiap benda uji seperti pada set alat yang telah dipasang pada benda
perhitungan sebelumnya. uji bekerja dengan baik.
Ketiga, Metode penyambungan
4. Penutup antara balok sloof dan dinding yang
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan stek sebagai penghubung
serta analisis dan pembahasan data yang perlu diperhatikan dalam
didapat, ditarik beberapa kesimpulan pemasangannya. Keduanya harus
untuk menjawab permasalahan dalam dipastikan saling mengikat sehingga
penelitian perilaku lentur dinding panel tidak akan terjadi kegagalan yang lebar
jaring kawat baja tiga dimensi dengan pada sambungan tersebut pada saat
variasi rasio tinggi dan lebar (Hw/Lw) benda uji dibebani
terhadap beban lateral statik, yaitu :
Dinding dengan rasio tinggi dan 5. Daftar Pustaka
lebar dinding (Hw/Lw) ≤ 1 dapat
ASTM E-564. 2001. Standard Practice
menahan beban maksimum (Pu) paling
for Static Load Test for Shear
besar. Dari semua benda uji yang
Resistance of Framed Walls for
diamati, beban maksimum yang dapat
Buildings. ASTM International,
ditahan oleh benda uji adalah sebesar
100 Barr Harbor Drive, PO Box
4286 kg.
C700, West Conshohocken, PA
Besarnya deformasi total yang
19428-2959, United States.
terjadi pada dinding tergantung dengan
Nurlina, Siti. 2008. Struktur Beton.
rasio tinggi dan lebar dinding (Hw/Lw).
Malang : Bargie Media Press
Semakin tinggi rasionya makadeformasi
R. Park & Pauley. 1975. Reinforced
total yang terjadi akan semakin besar.
Concrete Structure. John Wiley &
Perilaku lentur (flexural behavior)
Sons Inc
yang dominan terjadi pada dinding
Paulay & Priestley. 1992. Seismic
dengan rasio tinggi dan lebar dinding
Design of Reinforced Concrete
(Hw/Lw) > 2. Hal ini dibuktikan
and Masonry Buildings. John
dengan perubahan deformasi total yang
Wiley & Sons Inc
menunjukkan bentuk deformasi lentur,
Neville, A.M. 1981. Properties of
serta hasil analisis pendekatan
Concrete. Longman Singapore
deformasi lentur pada dinding yang
Publishers Pte Ltd.
menunjukkan nilai paling besar.

11

Anda mungkin juga menyukai