Anda di halaman 1dari 6

Peran Keluarga dalam Mengurangi Tekanan Emosional

pada Perempuan Pengidap HIV


Johanna Elisha
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
johannaelisha@student.uns.ac.id

Abstract. One of the sexually transmitted diseases that is often talked about among society is
HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV is a disease that attacks white blood cells and
affects the immune system of an individual. With the absence of vaccines that can cure HIV
disease effectively, it causes mental pressure for people infected by HIV, especially in women.
The negative stigma from society towards people infected with HIV also adds emotional
pressure to people who have HIV. The emotional pressure that found in people who are
infected by HIV can lead to depression. To reduce the emotional stress that is found in HIV-
positive individuals, the support of people around them is encouraged. One of them is from the
closest person, namely a family member. By obtaining the negative stigma from society, for
ODHA (people with HIV/ AIDS) it is necessary to have people who can restore their
confidence and support them, so ODHA can accept themselves as HIV-positive individuals
and avoid emotional stress that can lead to depression. In addition, support from the closest
people can encourage people with HIV to have a better prognosis.

Keywords: HIV, emotional stress, role of family

1. PENDAHULUAN

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sel darah putih,
terutama pada reseptornya yaitu CD4, yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia
(Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data WHO, jumlah masyarakat di dunia yang terinfeksi HIV
pada akhir tahun 2017 adalah 36,9 juta. Infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok usia
produktif 25-49 tahun.
Penyakit HIV merupakan salah satu penyakit yang menakutkan bagi sebagian besar
masyarakat. Hal ini disebabkan karena infeksi HIV belum dapat disembuhkan dan belum ada
vaksin yang secara efektif dapat melawan HIV karena virus ini dapat bermutasi dengan cepat
(Sherwood,2014). Individu yang terinfeksi HIV cenderung tidak bisa menerima dirinya sebagai
seorang individu yang HIV positif (Putri, Tobing, 2016). Ketika seseorang terkena HIV, terutama
pada perempuan, penderita menganggap bahwa itu adalah akhir dari kehidupannya dikarenakan
penyakit HIV belum dapat disembuhkan secara total. Penderita HIV, terutama pada perempuan,
beranggapan bahwa ketika mereka terkena HIV, mereka tidak dapat hamil atau akan melahirkan
anak yang otomatis HIV positif juga. Dan juga, masih banyak masyarakat yang malu ketika
mereka terkena HIV.
Stigma masyarakat teradap ODHA pada saat ini masih terlihat dalam sikap sinisnya
masyarakat terhadap ODHA dan perasaan ketakutan yang berlebihanan terhadap ODHA. Dengan
minimnya tentang pengetahuan HIV pada masyarakat, masih banyak yang beranggapan bahwa
HIV dapat menular dengan hal-hal kecil seperti bersentuhan dengan ODHA maupun
menggunakan barang yang dipakai oleh ODHA. Hal ini menyebabkan terjadinya proses
pemisahan diri terhadap ODHA di masyarakat, seperti menjauhi orang-orang yang terkena HIV,
yang berujung pada diskriminasi terhadap ODHA. Padahal, seharusnya masyarakat tidak perlu
takut terhadap ODHA yang berujung pada mendiskriminasi ODHA dikarenakan penyakit HIV
tidak dapat menular melalui hal-hal sederhana. Penularan HIV dapat terjadi ketika kontak seksual
langsung dengan penderita HIV, baik melalui vagina, anal, maupun oral, melalui jarum suntik dan
juga hubungan antara ibu yang HIV positif, kemungkinan besar akan melahirkan anak yang HIV
positif (Shaw, Hunter, 2012).
Dengan masih adanya stigma negatif masyarakat terhadap ODHA dan sulitnya melakukan
penerimaan diri pada orang-orang penderita HIV, akan berpengaruh terhadap kesehatan mental
orang-orang HIV positif. ODHA akan terus memikirkan tentang penyakitnya yang menyebabkan
timbulnya tekanan mental dan berujung kepada depresi (Yunita, Lestari, 2017). Sebagian besar
orang-orang yang terinfeksi HIV harus menghadapi perubahan psikologis yang dihadapinya,
seperti marah dan putus asa (Hidayanti, 2013).
Tekanan mental maupun emosional pada ODHA dapat berkurang ketika mendapat dukungan
social dari orang-orang disekitarnya. Dengan mendapat stigma negatif dan tindakan diskriminasi
dari masyarakat, tentunya orang dengan penyakit HIV mengharapkan dukungan dari orang-orang
terdekatnya, seperti anggota keluarga. Dukungan dari anggota keluarga dapat membantu ODHA
mengurangi rasa depresi dan kesepian (Serovich et al, 2001). Selain itu, keluarga juga berperan
dalam membantu ODHA melakukan penerimaan diri bahwa mereka adalah orang yang terinfeksi
HIV dan mengembalikan kepercayaan diri ODHA sehingga mereka dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dengan percaya diri layaknya orang normal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana peran keluarga dalam
mengurangi tekanan emosional pada orang-orang pengidap HIV, terutama pada perempuan.
Penelitian ini juga menilai bagaimana tingkat emosional ODHA yang mendapat dukungan dari
orang-orang disekitanya dan yang tidak mendapatkan dukungan.

2. METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang sumbernya berasal dari pengaruh sosial atau instrument-instrumen yang
tidak dapat diukur seperti pada penelitian kuantitatif. Teknik pengumpulan data penelitian
kualitatif antara lain (Sugiyono, 2011) :
1. Observasi
Observasi dapat dilakukan dengan cara mengamati objek penelitian secara langsung maupun
tidak langsung.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan berkomunikasi langsung dengan objek penelitian. Dalam
proses wawancara, objek akan diberi pertanyaan yang berhubungan dengan topik penelitian yang
dilakukan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari dokumen-
dokumen maupun arsip-arsip yang sesuai dengan topik penelitian.
4. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang merupakan penggabungan penggunaan
berbagai teknik pengumpulan data dari sumber-sumber yang ada.
Untuk mendapatkan hasil penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan dokter yang
berpengalaman dalam menghadapi kasus HIV/AIDS. Tentunya dokter memiliki wawasan yang
luas tentang bagaimana peran keluarga dalam mengurangi tekanan emosional yang terjadi pada
pasien HIV.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dengan kondisi dunia kesehatan sekarang yang masih belum menemukan vaksin yang dapat
secara efektif menyembuhkan HIV, akan memberikan tekanan pikiran terhadap orang-orang yang
terinfeksi HIV. Selain tekanan karena dirinya terkena HIV, ODHA juga sering mendapat
perlakuan yang tidak adil maupun diskriminatif dari masyarakat. Perempuan yang terkena HIV
juga sering mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Banyak masyarakat yang menganggap
bahwa perempuan yang terkena HIV ada perempuan yang tidak benar dan sering melakukan
hubungan seksual dan sering berganti pasangan. Hal ini menambah tekanan psikologi yang
diterima oleh perempuan pengidap HIV.

Dengan tekanan psikologi yang diperoleh oleh perempuan yang HIV positif, tentunya
dibutuhkan dukungan sosial yang diberikan oleh orang-orang terdekat ODHA, terutama keluarga
yang mampu memberikan semangat baru kepada ODHA dalam menjalani kehidupan sehari-
harinya. Semakin banyak dukungan sosial yang diterima ODHA, mereka lebih memiliki
kebermaknaan hidup yang tinggi dibandingkan dengan ODHA yang kurang mendapatkan
dukungan sosial dari siapapun (Astuti, Budiyani, 2010).

Keluarga sangat berperan dalam mengurangi tekanan emosional yang diperoleh oleh
perempuan-perempuan pengidap HIV. Keluarga seharusnya tidak melakukan tindakan
diskriminatif yang sama seperti yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dengan cara menjauhi diri
dari ODHA. Keluarga dapat berperan sebagai pendukung ODHA dalam berbagai aspek.
Dukungan dari keluarga sangat dibutuhkan penderita HIV-AIDS untuk menyemangati ODHA
(Marubenny et al. 2013). Dengan dukungan dari anggota keluarga, ODHA akan merasa lebih baik
dan ada orang yang berada mendampinginya. Dukungan dari keluarga dapat mengurangi tekanan
psikososial yang dirasakan ODHA, sehingga ODHA dapat memberikan respon yang positif
terhadap orang-orang disekitarnya (Diatmi, Fridari, 2014). Selain itu, dukungan dari keluarga juga
dapat memengaruhi proses rekonstruksi kebahagiaan pada orang-orang yang terinfeksi HIV
(Arriza et al, 2011). Dengan demikian, perempuan-perempuan pengidap HIV dapat memperoleh
kembali kebahagiaan mereka dan tentunya mengurangi tekanan-tekanan emosional yang
diperolehnya dari masyarakat sekitar.

Peran keluarga dalam mengurangi tekanan emosional yang diperoleh oleh perempuan
pengidap HIV lebih besar dibandingkan dengan peran yang lain, seperti dari teman (R. Alfredo,
komunikasi personal, 16 Juni 2019). Hal ini disebabkan karena sebagian besar pengidap HIV
memiliki waktu yang lebih banyak bersama keluarga dibandingkan dengan orang lain. Dalam
perannya untuk mengurangi tekanan emosional ODHA, keluarga dapat berperan sebagai
pendukung emosional bagi ODHA. Keluarga dapat menjadi wadah bagi ODHA untuk
menceritakan tentang penyakit yang dihadapinya sekarang. Keluarga juga dapat memberi
motivasi-motivasi agar ODHA tidak lagi memikirkan tentang tekanan-tekanan yang dihadapinya
sekarang. Keluarga juga dapat mendukung ODHA secara spiritual. Anggota keluarga dapat
mengajak ODHA untuk lebih menyerahkan dirinya kepada Tuhan dan lebih dekat kepada Tuhan.
Melalui dukungan secara spiritual, ODHA akan mendapatkan ketenangan secara emosional dan
lebih positif dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya.

Keluarga ODHA juga dapat memberi dukungan dengan cara mencari informasi-informasi
tentang HIV yang akurat. Salah satunya adalah dengan bertanya kepada dokter. Dengan adanya
informasi tersebut, pihak keluarga dapat mengurangi stigma negatif masyarakat terhadap
perempuan dengan penyakit HIV. Misalnya, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa
perempuan dengan HIV adalah perempuan yang sering berhubungan seksual dengan orang lain
dan penyakit HIV dapat ditularkan dengan hal kecil seperti bersentuhan tangan yang merupakan
informasi tidak benar. Perempuan pengidap HIV belum tentu perempuan yang sering
berhubungan seksual dengan orang lain dan penyakit HIV juga tidak dapat ditularkan dengan
bersentuhan tangan. Pihak keluarga dapat mencari informasi akurat mengenai penyakit HIV,
sehingga dapat mengeliminasi informasi-informasi yang salah yang beredar di masyarakat.
Dengan demikian, stigma negatif masyarakat terhadap ODHA akan berkurang dan tindakan
diskriminatif dari masyarakat pun berkurang. Selain itu, dengan memperoleh informasi yang
benar, pihak keluarga juga dapat memberi semangat kepada ODHA dengan cara menunjukkan
bahwa stigma-stigma negatif yang berasal dari masyarakat itu tidak benar. Dengan demikian,
perempuan-perempuan dengan penyakit HIV akan lebih percaya diri kedepannya dalam menjalani
kehidupan sehari-harinya dan dapat membangun lagi semangatnya.

4. SIMPULAN

Perempuan yang mengidap HIV sering mendapat perlakuan diskriminasi dan stigma negatif
dari masyarakat. Selain itu, perempuan yang terkena HIV juga sering mendapatkan perlakuan
yang tidak adil dari lingkungan sosialnya sendiri. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa
perempuan yang terkena HIV adalah perempuan yang tidak benar maupun sering melakukan
kontak seksual dengan orang lain. Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan emosional yang
diterima oleh ODHA. Dengan tekanan emosional ini, jika berlanjut akan sampai kepada tahap
depresi dan juga berpengaruh terhadap kehidupan psikososial ODHA. Karena tekanan emosional
yang meningkat, perempuan yang terinfeksi HIV menjadi lebih sering menutup dirinya kepada
lingkungan sosialnya. Selain itu, ODHA juga mengalami penurunan kepercayaan diri, sehingga
tidak memiliki semangat untuk menjalani kehidupan sehari-harinya.

Keluarga sangat berperan dalam mengurangi tekanan emosional yang diterima oleh ODHA.
Keluarga dapat memberi dukungan berupa memberi dukungan emosional terhadap ODHA. Selain
itu, keluarga juga dapat mendukung dari segi spiritual dengan mengajak ODHA untuk lebih
menyerahkan dirinya kepada Tuhan, sehingga ODHA mendapatkan ketenangan secara spiritual.
Peran keluarga lainnya yaitu membantu mencari informasi yang akurat tentang ODHA, seperti
bertanya kepada dokter, agar tidak ada lagi informasi-informasi yang salah yang tersebar di
kalangan masyarakat, sehingga timbulnya perilaku diskriminasi terhadap perempuan-perempuan
pengidap HIV/AIDS dan tercipta lingkungan sosial yang mendukung bagi ODHA.

5. SARAN

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, terdapat beberapa saran, yaitu :

1. Saran bagi keluarga ODHA

Keluarga ODHA harus mendukung ODHA dari berbagai aspek, seperti dukungan emosional
maupun spiritual. Dukungan yang diberikan oleh keluarga sangat berpengaruh terhadap
berkurangnya tekanan emosional yang diterima oleh ODHA dari lingkungan sekitar.

2. Saran bagi peneliti selanjutnya

Untuk hasil penelitian yang lebih baik, peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang variabel-
variabel lain yang berkaitan tentang kehidupan emosional dan sosial orang-orang dengan
HIV/AIDS. Peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang bagaimana peran teman, masyarakat,
maupun pemerintah terhadap pemberian dukungan kepada ODHA. Selain itu, peneliti juga dapat
melakukan penelitian tentang bagaimana ODHA dapat membangun semangat kembali untuk
menjalani kehidupan sehar-harinya.

6. DAFTAR PUSTAKA

Arriza, B., Dewi, E., & Kaloeti, D. (2011). Memahami Rekonstruksi Kebahagiaan pada Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal Psikologi Undip, 10(2), 153-162.

Budiyani, K., & Astuti, A. (2010) Hubungan antara Dukungan Sosial yang Diterima dengan
Kebermaknaan Hidup pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan,
1(2).

Diatmi, K., & Fridari, I. (2014). Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada
Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Yayasan Spirit Paramacitta. Jurnal Psikologi Udayana,
1(2), 353-362.

Hidayanti, E. (2013). Strategi Coping Stress Perempuan dengan HIV/AIDS. Sawwa: Jurnal Studi
Gender, 9(1), 89-106. doi:http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.v9i4.740

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Infodatin Studi dan Analisis HIV AIDS. Jakarta Selatan:
Penulis. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin%20AIDS.pdf
Marubenny, S., Aisah, S., & Mifbakhuddin. (2013). Perbedaan Respon Sosial Penderita HIV-
AIDS yang Mendapat Dukungan Keluarga dan Tidak Mendapat Dukungan Keluarga di Balai
Kesehatan Paru Masyarakat (BPKM) Semarang. Jurnal Keperawatan Komunitas, 1(1).

Putri, L., & Tobing, D. (2016). Gambaran Penerimaan Diri pada Perempuan Bali Pengidap HIV-
AIDS. Jurnal Psikologi Udayana, 3(3).

Serovich, J. M., Kimberly, J. A., Mosack, K. E., & Lewis, T. L. (2001). The Role of Family and
Friend Social Support in Reducing Emotional Distress among HIV-Positive Women, AIDS Care,
13(3), 335-341. doi: 10.1080/09540120120043982

Shaw, G. M., & Hunter, E. (2012). HIV Transmission. Cold Spring Harbor Perspectives in
Medicine, 2(11). doi: 10.1101/cshperspect.a006965

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem (Edisi 8). Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Yunita, A., & Lestari, M. (2018). Proses Grieving dan Penerimaan Diri pada Ibu Rumah Tangga
Berstatus HIV Positif yang Tertular Melalui Suaminya. Jurnal Psikologi Udayana, 4(2), 223-238.
Diakses dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/37120
LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA

Nama Narasumber : dr. Rico Alfredo


Hari/ Tanggal : Minggu, 16 Juni 2019
Waktu : 09.00 WIB
Tempat Wawancara : RSUD Limpung
Topik Wawancara : Peran keluarga dalam mengurangi tekanan emosional pada perempuan
pengidap HIV

Keterangan
P : Pewawancara
N : Narasumber

P : Selamat pagi, dok. Terima kasih telah bersedia untuk mengikuti wawancara ini. Selanjutnya saya
akan mengajukan beberapa pertanyaan terkait topik wawancara kita hari ini yang telah saya
informasikan sebelumnya.

N : Pagi, dek. Iya santai saja.

P : Baik, dok. Saya mau bertanya, bagaimana pendapat dokter terhadap pasien HIV?

N : Yaa… Pasien HIV itu orang-orang yang sudah terinfeksi virus HIV. Kalau di masyarakat kita,
masih banyak yang menjauhi orang-orang HIV itu karena takut tertular. Harusnya kita gak boleh
begitu. Orang-orang HIV sendiri sudah stress karena penyakitnya, jadi mereka butuh perhatian, bukan
malah dijauhkan. Mereka juga manusia.

P : Berarti masih banyak masyarakat yang melakukan tindakan diskriminasi terhadap orang HIV ya
dok? Kira-kira alasannya kenapa ya dok?

N : Kira-kira begitu, dik. Yaa… seperti yang saya ungkapkan tadi, bisa jadi karena masyarakat itu
takut tertular HIV juga. Masyarakat juga melakukan diskriminasi karena masih banyak masyarakat
yang belum mengetahui tentang HIV dengan benar dan masih banyak hoax tentang HIV yang beredar
di masyarakat kita. HIV juga sering dikaitkan dengan isu moral yang ada di masyarakat.

P : Ohh.. Kalau begitu, orang HIV sendiri tentunya bisa mengalami stress ya dok? Mungkin karena
tindakan diskriminasi dari masyarakat tersebut?

N : Iya.

P : Kalau begitu, bagaimana peran kelurga yang memiliki anggota keluarga yang terkena HIV
dalam mengurangi tekanan-tekanan emosional yang dirasakan oleh orang terkena HIV itu sendiri ?

N : Peran keluarga dalam mengurangi tekanan emosional yang diperoleh oleh perempuan pengidap
HIV lebih besar dibandingkan dengan peran yang lain, seperti dari teman. Logikanya, kebanyakan
dari kita menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga daripada teman. Keluarga bisa memberi
dukungan kepada orang HIV itu sendiri. Keluarga juga tidak boleh melakukan tindakan diskriminasi
yang dilakukan oleh banyak orang. Percayalah, dukungan dari keluarga itu mempunyai efek yang
besar untuk mengembalikan kebahagiaan dan mengurangi tekanan emosional yang dirasakan orang-
orang yang terinfeksi HIV.

P : Baik, dok. Terima kasih atas waktunya untuk wawancara ini. Semoga sukses terus dok.

N : Iya, dek. Sama-sama.

Anda mungkin juga menyukai