Spondilitis Tuberkulosa
Oleh :
Preseptor :
Dr.dr. Roni Eka Sahputra, Sp.OT (K) Spine
1
BAB I
PENDAHULUAN
the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan salah satu kasus
penyakit tertua dalam sejarah. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh
Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara
kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut
oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.
dan sendi. Pada negera berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah
20 tahun, sedangkan pada Negara maju lebih sering mengenai pada usia yang
lebih tua. Perbandingan antara pria dan wanita, yaitu 1,5 : 2,1. Umumnya penyakit
ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.
sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi
dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban
(weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih
sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut,
tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang
(kurang lebih 50% kasus), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-
tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area
2
thorako-lumbal terutama thorakal bagian bawah (umumnya T10) dan lumbal
bagian atas merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini
pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu dikuti
setelah trauma, dan banyak dijumpai di Negara berkembang. Spondilitis ini paling
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebuah vertebra terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri
dari corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. Arcus
vertebrae dibentuk oleh dua “kaki” atau pediculus dan dua lamina, serta didukung
membentuk saluran sebagai tempat medulla spinalis. Di antara dua vertebra dapat
4
ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale. Dan di antara satu corpus
2.2 Definisi
tidak hanya menyerang paru, tetapi juga diketahui menyerang tulang belakang.
Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott, paraplegi Pott. Nama
Pott itu merupakan penghargaan bagi Pervical Pott seorang ahli bedah
berkebangsaan Inggris yang pada tahun 1879 menulis dengan tepat tentang
penyakit tersebut. 3
Cold abscess terbentuk jika infeksi spinal telah menyebar ke otot psoas
(disebut juga abses psoas) atau jaringan ikat sekitar. Cold abscess dibentuk dari
akumulasi produk likuefaksi dan eksudasi reaktif proses infeksi. Abses ini
sebagian besar dibentuk dari leukosit, materi kaseosa, debris tulang, dan tuberkel
basil. Abses di daerah lumbar akan mencari daerah dengan tekanan terendah
ligamentum inguinal atau regio gluteal. Adakalanya lesi tuberkulosis terdiri dari
lebih dari satu fokus infeksi vertebra. Hal ini disebut sebagai spondilitis TB non-
dari lesi secara hematogen melalui pleksus venosus Batson dari satu fokus infeksi
spondilitis TB. Defisit neurologis oleh kompresi ekstradural medula spinalis dan
5
radiks terjadi akibat banyak proses, yaitu: 1) penyempitan kanalis spinalis oleh
atau 7) invasi duramater secara langsung. Selain itu, invasi medula spinalis dapat
juga terjadi secara intradural melalui meningitis dan tuberkulomata sebagai space
2.3 Epidemiologi
tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa
merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan
berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam
kurun waktu 30 tahun terakhir. Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris
lanjut usia dan pada orang dengan tahap lanjut infeksi HIV. 6
2.4 Etiologi
motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional.
6
secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6 – 8 minggu. Produksi
2.5 Patogenesis
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbal yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra di atasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih
70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,
bentuk spondilitis :
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
7
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan
(2) Sentral
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain
(3) Anterior
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dengan keterlibatan lengkung saraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis
prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi
8
intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi
melibatkan dua atau lebih vertebra yang berdekatan melalui perluasan di bawah
oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang
baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular
9
vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder
karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga akan
menjadi nekrosis. 6
badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral
dan lengkung saraf posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk
kerusakan, level lesi, dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul
deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah
meluas. 6
yang normal; di area lumbal hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbal
sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya
bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat
iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa barrel
10
fibrosa itu mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra
yang kolaps. 6
dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks
kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial
dan akan tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi aslinya. 6
Di regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya berjalan
level vertebra yang terkena, jika terdapat tegangan yang besar dapat terjadi ruptur
pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi saraf sendiri dapat terjadi
karena kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam canalis spinalis (karena perluasan
11
Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia
yang dikenal dengan nama Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara
berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi
2.6 Diagnosis
Anamnesis:
3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri
sebagai nyeri di daerah telinga atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi
intercostal. Pada lesi di bagian thorakal bawah maka nyeri dapat berupa
12
4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang.
dan duduk dalam posisi dagu disanggah oleh satu tangannya, sementara
Jika terdapat abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan
dinding dada. Jika abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat
yang terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat
13
keluar melalui fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang
sendi panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam
torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak spastisitas dari
alat gerak bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola
10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai demam dan
nyeri akut seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari
Pemeriksaan fisik :
1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit di
dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat
14
paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot
sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara
terkena.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium :
a. Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi
Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area berindurasi,
– 72 jam setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada – 20% kasus
15
c. Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal),
sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru-
bersifat relatif.
sulit dan pada pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih)
2. Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya
3. Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti
16
Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa
yang sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi
lebih besar dari lebarnya (vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih
besar terhadap tingginya). Bentuk ini dikenal dengan nama long vertebra atau
tall vertebra, terjadi karena adanya stress biomekanik yang lama di bagian
kaudal gibbus sehingga vertebra menjadi lebih tinggi. Kondisi ini banyak
vertebra thorakal.
kalsifikasi. Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang
abses). 6
17
Gambar 4. Gambaran Foto Polos Spondilitis Tuberkulosis. 8
18
4. CT Scan
yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung saraf posterior seperti
19
Membantu menilai respon terapi.
A B
20
vertebral dengan ekstensi jaringan lunak paravertebral (panah). C menunjukkan
abses paraspinal multiloculated besar. 8
2.7 Komplikasi
1. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan
sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan
dalam pleura. 6
menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih
pemeriksaan laboratorium.
21
spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara
superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal. 6
2.9 Terapi
Untuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa terbagi
menjadi :
A. Terapi Konservatif
dilakukan pada penyakit yang sifatnya dini atau terbatas tanpa disertai
hingga foto rontgen menunjukkan adanya resolusi tulang. Terapi yang lama,
22
bila terlalu singkat akan menyebabkan timbulnya relaps. Pasien yang tidak
patuh akan dapat mengalami resistensi sekunder sehingga butuh obat anti
belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau fase
makan dan berat badan meningkat, suhu badan normal. Secara laboratoris
B. Terapi Operatif
Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3 – 4 minggu pemberian terapi obat
memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling efektif diterapi dengan
23
sekuester tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi dan memfusikan segmen tulang
Selain indikasi di atas, operasi debridement dengan fusi dan dekompresi juga
4. Untuk penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan
mengancam atau kifosis berat saat ini.
5. Penyakit yang rekuren
2.10 Pencegahan
Saat ini WHO dan International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease tetap menyarankan pemberian BCG pada semua infant sebagai suatu
yang rutin pada negara-negara dengan prevalensi tuberkulosa tinggi (kecuali pada
beberapa kasus seperti pada AIDS aktif). Dosis normal vaksinasi ini 0,05 ml untuk
neonatus dan bayi sedangkan 0,1 ml untuk anak yang lebih besar dan dewasa. 6
lebih penting adalah terapi yang baik terhadap seluruh pasien dengan sputum
berbasil tahan asam (BTA) positif karena hanya bentuk inilah yang mudah
24
menular. Diperlukan kontrol yang efektif dari infeksi tuberkulosa di populasi
5mg/kg/hari selama 1 tahun juga telah dapat dibuktikan mengurangi resiko infeksi
tuberkulosa. 6
2.11 Prognosis
dan kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis
a. Mortalitas
didiagnosa dini dan patuh dengan regimen terapi dan pengawasan ketat).
b. Relaps
regimen medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampir mencapai 0%.
c. Kifosis
d. Defisit neurologis
25
Defisit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik secara
26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berumur 23 tahun datang ke RSUP Dr M Djamil
Padang tanggal 2 Desember 2019 dengan keluhan:
Keluhan Utama
Lemah keempat tungkai yang dirasakan bertambah sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
● Lemah keempat tungkai yang dirasakan bertambah sejak 1 minggu yang
lalu. Lemah pada tangan kanan mulai 2 bulan yang lalu, diikuti tangan kiri
1 bulan yang lalu. Kedua-dua tungkai kaki mulai melemah sejak 1 minggu
yang lalu.
● Nyeri pada bahu kanan bagian belakang sejak 4 bulan terakhir. Nyeri
terutama dirasakan saat membawa sesuatu di bahu. Tidak terdapat
bengkak, dan tidak ada perubahan warna kulit pada tulang belakang.
● Kebas dan kesemutan pada keempat tungkai sejak 2 bulan yang lalu.
Kebas tidak berterusan dan bertambah sewaktu pasien beraktivitas.
● Tidak ada penurunan berat badan.
● BAB dan BAK tidak ada keluhan.
● Batuk tidak ada.
● Demam tidak ada.
27
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tuberkulosis sejak 3 bulan yang lalu, namun hanya mendapatkan
OAT selama 2 minggu lalu terputus obat. Pasien kembali mendapatkan
OAT selama 6 bulan sejak satu bulan yang lalu.
Riwayat tumor tidak ada.
Diabetes Melitus tidak ada.
Hipertensi tidak ada.
Status Generalisata
- Kepala : tidak ada kelainan
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokhor, reflek cahaya +/+
28
- Kulit : turgor kulit baik
- Hidung : tidak ada kelainan
- Telinga : tidak ada kelainan
- Mulut : tidak ada kelainan
- Leher : tidak ada pembesaran limfonodi pada regio colli
- Thoraks
a. Paru-paru :
Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
b. Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : irama reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, NT (-), NL(-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas : edema (-), CRT < 2 detik, akral hangat
Status lokalis
- Corpus vertebralis:
Look : Deformitas (-)
Tanda radang (-).
Feel : Teraba benjolan setinggi C4-C5, konsistensi keras, batas tegas,
imobil, fluktuasi (-), nyeri tekan (-), suhu benjolan sama dengan
sekitarnya.
Move : ROM terbatas
29
Pemeriksaan Neurologi
A. Sensorik : +/+
B. Motorik : 555 555
555 555
C. Refleks fisiologis : ++/++
D. Refleks patologis : +/-
-Refleks Hoffman-Tromner positif pada tangan kanan
30
31
- MRI
32
Tampak: Destruksi corpus vertebrae C4-C5, diskus intervertebralis C4-C5
menyempit, dan paravertebrae abses.
Kesan : Spondilitis (TB) C4-C5
- Kultur cairan abses
Hasil : ditemukan M.Tuberkulosis
3.5 Diagnosis
Spondilitis Tuberkulosa C4-C5
3.6 Penatalaksanaan
− PCT 3x1 tab
− Alpentin 1x1 tab
− Vit B kompleks 1x1 tab
− OAT RHZE 600/300/1000/750 mg (po)
3.7 Prognosis
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad sanam : bonam
- Quo ad functionam : bonam
33
BAB IV
DISKUSI
34
Terapi pada penyakit spondilitis tuberkulosis adalah terapi konservatif dan
terapi pembedahan. Terapi konservatif bertujuan untuk memperbaiki keadaan
umum, eliminasi kuman penyebab serta mempersiapkan pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan. Terapi konservatif dilakukan dengan bedrest,
Alpentin 1x1 tablet, Parasetamol 3X1 tab, Vitamin B Kompleks 1x1 tablet dan
OAT RHZE 600/300/1000/750 mg (po) selama 6 bulan. Terapi pembedahan yang
dilakukan adalah dekompresi dan stabilisasi serta dilakukan pengambilan sampel
cairan abses untuk kultur dan sensitivity test.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Jakarta: hal 144-149
2. Buranda T, Djayalangkara H, Datu A, dkk. Anatomi Umum. FKUH;
Makassar: 2008.
3. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta: EGC; 2010.
4. Polley P, Dunn R. Noncontiguous spinal tuberculosis: incidence and
management. Eur Spine J (2009) 18:1096–110
36