Anda di halaman 1dari 20

1c.

histologi ssp

Menurut Eroschenko (2008), otak dan medula spinalis dilindungi oleh


tulang, jaringan ikat, dan cairan serebrospinalis. Di dalam kranium dan foramen
vertebrale terdapat meninges, yaitu suatu jaringan ikat yang terdiri dari tiga
lapisan, yaitu dura mater, araknoid mater, dan pia mater. Di antara araknoid mater dan
pia mater terdapat spatium subarachnoideum, tempat beredarnya cairan serebrospinalis
yang membasahi dan melindungi otak dan medula spinalis.

Sel struktural dan fungsional jaringan saraf adalah neuron. Setiap neuron terdiri
dari soma atau badan sel, banyak dendrit, dan satu akson. Badan sel atau soma
mengandung nukleus, nukleolus, berbagai organel, dan sitoplasma atau perikarion.
Dari badan sel muncul tonjolan-tonjolan sitoplasma yang disebut dendrit yang
membentuk percabangan dendritik. Neuron dikelilingi oleh sel yang lebih kecil dan
lebih banyak yaitu neuroglia, yaitu sel penunjang nonneural yang memiliki banyak
percabangan di SSP dan mengelilingi neuron, akson, dan dendrit. Sel ini tidak
terangsang atau menghantarkan impuls karena secara morfologis dan fungsional
berbeda dari neuron. Sel neuroglia dapat dibedakan dari ukurannya yang jauh lebih
kecil dan nukleus yang berwarna gelap dan jumlahnya sekitar sepuluh kali lipat lebih
banyak daripada neuron.1

Bagian-bagian neuron (X100, H&E)

Empat jenis sel neuroglia adalah astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel
ependimal. Astrosit adalah sel neuroglia terbesar dan paling banyak ditemukan di
substansia grisea. Astrosit terdiri dari dua jenis, yaitu astrosit fibrosa dan astrosit
protoplasmik. Oligodendrosit membentuk selubung mielin akson di SSP. Mikroglia
berasal dari sumsum tulang dan fungsi utamanya mirip dengan makrofag jaringan
ikat. Sel ependimal adalah sel epitel kolumnar pendek atau selapis kuboid yang
melapisi ventrikel otak dan kanalis sentralis medula spinalis .1

Otak dan medula spinalis mengandung substansia grisea dan substansia alba.
Substansia grisea terdiri dari neuron-neuron, dendrit-dendritnya, dan neuroglia,
sedangkan substansia alba tidak mengandung badan sel neuron dan terutama terdiri
dari akson bermielin, sebagian akson tidak bermielin, dan oligodendrosit penunjang.1
Astrosit fibrosa dan kapiler di otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran
sedang.1

Oligodendrosit otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran sedang1


Mikroglia otak. Pewarnaan: metode Hortega. Pembesaran sedang. 1

Sel ependimal pada kanalis sentralis medula spinalis (X200, H&E) 2

1. Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional

Correlations. 11th ed. United States of America: Lippincott Williams &


Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan
Korelasi Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159
2. Mescher, A.L., 2009. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th ed.
United States of America: The McGraw-Hill Professional
2g. manfes stroke hemoragik

Gejala Stroke Hemoragik, yaitu :1

1. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)

Gejala perdarahan ini berupa gangguan kesadaran sering sampai koma, nyeri
kepala berat, nausea, muntah, pusing (vertigo), defisit neurologis tergantung lokasi
perdarahan.

A. Bila perdarahan ke kapsula interna dapat ditemukan hemiparese kontralateral,


hemiplegia, koma.

B. Perdarahan luas di serebelum akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan


koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan disartri.

C. Perdarahan terjadi di pons, maka akan ditemukan kuadriplegik dan flaksid, pupil
kecil, deprsi pernapasann, hipertensi, febris, penurunan kesadaran dengan cepat tanpa
didahului sakit kepala, vertigo, mual/muntah.

D. Perdarahan di talamus, defisit hemisensorik, hemiparesis, afasia.

E. Perdarahan di lobus frontalis ditemukan hemiparesis kontralateral dengan lengan


lebih nyata. Parietalis ditemukan defisit persepsi sensorik kontralateral dengan
hemiparesis ringan. Oksipitalis ditemukan hemianopsia dengan atau tanpa hemiparesis
minimal pada sisi ipsilateral. Temporalis ditemukan afasia sensorik.

2. Gejala Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Pada penderita perdarahan subaraknoid akan dijumpai gejala seperti nyeri


kepala yang hebat, kadang-kadang muntah, kaku leher serta kehilangan kesadaran
sementara dan setelah sadar kembali terdapat gejala kaku kuduk, keluhan silau
terhadap cahaya, mual, rasa enek dan fotofobia.

1. Junaidi, Iskandar., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI.


3c. epid stroke iskemik

Data CDC menunjukkan bahwa stroke merupakan penyakit penyebab kematian


kedua di dunia setelah penyakit jantung, hal ini termasuk di negara berpenghasilan
sedang dan tinggi, sedangkan pada negara berpenghasilan rendah stroke menjadi
penyebab kematian nomor enam, setelah penyakit infeksi pernapasan bawah, diare,
HIVAIDS, penyakit jantung dan malaria. Sementara di Amerika Serikat, stroke
merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbanyak keempat pada tahun 2009.
Sekitar 795.000 penduduk di Amerika terkena stroke setiap tahunnya, ini berarti bahwa
stroke dapat terjadi setiap 40 detik. Dari jumlah tersebut, 610.000 di antaranya adalah
serangan stroke pertama, sedangkan 185.000 merupakan stroke ulang.1

Stroke menjadi penyakit nomor satu yang mematikan di Indonesia dengan


prevalensi sebesar 8,3 per 1.000 penduduk pada tahun 2007 dan mengalami
peningkatan pada tahun 2013 menjadi 12,1 per 1000 penduduk. 1

Di Indonesia jenis stroke yang paling banyak diderita adalah stroke iskemik
dengan persentase sebesar 52,9%, yang secara berurutan diikuti dengan stroke
perdarahan,intraserebral, stroke embolik, dan stroke perdarahan subaraknoid dengan
persentase masingmasing sebesar 38,5%, 7,2%, dan 1,4%.2

1. Wardhani IO, Martini S. Hubungan Antara Karakteristik Pasien Stroke dan


Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Rehabilitas. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 2015; 3(1):24-34. Dinata CA, Safrita Y, Sastri S. Gambaran
Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien
2. Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode
1 Januari 2010-31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(2).
3h. Diagnosis stroke iskemik

A. Anamnesis gejala dan tanda1

Anamnesis ditujukan untuk menentukan faktor risiko stroke yang dimiliki oleh
penderita. Anamnesis mencakup :

1. Gejala awal

2. Perkembangan gejala atau keluhan pasien atau keduanya

3. Aktivitas penderita saat serangan

4. Riwayat TIA

5. Faktor risiko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok, dan


pemakaian alkohol.

B. Pemeriksaan Fisik2,3

Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan fisik secara umum,
pemeriksaan fungsi saraf pusat, serta pemeriksaan fisik lainnya sesuai indikasi.

1. Pemeriksaan fisik secara umum

Pemeriksaan fisik secara umum meliputi kesadaran penderita, denyut nadi,


tekanan darah, respirasi, suhu tubuh dan irama jantung. Pemeriksaan kepala dan leher
(misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena
jugularis pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan kesadaran penderita stroke
dinilai berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian GCS dilakukan melalui
sistem scoring2,3
2. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke

Pemeriksaan terutama pada saraf kranialis, sistem motorik, sikap dan cara jalan,
refleks, kordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan adalah
National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS).3

C. Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraan.

1. Pemeriksaan darah rutin dalam kasus stroke perlu dilakukan untuk


mencari faktor-faktor risiko agar dapat mencegah terjadinya stroke yang
berulang dikemudian hari dan untuk mencari kemungkinan penyebab lain dari
stroke. Analisis laboratorium standar antar lain : gula darah, elektrolit, fungsi
ginjal (urem, kreatinin serum), Activated Partial Trombin Time (APTT),
Prothrombin Time (PT), Laju Endap Darah (LED), dan profil lipid serum
(kolesterol total, trigiliserida, High Density Lipoprotein/HDL, Low Density
Lipprotein/LDL).

2. Computerized Tomography Scanning (CT-Scan) dan Magnetic Resonance


Imaging (MRI) : memperkuat diagnosis, menentukan jenis patologi, lokasi lesi,
ukuran lesi dan menyingkirkan lesi non vaskuler.

Densitas dari lesi bisa dibagi atas (pada window level normal).

a. High density (hiperdens). Memperlihatkan gambaran densitas lesi lebih tinggi


daripada jaringan normal sekitarnya. Gambaran hiperdens terlihat pada stroke
hemoragik.

b. Isodensity (isodens). Memperlihatkan gambaran densitas lesi sama dengan jaringan


sekitarnya.

c. Low density (hipodens). Memperlihatkan gambaran CT-Scan dengan nilai absorbs


yang rendah seperti pada stroke iskemik.
3. Angiografi serebral :

Angiogram dilakukan dengan menyuntikkan pewarna yang kontras kedalam aliran


darah dan mengambil serangkaian foto Sinar-X pembuluh darah, digunakan untuk
mengidentifikasi sumber dan lokasi penyumbatan arteri dan untuk mendeteksi
aneurisma dan pembuluh darah.

4. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) :

Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai adanya kelainan aritmia jantung dan
penyakit jantung yang mungkin pernah diderita, seperti penyakit infark miokardium
(kematian sel-sel otot jantung). Kelainan aritmia merupakan faktor risiko
terjadinya emboli, yang dapat menimbulkan stroke tipe infark tromboemboli.

1. Hartwig & Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. II(6):1063-1103
2. J Iskandar. Panduan Praktis : Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta : PT.
BIP; 2002.

3. Noerjanto M. Masalah-masalah Dalam Diagnosis Stroke Akut. Dalam:


Soetedjo, Sukoco, editors. Neurology Update: Management of Acute Stroke.
Semarang: BP UNDIP; 2002. p. 1-20.
4b. Vaskularisasi otak

a. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteria carotis interna dan dua arteria vertebralis.
Keempat arteria ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk circulus Willisi (circulus arteriosus cerebri). 1,2
1) Arteria Carotis Interna
Arteria carotis interna muncul dari sinus cavernosus.
Kemudian arteria ini membelok ke belakang menuju ke sulcus
cerebri lateralis dan bercabang menjadi arteria cerebri anterior dan
arteria cerebri media. Cabang-cabang dari arteria carotis interna
yaitu: 1,2
a) A.opthalmica dipercabangkan sewaktu A.carotis interna keluar
dari sinus cavernosus. Arteri ini masuk orbita melalui canalis
opticus, di lateral bawah terhadap N.opticus. A.opthalmica
mendarahi mata dan struktur orbita lainnya, dan cabang-cabang
terminalnya mendarahi daerah kulit kepala sinus ethmoidalis dan
frontalis, serta dorsum nasi.
b) A.communicans posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan
ke belakang untuk bergabung dengan A.cerebri posterior.
c) A.choroidea, sebuah cabang kecif berjalan ke belakang, masuk
ke dalam cornu inferior ventriculus lateralis, dan berakhir di
dalam plexus choroideus.
d) A.cerebri anterior berjalan ke medial depan dan masuk ke
dalam fissura longitudinalis cerebri. Pembuluh ini bergabung
dengan arteri yang sama dari sisi yang lain melalui
A.communicans anterior. Arteria ini membelok ke belakang di
atas corpus callosum, dan cabang-cabang corticalnya mendarahi
permukaan medial cortex cerebri sampai ke sulcus parieto-
occipitalis. Pembuluh ini juga mendarahi sebagian cortex selebar
1 inci (2,5 cm) pada permukaan lateral yang berdekatan. Dengan
demikian A.cerebri anterior mendarahi area tungkai di gyrus
precentralis. Cabang-cabang central menembus substansi otak
dan mendarahi massa substantia grisea di bagian dalam
hemispherium cerebri.
e) A.cerebri media, cabang terbesar dari A.carotis interna,
berjalan ke lateral di dalam sulcus lateralis cerebri. Cabang-
cabang cortical mendarahi seluruh permukaan lateral
hemisphere, kecuali daerah sempit yang disuplai oleh A.cerebri
anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral
hemisphere yang disuplai oleh A.cerebri posterior. Dengan
demikian arteri ini mensuplai seluruh area motoris kecuali area
tungkai pada hemispherium cerebri. Cabang-cabang central
masuk ke substantia perforata anterior dan mensuplai massa
substantia grisea di bagian dalam hemispherium cerebri.
2) Arteria Vertebralis
Arteria vertebralis, cabang dari bagian pertama A.subclavia,
berjalan ke atas melalui foramina pada processus tranversus
vertebrae cervicalis I sampai VI. Pembuluh ini masuk tengkorak
melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan dan medial
medulla oblongata (Gambar 14-16). Pada pinggir bawah pons, arteri
ini bergabung dengan arteri dari sisi lainnya membentuk arteria
basilaris. Cabang-Cabang Cranial dari arteria vertebralis yaitu: 1,2
a. Aa.meningeae
b. A.spinalis anterior dan posterior
c. A.cerebelli posteroinferior
d. Aa.medullares
3) Arteri Basilaris
Arteria basilaris, dibentuk oleh gabungan kedua arteria
vertebralis, berjalan naik di dalam alur pada permukaan anterior
pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua menjadi A.cerebri
posterior. Cabang-Cabang dari arteria basilaris yaitu: 1,2
a. Cabang-cabang untuk pons, cerebellum, dan telinga dalam.
b. A.cerebri posterior, Arteria cerebri posterior pada masing-
masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling
mesencephalon. Cabang-cabang cortical mendarahi permukaan
inferolateral lobus temporalis dan permukaan lateral dan medial
lobus occipitalis. Jadi arteria ini mendarahi cortex visual.
Cabang-cabang central menembus substansi otak dan mendarahi
massa substantia grisea di dalam hemispherium cerebri dan
mesencephalon.
4) Circulus Willisi
Circulus Willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis basis
cranii. Circulus ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua A.carotis
intema dan kedua A.vertebralis. A.communicans anterior, A.cerebri
anterior, A.carotis interna, A.communicans posterior, A.cerebri
posterior, dan A.basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus
Willisi memungkinkan darah yang masuk melalui A.carotis intema
atau A.vertebralis untuk didistribusikan ke setiap bagian dari kedua
hemispherium cerebri Cabang-cabang cortical dan central dari
circulus ini mendarahi substansi otak. 1,2

5) Vena Otak
Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot di dalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena-vena
ini muncul dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
Terdapat vena-vena cerebri, cerebelli, dan batang otak. Vena cerebri
magna dibentuk oleh gabungan kedua v.cerebri interna dan bermuara
ke dalam sinus rectus. 1,2
1. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: EGC. 2012:87-92.
2. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol. 3,
English/Latin: Head, Neck and Neuroanatomy. Urban & Fischer
Verlag/Elsevier GmbH; 2013 Mar 21.
5d. Angiografi stroke

Aktivator plasminogen jaringan rekombinan intravena (tPA)


untuk stroke iskemik akut telah terbuktiefektif dalam 3 jam onset, tetapi
kritik telah dipungut terhadap mode pengobatan ini karena gagal untuk
didokumentasikan oklusi pembuluh darah pada saat pengobatan. Studi
sebelumnya jelas menunjukkan bahwa hampir 30% pasien dengan
gejala stroke utama tidak memiliki oklusi pembuluh yang dapat
dibuktikan dengan digital subtraction angiography (DSA) dilakukan
dalam suatu beberapa jam onset. 2-4 Metode untuk cepat dan handal
dalam mengkonfirmasi oklusi pembuluh intrakranial sebelum
trombolitik pengobatan diinginkan. CT angiografi (CTA) berpotensi
terjadi berguna untuk tujuan ini: studi sebelumnya yang mengevaluasi
CTA diStroke akut telah menunjukkan kelayakannya dan telah
ditunjukkan korelasi yang baik dengan modalitas pencitraan vaskular
lainnya. Hasil menunjukan: 1
1. CTA dilakukan 4 jam setelah onset gejala, berdemonstrasioklusi dari
batang otak tengah kiri distal dengan agunanpasokan melalui
pembuluh pial ke cabang-cabang arteri serebral distal tengah.
2. DSA dilakukan segera setelah CTA dan menyerupai situs erat,
termasuk situs identik oklusi dan bukti pialpasokan kolateral ke
cabang-cabang arteri serebral distal tengah.
1. Goadsby PJ. Pathophysiology of migraine. Ann Indian Acad Neurol.
2012;15(Suppl 1):S15-22.
11. sistem herniasi otak
14. mengapa pasien mulutnya berot

Otot wajah bagian atas mendapat persarafan dari 2 sisi. Mulut perot yang terjadi
pada stroke merupakan gangguan sentral tipe Upper Motor Neuron (UMN). Pada
gangguan sentral, sekitar mata dan dahi mendapat persarafan dari kedua sisi sehingga
tidak lumpuh, akibatnya yang lumpuh hanya bagian bawah. Sementara pada gangguan
jenis perifer atau tipe Lower Motor Neuron, gangguan ini bisa ditemukan pada penyakit
Bell's palsy, bagian yang adalah semua otot wajah, baik volunter maupum involunter
dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengatur pengecapan dan sekresi liur
yang berjalan bersama nervus facialis.1

1. Daniel E. Becker. Nausea, Vomiting, and Hiccups: A Review of


Mechanisms and Treatment. Anesth Prog. 2010 Winter; 57(4): 150–157.

Anda mungkin juga menyukai