Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit menular menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di hampir semua
negara berkembang termasuk negara Indonesia. Penyakit menular menjadi masalah
kesehatan global karena menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi
dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular merupakan perpaduan
berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor tersebut terdiri dari
lingkungan(environment), agen penyebab penyakit(agent), dan penjamu(host). Ketiga
faktor tersebut sebagai segitiga epidemiologi.
Salah satu penyakit menular adalah diare. Penyakit diare dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain, keadaan lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan masyarakat, gizi
kependudukan, pendidikan yang meliputi,pengetahuan dan keadaan social ekonomi.
Sementara itu penyebab dari penyakit diare itu sendiri anatara lain virus, bakteri dan
parasit.
Diare dapat terjadi karena higine dan sanitasi yang buruk, malnutrisi, lingkungan padat
dan sumber daya medis yang buruk.
Diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hamir diseluruh
daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia dapat terserang. Diare menjadi salah
satu penyebab utama mordibitas dan mortalitas pada anak dinegara berkembang.
Dinegara berkembang anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare
pertahun tetapi di beberapa temapat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun
hampir 15-20% waktu hidup dihabiskan untuk diare. Penyakit diare di Indonesia masih
menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena
masih tingginya angka kesakitan dan kematian terutama pada balita. Diperkirakan lebih
dari 1,3 miliar serangan dan 3,2 juta kematian per tahun pada balita disebabkan oleh
diare. Setiap anak mengalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun dan
lebih dari 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diare?
2. Apa penyebab diare?
3. Apa saja faktor risiko penyebab diare?
4. Bagaimana sejarah diare?
5. Bagaimana epidemiologi diare?
6. Bagaimana kasus diare di Indonesia?
7. Bagaimana penularan diare?
8. Bagaimana pencegahan dan pengobatan diare?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu diare
2. Mengetahui penyebab diare
3. Mengetahui faktor risiko penyebab diare
4. Mengetahui sejarah diare
5. Mengetahui epidemiologi diar
6. Mengetahui kasus diare di Indonesia
7. Mengetahui cara penularan diare
8. Mengetahui cara pencegahan dan pengendalaian diare

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DIARE
1. Pengertian Diare
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Menurut World Health
Organization (WHO) pada tahun 1984 mendefinisikan diare adalah buang air besar
(BAB) 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah (muntaber). Mengutip definisi Hippocrates
menyatakan diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair berpendapat bahwa
gastroenteritis dikesampingkan saja dimana memberikan kesan terdapatnya suatu radang
sehingga selama ini penyelidikan tentang diare cenderung lebih ditekankan pada
penyebabnya. Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan
atau tanpa darah atau lendir. Diare sendiri berasal dari bahasa latin diarrhoea, yang berarti
buang air encer lebih dari empat kali baik disertai lendir dan darah maupun tidak.
Menurut Depkes ,diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan berupa air saja
yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari)
dan berlangsung kurang dari 14 hari.

3
2. Sejarah Diare
Diare merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. Karenanya tidak
mengherankan jika bahan-bahan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut
menempati tempat yang khusus dalam sejarah kedokteran.Dokter Sumeria pada tahun
3000 SM telah menggunakan sediaan antidiare dari opium. Penyakit diare atau juga
disebut gastroenteritis masih merupakan salah satu masalah utama negara perkembang
termasuk Indonesia.Dua penyakit yang menonjol sebagai penyebab utama kematian pada
anak kelompok umur 1 sampai 4 tahun adalah diare dan penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi, yaitu campak, batuk rejan dan tetanus.Gastroenteritis atau diare adalah
defekasi encer lebih dari tiga kali sehari,dengan tau tanpa darah pada tinja. Diare akut
adalah diare yang terjadi mendadak pada orang yang sebelunya sehat dan berlangsung
kurang dari 2 minggu. Diare dapat desebakan oleh virus, bakteri, dan parasit. Virus yang
menyebakan diare adalah Rotavirus (40-60%), Adenovirus. Rotovirus adalah jenis virus
yang menginveksi usu. Virus ini juga menjadi penyebab umum dari penyakit diare pada
bayi dibawah umur diseluruh dunia.infeksi berat retovorus merupakan penyebab utama
diare berat dengan kehilangan cairan tubuh pada bayi dan ank-anak. Vaksin ratovirus
sanggup dipakai untuk mencegah nanah rotavirus penyebab diare pada anak. Selain
ratovirus, adenovirus juga merupakan salah satu virus penyebab diare, pada tahun 1953
Rowe dan kawan-kawan. Selain virus bakteri juga merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya diare. Bakteri E. coli ini menyerang langsung dinding saluran pencernaan
atau menghasilkan suatu racun yang dapat mengiritasi saluran pencernaan. Bakteri E.
Coli ini sering menyebar melalui air atau makanan yang terkontaminasi kotoran
manusia dan daging yang dimasak kurang matang.escherichia coli atau biasa disingkat
E.Coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Pada umunya bakteri
yang ditemukan Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia.
Kebanyakan E.coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E. coli tipe O157:H7, dapat
mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah
karena eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin. Toksin ini bekerja dengan cara
menghilangkan satu basa adenine dari unit 28S rNA, sehingga menghentikan sintesis
protein.Infeksi parasit juga dapat menyebabkan diare, parasit penyebab diare adalah

4
giardia karena parasit ini mampu hidup di tempat-tempat dimana kuman lain tidak dapat
hidup. Infiksi akibat giardia dapat menyebabkan diare kronik. Sejarah kejadian diare ini
kebanyankan dialami oleh negara-negara berkembang salah satunya adalah Indonesia.
Setiap tahunya KLB kejadian diare ini selalu mengalami peningkatan. Selain minuman
dan makanan kejadian diare juga disebabkan oleh sanitasi lingkungan yang tidak baik dan
penggunaan air minum yang sudah terkontaminasi oleh bakteri E. coli. Setiap tahun
diperkirakan 2,5 miliar kejadian diare pada anak balita, dan hampir tidak ada
perubahandalam dua decade terakhir. Diare pada balita terebut lebih dari separunya
terjadi di Afrika dan Asia Sellatan, dapat megakibatkan kematian atau keadaan berat
lainya.

3. Klasifikasi Diare
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), jenis diare dibagi menjadiempat yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7
hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab
utama kematian bagi penderita diare.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinanterjadinya komplikasi
pada mukosa
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus.
Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare
persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi
atau penyakit lainnya.
Rendle Short (1961) mengklasifikasikan diare berdasarkan pada ada tidaknya infeksi ;
gastroenteritis (diare dan muntah) menjadi 2 golongan :
a. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil (Shigella),
enterokolitisstafilokok.
b. Diare non-spesifik : diare dietetic.

5
Klasifikasi lain berdasarkan organ yang terkena infeksi:
a. Diare infeksi enteal atau diare karena infeksi di usus ( bakteri, virus, parasit)
b. Diare infeksi pareteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis media, infeksi
pernafasan, infeksi saluran urine dan lainnya)

Ellis dan Mitchell (1973) membagi diare pada bayi dan anak secara luas berdasarkan
lamanya diare yaitu :
a. Diare akut atau diare disebabkan infeksi usus yang bersifat mendadak, dapat
terjadi pada semua umur dan bila menyerang bayi umumnya disebut
gastroenteritisinfantile.Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan
berhenti cepat atau maksimal sampai 2 minggu. Walker Smith menyatakan
sebagai salah satu penyebab penting diare akut pada bayi dan anak (yang bukan
disebabkan oleh infeksi) adalah enteropati karena sensitive terhadap protein susu
sapi atau ‘Cow’smilk protein sensitive enteropathy (CMPSE)’ atau lebih dikenal
dengan alergi terhadap susu sapi atau ‘Cow’s milk Allergy (CMA).
b. Diare kronik yag umumnya bersifat menahun, diantara diare akut dan kronik
disebut diare subakut. Walker Smith mendefinisikan diare kronik sebagai diare
yang berlangsung 2 minggu atau lebih.

Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu:


a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. Penyebab diare akut biasa disebabkan makanan dan minuman
yang terkontaminasi oleh kuman penyakit.
Patogenesis Diare Akut :
1) Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.
2) Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
3) Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
4) Akibat toksin tersebut terjadi hipersekrsi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare.

6
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut.
Penyebabnya diakibatkan luka oleh radang usus, tumor ganas dan sebagainya. Diare
kronik lebih komplek dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri,
parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

4. Etiologi Diare / Faktor Penyebab Diare


Diare karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau toksin melalui
mulut. Kuman tersebut dapat menular melalui air, makanan dan minuman yang
terkontaminasi kotoran manusia atau hewan, kontaminasi tersebut dapat melalui
jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi.
Menurut Widoyono penyebab diare dapat dikelompokan menjadi :
a. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus. Diare karena virus ini biasanya
tak berlangsung lama, hanya beberapa hari saja(3-4 hari) dapat sembuh tanpa
pengobatan. Penderita akan sembuh kembali setelah enetrosit usu yang rusak
diganti oleh enetrosit yang baru dan normal serta sudah matang. Sehingga dapat
menyerap dan mencerna makanan dengan baik. Bakteri penyebab diare dapat
dibagi dalam dua golongan besar, I alah bakteiri invasif dan bakteri no invasif.
b. Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio
cholera, dan lain-lain. Bakteri penyebab diare terebut biasanya menyebar
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi serta kontak langung dengan
orang yang terifeksi.
c. Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia,
Cryptosporidium( 4-11%).
d. Keracunan makanan
e. Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, dan protein.
f. Alergi : makanan, susu sapi.
g. Imunodefisiensi : AIDS
Beberapa ahli berpendapat bahwa kejadian diare balita disamping dipengaruhi
oleh faktor-faktor di atas juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain yaitu:
1) Faktor infeksi

7
Faktor infeksi penyebab diare dapat dibagi dalam infeksi parental dan
ifeksi enteral. Di negara berkembang campak yang disertai diare
merupakan faktor yang sangat penting pada morbiditas dan mortalitas
anak. Walaupun mekanisme sinergik antara campak dan diare pada anak
belum diketahui, diperkirakan kemungkinan virus campak sebagai
penyebab diare secara enteropatogen. Walaupun diakui pada umunya
bahwa enteropatogen tersebut biasanya sangat kompleks dan dipengaruhi
oleh faktor umur, tempat, waktu dan keadaan social ekonomi.
2) Faktor umur
Semakin mudah umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare,
karena semakin mudah umur balita keadaan integritas mukosa usus masih
belum baik, sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna. Kejadian
diare terbanyak menyerang anak usia 7-24 bulan, hal ini terjadi karena:
Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI
dimana risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan
adalah tinggi(terutama jika sterilisasinya kurang)
Produksi ASI mulai berkurang , yang artinya antibody yang masuk
bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan anak mulai
membentuk sendiri anti body dalam jumlah yang cukup(untuk
devence mekanisme)sehingga serangan virus berkurang.
Faktor gizi
Pada penderita kurang gizi serangan diare lebih sering terjadi.
Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare
yang diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat
peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang. Status
gizi ini sangat dipengaruhi oleh kemiskinan, ketidak tahuan dan
penyakit. Begitupula rangkaian antara pendapatan, biaya
pemeliharaan kesehatan dan penyakit, keadaan social ekonomi
yang kurang , hygiene sanitasi yang jelek, kepadatan penduduk
rumah, pendidikan tentang pengertian penyakit, cara
penanggulangan penyakit serta pemeliharaan kesehatan. Oleh

8
karena itu dalam usaha mencega timbulnya diare yaitu dengan
melalui penyediaan fasilitas jamban keluarga yang disertai dengan
penyediaan air yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya.
3) Faktor susunan makanan
Faktor susunan makanan berpengaruh terhadap terjadinya diare
disebabkan karena kemampuan usus untuk menghadapi kendala baik itu
yang berupa:
Antigen : susunan makanan mengandung protein yang tidak
homolog sehingga dapat berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada
bayi dimana kondisi ketahanan local usus belum sempurna
sehingga terjadi migrasi molekul makro.
Osmolaritas : susunan makanan baik berupa formula susu maupun
makanan padat yang memberikan osmoloritas yang tinggi
sehingga dapat menimbulkan diare.
Malabsorpsi : kandungan nutrient makanan berupa karbohidrat,
lemak maupun protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsorpsi
maupun alergi sehingga terjadi diare pada balita
Mekanik : kandungan serat yang berlebihan dalam susunan
makanan secara mekanik dapat merusak fungsi usus sehingga
timbul diare.

5. Gejala dan Tanda Diare


Menurut Widoyono ada beberapa gejala dan tanda diare diantaranya adalah :
1. Gejala Umum
Mengeluarkan kotoran lembek dan sering merupakan gejala khas diare
Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan
gelisah
2. Gejala Spesifik
Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.

9
Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :
 Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan,
sedang, atau berat.
 Gangguan Sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila
kehilangan cairan lebih dari 10 % berat badan, pasien dapat mengalami syok atau
presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).
 Gangguan Asam-Basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh.
Sebagai kopensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan PH
arteri.
 Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi
(kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum
diketahui,kemungkinan karena cairan ekstra seluler menjadi hipotonik dan air masuk
kedalam cairan intraseluler sehingga terjadi odema otak yang mengakibatkan koma
 Gangguan Gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan serta
sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).

Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu :


 Tanpa dehidrasi
Biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bias bermain seperti biasa.
Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti
biasa.
 Dehidrasi ringan atau sedang
Menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih
kembali dengan cepat jika dicubit.

10
 Dehidrasi berat
Anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali
lambat, napas cepat, anak terlihat lemah.

Menurut Widjaja, gejala diare pada balita yaitu:


 Frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
 Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi.
 Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
 Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
 Anusnya lecet.
 Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
 Muntah sebelum atau sesudah diare.
 Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
 Dehidrasi.
6. Faktor Risiko
Banyak fktor yang menimbulkan penyakit diare antara lain: faktor lingkungan, faktor
balita, faktor ibu dan faktor sosiodemografis. Dari beberapa faktr tersebut, faktor
lingkungan cukup banyak dibahas dari segalah aspek seperti dari sarana air
bersih(SAB), jamban, saluran pembuangan air limba, keadaan rumah, tempat
pembuangan sampah , kualitas bakteriologis ar bersih dan keadaan hunia. Sedangkan
faktor risiko penyebab diare menurut faktor ibu adalah pengetahuan, perilaku dan
hygiene ibu. Pada aspek perilaku ibi menunjukan bahwa perilaku hidup bersih yang
dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit
diare pada balita dan anak. Salah satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu
adalah mencuci tangan sebelum memberikan makanan pada anaknya.
Hasil penelitiandari L. Kamilla menunjukkan bahwa kejadian diare yang diderita oleh 50
balita ( 56,2 % ) dimana sebagian besar responden memiliki praktik-praktik higienis
pribadi yang buruk yaitu menunjukkan hubunganantara mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan, mencuci tangan dengan sabun setelah BAB ,dan praktik-praktik yang
baik dalam pengelolaan makanan sedangkan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan

11
diare terdiri dari ketersediaan jamban sehat, kondisi SPAL , dan kualitas air, Namun,
kondisi sampah dansumber air bersih tidak berhubungan dengan diare.
Faktor risiko yang paling dominan untuk kejadian diare pada balita pada penelitian diatas
adalah penanganan makanan yang baik serta ketersediaan jamban sehat. Faktor risiko dari
sarana dan prasarana sanitasi dasar yang dimaksud dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit diare antara lain:
a. Penyediaan Air
1) Sumber Air Bersih
Penyediaan air untuk rumah tangga bisa tergolong penyediaan air bersih dan bisa
juga penyediaan air minum. Rumah tangga yang mencukupi kebutuhan airnya
dari sumur atau sumber-sumber lainnya termasuk penyediaan air bersih. Tetapi
untuk perumahan/pemukiman yang kebutuhan airnya dicukupi dari Perusahaan
Air Minum yang diusahakan oleh baik pemerintah maupun badan hukum yang
lain, maka termasuk penyediaan air minum, karena kualitas air yang
didistribusikan telah memenuhi syarat sebagai air minum. Persyaratan untuk
penyediaan air bersih yang mengusahakan dari sumur sendiri perlu
memperhatikan kualitas air sumurnya dengan selalu memperhatikan kontruksi
sumur, sumber pencemar dan cara pengolahan sebelum dikonsumsi. Sedangkan
untuk yang bersumber dari PDAM, perlu diperhatikan back siphonage dan cross
conection.
Air bersih harus memenuhi beberapa persyaratan, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif :
Persyaratan kuantitatif: Di Indonesia konsumsi air untuk daerah
perkotaan sekitar 120 liter/orang/hari dan untuk daerah pedesaan sekitar
60 liter/orang/hari.
Persyaratan kualitatif.
Dalam dunia kesehatan khususnya kesehatan lingkungan, air dikaitkan
sebagai faktor pemindah/penularan penyakit atau sebagai vehicle. Dalam
hal ini E.G. Wagner menggambarkan bahwa air berperan dalam
menularkan penyakit-penyakit saluran pencernaan. Air membawa
penyebab penyakit dari kotoran (faeces) penderita, kemudian sampai ke

12
tubuh orang lain melalui makanan dan minuman. Air juga berperan untuk
membawa penyebab penyakit non mikrobial seperti bahan-bahan toksik
yang terkandung di dalamnya. Penyakit-penyakit yang biasanya ditularkan
melalui air adalah Thypus abdominalis, Cholera, Dysentri basiler, Diare
akut, Poliomyelitis, Dysentri amoeba, penyakit- penyakit cacing seperti
Ascariasis, Trichiuris, parasit yangmenggunakan air untuk daur hidupnya
seperti Schistosoma mansoni.
2) Sumber Air Minum
Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat – syarat kesehatan dan
dapat diminum. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari– hari
dan akanmenjadi air minum setelah dimasak lebih dahulu. (Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990). Peraturan yang mengatur
tentang persyaratan kualitas air minum yang terbaru telah ditetapkan dalam
PERMENKES RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010.
3) Jarak Sumur dengan Jamban
Sampai kedalaman 10 feet dari permukaan tanah, dinding sumur di buat kedap air,
yang berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke
dalam sumur telah melewati lapisan tanah sedalam 10 feet, sehingga mikroba
yang mungkin ada didalamnya telah tersaring dengan baik.
b. Jamban Keluarga
1) Kepemilikan Jamban Dalam hal pemanfaatan sanitasi, masyarakat umumnya
memiliki beberapa pilihan akses yang digunakan secara bergantian, sebelum
dialirkan ke sungai. Khusus bagi masyarakat rural dan peri-urban, meski memiliki
toilet di rumah, mereka juga masih memanfaatkan “toilet terbuka” seperti sungai
atau empang. Masyarakat peri-urban menjadikan kepraktisan dan norma umum
(semua orang melakukannya) sebagai alasan utama untuk menyalurkan
kotorannya ke sungai. Tidak heran, sungai-sungai di Indonesia bisa disebut
sebagai jamban raksasa karena masyarakat Indonesia umumnya menggunakan
sungai untuk buang air. Masyarakat urban di perkotaan yang tinggal di gang-gang
sempit atau rumah-rumah petak di Jakarta umumnya tidak mempunyai lahan
besar untuk membangun septic tank. Karena itu, mereka biasanya tak memiliki

13
jamban. Jika kemudian mereka memiliki sumur, umumnya tidak diberi pembatas
semen. Kala hujan tiba, kotoran yang ada di tanah terbawa air hujan masuk ke
dalam sumur. Air yang sudah terkontaminasi inilah yang memudahkan terjadinya
diare.
2) Buang Air Besar di Jamban
Tinja dan limbah yang lain adalah limbah yang pasti dihasilkan oleh setiap rumah.
Oleh karena itu, setiap rumah tangga berkewajiban untuk mengelola tinja ini
sebaik-baiknya. Prinsip dasarnya menganggap bahwa tinja adalah sumber
penyakit terutama penyakit saluran alat cerna. Karenanya harus di lokalisasi untuk
diolah sehingga setelah dilepas ke lingkungan sudah tidak berbahaya lagi.
Pengolahan yang umum dan baik adalah dengan memanfaatkan fungsi septic
tank.
3) Keadaan Jamban
Dalam membangun tempat pembuangan tinja diperlukan beberapa persyaratan
sebagai berikut :
 Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah yang masuk ke dalam
sumber atau mata air dan sumur.Berjarak minimal 10 meter dari sumber
air/sumur.
 Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.
 Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan. Persyaratan ini
untuk mencegah penularan penyakit cacing.
 Tinja tidak dapat dijangkau oleh lalat atau binatang-binatang lainnya.
 Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan, serta memenuhi
syarat-syarat estetika yang lain.

Pemilihan lokasi bangunan septic tank sesungguhnya tidak menjadi masalah,


karena bangunan ini kedap air, yang umumnya terbuat dari beton (concrete)
asalkan dijamin tidak bocor. Tapi yang menjadi masalah adalah letak resapan air
setelah melalui outlet. Lokasinya harus menjamin tidak mempunyai kontribusi
terhadap kontaminasi sumber air yang digunakan sebagai sumber air minum.
Dianjurkan setidak-tidaknya berjarak 5 feet antara resapan dengan sumber air.

14
c. Pengelolaan Sampah
1) Tempat Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah adalah kegiatan menyingkirkan sampah dengan metode
tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi mengganggu kesehatan lingkungan
atau kesehatan masyarakat. Ada dua istilah yang harus dibedakan dalam lingkup
pembuangan sampah solid waste (pembuangan sampah saja) dan final disposal
(pembuangan akhir).
 Keadaan tempat sampah
Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman yang perlu diperhatikan
adalah:
Penyimpanan setempat (onsite storage)
Penyimpanan sampah setempat harus menjamin tidak bersarangnya tikus, lalat
dan binatang pengganggu lainnya serta tidak menimbulkan bau. Oleh karena itu,
persyaratan kontainer sampah harus mendapat perhatian.
Pengumpulan sampah
Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah juga tergantung
pada pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh
pengurus kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real estate
misalnya, keberlanjutan dan keteraturan pengambilan sampah ke tempat
pengumpulan merupakan jaminan bagi kebersihan lingkungan pemukiman.
Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan
lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit
saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis, Cholera. Diare dan Dysentri.
 Vektor lalat
Vektor adalah salah satu mata rantai dari penularan penyakit. Lalat merupakan
salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti thypus
perut, kolera, diare dan disentri. Sampah yang mudah membusuk merupakan
media tempat berkembang biaknya lalat. Bahan-bahan organik yang membusuk,
baunya merangsang lalat untuk datang mengerumuni, karena bahan-bahan yang

15
membusuk tersebut merupakan makanan mereka. Adapun komponen-komponen
dalam sistem pengelolaan sampah yang harus mendapat perhatian agar lalat tidak
ada kesempatan untuk bersarang dan berkembang biak adalah mulai dari
penyimpanan sementara, pengumpulan sampah dari penyimpanan setempat ke
Tempat Pengumpulan Sampah (TPS), transfer dan transport dan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).

d. Sanitasi Makanan
1) Cara Pengolahan
Makanan menjadi perhatian yang penting bagi para ahli lingkungan karena tubuh
selalu membutuhkan bahan-bahan dari luar untuk memenuhi fungsinya baik
dalam perannya untuk tumbuh, berkembang, reproduksi maupun kesejahteraan.
Makanan harus dimasak, disimpan, disajikan menurut selera yang beraneka
ragam, sehingga ada hubungan yang lebih erat antara bahan makanan dengan para
penanganan makanan (food handlers). Ini juga menjadi sasaran perhatian bagi
para ahli kesehatan lingkungan. Secara umum agar faktor makanan ini tidak
berbahaya bagi kesehatan, maka perlu tindakan-tindakan terhadap makanan (food
protection). Makanan yang sehat adalah makanan dengan kandungan gizi yang
cukup, jumlah atau ukurannya seimbang, bersih dan tidak terkontaminasi.
Secara garis besar makanan dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dalam
perannya sebagai berikut :
Kandungan zat-zat (gizi) makanan yang kurang karena rusak, misalnya karena
pemanasan yang tinggi atau penyimpanan yang terlalu lama.
Makanan berperan sebagai vehicle dari beberapa macam penyakit infeksi
Makanan mengandung toksin bakteri.
Bahan makanan mengandung racun (poisonous plant and animal)
Terdapatnya racun kimia yang berasal dari bahan pengawet, bahan aditif
pewarna atau penyedap, kontaminan, proses-proses pengolahan dan pestisida.

Setelah makanan mengalami proses pengolahan, makanan yang akan disajikan


dan mungkin disimpan untuk beberapa waktu sebelum disajikan, makanan

16
sebagai vehicle dapat terkontaminasi pada proses penyimpanan ataupun
penyajian. Yang besar peranannya dalam kontaminasi ini adalah :
1) penanganan makanan (food handlers) dan 2) vektor berbagai macam
penyakit saluran cerna, seperti lalat, kecoa, dan juga binatang pengerat.
Penanganan makanan yang tidak benar juga menjadi penyebab diare. Banyak
dari mereka yang mencuci sayuran dan buah dengan cara yang tidak benar,
sehingga berisiko terkontaminasi bakteri kembali. Seharusnya mencuci sayuran
atau buah menggunakan air mengalir, bukan dengan air dalam tampungan.
Begitu juga dengan pengolahan makanan yang kurang higienis.

2) Cara penyimpanan
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan
sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam
bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti
perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain
itu pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan
perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan
tersebut tidak layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan
bahan pangan.
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan
mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit
menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau TBC,mudah
tersebar melalui bahan makanan. Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya
gangguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan,
alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman
atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri; mengkonsumsi pangan
yang mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme.Gangguan-
gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang
hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya.

17
3) Fasilitas Sanitasi Makanan
Fasilitas sanitasi penting peranannya, dalam hubungannya sebagai salah satu
faktor penyebab diare. Fasilitas sanitasi makanan yang dimaksud seperti tempat
untuk mencuci tangan yang kurang, minimnya tempat untuk mencuci peralatan
rumah tangga, serta pola perilaku sehari-hari masyarakat.

e. Faktor Gizi
Sutoto menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan “lingkaran
setan”. Diare menyebabkan kekurangan gizi dan akan memperberat diare. Oleh
karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup merupakan
komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Berat
dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan diare yang
diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika dibandingkan dengan
anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran
cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat.
Menurut Suharyono , bayi dan balita yang kekurangan gizi, sebagian besarnya
meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi.

f. Faktor Sosial Ekonomi


Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari
keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk,
tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan,
pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak
menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan diare.

g. Faktor Pendidikan
Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena diare
di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai,
keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku

18
masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan
penyakit diare Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et all, ditemukan
bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai
kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita
dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah.

h. Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang
bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan
tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan
anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk
terpapar dengan penyakit diare.

i. Faktor Umur Balita


Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisa lanjut
SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko
terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan.

j. Faktor ASI
ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6 bulan,
tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Brotowasisto (1997), menyebutkan
bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali mengenal
makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI penuh
akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai
susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare lebih
besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh.

7. Epidemiologi Diare
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama pada anak dibawah umur lima tahun (balita) di dunia sebesar 6 juta anak

19
meninggal tiap tahunnya karena diare, dimana sebahagian kematian tersebut terjadi di
negara berkembang Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara
berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi
2,5 juta kematian pada tahun 2003.
Berdasarkan Studi Basic Human Service (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku
masyarakat dalam mencuci tangan adalah, (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah
membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14 %, (iv) sebelum memberi
makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara itu studi BHS
lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20%
merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50% dari air tersebut mengandung
Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angkakejadian diare di
Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423
per 1.000 penduduk pada semua umur dan 16 propinsi mengalami Kejadian Luar Biasa
(KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52 (Depkes RI, 2010).

Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut :


a. Penyebaran Kuman
Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara
lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung
dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air
Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar,
tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang
tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan
benar
b. Faktor Penjamu
Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada
penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare yaitu tidak
memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara
proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.

20
c. Faktor Lingkungan dan Perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

a. Faktor-faktor Resiko yang Memengaruhi Diare pada Balita

Simpul 1 simpul 2 simpul 3 simpul 4

Sumber Media
Pemajanan/biomarker Kejadian penyakit
Agen transmisi

penyakit

Makanan, air,
Komunitas
Jamban keluarga,
(perilaku,umur,gender
Lingkungan, Diare (case)
Virus
genome)
bakteri Udara, atau
,parasi
t. Vector penularan Tidakdiare
(control)
Manusia.

Variable lain yang berpengaruh: karakteristik masyarakat, sanitasi dasar,upaya


pencegahan

Gamabar kerangka teori modifikasi academia

21
8. Kasus diare di Indonesia dan Situasi diare di Indonesia
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survey morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000-2010 terlihat kecenderungan insiden naik. Pada tahun
2000 insiden rate penyakit diare301/1000 penduduk. Tahun 2003 naik menjadi
374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 420/1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian luar biasa (KLB) diare juga masih
sering terjadi, dengan CFR yang masi tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang dengan CFR
2,94%. Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan dengan jumlah kasus 5.756
orang, dengan kematian 100 orang(CFR1,74%) sedangkan tahun 2010 terjadi
KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4.204 dengan kematian 73
orang(CFR 1,74%). Berdasarkan survei Kesehatan Rumah Tangga(SKRT), Studi
Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare
masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama
akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan.
1. Gambaran Berdasarkan Survei dan Penelitian
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas)
Prevalensi diare dalam Riskesdas 2007 diukur dengan menanyakan apakah
responden pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehatan dalam satu
bulan terakhir. Responden yang menyatakan tidak pernah, dinyatakan
apakah dalam satu bulan pernah menderita buang air besar lebih dari 3
kali sehari dengan kotoran lembek/cair. Responden yang menderita diare
dinyatakan apakah minum oralit atau cairan gula garam.
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang 4,2%-18,9%)tertinggi di
provinsi NAD (18,9%) dan terendah di Yogyakarta(4,2%). Beberapa
provinsi mempunyai prevalensi diare klinis lebih dari 9%(NAD, Sumatera
Barat,Riau, Jawa Barat,Jawa Tenggah, Banten, NTB,NTT,Kalimantan

22
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat,
dan Papua) yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Bilah dilihat per kelompok umur diare tersebar disemua kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita(1-4 tahun) yaitu
16,7%, sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan
perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada
perempuan. Prevalensi diare menurut kelompok umur dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:

23
Prevalensi diare lebih banyak dipedesaan dibandingkan perkotaan, yaitu
sebesar 10% di pedesaan dan 7,4% di perkotaan. Diare cenderung lebih
tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai
petani/nelayan dan buruh yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

24
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan
berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian
peringkat ke-3 setelah TB dan pneumonia. Hal tersebut dapat dilihat pada
table dibawah ini:

Di Indonesia kejadian diare juga mempunyai trend yang semakin naik pada
periode tahun 1996- 2006. Sedangkan dari tahun 2006- 2010 trjai penurunan angka kesakitan,

25
yaitu dari 423 menjadi 411 per 1000 penduduk. Hasil survey morbiditas Diare dari tahun 1996-
2010 dapat dilihat pada grafik berikut:

Untuk angka kesakitan diare balita tahun 2000-2010 tidak menunjukan pola kenaikan maupun
pola penurnan. Pada tahun 2000 angka kesakitan balita 1.278 per 1000 turun menjadi 1.100
per 1000 pada tahun 2003 dan naik lagi pada tahun 2006 kemudian turun pada tahun 2010
dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

26
Kejadian luar biasa diare 2009-2010
Pada peta diabwah ini menggambarkan sebaran frekuensi KLB diare yang umumnya lebih
banyak di wilayah Sulawesi bagian Tengah kemudian Jawa bagian Timur:

27
Di bawah ini adalah sebaran kematian KLB diare tahun 2010. Kematian terbanyak terjadi di
provinsi Provinsi Sulawesi Tengah, Jawa Timur, kemudian Sulawesi Selatan,Banten, Sulawesi
Tenggara dan Bengkulu. Dapat dilihat pada peta dibawah ini:

9. Patogenesis Diare
penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini
menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak (Simatupang, 2004). Setelah
terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan
makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan
akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang
rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel
gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini
menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan
makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan
meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke
dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan
makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2007 faktor resiko yang menyebabkan beratnya
disentri antara lain : gizi kurang, usia sangat muda, tidak mendapat ASI, menderita
campak dalam 6 bulan terakhir, mengalami dehidrasi serta bakteri Shigella yang
menghasilkan toksin dan atau resisten ganda terhadap antibiotik. Pemberian antibiotika
28
dimana kuman penyebab telah resisten terhadap antibiotika tersebut akan memperberat
manifestasi klinis dan memperlambat sekresi kuman penyebab dalam feses penderita.
Shigella menghasilkan sekelompok eksotoksin yang dinamakan shigatoxin(St), kelompok
toksin ini mempunyai 3 efek : neurotoksik, sitotoksik, dan enterotoksik Infeksi Shigella
dysentery dan shigella flexneri menurunkan imunitas, antaralain disebabkan peningkatan
aktifitas sel T supresor dan penekanan kemampuan fatogositosis makrofag. Infeksi
Shigella menimbulkan kehilangan protein melalui usus yang tercermin dengan
munculnya hipoalbuminemia juga disertai penurunan nafsu makan. Rangkaian
pathogenesis ini akan mempermudah munculnya Kurang Energi Protein (KEP) dan
infeksi sekunder.

10. Penularan Diare


Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri.
Penularan penyakit diare melalui jalur fecal oral yang terjadi karena:
1) Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama
perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2) Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat
menularkan diare ke orang yang memakannya. Pada usia 4 bulan, bayi tidak
diberi ASI eksklusif lagi dimana ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja
sewaktu bayi berusia 0-4 bulan. Hal ini akan menurunkan risiko kesakitan dan
kematian akibat diare karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh
terhadap infeksi.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko diare yaitu :


Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan
meningkatkan risiko pencemaran kuman, susu akan terkontaminasi oleh kuman dari
botol selain itu kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.

29
Menyimpan makanan pada suhu kamar, kondisi ini akan menyebabkan permukaan
makanan mengalami kontak dengan peralatan makan yang dapat menjadi media yang
sangat baik bagi perkembangan mikroba.
Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sesudah buang air besar
(BAB) dapat terjadi kontaminasi langsung

Menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal
oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu: tidak
memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan,
menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar,
menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah
buang air besar, tidak mencuci tangan sesudah membuang tinja anak, tidak mencuci
tangan sebelum atau sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk
tinja bayi dengan benar.

11. Penanggulangan Diare


Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain:
1) Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan
kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan
pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang
diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan
pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi
yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar
Biasa) diare.
2) Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada
saat KLB di mana sebagian besar penderita berada dimasyarakat.
3) Pembentukan pusat rehidrasi

30
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan
pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau
rumah sakit.
4) Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan
intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.
5) Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi
peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.

Penanggulangan diare berdasarkan tingkat dehidrasi (WHO, 2005)adalah sebagai berikut:


1) Tanpa Dehidrasi
Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan oralit
50-100ml/kali diare dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama
dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus
meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka.
Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan.
2) Dehidrasi Ringan
Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan Kristaloid
RingerLaktat ataupun RingerAsetat dengan formula lengkap yang mengandung
glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan
kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan
masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan
oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan
111mEq/L glukosa.
3) Dehidrasi Sedang
Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian oralit
hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu
diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita
dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis
pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar diberikan

31
50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4 tahun setiap buang
air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.
4) Dehidrasi berat
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena
(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian
cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang
pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian
cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan
seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.

12. Upaya Pencegahan Dan Pengobatan Diare


Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan
antara lain:
a. Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).
b. Memperbaiki praktik pemberian makanan pendamping
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Makan makanan bersih dan bergizi
e. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
f. Penggunaan jamban yang benar dimana pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja
anak-anak dan bayi yang benar.
g. Menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dan lingkungan
h. Memberikan imunisasi campak.
i. Pemberian kaporit pada sumur gali 2 minggu sekali

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan di rumah tangga apabila ada anggota
keluarga terkena diare yaitu :
1) Berikan minuman oralit atau larutan gula garam. Sebaiknya setiap keluarga diharapkan
menyimpan garam oralit di rumah.
Cara membuat larutan gula garam di rumah : 1 (satu) sendok teh gula pasir +1/4 sendok
teh garam dapur dicampur ke dalam 1 gelas air hangat
2) Berikan obat diare yang tersedia.

32
3) Segera dibawa ke puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan terdekat.

Ada beberapa upaya pencegahan yang efektif yang dapat dilakukan antaralain:
a. Memberikan ASI
ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. Pemberian ASI sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai 6 bulan. Tidak
ada makanan tambahan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI memiliki khasiat
preventif secara imonologic dengan kandungan antibodi dan zat-zat lain. ASI turut
memberi perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara
penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian
ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi- bayi yang disusui mencegah
timbulnya bakteri penyebab diare. Bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6
bulan pertama kehidupan akan mendapat resiko terjadi diare adalah 30 kali lebih besar.
Penggunaan botol susu untuk pemberian susu formula juga akan memberi resiko tinggi
terkena diare sehingga dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

b. Pemberian Makanan Pendamping ASI


Pemberian makanan pendamping ASI diberikan pada bayi secara bertahap. Dimulai
dengan membiasakan dengan memberikan makanan orang dewasa yang dihaluskan. Pada
masa tersebut merupakan masa yang berbahaya meningkatkan resiko terjadinya diare
ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan. Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara
pemberian makanan pendamping ASI yang baik antara lain : 1) Berikan makanan
pendamping ASI setelah bayi berumur 6 bulan. 2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke
dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk menambah energi. 3) Tambahkan hasil olahan susu,
telur, ikan, daging, kacang- kacangan, buah-buahan dan sayuran hijau ke dalam
makanannya. 4) Cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi
anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih, sebaiknya botol sususerta peralatan
makanan bayi disiram atau direbus dengan air panas mendidih.5) Masak dan rebus

33
makanan dengan benar. Menggunakan Air Bersih yang Cukup. Sebagian besar kuman
infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral, ditularkan dengan
memasukkan makanan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci
dengan air yang tercemar. Hal-hal yang perlu diperhatikan anggota keluarga :
 Mengambil Air dari sumber yang bersih.
 Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air
 Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan lain-lain.
 Gunakan air yang direbus
 Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih.
c. Mencuci Tangan dengan Sabun
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
mencegah penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan
makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan mempunyai dampak dalam
kejadian diare.
d. Menggunakan Jamban
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah : a) keluarga harus mempunyai
jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai seluruh anggota keluarga, b) Bersihkan
secara teratur dan c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat
buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan
tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air
besar tanpa alas kaki.
e. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja
bayi harus dibuang secara bersih dan benar. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh
keluarga : a) Tinja bayi atau anak kecil sebaiknya dibuang kejamban, b) Bila tidak ada
jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti dalam lubang atau kebun

34
kemudian ditimbun dan c) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci
tangannya dengan sabun.
f. Memberikan Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat
mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9
bulan.
g. Pemberian Kaporit pada Sumur Gali 2 Minggu Sekali
Cara pembubuhan kaporit pada sumur gali antara lain :
Satu sendok makan peres untuk 1 (satu ) cincin (1 meter kubik) dengan frekwensi
pemberian 2 (dua) minggu sekali. Caranya kaporit dilarutkan terlebih dahulu dalam
segayung air, setelah itu dimasukkan ke dalam sumur pada malam hari. Pada pagi harinya
air sumur sudah dapat dimanfaatkan kembali.Pemberian kaporit pada sumur gali 2
minggu sekali.

Lima langkah tingkatkan diare:


1. Berkan oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah. Oralit saat ini yang
menyebar di pasaran adalah oralit yang baru dengan osmolaritas yang
rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang. Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu:

35
 Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanapa dehidrasi yaitu:

36
Keadaan umum baik, mata normal,rasa haus normal(minum biasa), turgor
kulit kembali cepat. Dosi oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi adalah;
umur 1 tahun adalah seper empat sampai seper dua setiap kali anak
mencret, umur 1-4 tahun adalah seper dua samapi satu gelas setiap kali
anak mencret.
 Diare dehidrasi ringan/sedang
Ditandai dengan; keadaan umum gelisah(rewel),mata cekung, rasa haus
ingin minum banyak, tugor kulit kembali lambat.dosis oralit yang diberikan
dalam 3 jam 75ml/kg dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit
seperti diare tanpa dehidrasi.
 Diare dehidrasi berat
Ditandai denga; keadaan umum lesuh, lunglai atau tidak sadar, mata
cekung, tidak bisa minum atau malas minum, tugor kulit kembali sanagat
lambat.

2. Berikan obat zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (inducible nitric oxide synthase) dimana
eksresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hiperhekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding
usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian
diare. Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada bulan berikutnya.

37
3. Pemberian ASI/ makan

38
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutaa pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan.
4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah( sebagian besar karena
shigellosis,) suspek kolera.
5. Pemberian nasihat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasihat
tentang:
Cara memberikan cairan dan obat di rumah
Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehtan bila:
diare lebih sering, muntah berulang,sangat haus,makan dan minum
sedikut,timbul demam, tinja berdarah,dan tidak membaik dalam 3
hari.

Sanitasi Dasar yang Berhubungan Diare


Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek, yang saling berkaitan
dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat .
Menurut model segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu sama
lain yaitu antara faktor lingkungan, agent dan host . Faktor yang secara langsung maupun
tidak langsung dapat menjadi penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan
merupakan faktor yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan
upaya perbaikan sanitasi lingkungan . Seseorang yang daya tahan tubuhnya kurang, maka
akan mudah terserang penyakit. Penyakit tersebut antara lain diare, kolera, campak, tifus,
malaria, demam berdarah dan influensa .Masalah-masalah kesehatan lingkungan antara
lain pada sanitasi (jamban), penyediaan air bersih/air minum, perumahan, pembuangan
sampah dan pembuangan air limbah. Sanitasi adalah sesuatu cara untuk mencegah
berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber.

39
Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan
terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan . Sedangkan
sanitasi lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimalkan
lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya
kesehatan yang optimal bagi manusia yang hidup di lingkungan tersebut. Sanitasi
lingkungan yang buruk merupakan faktor yang penting terhadap terjadinya diare dimana
interaksi antara penyakit, manusia, dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan
penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan. diare. Peranan faktor lingkungan,
enterobakteri, parasit usus, virus, jamur dan beberapa zat kimia telah secara klasik
dibuktikan pada berbagai penyelidikan epidemiologis sebagai penyebab penyakit diare.
Menurut Anne ,lingkungan yang tidak bersih bisa menjadi pemicu munculnya bakteri-
bakteri penyebab diare dalam tubuh manusia. Sistem penyebaran diare pada manusia
diantaranya melalui air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari pun bila memiliki
kebersihan yang minim tanah, bisa membawa bakteri masuk dalam perut dan berdiam di
usus besar. Akibatnya, bakteri pembawa diare itu dengan leluasa menyebar ke seluruh
bagian usus manusia dan menginfeksinya, selanjutnya tanah yang kotor dapat
menghantarkan bakteri E.coli menuju perut, sehingga selalu membiasakan mencuci
bahan makanan yang akan dimasak dengan bersih sebelum dikonsumsi. Berikut yang bisa
ikut membantu penyebaran diare pada manusia adalah tangan manusia itu sendiri. Tangan
yang kotor berisiko mengandung banyak kuman dan bakteri. Kebiasaan mencuci tangan
dengan sabun setelah buang air besar dan melakukan beragam aktivitas. Kemudian
serangga yang menyebabkan penyakit diare. sangat menyukai tempat-tempat yang
memang kotor. Mereka akan tumbuh dan berkembangbiak di sana.
Laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) mengenai status pencapaian Tujuan
Pembangunan Manusia atau MDG di Indonesia mengalami kemunduran. Pada tahun
2015, MDG mencanangkan 69% penduduk Indonesia dapat mengakses air minum yang
layak dan 72,5% memperoleh layanan sanitasi yang memadai. Faktanya, hanya 18%
penduduk yang memiliki akses ke sumber air minum dan sekitar 45% mengakses sarana
sanitasi yang memadai.
Kemudian untuk menciptakan sanitasi lingkungan yang baik yaitu diantaranya dengan
mengembangkan kebiasaan atau perilaku hidup sehat, membersihkan ruangan dan

40
halaman rumah secara rutin, membersihkan kamar mandi dan toilet, menguras, menutup
dan menimbun, tidak membiarkan adanya air yang tergenang, membersihkan saluran
pembuangan air, dan menggunakan air yang bersih.

b. Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan


Ruang lingkup sanitasi lingkungan diantaranya tersedianya air bersih, karena digunakan
untuk kebutuhan manusia secara komplek antara lain untuk minum, memasak, mandi,
mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Di antara kegunaan-kegunaan air
tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu air
harusmempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi
manusia. Syarat-syarat air yang sehat yaitu meliputi syarat fisik yaitu bening (tidak
berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di luarnya, kemudian syarat
bakteriologis yaitu bebas dari segala bakteri, dan syarat kimia yaitu air harus
mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula. Menurut Notoatmodjo ,
sumber-sumber air minum yang dapat digunakan sebagai kebutuhan manusia sehari-hari
meliputi air hujan yaitu dengan cara ditampung kemudian dapat dijadikan air minum
yang sehat jika ditambahkan. kalsium, air sungai dan danau disebut juga air permukaan
jika digunakan sebagai air minum harus diolah terlebih dahulu, kemudian mata air yaitu
berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah, jikadigunakan air minum sebaiknya
direbus dahulu, selanjutnya air sumur dangkal merupakan sumber air yang keluar dari
lapisan air di dalam tanah yang dangkal yaitu berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter
dari permukaan tanah. Selanjutnya air sumur dalam yang berasal dari lapisan air kedua di
dalam tanah, oleh karena itu air sumur dalam sudah cukup sehatuntuk dijadikan air
minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan).
Pembuangan kotoran manusia merupakan ruang lingkup yang kedua. Yang dimaksud
dengan kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh
dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat,
masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini
mungkin diatasi. Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja
terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik
yaitu, pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu

41
jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan
yaitu, tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban, tidak mengotori air
permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah, tidak terjangkau oleh serangga
terutama lalat dan kecoa dan binatang lainnya, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan
dan dipelihara, murah dan dapat diterima oleh pemakainya.
Ruang lingkup yang ketiga yaitupengelolaan sampah. Sampah terkait erat dengan
kesehatan masyarakat, karena dari sampah akan hidup berbagai mikroorganisme
penyebab penyakit (bacteri pathogen), dan binatang serangga sebagai pemindah atau
penyebar penyakit (vector). Sehingga sampah harus dikelola dengan baik agar tidak
menggangu atau mengancam kesehatan masyarakat. Dalam pengelolaan sampah yaitu
meliputi pengumpulan dan pengangkutan sampah yang menjadi tanggung jawab dari
masing-masing rumah tangga atau instansi yang menghasilkan sampah, maka masyarakat
harus membangun dan mangadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah dan
kemudian dari masing-masing tempatpengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke
tempat penampungan sementara (TPS) selanjutnya ke tempat penampungan akhir (TPA).
Kemudian adanya pemusnahan dan pengolahan sampah terutama untuk sampah padat
dilakukan melalui berbagai cara yaitu pemusnahan sampah dengan di tanam atau
menimbun dalam tanah, memusnahkan sampahdengan membakar didalam tungku
pembakaran, dan pengolahan sampah dengan dijadikan pupuk kompos. Selanjutnya
ruang lingkup sanitasi lingkungan yang penting juga yaitu pengelolaan air limbah. Air
limbah atau air buangan merupakan air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan
rumah tangga maupun kegiatan yang lainnya, dibuang dalam bentuk yang sudah kotor
(tercemar) dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu kesehatan makluk hidup.

c. Upaya Menciptakan Sanitasi Lingkungan yang Baik


Pengaruh buruk dari lingkungan sebenarnya dapat dicegah dengan mengembangkan
kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat serta menciptakan sanitasi lingkungan yang
baik. Kebiasan hidup sehat dilakukan dalam berbagai cara seperti mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, membuang sampah pada tempatnya, membersihkan rumah
dan halaman secara rutin, membersihkan kamar mandi dan bak mandi secara rutin.

42
Gambaran tentang aktivitas-aktivitas untuk menciptakan sanitasi lingkungan yang baik
adalah Mengembangkan kebiasaan atau perilaku hidup sehat, membersihkan ruangan
dan halaman rumah secara rutin, membersihkan kamar mandi dan toilet, menguras,
menutup dan menimbun (3M), tidak membiarkan adanya air yang tergenang,
membersihkan saluran pembuangan air, dan menggunakan air yang bersih.

43
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Diare adalah
buang air besar (BAB) 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam)
yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah
(muntaber).Penyakit diare dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,
keadaan lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan masyarakat, gizi
kependudukan, pendidikan yang meliputi,pengetahuan dan keadaan social
ekonomi. Sementara itu penyebab dari penyakit diare itu sendiri anatara
lain virus, bakteri dan parasit.

B. Saran
Biasakan hidup bersih dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
tidak terkontaminasi oleh tinja untuk menghidari terjadinya diare.
Sedangkan utuk mengobati terjadinya diare dapat dialkukan dengan
pembarian oralit dan zinc.

44
DAFTRA PUSTAKA
https://www. Academia. Edu/3537879/EPIDEMIOLOGI;PENYAKIT-DIARE
https://core ac,uk/download/pdf/11735854 pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Escherichia-coli
Soenarto Suparyati Sri, dkk 2011. SITUASI DIARE DI INDONESIA, kementrian
kesehatan RI.pusat data dan informasi.

45
46
.

47
48
49
50

Anda mungkin juga menyukai