Oleh :
I NYOMAN SUWIJA
NIM. C1218053
A. ANATOMI
Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ reproduksi eksterna dan organ
reproduksi interna.
1. Organ genetalia eksterna
Organ reproduksi wanita eksterna sering disebut sebagai vulva yang
mencakup semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang dimulai dari
mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, himen, vestibulum, kelenjar
bartholini dan berbagai kelenjar serta pembuluh darah (Rafiah, 2014).
a. Rahim (Uterus)
Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr. Terletak di
panggul kecil diantara rectum (bagian usus sebelum dubur) dan di
depannya terletak kandung kemih. Hanya bagian bawahnya disangga oleh
ligament yang kuat, sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat
kehamilan. Ruangan rahim berbentuk segitiga, dengan bagian besarnya di
atas. Dari bagian atas rahim (fundus) terdapat ligament menuju lipatan
paha (kanalis inguinalis), sehingga kedudukan rahim menjadi kearah
depan
Rahim juga merupakan jalan lahir yang penting dan mempunyai
kemampuan untuk mendorong jalan lahir (Rafiah, 2014).
b. Uterus terdiri dari :
1) Fundus uteri (dasar rahim)
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada
pemeriksaan kehamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan
usia kehamilan (Rafiah, 2014).
2) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini berfungsi
sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus
uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim (Rafiah, 2014).
3) Serviks uteri
Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan
antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri
internum. Lapisan – lapisan uterus meliputi endometrium,
myometrium, parametrium (Rafiah, 2014).
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi berasal dari ujung ligamentum latum berjalan kearah lateral,
dengan panjang sekitar 12cm. Tuba fallopi merupakan bagian yang paling
sensitif terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama terjadinya
kemandulan (infertilitas). Fungsi tuba fallopi sangat vital dalam proses
kehamilan, yaitu menjadi saluran spermatozoa dan ovum, mempunyai
fungsi penangkap ovum, tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), menjadi
saluran dan tempat pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu
menanamkan diri pada lapisan dalam rahim. Tuba fallopi terdiri dari pars
interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars infundibulum
dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding yang
berbeda-beda pada setiap bagiannya (Rafiah, 2014).
d. Indung Telur (Ovarium)
Indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke
rahim oleh ligamentum ovari proprium dan ke dinding panggul oleh
ligamentum infundibulopelvicum. Ovarium terletak dilapisan belakang
ligamentum latum. Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang
ligamentum latum dengan ovarium dinamakan mesovarium. Indung telur
merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga
mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi.
Indung telur mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti kanan
dan kiri (Rafiah, 2014).
e. Parametrium (Penyangga Rahim)
Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan, yang
menghubungkan rahim dengan tulang panggul, lipatan atasnya
mengandung tuba fallopi dan ikut serta menyangga indung telur. Bagian
ini sensitif tehadap infeksi sehingga mengganggu fungsinya (Rafiah,
2014).
B. DEFINISI
Seksio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah
anestesia sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding
abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai (
mis, usia kehamilan lebih dari 24 minggu ) (Myles. 2011).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik
ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah
terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah
malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin
dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk
sectio caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih
anestesi umum, maka persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi
untuk mengurangi efek depresif obat anestesi pada bayi (Arif. 2010).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan
insisi melalui abdomen dan uterus (Liu. 2007).
C. EPIDEMIOLOGI
World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi
210 juta kehamilan di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut 20 juta perempuan
mengalami kesakitan akibat kehamilan, diantaranya 8 juta kasus mengalami
komplikasi yang mengancam jiwa, dan lebih 500.000 meninggal, dan hampir
50% kematian tersebut terjadi di Negara Asia Selatan dan Tenggara termasuk
Indonesia.
Menurut Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 angka kematian
ibu adalah 390/100.000 kelahiran hidup, pada SDKI tahun 2002/2003 angka
kematian ibu adalah 307/100.000 kelahiran hidup, selanjutnya SDKI tahun 2007
angka kematian ibu adalah 228/100.000 kelahiran hidup (Wahyuningsih. 2008).
WHO, UNICEF, dan UNFPA, memperkirakan kematian ibu diseluruh
dunia dari tahun 1990 hingga 2010, yakni dari 400/100.00 kelahiran hidup pada
tahun 1990 menjadi 210/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010.
Sebuah penelitian yang dilakukan di seluruh 98 rumah sakit di Belanda
yang dimulai pada Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2007 terdapat
persalinan dengan sectio caesarea dengan tingkat persentase per rumah sakit
mulai dari 23% hingga 55% dari 258.676 persalinan, namun dengan tingginya
tingkat persalinan sectio caesarea tersebut tidak juga meningkatkan kondisi
perinatal itu sendiri.
D. ETIOLOGI
Absolute Relative
F. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
G. PATHWAY
H. KLASIFIKASI
1. Insisi Abdomen
a. InsisiVertikal
Insisi vertical garis tengah infraumb ilikus adalah insisi yang paling cepat
dibuat. Insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir tanpa
kesulitan. Oleh karenanya, panjang harus sesuai denga taksiran ukuran
janin.
b. Insisi Transversal/Lintang
Kulit dan jaringan subkutan disayat dengan menggunakan insisi
transversal rendah sedikit melengkung. Insisi kulit transversal jelas
memiliki keunggulan kosmetik .walaupun sebagian orang beranggapan
bahwa insisi ini lebih kuat dan kecil kemungkinannya terlepas ,insisi ini
juga memiliki kekurangan,pada sebagian wanita pemajanan uterus yang
hamil dan apendiksnya tidak sebaik pada insisi vertical.
c. Insisi Uterus
Suatuinsisi vertical kedalam korpus uterus diatas segmen bawah uterus
dan mencapai fundus uterus namun tindakan ini sudah jarang digunakan
saat ini.
Keuntungannya adalah menghindari risiko robekan ke pembuluh darah
uterus, kemampuan untuk memperluas insisi jika diperlukan ,hanya pada
segment bawah saja.
Untuk presentasi kepala, insisi tranversal melalui segment bawah uterus
merupakan tindakan pilihan. secara umum,insisi transversal:
a. Lebih mudah di perbaiki
b. Terletak ditempat yang paling kecil kemungkinannya rupture disertai
keluarnya janin ke rongga abdomen pada kehamilan berikutnya
c. Tidak menyebabkan perleketan usus atau omentum ke garis insisi.
d. Tekniki sisisesareaklasik
Kadang-kadang perlu dilakukan insisiklasik untuk melahirkan janin.
Beberapa indikasinya adalah :
1) Apabila segmen bawah uterus tidak dapat dipajankan atau dimasuki
dengan aman karena kandung kemih melekat erat akibat pembedahan
sebelumnya, atau apabila sebuah mioma menempati segmen bawah
uterus atau apabila terdapat karsinoma invasive diserviks.
2) Apabila janin berukuran besar dan terletak melintang ,terutama apabila
selaput ketuban sudah pecah dan bahu terjepit jalan lahir.
3) Pada sebagian kasus plasenta previa dengan implantasi anterior
4) Pada sebagian kasus janin yang sengat kecil terutama dengan
presentasi bokong yang segment bawah uterusnya tidak menipis.
5) Pada sebagian kasus ibu dengan obesitas berat yang hanya
memungkinan untuk menakses bagianatas uterus saja.
e. Seksio sesarea ekstra peritoneum
Tujuan operasi adalah untuk membuka uterus secara ekstra peritoneum
dengan melakukan diseksi melalui ruang retzius dan kemudian
disepanjang salah satu dan di belakang kandung kemih untuk mencapai
segmen bawah uterus.
Prosedur ini hanya berlangsung singkat sebagian besar mungkin karena
tersedianya berbagai obat antimikroba yang efektif.
f. Seksio sesarea postmortem
Kadang-kadang seksio sesarea dilakukan pada seorang wanita yang baru
meninggal atau yang diperkirakan tidak lama lagi akan meninggal.pada
situasi seperti iniprognosis yang memuaskan pada bayi bergantung pada:
1) Antisipasi kematian ibu,bila mungkin
2) Usia gestasi janin
3) Ketersediaan petugas dan peralatan yang sesuai
4) Ketersediaan ventilasi perimortem dan masase jantung bagi ibu
5) Pelahiran segera dan resusitasi neonates yang efektif.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian).
(Wiliams. 2006)
I. KOMPLIKASI
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama
SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis
profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
a. Luka kandung kemih
b. Embolisme paru – paru
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine : Menentukan kadar albumin/ glukosa
5. USG : Melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan kedudukan dan
presentasi janin.
6. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
7. Pelvimetri : mengkaji maturitas paru janin.
8. Test stres kontraksi/ tes nonstres : mengkaji respon janin terhadap gerakan
atau stress dari pola kontraksi uterus atau pola abnormal.
9. Pemantauan elektronik kontinu : memastikan status janin atau aktifitas uterus.
L. PROGNOSIS
1. Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan
darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari
pada dahulu.
2. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
3. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang
baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7%.
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung
2. Keluhan utama klien saat ini
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
b. Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 Ml
c. Integritas ego
d. Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
e. Makanan dan cairan
f. Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
g. Neurosensori
h. Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinalepidural.
i. Nyeri / ketidaknyamanan
j. Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
k. Pernapasan
l. Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
m. Keamanan
n. Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
o. Seksualitas
p. Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.Aliran lokhea sedang.
B. Diagnose keperawatan
1. Nyeri persalinan berhubungan dengan trauma pembedahan
2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan anomaly payudara
3. Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi /
kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi
4. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa
kehidupan
5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit
rusak
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
7. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan
kurang pemajanan informasi, tidak mengenal sumber-sumber
C. Intervensi
4. Konseling Laktasin
a. Berikan informasi mengenai manfaat
(kegiatan ) menyusui baik fisiologis
maupun psikologis
b. Berikan materi pendidikan sesuai
kebutuhan
c. Monitor kemampuan bayi untuk
menghisap
d. Beri kesempatan pada ibu untuk menyusui
setelah melahirkan, jika memungkinkan
3 Gangguan Pola Tidur: 1. Tidur 1. Peningkatan Tidur
a. Jam tidur dengan skala 5 (tidak a. Tentukan pola tidur/aktivitas pasien
Definisi: interupsi jumlah waktu
terganggu) b. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
dan kualitas tidurakibat faktor
b. Pola tidur dengan skala 5 (tidak c. Tentukan efek dari obat yang dikonsumsi
external
terganggu) pasien terhadap pola tidur
Batasan karakteristik : c. Kualitas tidur dengan skala 5 (tidak d. Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam
terganggu) tidur
1. Kesulitan jatuh tertidur
d. Suhu ruangan yang nyaman 5 (tidak e. Anjurkan pasien untuk memantau pola
2. Ketidakpuasan tidur terganggu) tidur
3. Menyatakan tidak merasa e. Perasaan segar setelah tidur dengan f. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
cukup istirahat skala 5 (tidak terganggu) pasien
4. Penurunan kemampuan f. Kesulitan tidur dengan skala 5 (tidak g. Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk
berfungsi terganggu) mendukung tidur / siklus bangun pasien
5. Perubahan pola tidur g. Kesulitan memulai tidur dengan h. Dorong pasien untuk menetapkan rutinitas
6. Sering terjaga tana jelas skala 5 (tidak terganggu) waktu tidur untuk memfasilitasi
penyebabnya h. nyeri dengan skala 5 (tidak perpindahan dari terjaga menuju tidur
Faktor-faktor yang terganggu) i. Bantu untuk menghilangkan situasi stress
berhubungan: i. Mimpi buruk dengan skala 5 (tidak sebelum tidur
terganggu) j. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
1. Gangguan Karena pasangan
mengenai Teknik untuk meningkatkan
tidur
tidur.
2. Halangan lingkungan
2. Manajemen lingkungan
(misalnya: bising, pajanan
a. Ciptakan lingkungan yang aman bagi
cahaya/gelap, suhu,
pasien
kelembapan, lingkungan yang
b. Identifikasi kebutuhan keselamatan pasien
tidak dikenal)
berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta
3. Imobilisasi
riwayat masa lalu
4. Kurang privasi
c. Singkirkan benda – benda yang berbahaya
5. Pola tidur tidak menyehatkan.
dari lingkungan
d. Sediakan tempat tidur dengan ketinggian
yang rendah, yang sesuai
e. Lindungi pasien dengan pegangan pada
sisi atau bantalan disisi ruangan, yang
sesuai
f. Berikan kamar terpisah, seperti
diidentifikasi
g. Sediakan tempat tidur dan lingkungan
yang bersih dan nyaman
3. Manajemen lingkungan: Kenyamanan
a. Tentukan tujuan pasien dan keluarga
dalam mengelola lingkungan dan
kenyamanan yang optimal
b. Mudahkan transisi pasien dan keluarga
dengan adanya sambutan hangat di
lingkungan yang baru
c. Cepat bertindak jika terdapat panggilan
bel, yang harus selalu dalam jangkauan
d. Hindari gangguan yang tidak perlu dan
berikan waktu untuk beristirahat
e. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
mendukung
f. Sediakan lingkungan yang aman dan
bersih
g. Sesuaikan suhu ruangan yang paling
menyamankan individu, jika
memungkinkan
Defisiensi pengetahuan NOC NIC
4
Definisi: ketiadaan atau defisiensi Pengetahuan : manajemen penyakit 1. Peningkatan kesadaran kesehatan
informasi kognitif yang berkaitan akut a. Ciptakan lingkungan perawatan
dengan topik tertentu. a. Faktor-faktor penyebab dan factor kesehatan dimana
Batasan karakteristik : yang berkontribusi (5) pengetahuan b. pasien dengan permasalahan memahami
1. Ketidakakuratan melakukan sangat banyak. aksara dapat
test b. Perjalanan penyakit biasanya (5) c. mencari bantuan tanpa merasa malu atau
2. Ketidakakuratan melakukan pengetahuan sangat banyak. merasa dicela
perintah c. Manfaat manajemen penyakit (5) d. Gunakan komunikasi yang sesuai dan
3. Kurang pengetahuan pengetahuan sangat banyak. jelas
4. Perilaku tidak tepat (mis., d. Tanda dan gejala penyakit (5) e. Gunakan bahasa sederhana
histeria, bermusuhan, agitasi, pengetahuan sangat banyak. f. berikan informasi penting secara tertulis
apatis) e. Tanda dan gejala komplikasi (5) maupun lisan pada pasien sesuai dengan
Faktor yang berhubungan : pengetahuan sangat banyak bahasa utamanya/bahasa ibu
1. Gangguan fusngsi kognitif penggunaan obat-obatan resep yang g. pertimbangkan hal yang telah pasien
2. Gangguan memori benar (5) pengetahuan sangat ketahui tentang kondisi kesehatannya
3. Kurang informasi banyak. atau risikonya dan menghubungkan
4. Kurang minat untuk belajar informasi baru dengan apa yang sudah
5. Kurang sumber ilmu pasien ketahui
pengetahuan
6. Salah pengertian terhadap 2. Pengajaran : proses penyakit
orang lain. a. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait
dengan proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan paktovisiologi penyakit dan
bagaimana hubungannya dengan anatomi
dan visiologi sesuai kebutuhan
c. Riview pengetahuan pasien mengenai
kondisinya
d. Kenali pengetahuan pasien mengenai
kondisinya
e. Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari
penyakit, sesuai kebutuhan
f. Eksplorasi bersama pasien apakah dia
telah mealakukan manajemn gejala
g. Jelaskan mengenai proses penyakit sesuai
kebutuhan
h. Identifikasi kemungkinan penyebab
sesuai kebutuhan
i. Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin
ada, sesuai kebutuhan
j. Instruksikan pasien mengenai tindakan
untuk mencegah atau meminimalkan efek
samping penanganan dari penyakit, sesuai
kebutuhan
Risiko Infeksi 1. Kontrol resiko 1. kontrol resiko
5
Definisi : Rentan mengalami infasi a. Mengidentifikasi factor resiko (5)
a. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah
dan multifikasi organism secara konsisten menunjukkan
dipakai pasien lain
patogenik yang dapat mengganggu b. Mengenali factor resiko individu (5)
b. Pertahankan teknik isolasi
kesehatan. secara konsisten menunjukkan
c. Batasi pengunjung bila perlu
Faktor Risiko: c. Memonitor factor resiko di
d. Instruksikan pada pengunjung untuk
1. Kurang pengetahuan lingkungan (5) secara konsisten
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
untuk menghindari menunjukkan
berkunjung meninggalkan pasien
pemajanan patogen d. Memonitor factor resiko individu
e. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
2. Malnutrisi (5) secara konsisten menunjukkan
tangan
3. Obesitas e. Mengembangkan strategi yang
f. Cuci tangan setiap sebelum dan setelah
4. Penyakit kronis efektif dalam mengontrol resiko (5)
tindakan keperawatan
5. Prosedur infasif secara konsisten menunjukkan
f. Mengenali perubahan status g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
kesehatan (5) secara konsisten pelindung
menunjukkan h. Pertahankan lingkungan aseptic selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
j. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
k. Gunakan kateter intermitten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
l. Tingkatkan intake nutrisi
m. Berikan terapi antibiotic bila perlu infection
protection (proteksi terhadap infeksi)
n. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan local
o. Monitor hitung granulosit, WBC
p. Monitor kerentanan terhadap infeksi
q. Batasi pengunjung
r. Pertahankan teknik asepsis pada pasien
yang beresiko
s. Inspeksi kulit dan membrane mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
t. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
u. Dorong masukan cairan
v. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic
sesuai resep
w. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
x. Ajarkan cara menghindari infeksi
D. Evaluasi
1. Kontrol nyeri
a. Mengenali kapan terjadi nyeri (5) secara
konsisten menunjukkan.
b. Menggambarkan factor penyebab (5) secara
konsisten menunjukkan.
c. Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri)
tanpa analgesik (5) secara konsisten
menunjukkan.
d. Menggunakan analgetik yang di
rekomendasikan (5) secara konsisten
menunjukkan.
e. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri
pada professional kesehatan (5) secara
konsisten menunjukkan.
f. Melaporkan nyeri yang terkontrol (5) secara
konsisten menunjukkan.
2 Ketidakefektifan NOC
Pemberian ASI 1. Keberhasilan Menyusui : Bayi
a. Kesejajaran tubuh yang sesuai dan (bayi)
menempel dengan baik (5) sepenuhnya adekuat
b. Genggaman (tangan bayi) pada areola dengan
tepat (5) sepenuhnya adekuat
c. Reflek menghisap (5) sepenuhnya adekuat
d. Terdengar menelan (5) sepenuhnya adekuat
e. Menyusui minimal 5 – 10 menit per payudara
(5) sepenuhnya adekuat
f. Minimal menyusui 8 kali per hari (5)
sepenuhnya adekuat
g. Buang air kecil per hari sesuai usia (5)
sepenuhnya adekuat
h. Feses cair, kuning, dan berserat per hari sesuai
usia (5) sepenuhnya adekuat
i. Penambahan berat badan sesuai usia (5)
sepenuhnya adekuat
j. Bayi puas setelah makan (5) sepenuhnya
adekuat
2. Keberhasilan Menyusui : Maternal
a. Posisi nyaman selama menyusui (5)
sepenuhnya adekuat
b. Pengeluaran ASI (5) sepenuhnya adekuat
c. Hisapan dihentikan sebelum dipindah ke
payudara lain (5) sepenuhnya adekuat
d. Intake cairan ibu (5) sepenuhnya adekuat
e. Mengenali isyarat lapar di awal (5) sepenuhnya
adekuat
3. Mempertahankan Pemberian ASI
a. Pertumbuhan bayi dalam rentang normal(5)
sepenuhnya adekuat
b. Perkembangan bayi dalam rentang normal (5)
sepenuhnya adekuat
c. Mengenali tanda – tanda penurunan pasokan
ASI (5) sepenuhnya adekuat
d. Puas dengan proses menyusui (5) sepenuhnya
adekuat
3 Gangguan Pola Tidur 1. Tidur
a. Jam tidur dengan skala 5 (tidak terganggu)
b. Pola tidur dengan skala 5 (tidak terganggu)
c. Kualitas tidur dengan skala 5 (tidak terganggu)
d. Suhu ruangan yang nyaman 5 (tidak terganggu)
e. Perasaan segar setelah tidur dengan skala 5
(tidak terganggu)
f. Kesulitan tidur dengan skala 5 (tidak terganggu)
g. Kesulitan memulai tidur dengan skala 5 (tidak
terganggu)
h. nyeri dengan skala 5 (tidak terganggu)
i. Mimpi buruk dengan skala 5 (tidak terganggu)