Anda di halaman 1dari 59

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Stroke didefinisikan sebagai defisit (gangguan) fungsi sistem saraf yang

terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.

Stroke terjadi akibat gangguan pembuluh darah di otak. Gangguan

peredaran darah otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak

atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat

pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan

pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron).

Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Pinzon,

2014, hal. 1).

Stroke (cerebral vascular accident, CVA) adalah kondisi kedaruratan

ketika terjadi defisit neurologis akibat dari penurunan tiba-tiba aliran

darah ke area otak yang terlokalisasi (LeMone, Burke, dan Bauldoff,

2016, hal. 1798).

Stroke iskemik adalah ketika suplai darah ke bagian otak tiba-tiba

terganggu oleh trombus, embolus, atau stenosis pembuluh darah

(LeMone dkk, 2016, hal 1798).Stroke iskemik adalah lesi iskemik

7
8

parenkim otak yang disebabkan oleh gangguan suplai darah otak yang

persisten, lazimnya baik oleh blokade pembuluh darah yang memberikan

suplai (arteri) yang menyebabkan stasis darah di otak, dengan gangguan

sekunder penghantaran oksigen dan nutrien (Baehr & Frotscher, 2016,

hal 357).

2. Anatomi dan Fisiologi

Sistem saraf mengatur dan mengintegrasikan seluruh fungsi tubuh,

gerakan otot, indra, kemampuan mental, dan emosi. Sistem saraf dibagi

menjadi dua area, yaitu sistem saraf pusat(SSP), yang terdiri atas otak

dan medula spinalis, dan sistem saraf perifer, yang terdiri atas saraf

karania, saraf spinal, dan sistem saraf otonom.

a. Sel Susunan Saraf

Sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer terdiri atas dua jenis sel,

yaitu neuron yang menerima impuls dan mengirimkannya ke sel lain,

dan neuroglia yang melindungi dan menutrisi neuron (LeMone, Burke

& Bauldoff, 2016).

1) Neuron

Menurut Kendall & Tao (2014) setiap neuron terdiri atas:

a) Dendrit

Dendrit adalah juluran aferen tunggal atau beberapa dari

membran sel yang menghantarkan atau menerima sinyal dari


9

neuron lainnya atau dari lingkungan ke neuron. Dendrit juga

berisi substasia Nissl.

b) Badan Sel

Berisi nukleus, organel dan kelompokan retikulum endoplasma

kasar, selanjutnya terlihat sebagai substansia Nissl.

c) Akson

Akson adalah julurun eferen dari membran sel yang

mengirimkan sinyal menjauhi badan sel ke neuron lainnya atau

ke organ ahkir. Sebagian besar akson diselimuti selubung

meilin. Meilin berselang seling pada interval jarak tertentu

pada area yang tidak dilapisi mielin yang diebut nodus

Ranvier, memungkinkan pergerakan ion di antara akson dan

cairan ekstraseluler. Selubung mielin berfungsi untuk

meningkatkan kecepatan konduksi impuls saraf dalam akson

dan penting untuk mempertahankan proses saraf yang lebih

lama.

Gambar 1 : Struktur dasar neuron


10

Sumber: Kendall& Tao (2014)


Badan sel dan dendrit menyelimuti gray matter. Serat saraf yang

dilapisi mielin mengandung white matter pada otak dan medula

spinalis. Neuron mungkin mempunyai sejumlah dendrit dan akson,

yang diklasifikasikan menjadi:

a) Neuron unipolar mempunyai satu dendrit atau satu akson.

b) Neuron pseudounipolar mempunyai juluran yang bercabang

menjadi dendrit dan akson.

c) Neuron bipolar mempunyai sat dendrit dan satu akson.

d) Neuron multipolar mempunyai banyak dendrit dan akson

(Kendall & Tao, 2014).

2) Neuroglia

Neuron dipertahankan oleh sel-sel penyokong yang dikenal

sebagai neuroglia. Neuroglia dapat berupa:

a) Astrosit

Sel yang memperbaiki dan memberi dukungan nutrisi pada

neuron, memelihara Blood Brain Barrier/Sawar Darah Otak

(struktur membran yang secara primer berfungsi untuk

melindungi otak dari bahan-bahan kimia dalam darah, dimana

fungsi metabolik masih dapat dilakukan) dan mengatur

komposisi cairan serebrospinal (CSS). Astrosit mengandung

protein asam fibrilar glia (GFAP), pulasan GFAP digunakan

untuk membantu dalam diagnosis banding lesi neurologik.


11

b) Sel-sel ependim

Selapis sel-sel yang membatasi ventrikel.

c) Mikroglia

Suatu fagosit yang berasal mesoderm dengan inti tak beraturan

dari sedikit sitoplasma. Mikroglia berproliferasi sekitar jaringan

otak yang luka dan berubah menjadi sel fagositik besar bersifat

amuboid dalam memberi respons terhadap kerusakan jaringan.

d) Oligodendroglia

Setiap sel mungkin membentul mielin sampai 30 neuron dalam

susunan saraf pusat.

e) Sel Schwann

Sel Schwan membantu dalam regenerasi akson dengan

menciptakan jalur untuk pertumbuhan akson dan mensekresi

faktor pertumbuhan.

b. Komunikasi Antar Sel

1) Potensial aksi

Potensial aksi adalah impuls (gerakan listrik yang terjadi di

sepanjang membran akson) yang memungkinkan neuron untuk

berkomunikasi dengan neuron dan sel tubuh lainnya. Potensial

aksi dimulai oleh stimulus dan disebarkan melalui pergerakan ion

listrik yang cepat di sepanjang membran sel. Pergerakan impuls ke

dan dari SSP dapat terjadi karena adanya neuron aferen dan

eferen. Neuron aferen atau sensorik, memiliki reseptor di kulit, otot,


12

dan organ lain dan menyampaikan impuls ke SSP. Neuron eferen ,

atau motorik, menghantarkan impuls dari dari SSP untuk

menghasilkan beberapa jenis aksi. Pusat pengaturan potensial

membran adalah natrium dan kalium. Natrium adalah ion positif

utama di dalam cairan ekstraseluler, sedangkan kalium adalah ion

positif utama di dalam cairan intraseluler. Neuron yang tidak terlibat

dalam konduksi impuls berada dalam kondisi istirahat atau

polarisasi, yaitu ketika jumlah ion positif dalam cairan di luar

membran sel lebih tinggi dibanding ion dalam cairan di dalam sel.

Dalam berespon terhadap stimulus listrik, membran sel menjadi

permeabel terhadap natrium, yang bergerak memasuki sel. Kondisi

ini mengubah polaritas membran sel, dan neuron mengalami

depolarisasi. Ketika listrik dan ion kembali ke kondisi istirahat

semula, neuron mengalami repolarisasi. Aktivitas dalam potensial

aksi adalah:

a) Awalnya, permeabilitas natrium meningkat. Ketika membran

mengalami depolarisasi, saluran natrium terbuka dan natrium

menyerbu masuk ke dalam sel hingga titik depolarisasi (bagian

dalam sel menjadi kurang negatif dibandingkan dengan di luar

sel).

b) Kondisi ini diikuti dengan penurunan permeabilitas natrium,

yang hanya berlangsung sekitar milidetik. Gerbang natrium

menutup dan influks natrium terhenti.


13

Ahkirnya, permebilitas kalium meningkat. Gerbang kalium

terbuka, kalium menyerbu keluar sel, dan bagian dalam sel

semakin kurang positif. Potensial membran kembali ke kondisi

istirahat dan mengalami repolarisasi.

2) Neurostrasmiter

Neurotransmiter adalah zat kimia pembawa pesan pada sistem

saraf. Ketika potensial aksi mencapai ujung akson ti terminal

prasinapsis, neurotrasmiter dilepaskan dan bergerak melewati

celah sinaps untuk berikatan dengan reseptor di dendrit neuron

pascasinaps atau badan sel. Neurotransmiter dapat merupakan

inhibitor ataupun eksitatori. Neurotansmiter eksitatori hampir selalu

asetilkolin (acetylcholine, ACh), yang terdegradasi secara cepat

oleh enzim asetilkolinesterase. Saraf yang menghantarkan impuls

melalui pelepasan Ach disebut kolinergik.Reseptor yang mengikat

Ach ditemukan di visera, sel muskuloskeletal, dam medula adrenal

(tempat menstimulasi pelepasan epineprin). Neurotrasmiter utama

lainnya yaitu norepinefrin (NE) yang berperan sebagai eksitatori

maupun inhibitor. Saraf yang menghantarkan impuls melalui

pelepasan NE disebut adrenergik. Reseptor yang mengikat NE

ditemukan di jantung, paru, ginjal, pembuluh darah, dan semua

organ target yang distimulasi oleh divisi simpatis, kecuali jantung.

Neurotrasmiter lainnya mencakup gamma aminobutyric acid

(GABA), yang menghambat fungsi SSP; dopaim, yang menjadi


14

inhibitor atau eksitatori dan membantu mengontrol pergerakan dan

emosi; dan serotomin, yang biasanya menghambat dan

mengontrol tidur, rasa lapar, dan perilaku serta mempengaruhi

kesadaran (LeMone et al., 2016).

Gambar 2 : Langkah-langkah hantaran sinapsis


Sumber: Kendall & Tao (2014)
c. Sistem Saraf Pusat (SSP)

Sistem saraf pusat terdiri atas otak, medula spinalis, sekelompok

neuron yang sangat berkembang yang bekerja untuk menerima,

menghubungkan, menginterpretasi, dan menghasilkan respon

terhadap impuls saraf yang berasal dari seluruh tubuh.

1) Otak

Otak adalah pusat kontrol sistem saraf dan juga menghasilkan

pemikiran, emosi, dan bicara. Otak memiliki empat regio utama

yaitu serebrum, serebelum, diensefalon, dan batang otak. Otak

menerima sekitar 750 ml darah setiap menit dan menggunakan


15

oksigen 20% ambilan oksigen total tubuh (LeMone, et al., 2016).

Menurut Satyanegara (2018): otak manusia memiliki berat sekitar

100 miliar neuron. Masing-masing neuron mempunyai 1.000

samapi 10.000 koneksi sinaps dengan sel saraf lainnya. Jaringan

otak dilindungi oleh beberapa pelindung yaitu rambut, kulit kepala,

tengkorak, selaput otak (meningens), dan cairan otak (likuor

serebrospinal). Kulit kepala (SCALP) terdiri dari 5 lapisan yaitu:

a) Skin atau kulit

b) Connective tissue atau jaringan penyambung

c) Aponeurosis atau galae aponeurotika

d) Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

e) Pericranium atau lapisan pembungkus tulang tengkorak

Selaput otak terdiri dari tiga lapisan yang berasal dari jaringan

mesodermal, yaitu durameter, araknoid, dan piameter. Durameter

disebut juga pachymeninges (membran yang kuat), sedangkan

araknoid dan piameter bersama-sama disebut leptomeninges

(membran halus).

a) Duramater

Durameter adalah selaput otak terluar yang terdiri dari dua

lapisan jaringan penyambung fibrosa yang kuat, yaitu lapisan

luar dan dalam. Lapisan durameter kranial adalah periosteum

di dalam tengkorak. Lapisan dalam adalah lapisan meningeal


16

yang sesungguhnya; membentuk batas luar ruang subdural

yang sangat sempit.

b) Araknoid

Araknoid merupakan lapisan tengah antara durameter dan

piameter. Ruang antara araknoid dan piameter disebut ruang

subaraknoid yang berisi cairan serebrospinal. Lapisan

araknoid tidak memiliki pembuluh darah, tetapi pada rongga

subaraknoid banyak terdapat pembuluh darah yang mendarahi

otak, dan saraf kranial yang keluar dari batang otak.

c) Piamater

Piameter merupakan lapisan selaput otak yang paling dalam

yang langsung berhubungan dengan permukaan jaringan otak

serta mengikuti konvolusinya (Baehr, M., & Frotscher, M.

2016).

Gambar 3 : Meningens otak


17

Sumber: Baehr & Frotscher (2016)

Gambar 4 : Meningens medula spinalis


Sumber: Baehr & Frotscher (2016)

Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu:

GAmbar 5: Empat regio utama otak


Sumber: LeMone et al., (2016)
18

a) Serebrum (otak besar)

Dua hemisfer di serebrum memiliki berat hampir 60% berat

otak, berat otak sebesar 1,3 kg dan menerima 15% hingga

20% curah jantung. Permukaan serebrum berlipat menjadi

daerah jaringan yang meninggi disebut girus, yang dipisahkan

oleh arus dangkal (sulkus) dan alur dalam (fisura). Fisura

longitudinal memisahkan hemisfer, dan fisura transversal

memisahkan memisahkan serebrum dari serebelum. Fungsi

dari serebelum adalah menginterpretasikan input sensori,

mengontrol aktivitas muskuloskeletal, memproses intelek dan

emosi, memiliki memori mengenai keterampilan. Hemisfer

serebral dihubungkan oleh pita serat saraf yang tebal yang

disebut korpus kalosum, yang memungkinkan komunikasi

antara dua hemisfer (LeMone, et al., 2016). Bagian otak ini

terdiri dari sepasang hemisfer yang tersusun oleh tiga hal:

korteks (massa kelabu/substansia grisea), massa putih

(substansia alba), dan ganglia basal (Satyanegara, 2018).

(1) Korteks serebri (substansia grisea)

Korteks terdiri dari sel saraf, sementara massa putih

berisi serabut-serabut saraf (akson). Luas korteks serebri

± 2352 mm², tebal korteks bervariasi antara 1-4,5 mm².

Serebrum terbagi menjadi empat lobus, yaitu:


19

Gambar 6 : Lobus serebrum


Sumber: LeMone et al., (2016)

Gmabar 7 : Lokalisasi fungsional korteks serebri


Sumber: Baehr& Frotscher (2016)
20

(a) Lobus Frontalis

Lobus frontalis merupakan lobus terbesar, kurang

lebih sepertiga dari permukaan hemisfer serebri.

Lobus frontal terlibat dalam dua fungsi serebral

utama yaitu kontrol motorik gerakan volunter dan

fungsi bicara, serta kontrol berbagai ekspresi emosi,

moral, dan tingkah laku etika (Satyanegara, 2018).

(b) Lobus Parietalis

Meningkatkan kesadaran akan rasa nyeri,

kedinginan, sentuhan ringan. Sisi kiri menerima

input dari sisi kanan tubuh, dan sebaliknya. Lobus

parietal juga membantu mengarahkan posisi pada

ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari

bagian tubuhnya (LeMone et al., 2016)

(c) Lobus Temporalis

Merupaka lobus yang letaknya palig dekat dengan

telinga dan mempunyai peran fungsional yang

berkaitan dengan pendengaran, keseimbangan, dan

juag sebagian dari emosi-memori.

(d) Lobus Oksipital

Lobus ini berperan sangat penting sehubungan

dengan fungsinya sebagai korteks visual.

(2) Massa putih (substansia alba)


21

Masa putih otak mempunyai tiga tipe serabut yang

seluruhnya berasal dari tubuh sel sarafyang terletak di

korteks (massa kelabu/substansia grisea): serabut

asosiasi (penghubung antar area pada hemisfer yang

sama), serabut komisural (penghubung antara suatu

area kortikal hemisfer ke area yang bersangkutan di

hemisfer lainnya), serta serabut proyeksi (merupakan

akson yang berproyeksi dari korteks serebri ke banguan

di bawahnya atau sebaliknya).

(3) Ganglia basal

Ganglia merupakan kumpulan sel neuron untuk

membantu koordinasi gerakan otot dengan mekanisme

penyampaian segala informasi yang diperolehnya dari

korteks serebri dan kemudian dikembalikan lagi ke

korteks motorik (Satyanegara, 2018).

b) Batang otak

Batang otak adalah pangkal otak yang menyampaikan pesan-

pesan antara medula spinalis dan otak. Batang otak

berhubungan dengan diesefalon di atasnya dan medula

spinalis di bawahnya.
22

Batang otak terdiri atas:

(1) Otak tengah (mesensefalon)

Otak tengah adalah pusat refleks pendengaran dan

penglihatan serta berfungsi sebagai lintasan saraf antara

hemisfer serebral dan otak bawah. Otak tengah berlokasi

antara diensefalon dan pons.

(2) Pons

Pons terletak tepat di bawah otak tengah. Pons sebagian

besar terdiri atas traktus serat, tetapi juga mengandung

nuklei yang mengontrol status pernapasaan.

(3) Medula oblongata

Medula oblongata, yang berlokasi di dasar batang otak,

terus berlanjut dan menyatu dengan bagian superior

medula spinalis. Nuklei medula oblongata memainkan

peran penting dalam mengontrol denyut jantung,

tekanan darah, pernapasan, dan kemampuan menelan

(LeMone, et al., 2016).

c) Serebelum (otak kecil)

Serebelum berhubungan dengan otak tengah, pons, dan

medula. Fungsi serebelum mencakup koordinasi aktivitas

muskuloskeletal, mempertahankan keseimbangan, dan

mengontrol pergerakan yang sesuai (LeMone, et al., 2016).


23

d) Diensefalon

Diensefalon melekat pada serebrum superior ke batang otak.

Diensefalon terdiri dari:

(1) Talamus

Talamus memulai untuk memproses impuls sensori

sebelum naik ke korteks serebral. Talamus memiliki

peran sebagai stasiun menyortir, memproses, dan

menyampaikan input ke dalam regio kortikal.

(2) Hipotalamus

Hipotalamus, yang berlokasi dibagian inferior talamus,

mengatur suhu tubuh, metabolisme air, nafsu makan,

ekspresi emosional, bagian siklus bangun-tidur, dan rasa

haus.

(3) Epitalamus

Epitalamus membentuk bagian dorsal diensefalon dan

mencakup badan pineal, yang merupakan bagian dari

sistem endokrin yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan (LeMone, et al., 2016).


24

2) Medulla Spinalis

Gambar 8 : Distribusi saraf spinal

Sumber: LeMone, et al., (2016)

Medulla spinalis, yang dilindungi oleh vertebra, meninges, dan

CSS, memanjang dari medula di tingkat pertama vertebra lumbal.

Medula spinalis berperan sebagai pusat pengantar pesan ke dan

dari otak serta sebagai pusat refleks. Susunan tulang belakang

memiliki panjang sekitar 42 cm dan ketebalan 1,8 cm. Gray

matter medula spinal berada di dalam, dan white matter berada di

luar (kebalikan dari susnan di otak). Medula spinalis dikelilingi

oleh 33 vertebra: 7 servikal, 12 torakal, 5lumbar, 5 sakral, dan 4

vertebra yang menyatu yang membentuk koksigis. Setiap

vertebra terdiri atas lengkung badan dan vertebra yang dibentuk


25

berdasarkan proyeksi tubuh. Lengkung ini melingkupi ruang yang

disebut foramen vertebra. Foramina intravertebra adalah ruang

diantara vertebra yang dilewati akar saraf spinal ketika keluar dari

kolumna vertebra. Pesan yang menuju dan berasal dari otak

dihantarkan melalui jalur asenden (sensori) dan jalur desenden

(motorik). Fungsi medula spinalis dan akar spinal:

a) Traktus asenden mayor

Traktus asenden mayor adalah traktus sfinotalamik lateral

dan anterior, yang membawa sensasi nyeri, suhu, dan

sentuhan kasar; dan traktus posterior yang membawa

sensasi sentuhan halus, posisi, dan vibrasi.

b) Traktus piramidal

Traktus piramidal adalah traktus desenden yang

mengandung serat yang berasal dari korteks motorik otak

dan menjalar ke batang otak kemudian menuruni medula

spinalis. Traktus piramidal memperantarai gerakan volunter

yang memiliki tujuan dan menstimulasi kerja otot tertentu

sementara menghambat yang lain. Traktur piramidal juga

membawa serat yang menghambat tonus otot.

c) Traktus ekstrapiramidal

Traktus ekstrapiramidal mencakup jalur antara korteks

serebral, ganglia basalis, batang otak, dan medula spinalis di

luar traktus piramidal. Traktus ekstrapiramidal


26

mempertahankan tonus otot dan gerakan tubuh kasar

(LeMone, et al., 2016)

d. Susunan Saraf Perifer

Sistem saraf perifer menghubungkan sistem saraf pusat dengan

seluruh tubuh. Sistem saraf perifer bertanggung jawab untuk menerima

dan mengirimkan informasi dari dan sekitar lingkungan eksternal.

Sistem saraf perifer terdiri atas saraf, ganglia (kelompok sel saraf), dan

reseptor sensori yang berlokasi di luar atau di perifer otak dan medula

spinalis. Sistem saraf perifer di bagi ke dalam divisi sensori (aferen)

dan divisi motorik (eferen). Sebagian besar saraf pada sistem saraf

perifer mengandung serat untuk kedua divisi dan semua

diklasifikasikan secara regional sabagai saraf spinal atau saraf kranial

(LeMone et al., 2016).

1) Saraf Spinal

Gambar 9 :Saraf spinal


Sumber: LeMone, et al., (2016)
27

31 pasang saraf spinal menurut lokasinya: 8 pasang servikal, 12

pasang torakal, 5 pasang lumbal, 5 pasang sakral, dan 1 pasang

koksigis. Setiap saraf spinal mengandung serat sensori dan

motorik. Serat sensori berlokasi di akar dorsal, dan badan selnya

berlokasi di dalam ganglion akar dorsal. Serat motorikberlokasi di

akar ventral, dan badan selnya berlokasi di dalam medula spinalis.

Setiap saraf spinal lebih lanjut terbagi menjadi cabang-cabang

yang disebut rami.

2) Saraf Karanial

Dua belas pasang saraf kranial berasal dari otak depan dan batang

otak. Saraf vagus memanjang ke dalam rongga tubuh ventral,

tetapi 11 pasang saraf lainnya hanya mempersarafi regio kepala

dan leher. Sebagian besar adalah saraf gabungan, hanya tiga

pasang saraf (olfaktorius, optik, dan akustikus) yang merupakan

saraf sensori (LeMone, et al., 2016)

Tabel 1
Fungsi Saraf Kranial
Nama Fungsi
I Olfaktori Indra pencium
II Optik Penglihatan
III okulomotor Gerakan bola mata
Menaikan kelopak mata atas
Konstriksi pupil
Proprioception
IV Troklear Gerakan bola mata
V Trigeminal Sensasi pada kulit kepala bagian atas,
kelopak mata bagian atas, hidung, rongga
hidung, kornea, dan kelenjar lakrimal.
Sensasi pada palatum, gigi bagian atas, pipi,
bibir bagian atas, kelopak mata bawah, dan
28

kulit kepala.
Sensasi pada lidah, gigi bagian bawah, dagu,
dan kulit kepala temporal
Mengunyah
VI Abdusens Gerakan lateral pada bola mata
VII Fasial Gerakan otot wajah
Sekresi kelenjar lakrimal, hidung,
submandibula, sublingual.
Sensasi perasa
VIII Akustik Keseimbangan Indra pendengaran
IX Menelan
Glosofaringeal Refleks gag
Sekresi kelenjar saliva parotid
Indra perasa
Sentuhan, tekanan, dan nyeri dari faring dan
lidah posterior
Tekanan dari arteri karotid
Reseptor untuk mengatur tekanan darah
X Vagus Menelan
Regulasi denyut jantung
Regulasi pernapasan
Digesti
Sensasi dari organ torasik dan abdomen
Indra perasa
Proprioception
XI Asesori Gerakan kepala dan leher
Proprioception
XII Hipoglosus Gerakan lidah untuk berbicara dan menelan
(Sumber: LeMone, et al., 2016)

Gambar 10 : Saraf kranial

Sumber: Kendall & Tao (2014)


29

3) Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf perifer yang

mengatur lingkungan internal tubuh. Sistem saraf ini juga disebut

sistem motor viseral umum karena mengandung neuron motor

yang mempersarafi visera tubuh. Ketika aktivitas otot rangka dan

reflek diatur oleh divisi sistem saraf perifer yang disebut sistem

saraf somatik, sistem saraf otonom mengatur aktivitas otot jantung,

otot polos, dan kelenjar. Sistem saraf otonom terutama dikontrol

oleh formasi retikular batang otak. Sistem saraf otonom dibagi

menjadi simpatis dan parasimpatis. Kedua divisi tersebut

mempengaruhi struktur yang sama, tetapi kerja kedua devisi

tersebut memiliki efek yang berlawanan, dan keduanya berperan

untuk mengimbangi satu sama lain. Neurotrasmiter utamanya

adalah norepinefrin dan asetilkolin (LeMone, et al., 2016).

a) Divisi simpatis

Norepinefrin adalah neurotransmiter primer dari divisi

simpatis. Divisi simpatis pada sistem saraf otonom

mempersiapkan tubuh untuk mengatasi situasi yang

dianggap merusak atau menekan dan berpartisipasi dalam

aktivitas berat. Badan sel untuk divisi ini berada di kornu

lateral medula spinalis di area dari T1 hingga L2.


30

Stimulasi divisi simpatis dapat mendorong efek berikut pada

organ atau jaringan target:

(1) Dilatasi pupil

(2) Sekresi terhambat

(3) Produksi keringat berlebihan

(4) Peningkatan frekuensi dan kekuatan denyut jantung

(5) Vasodilatasi arteri koroner

(6) Dilatasi bronkiolus

(7) Penurunan digesti

(8) Peningkatan pelepasan glukosa oleh hati

(9) Penurunan haluaran urine

(10) Vasokontriksi arteri

(11) Vasokontriksi pembuluh darah abdomen dan kulit

(12) Peningkatan pembekuan darah

(13) Peningkatan laju metabolik

(14) Peningkatan kewaspadaan mental

b) Divisi parasimpatis

Asetilkolin adalah neurotransmiter yang utama pada divisi

parasimpatis. Divisi parasimpatis sistem saraf otonom

berkerja selama situasi santai. Badan sel untuk divisi ini

berlokasi di batang otak (untuk saraf kranial) dan di gray

matter lateral S2 hingga S4. Serat tidak mensuplai saraf

kranial III, VII, IX, dan X, tetapi saraf dibawa oleh saraf vagus
31

ke jaringan tubuh, organ torasik, dan organ viseral. Stimulasi

divisi parasimpatis sistem saraf otonom menghasilkan efek

berikut:

(1) Kontiksi pupil

(2) Stimulasi sekresi kelenjar

(3) Penurunan denyut jantung

(4) Vasokontriksi arteri koroner

(5) Kontriksi bronkiolus

(6) Peningkatan peristalsis dan sekresi cairan

gastrointestinal (LeMone, et al., 2016).

e. Cairan Serebrospinal (CSS)

Sistem ventrikuler terdiri atas dua ventrikel lateral, ventrikel ketiga yang

sempit terletak di antara kedua bagian diensefalon, dan ventrikel

keempat yang membentang dari pons ke level medula. CSS adalah

cairan yang normal jernih dan tidak berwarna. Cairan ini secara aktif

disekresi oleh pleksus koroideus, terutama di dalam ventrikel lateral.

Volume CSS yang bersikulasi umumnya antara 130 dan 150 mL.

Setiap 24 jam dihasilkan 400-500 mL CSS, sehingga seluruh volume

CSS diganti tiga atau empat kali sehari. Tekanan CSS pada posisi

supinasi normalnya adalah 70-120 mmH2O (Baehr & Frotscher, 2016).

CSS membentuk bantalan untuk jaringan otak, yang melindungi otak

dan medula spinalis dari cedera, membantu memberikan nutrisi bagi

otak, dan mengeluarkan produk sampah hasil metaboliesme sel


32

serebrospinal (LeMone, et al., 2016). Alirannya dimulai dari ventrikel

lateral melalui foramen interventikular (Monro) akan masuk ke dalam

ventrikel III, selanjutnya melalui akuaduktus Sylviusmasuk ke dalam

ventrikel IV. Dari ventrikel IV cairan ini mengalir malalui foramen

Luschka dan Magendie ke dalam ruang subaraknoid. Sejumlah kecil

direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembulu-pembuluh kecil di

piameter atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot

araknoid ke dalam vena di berbagai daerah (Satyanegara, 2018).

Gambar 11 : Sirkulasi cairan serebrospinal


Sumber: Kendall & Tao (2014)

Tabel 2
Nilai Laboratorium Normal Cairan Serebrospinal
Komponen Nilai Normal
Tampilan Bening dan tidak berwarna
pH 7,35
Berat jenis 1,007
Sel darah putih 0-8 mm³
Protein 15-45 mg/dL
Glukosa 40-80 mg/dL
Klorida 118-132 mEq/L
Tekanan <200 mmH2O
(Sumber: LeMone, et al., 2016)
33

f. Sistem Arteri Otak

Gambar 11:
Perjalanan esktrakranial arteri utama yang menyuplai otak
Sumber: Baehr & Frotscher (2016)

Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu: arteri karotis interna dan

arteri karotis vertebralis. Dari ventrikel kiri, darah dipompa masuk ke

dalam arkus aorta. Arkus aorta memiliki 3 cabang, yaitu trunkus

brakiosefalikus, arteri karotis komunis kiri, dan arteri subklavikula kiri.

Trunkus brakiosefalikus bercabang 2, yaitu arteri karotis komunis kanan

dan arteri subklavikula kanan. Arteri komunis kanan dan kiri bercabang

2 setinggi katilago tiroid paling atas, yaitu menjadi arteri karotis

eksterna dan ateri karotis interna. Arteri karotis interna pada kedua sisi

menghantarkan darah ke otak melalui percabangan utamanya, arteri


34

serebri media dan arteri serebri anterior (sikulasi anterior). Ateri

subklavikula kanan dan kiri mempercabangkan arteri vertebralis. Kedua

arteri vertebralis bergabung di garis tengah pada batas kaudal pons

untuk membentuk arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke

batang otak dan serebelum, serta sebagian hemisfer serebri

melaluicabang terminalnya, arteri serebri posterior (sirkulasi posterior).

Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan satu dengan yang lainnya

melalui sirkulus Willisi (Baehr & Frotscher, 2016; LeMone, et al., 2016)

Gambar 12 : Sirkulus Willisi

Sumber: Baehr & Frotscher (2016)


35

g. Sistem Vena Otak

Gambar 13 : Vena basis kranii

Sumber: Baehr & Frotscher (2016)

Di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula

(yang tidak mempunyai nama) ke vena serta didrainase ke sinus

duramatris. Vena-vena serebral (intrakranial) dapat dikelompokan

menjadi dua sistem yaitu:

1) Sistem vena serebral eksternal yang merupakan drainase darah

dari korteks dan subkorteks

Aliran daarah balik dari konveksitas dan permukaan medial tiap

hemisfer akan dilarkan melalui vena-vena serebri superior yang

berjumlah 10-15 buah dan bermuara sebagian besar di sinus

sagitalis superior serta sebagian sisanya di sinus sagitalis inferior.


36

2) Sistem vena serebral interna yang menerima aliran darah balik dari

jaringan otak yang lebih dalam.

Ven-vena interna penting di sistem ini adalah: vena serebri interna,

vena basalis Rosenthal, vena serebri magna Gallen (Satyanegara,

2018).

h. Aliran Darah Otak (cerebral blood flow/CBL)

Kemampuan otak untuk menyimpan oksigen dan glukosa sangat kecil,

sehingga untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai syarat

kelangsungan hidupnya sel otak sangat bergantung pada cukupnya

pasokan oksigen dan glukosa dari kontinuitas aliran darah. Nilai normal

aliran darah otak (ADO) berkisar 55-60 ml/100 gram jaringan

otak/menit. Pada massa kelabu alirannya kira-kira 75 ml/100 gram

jaringan otak/menit, sedangkan pada massa putih hanya 45 ml/100

gram jaringan otak/menit. Kerusakan neuronal ireversibel terjadi ketika

ADO berkurang di bawah 10-15 ml/100 gram jaringan otak/menit,

sedangkan kerusakan reversibel terjadi pada ADO antara 15-20 ml/100

gram jaringan otak/menit. Yang paling berperan dalam menentukan

ADO adalah tekanan perfusi otak (TPO), yang merupakan tekanan

darah untuk masuk ke dalam otak. Tekanan perfusi merupakan selisih

antara tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) dengan

tekanan intrakranial (TIK). TIK normal berkisar 10-15 mmHg. MAP

adalah hasil dari dua pertiga nilai tekanan diastolik ditambah sepertiga

tekanan sistolik. TPO normal berkisar antara 50-150 mmHg (TPO =


37

MAP-TIK). Bila TPO berada di bawah 50 mmHg akan terjadi iskemia

otak, sedangkan bila di atas 150 mmHg akan terjadi kerusakan blood

brain barrier sehingga terjadi edema serebri.

i. Tekanan Intrakranial (TIK)

Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan atau hubungan volume

diantara kranium dan isi kubah cranium. Volume cranium terdiri

atas darah, jaringan otak, dan Cairan serebrispinal (CSS).

Peningkatan tekanan intracranial merupakan peningkatan CSS

lebih dari 15mmHg. Faktor yang dapat menpengaruhi kemampuan

tubuh untuk dapat menstabilkan tekanan intrakranial adalah

tekanan darah sistemik, ventilasi dan oksigen, jumlah metabolik

dan kebutuhan oksigen, vasospasme area serebral dan saturasi

oksigen serta hematokrit. (Batticaca, 2012).

Pada orang dewasa rongga kranial yang keras ditimbulkan oleh

tengkorak yang normalnya diisi untuk kapsitas tiga elemen utama :

otak (80%), CSS (8%), dan darah (12%). Tekakan intracranial

normal adalah 5-10 mmHg (diukur secara intracranial dengan

tranduser 30 derajat) atau 60-180 cmH2O (diukur dengan

manometer air ketika pasien berbaring pada pada posisi rekumben

lateral).

Peningkatan TIK ata disebut juga hipertensi intracranial adalah

peningkatan terus menerus (≥ 10 mmHg) dalam rongga kranial

Peningkatan TIK yang terus menerus dapat menyebabkan iksemia


38

jaringan yang besar dan kerusakan pada jaringan neural yang

lembut. Edema serebral adalah penyebab yang paling sering,

peningkatan TIK terus menerus . penyebab lain meliputi trauma

kepala, tumor, abses, stroke, inflamasi dan hemoragi.(Lemone,

2016).

3. Epidemiologi

Menurut WHO (World of Health Organization) 2015 stroke merupakan

penyebab kematian nomor 2 di dunia. Menurut AHA (American Heart

Association) 2017 menyebutkan bahwa di Amerika Serikat sekitar

795.000 orang mengalami stroke setiap tahun, dengan 3 dari 4 orang

mengalami stroke untuk pertama kali. Stroke adalah penyebab kematian

nomor 5 di Amerika Serikat yang membunuh 133.000 orang setiap tahun.

Menurut data terbaru di Amerika Serikat, setiap tahunnya terjadi sekitar

610.000 kasus stroke baru dari 795.000 kasus stroke dan sisanya kasus

stroke rekuen (berulang) (Satyanegara, 2014).

Menurut WHO tahun 2014, stroke merupakan penyebab kematian nomor

1 di Inonesia. Menurut Riskesdas tahun 2013, Indonesia memiliki 12 dari

1000 orang yang cenderung menderita stroke. Prevalensi stroke di

Indonesia memiliki jumlah tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DIY

(10,%), dan yang ketiga adalah Bangka Belitung dengan presentase

9,7%. Stroke merupakan penyebab utama dari kecacatan pada orang


39

dewasa dan merupakan diagnosis utama teratas dalam perawatan

jangka panjang.

4. Etiologi

Menurut Pinzon (2014): faktor risiko stroke dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Usia tua

Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah terserang

stroke. Stroke dapat terjadi pada semua usia, namun 70 % kasus

stroke terjadi pada usia diatas 65 tahun.

2) Jenis kelamin

Laki-laki lebih mudah terserang stroke. Hipertensi menjadi faktor

resiko lebih tinggi pada laki-laki terserang stroke.

3) Ras

Kejadian stroke pada ras kulit berwarna lebih tinggi dari kaukasoid.

4) Riwayat keluarga

Risiko stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga

yang menderita diabetes dan hipertensi.

5) Riwayat stroke sebelumnya

Risiko stroke juga dapat meningkat pada seseorang yang pernah

menderita stokr sebelumnya, karena bisa terjadi serangan stroke

ulang kembali jika tidak dapat mengendalikan faktor risiko yang

dimilikinya.
40

b. Faktor risiko yang dapat diubah

1) Hipertensi

Seseorang disebut mengalami hipertensi apabila tekanan

darahnya lebih dari 140/90 mmHg atau lebih dari 135/85mmHg.

Hipertensi akan memacu kekakuan dinding pembuluh darah kecil

yang dikenal dengan mikroangiopati. Hipertensi juga akan memacu

munculnya timbunan plak (plak atherosklerotik) pada pembuluh

besar. Timbunan plak akan menyempitkan lumen/diameter

pembuluh darah. Plak yang tidak stabil akan mudah ruptur/pecah

dan terlepas kemudian akan menyumbat pembuluh darah otak

yang lebih kecil.

2) Diabetes Melitus (DM)

Seseorang dikatakan menderita DM jika kadar gula darah puasa

≥200 mg/dl dan gula darah 2jam setelah beban glukosa ≥200mg/dl.

DM dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan

mempercepat terjadinya aterosklerosis pada seluruh kapiler (arteri

kecil) termasuk pembuluh darah otak. Kadar glukosa yang tinggi

pada pasien stroke akan memperparah kerusakan otak akobat dari

terbentuknya asam laktat sebagai efek samping metabolisme

anaerob.
41

3) Merokok

Merokok memacu peningkatan kekentalan darah, pengerasan

dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di dinding

pembuluh darah.

4) Dislipidemia

Profil lemak seseorang ditentukan oleh kadar kolesterol darah,

kolesterol LDL, kolesterol HDL, triglisrida dan Lp(a).. Jumlah

kolesterol LDL yang tinggi akan menyebabkan penimbunan

kolesterol di dalam sel, yang memacu munculnya proses

atherosklerosis. Profil lemak yang normal adalah: kadar kolesterol

darah di bawah 200 mg/dl, kadar kolesterol LDL di bawah 150

mg/dl, kaadar kolesterol HDL di atass 35 mg/dl, dan kadar

trigliserida di bawah 200 mg/dl.

5) Obesitas

Seseorang dengan indeks massa tubuh ≥ 30 memiliki risiko stroke

yang tinggi. Kegemukan sentral didefinisikan sebagai lingkar

pinggang ≥ 102 cm pada laki-laki atau ≥ 88 cm pada perempuan.

Kegemukan sentral meningkatkan risiko stroke melalui hipertensi,

diabetes melitus, dan dislipidemia.

Etiologi stroke menurut Black & Hawks (2014), yaitu:

a. Etiologi stroke iskemik

1) Trombosis
42

Penggumpalan (trombus) mulai terjadi dari adanya kerusakan pada

bagian garis endotelia dari pembuluh darah. Ateroskelosis

menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak pada

dinding pembuluh darah. Plak ini terus membesar dan

menyebabkan penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis

menghambat aliran darah yang biasanya lancar pada arteri. Darah

akan berputar-putar di bagian permukaan yang terdapat plak,

menyebabkan penggumpalan yang akan melekat pada plak

tersebut. Ahkirnya rongga pembuluh darah menjadi tersumbat.

2) Embolisme

Embolus terbentuk di bagian luar otak, kemudian terlepas dan

mengalir melalui sirkulasi serebral sampai embolus tersebut

melekat pada pembuluh darah dan menyumbat arteri. Embolus

yang paling sering adalah plak. Kejadian fibrilasi atrial kronik dapat

berhubungan dengan tingginya kejadian stroke embolik, yaitu

darah terkumpul di dalam atrium yang kosong. Gumpalan darah

yang sangat kecil terbentuk dalam atrium kiri dan bergerak menuju

jantung dan masuk ke dalam sirkulasi serebral. Endokarditis yang

disebabkan oleh bakteri maupun yang non bakteri dapat menjadi

sumber terjadinya emboli. Sumber-sumber penyebab emboli

lainnya adalah tumor, lemak, bakteri dan udara.


43

5. Patofiologi
44

6. Komplikasi

Menurut LeMone (2016): komplikasi khas mencakup defisit

sensoriperseptual, perubahan kognitif dan perilaku, gangguan

komunikasi, defisit motorik, dan gangguan eliminasi. Hal ini dapat

sementara atau permanen, bergantung pada derajat iskemia dan

nekrosis dan juga waktu terapi.

a. Hemianopia

Kehilangan separuh lapang penglihatan pada satu atau kedua mata;

ketika separuh yang sama hilang pada setiap mata, kondisi disebut

hemianopia,homonipus.

b. Agnosia

Ketidakmampuan untuk mengenali satu benda atau lebih yang

sebelumnya faniliar; agnosia dapat visual, taktil, atau auditori.

c. Apraksia

Ketidakmampuan untuk melakukan beberapa pola motorik (misal:

menggambar gambar, berpakaian) meskipun kekuatan dan koordinasi

adekuat.

d. Sindrom pengabaian (pengabaian unilateral)

Pasien memiliki gangguan perhatian. Pada sindrom ini, seseorang

tidak dapat mengintegrasikan dan menggunakan persepsi dari sisi

tubuh yang terkena atau dari lingkungan pada sisi yang terkena,

pasien bahkan mengingkari paralisis.


45

e. Nyeri dan ketidaknyamanan

Pasien mengalami nyeri akut, kebas atau sensasi asing. Meskipun

tidak lazim, kerusakan pada talamus dapat menyebabkan nyeri stroke

sentral atau sindrom nyeri sentral (central pain syndrome,CPS). Nyeri

pada sindrom ini mencakup panas dan dingin, sensasi terbakar,

kesemutan dan nyeri menikam yang tajam, paling sering di

ekstremitas. Diperburuk dengan perubahan gerak dan suhu. Sensasi

nyeri tidak reda dengan medikasi nyeri, meskipun terdapat terapi

spesifik.

f. Perubahan kognitf dan perilaku

Perubahan pada kesadaran, rentang dari konfusi ringan hingga koma,

merupakan manifestasi stroke yang lazim. Perubahan perilaku

mencakup kelabilan emosi (pasien dapat tertawa atau menangis pada

kondisi yang tidak sesuai), kehilangan kontrol diri (dimanifestasikan

dengan perilaku seperti bersumpah atau menolak menggunakan

pakaian), dan penurunan toleransi terhadap stres (menyebabkan rasa

merah atau depresi). Perubahan intelektual dapat mencakup

kehilangan memori, penurunan rentang perhatian, penilaian yang

buruk, dan ketidakmampuan untuk berpikir secara abstrak.

g. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya akibat stroke yang mengenai

hemisfer dominan. Hemisfer kiri dominan pada sekitar 95% orang

dominan tangan kanan dan 70% orang dominan tangan kiri.


46

Gangguan komunikasi mengenai keduanya, yaitu wicaara (kerja

mekanikal artikulasi bahasa melalui pengucapan kata) dan bahasa

(formulasi vokal atau tertulis tentang ide untuk mengkomunikasikan

pikiran dan perasaan). Bahasa melibatkan ekspresi oral dan tertulis

serta pemahaman auditori dan bacaan.

7. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostk pada sistem neurologis yang perlu dilakukan

adalah:

a. Radiologi

Menurut LeMone (2016):

1) Studi Dupleks Karotid dan Studi Doppler Transkranial

Studi Dupleks Karotid mengevaluasi velositas aliran darah yang

melalui arteri karotid dan mengidentifikasi penyakit oklusif.

Gelombang suara yang dihasilkan oleh aliran darah digunakan

untuk menghasilkan gambar. Studi Doppler Transkranial memiliki

prosedur yang sama, tetapi digunakan untuk mengevaluasi

pembuluh darah intrakranial.

2) Angiogram Serebral

Angiogram Serebral adalah prosedur diagnostik definitif untuk

aneurisma, malformasi arteriovenosa, kepatenan dan stenosis

pembuluh darah, trombosis, vasospasme, dan lesi yang

memakan ruang (seperti tumor atau hematoma). Pemeriksaan ini


47

dapat dilakukan sebagai bagian dari prosedur bedah atau dengan

anestesi lokal. Dalam radiologi, media kontras disuntikkan dan

film diambil pada interval waktu yang beragam.

3) Computed Tomography (CT) Scan-otak, spina

CT scan otak digunakan untuk mengidentifikasi hemoragi

intraserebal, tumor, kista, anuerisma, edema, iskemia, atrofi, dan

nekrosis jaringan. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk

mengevaluasi perpindahan isi intrakranial dan membedakan jenis

stroke. CT scan pada spina terutama dilakukan untuk mengkaji

abnormalitas tulang. Pemeriksaan menggunakan sinar X berbasis

komputer pada beberapa tingkat penampang lintang bagian

tubuh yang diperiksa; pemeriksaan tersebut dapat dilakukan

dengan atau tanpa kontras.

4) Elektroensefalogram (EEG) dan Magnetoensefalogram (MEG)

EEG digunakan untuk mengukur aktivitas kelistrikan pada otak

untuk mendiagnosis penyakit otak dan kematian otak. Elektroda

dipasang pada kulit kepala dengan pencepit kulit dan gambaran

grafik diperoleh (serupa dengan EKG pada jantung). MEG

mendeteksi medan magnetik yang dihasilkan oleh aktivitas

neuron dan dapat mengidentifikasi area otak yang terserang

stroke, gangguan otak atau trauma, atau kejang.


48

5) Elektromiogram (EMG)

EMG mengukur aktivitas kelistrikan otot rangka saat istirahat dan

selama kontraksi; dan bermanfaat mendiagnosis penyakit

neuromuskuler. Elektroda jarum dimasukkan ke dalam otot

rangka (seperti pada tungkai) dan aktivitas listrik dapat didengar,

tampak pada osiloskop, dan direkam pada kertas grafik.

Normalnya tidak ada aktivitas listrik saat kondisi istirahat.

6) Pungsi Lumbar (lumbar puncture, LP)

LP dilakukan untuk mengukur tekanan cairan serebrospinal

(CSS) dan untuk memperoleh sampel CSS untuk mendiagnosis

sklerosis multiple, atau peningkatan tekanan intrakranial akibat

meningitis, hemoragi subaraknoid, tumor otak, abses otak,

ensefalitis, dan infeksi virus. Jarum dimasukan di L3-L4 atau L4-

L5 dan cairan diaspirasi.

7) Magnetic Resonance Imaging (MRI), Functional MRI, Magnetic

Resonance Angiography (MRA), Magnetic Resonance

Spectroscopy (MRS). MRI dilakukan untuk mengidentifikasi atau

memantau kondisi otak dan medula spinalis, termasuk stroke,

tumor, trauma, kejang, dan sklerosis multiple. Pemeriksaan ini

menggunakan energi magnet untuk menghasilkan gambar, dan

media kontras Gadolinium dapat digunakan untuk memperjelas

gambar. MRI fungsional digunakan untuk mengevaluasi respons

metabolik atau aliran darah otak terhadap tugas khusus, sepertia


49

aktivitas dan istirahat. MRA dapat memberikan informasi

mengenai pembuluh darah otak dan mengidentifikasi lesi

pembuluh darah. Pemeriksaan ini menggunakan sinyal dari

pembuluh darah untuk merekonstruksi hanya pembuluh darah

dengan aliran darah. MRS menggunakan pemindai untuk

mengkonfermasi adanya penyakit Alzheimer, menentukan

keparahan cedera kepala akibat trauma atau stroke, dan

mengidentifikasi penyebab koma.

8) Mielogram

Mielogram digunakan untuk mengidentifikasi pada modula

spinalis, seperti tumor atau herniasi diska intervertebral. Pungsi

lumbar dilakukan, media kontras diinjeksikan ke dalam ruang

subaraknoid, dan pemeriksaan sinar X dilakukan.

9) Positron Emission Tomography (PET), Single-Photon Emission

Computed Tomography (SPECT)

Ketika digunakan untuk mengkaji otak, PET dapat mengkaji

fungsi otak dan aliran serta volume darah otak yang normal;

pemeriksaan ini dapat membedakan jenis demensia yang

beragam; dan dapat mengidentifikasi stadium tumor otak. Zat

yang mengandung radionuklida diberikan dalam bentuk gas atau

diinjeksikan dan penampang lintang jaringan dideteksi serta

ditampilkan melalui komputer. SPECT serupa dengan PET, tetapi

menggunakan zat yang berbeda. Pemeriksaan ini dapat


50

digunakan untuk mendiagnosis stroke, tumor otak, dan gangguan

kejang.

10) Sinar X pada tengkorak dan spina

Sinar X standar pada tengkorak dan spina dilakukan untuk

mengidentifikasi fraktur, dislokasi vertebra, lengkung spinal, dan

dislokasi jaringan (seperti pada tumor).

11) Elektrokardiografi (EKG)

Untuk melihat ada tidaknya miokard infark, aritmia, atrial fibrilasi

yang dapat menjadi faktor predisposisi pada stroke (Rianawati &

Munir, 2017).

12) Digital Substraction Angiography (DSA) intra-arteri

Merupakan metode diaagnostik trombosis sinus venous (Baehr &

Frotscher, 2016). bertujuan untuk diagnostik dan terapeutik.

Diagnostik yaitu mendeteksi kelainan pembulih darah,

vaskularisasi tumor. Terapeutik yaitu untuk tindakan pengobatan

abnormalitas pada pembuluh darah dengan cara memasukkan

obat, alat, maupun implan pada pembuluh darah yang dituju.

Tindakan ini dikenal dengan nama Neurointervensi.

b. Laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,

Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien

menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun


51

pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit

infeksi yang sedang menyerang pasien.

2) Test darah koagulasi

Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time

(PT), partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio

(INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya

mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan

penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan

darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer

darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah

obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila

sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk

melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.

3) Test kimia darah

Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol,

asam urat, elektrolit, ureum/creatinin, SGOT/PT.

8. Penatalaksanaan medik

a. Tatalaksana umum :

1. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

2. Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)

3. Pengendalian tekanan intrakranial (manitol jika diperlukan)

4. Pengendalian kejang jika diperlukan


52

5. Analgetik dan antipiretik jika diperlukan

6. Gastroprotektor, jika diperlukan

7. Manajemen nutrisi

8. Pencegahan emboli paru

b. Tatalaksana Spesifik :

1. Trombosis intravena

2. Terapi endovaskuler

3. Manajemen hipertensi (nicardipin, Beta bloker)

4. Manajemen gula darah (insulin)

5. Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet, clopidogrel)

6. Perawatan diunit stroke

c. Tindakan invasif / operatif (Kurniawan dkk, 2016

9. Pognosis

Secara umum 80% pasien dengan stroke hidup selama satu bulan

dengan 10 year survival rate sekitar 35%. Setengah hingga sepertiga

pasien yang mampu melewati fase akut stroke mampu mendapatkan

fungsi yang kembali normal, hanya 15% membutuhkan perawatan

institusional (Munir, 2017). Indonesia memiliki prevalensi diperkirakan

setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke dan

sekitar 25% / 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat

ringan / berat (Pinzon, 2014).


53

10. Pencegahan

Menurut Pinzon (2014) cara mencegah terjadinya stroke dengan cara

“CERDAS” yaitu:

C: Cari dan kendalikan faktor resiko yang ada

E: Enyahkan stres

R: Rajin berolahraga

D: Diet seimbang

A: Awasi tekanan darah

S: Singkirkan rokok

Menurut Batticaca (2012) cara mecegah stroke yaitu:

a. Hindari merokok, kopi, alkohol

b. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah

kegemukan)

c. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi

d. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat,

keju)

e. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan

sayuran)

f. Olahraga yang teratur


54

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a. Definisi

Pengkajian menurut Herdman (2015) merupakan tahap awal dari proses

keperawatan. Di dalam pengkajian ini semua data dikumpulkan secara

sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini, pengkajian

harus dilakukan secara komprehensif terkait aspek biologis, psikologis,

sosial, maupun spiritual klien.

b. Tujuan

Tujuan pengkajian dalam Herdman (2015) adalah untuk mengumpulkan

informasi dan membuat data dasar klien. Kegiatan utama dalam tahap

pengkajian ini adalah pengelompokan data dan analisis data guna

perumusa diagnosis keperawatan. Pengumpulan data merupakan

informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk

menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan keperawatan dan

kesehatan klien. Pengumpulan data ditemukan data dasar untuk

menentukan diagnosis keperawatan dan merencanakan serta tindakan

untuk mengatasi masalah klien.

c. Macam-macam jenis pengkajian

Macam-macam pengumpulan data menurut Herdman (2015) yaitu:

pengkajian awal, pengkajian berkelanjutan, pengkajian ulang

d. Metode

Metode utama yang digunakan dalam pengumpulan data menurut


55

Herdman (2015) adalah wawancara yaitu auto anamnese (wawancara

dengan klien langsung) dan allo anamnese (wawancara dengan

keluarga/orang terdekat). Observasi, pemeriksaan fisik, dan studi

dokumentasi.

e. Pengkajian keperawatan pada pasien CVA Haemorrhage menurut Wijaya

(2013):

1) Identitas klien

Umur jenis kelamin, ras suku bangsa

2) Riwayat kesehatan dahulu

a) Riwayat hipertensi

b) Riwayat penyakit kardiovaskuler

c) Riwayat kolesterol

d) Obesitas

e) Riwayat DM

f) Riwayat aterosklerosis

g) Merokok

h) Riwayat konsumsi alkohol

3) Riwayat kesehatan sekarang

a) Kehilangan komunikasi

b) Gangguan persepsi

c) Kehilangan motorik

4) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat penyakit keturunan dalam keluarga


56

5) Pemeriksaan data dasar

a) Aktivitas/istirahat

(1) Kelemahan, kehilangan sensasi, hemiplegia

(2) Mudah lelah, nyeri, kejang otot

(3) Gangguan tonus otot

(4) Gangguan penglihatan

(5) Gangguan tingkat kesadaran

b) Sirkulasi

(1) Penyakit jantung (misalkan: penyakit jantung

vaskuler,riwayat hipotensi postural)

(2) Hipotensi arterial berhubungan dengan embolisme

(3) Frekuensi nadi cepat dan dapat bervariasi karena

ketidakefektifan fungsi.

c) Integritas ego

(1) Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

(2) Emosi labil, ketidaksanggupan untuk makan sendiri

(3) Kesulitan untuk mengekspresikan diri

d) Eliminasi

(1) Perubahan pola berkemih seperti: inkontinensia urin anuria

(2) Distensi abdomen bising usus (-)

e) Makanan/cairan

(1) Nafsu makan hilang, mual, muntah


57

(2) Kesulitan menelan (gangguan reflex palatum dan

faringeal), obesitas

f) Neurosensori

(1) Sinkope, pusing, sakit kepala

(2) Kelemahan, kesemutan, kebas

(3) Penglihatan menurun

(4) Hilang rangsang sensori kontra lateral

(5) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

(6) Gangguan fungsi kognitif

g) Pernafasan

(1) Merokok

(2) Ketidakmampuan menelan

(3) Pernafasan sulit, tidak teratur, ronchi

6) Pemeriksaan neurologis

a) Satus mental

(1) Tingkat kesadaran: kualitatif dan kuantitatif

(2) Pemeriksaan kemampuan bicara

(3) Orientasi (tempat, waktu, orang)

(4) Pemeriksaan daya pertimbangan

(5) Penilaian kosakata

(6) Pemeriksaan respon emosi

(7) Pemeriksaan daya ingat


58

b) Nervus kranialis

(1) Olfaktorius: penciuman

(2) Optikus: penglihatan

(3) Okulomotorius: gerak mata, konstriksi pupil akomodasi

(4) Troklear: gerak mata

(5)Trigeminus: sensasi umum pada wajah, kulit kepala,

gigi, gerak mengunyah

(6) Abducen: gerak mata

(7) Fasialis: pengecap, ekspresi wajah

(8) Vestibulokoklearis: pendengaran dan keseimbangan

(9) Glosofaringeus: sensasi rasa di lidah

(10) Vagus: menerima rangsang dari organ dalam

(11) Aksesorius: gerakan kepala, leher dan bahu

(12) Hipoglosus: gerak lidah

c) Fungsi motorik

(1) Fleksi dan ekstensi lengan

(2) Abduksi lengan dan adduksi lengan

(3) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

(4) Abduksi dan adduksi jari

(5) Abduksi dan adduksi pinggul

(6) Fleksi dan ekstensi lutut

(7) Dorsofleksi dan fleksi plantar pergelangan kaki

(8) Dosrsofleksi dan fleksi plantar ibu jari kaki


59

f. Analisis Data

Analisis data menurut Herdman (2015) merupakan kemampuan kognitif

dalam pengembangan daya berfikit dan penalaran yang dipengaruhi oleh

latar belakang ilmu dan pengetahuan,pengalaman, dan pengertian

keperawatan. Analisis data ini mengkaitkan data dengan konsep, teori,

dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan

masalah keperawatan. Dasar analisis data adalah anatomi fisiologi,

patofisiologi penyakit, konsep manusia, sehat sakit, stress adaptasi, etika

keperawatan, tindakan dan prosedur keperawatan. Fungsi analisis data

adalah mengidentifikasi data kesehatan dan data keperawatan dan juga

sebagai proses pengambilan keputusan dalam menentukan alternative

pemecahan masalah. Cara menganalisis data yaitu validasi data,

mengelompokkan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual,

membandingkan dengan standar, membuat kesimpulan tentang masalah

keperawatan yang ditemukan.

g. Discharge Planning

Perencanaan pulang atau discharge planning dalam Wijaya (2013) adalah

proses menyiapkan pasien sebelum meninggalkan tempat dimana ia

dirawat. Proses ini melibatkan pasien sendiri yang akan melakukan

perawatan diri dan atau melibatkan caregiver. Sangat penting bagi

perawat untuk melakukan discharge planning pada saat

pasien baru saja masuk dan diteruskan sampai dengan pasien akan

pulang.
60

Tabel 3
Perencanaan Pulang
Discharge
No Waktu Topik
Planning
Jelaskan cuci
tangan 6 Hari I Pengertian, tujuan, prosedur
1
langkah

Discharge
No Waktu Topik
Planning
Jelaskan tanda-
tanda Pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
2 Hari II
serangan stroke penatalaksanaan, pencegahan
berulang
Ajarkan cara
Definisi ROM, tujuan ROM, indikasi
melatih Range Hari
3 ROM,
Of Motion III
prosedur ROM, dan demonstrasi
(ROM) pasif
Ajarkan cara
memberi makan Hari Pengertian, Tujuan, Prosedur, Hal yang
4 melalui selang IV perlu diperhatikan
NGT

2. Diagnosa Keperawatan

a. Definisi

Menurut Herdman (2015) diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis

tentang respons manusia terhadap gangguan kesehatan/proses

kehidupan atau kerentanan respon dari seorang individu, keluarga,

kelompok atau komunitas.

b. Macam-macam diagnosis keperawatan menurut Herdman (2015)

terdiri dari:

1) Diagnosis keperawatan aktual

Diagnosis keperawatan aktual adalah diagnosis yang menjelaskan

masalah yang nyata terjadi saat ini. Diagnosis aktual harus ada unsur
61

PES (problem, etiologi, symptoms), symptoms harus memenuhi kriteria

mayor (80-90%) dan sebagian kriteria minor.

2) Diagnosis keperawatan risiko

Diagnosis keperawatan risiko adalah keputusan klinis bahwa individu,

keluarga atau komunitas sangat rentan untuk mengalami masalah

dibandingkan yang lain pada situasi yang sama atau hampir sama.

Pengertian yang lain menyebutkan diagnosis keperawatan risiko

adalah keputusan klinis yang divalidasi oleh faktor risiko . diagnosis

keperawatan risiko harus memenuhi unsur PE (problem dan etiologi).

3) Diagnosis keperawatan kemungkinan

Diagnosis keperawatan kemungkinan merupakan pernyataan

tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan

data tambahan.

4) Diagnosis Keperawatan Sindrom

Diagnosis yang terdiri dari kelompok diagnosis keperawatan aktual dan

risiko yang diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian atau

situasi tertentu. Diagnosis sindrom harus memiliki unsur P (problem).

5) Diagnosis Keperawatan Sejahtera

Diagnosis keperawatan sejahtera merupakan keputusan klinis yang

divalidasi ungkapan subjektif yang positif ketika pola fungsi dalam

keadaan efektif. Pengertian lain yaitu keputusan klinis tentang keadaan

individu, keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera


62

tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi. Diagnosis sejahtera

harus memiliki unsur P (problem) atau PE (problem dan etiologi).

6) Diagnosis keperawatan secara teori menurut Batticaca (2012) yang

muncul pada klien dengan Stroke iskemik adalah:

a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

aliran darah ke otak terhambat

b) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan

sirkulasi ke otak

c) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting

berhubungan kerusakan neuromuscular

d) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neuromuscular

e) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

imobilisasi fisik

f) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

g) Resiko injuri berhubungan penurunan kesadaran

h) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

kesadaran

3. Rencana Keperawatan

a. Definisi

Perencanaan keperawatan menurut Herdman (2015) adalah

pengembangan strategi desain untuk mencegah mengurangi, mengatasi

masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan.


63

Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu

menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan benar.

b. Tujuan

Tujuan perencanaan keperawatan dalam Herdman (2015) yaitu ada

tujuan administratif dan tujuan klinik. Tujuan administratif yaitu

mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok,

membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain dan

menyediakan suatu kriteria guna penanggulangan dan evaluasi

keperawatan. Tujuan klinik yaitu mengkomunikasikan dengan staf

perawat apa yang diajarkan, diobservasi, dan dilaksanakan dan rencana

tindakan keperawatan yang spesifik secara langsung bagi individu,

keluarga atau tenaga kesehatan lainnya untuk melakukan tindakan.

c. Perencanaan keperawatan klien CVA Non Haemmorhage secara teori

dijelaskan pada tabel 4


64
65

Anda mungkin juga menyukai