Anda di halaman 1dari 11

I.

TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan praktikum ini adalah :

Untuk melihat pengaruh berbagai macam desinfektan terhadap suatu pertumbuhan mikroba

II. LANDASAN TEORI

Berbagai keperluan tentunya kita telah mengenal, bahkan mungkin menggunakan


beberapa produk keperluan rumah tangga, laboratorium, atau rumah sakit yang bernama
desinfektan. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga
untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Antiseptik adalah bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad
renik seperti bakteri, jamur dan pada jaringan hidup lainnya (Dwidjoseputro, 1985).
Desinfeksi merupakan proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya
adalah perusakan agen-agen pathogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen-agen
kimia yang sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena dampak dari adanya
desinfektan. Istilah-istilah ini meliputi desinfektan, antiseptic, agen bakteriostatis, abkterisida,
germisida, sporisida, virisida, fungisida, dan pleservative (pengawet). Mekanisme kerja
desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lainnya (Volk, 1993).
Antiseptik dan desinfektan pada dasarnya ada persamaan bahan kimia yang digunakan,
tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam
penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh
atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah
satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya
tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi (Jawetz,
2005).
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan
efektifitas dan fungsi serta target mikroorganisme yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi
yang sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan
kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya bahan kimia yang
biasa digunakan serta aplikasinya. Banyak bahan kimia yang berfungsi sebagai desinfektan,
tetapi umumnya dikelompokkan kedalam suatu golongan aldehid atau golongan peredduksi,
yaitu bahan kimia yang mengandung gugus COH (Pratiwi, 2008).
Satu desinfektan yang ideal seharusnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : mempunyai
efektifitas yang tinggi terhadap sejumlah besar jenis mikroorganisme dalam kosentrasi
sedemikian rendah sehingga ekonomis dalam pemakainya dan toksis untuk hewan atau untuk
tumbuhan. Tidak merusak dan untuk mewarnai bahan-bahan seperti pakaian, alat rumah tangga
atau bahan-bahan yang terbuuat dari logam, bau dan rasa tidak menyengat. Tidak hilang
kereaktifan oleh bahan-bahan dari luar (Irianto, 2006).
Suatu desinfektan dalam aplikasinya sering dinyatakan bernilai kuat, lemah, atau sedang.
Penilaian ini sering diinyatakan sebagai atas dasar pengertian yang berbeda diantara para
pemakai, ada yang menilai suatu desinfektan kuat karena baunya, ada pula yang mendasarkan
karena nyeri jika diletakkan diatas luka, atau kerjanya korosif attau sebagainya. Jarang sekali
orang awam menghubungkannya dengan sifat mikrobiosida atau toksisitas bagi menusia atau
hewan. Sebenarnya nilai suatu zat yang digunakan sebagai desinfektan trrgantung pada sejumlah
faktor yang boleh dikatakan tidak ada satu pun desinfektan dapat memenuh seluruhnya
(Suriawiria, 1986).
Desinfektan dapat membunuh mikroorganisme pathogen pada benda mati. Desinfektan
dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme,
desinfektan tingkat tinggi yang dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi
tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M.tubercolosis. ubtuk mendesinfeksi
permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga.
desinfektan seperti iodophor, derivate fenol atau sodium hipokrit (Fardiaz, 1992).
Proses desinfeksi terdiri dari dua cara yang kita kenal, cara fisik (pemanasan) dan cara
kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia,
khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya. Banyak bahan kimia yang
dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam beberapa
golongan. Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus formaldehid daya aksi akan
semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti dengan alkohol. Formaldehid pada konsentrasi di
bawah 1,5% tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi
kerja pada 0,5 mL/m3 atau 0,5 mg/L serta bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).
Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut formalin dan biasa digunakan utuk
pengawetan mayat (Anonim, 2014).
Desinfektan sering kita temui dalam bentuk-bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif
walaupun kurang efektif bagi kain atau bahan plastic. Derivate fenol dilarutkan dengan
perbandingan satu berbanding tiga puluh dua dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu enam
puluh hari, keuntungannya adalah ‘efek tinggal’ dan kurang menyebabkan perubahan warna pada
instrument atau permukaan keras, sodium hipoklorit yang merupakan bahan pemutih pakaian, ia
memiliki harganya murah dan sangat efektif dalam membasmi bakteri (Irianto, 2006).
Desinfektan umumnya membunuh seluruh mikroorganisme dan utamanya dapat
membunuh mikroorganisme pathogen pada benda mati maupun benda hidup. Desinfektan
menurut kemampuannya dalam membunuh beberapa kelompok mikroorganisme, dibedakan
menjadi desinfektan tingkat tinggi yang dapat membunuh jenis-jenis virus tertentu untuk
mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti iodophor,
derivate fenol atau sodium hipokrit (Fardiaz, 1992).
Suatu desinfektan idealnya seharusnya memiliki sifat-sifat berikut, antara lain memiliki
efektivitas tinggi terhadap tiap jenis mikroorganisme dalam konsentrasi demikian rendah
sehingga lebih ekonomis dan toksis untuk pakaian atau alat terbuat dari logam. Selain itu
desinfektan tersebut haruslah tidak memiliki bau yang menyengat serta hilang kereaktifan jika
terpapar bahan dari luar. Selain itu desinfektan berbentuk cair yang apabila disemprotkan akan
menguap diharapkan memiliki daya mematikan bagi yang dituju dan tidak merugikan kesehatan
si pemakainya (Irianto, 2006).
III. CARA KERJA

1. Pengaruh daya desinfeksi zat-zat kimia terhadap bakteri

Disiapkan suspensi bakteri dengan metode pour plate, masing-masing Staphylococcus


aureus dan Escherichia coli. Kemudian tambahkan medium NA, setelah itu dipadatkan,
didinginkan dan ditambahkan paper dish secara aseptik yang telah dicelupkan pada zat kimia
yaitu betadine, alkohol 70%, deterjen, dan wipol. Diinkubasi selama 1 hari dan diamati ukuran
zona bening.

2. Pengujian daya antibiotik


Disiapkan suspensi bakteri dengan metode pour plate, masing-masing Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli. Kemudian tambahkan medium NA, setelah itu dipadatkan,
didinginkan dan ditambahkan paper dish secara aseptik yang telah dicelupkan pada zat
antibiotik. Diinkubasi selama 1 hari dan diamati ukuran zona bening.

IV. HASIL PENGAMATAN

4.1 Pengaruh Desinfektan

Desinfektan Pertumbuhan

E. coli S. aureus

Detergent 0.09 2,09

Alkohol 70% - -

Iodine (Betadine) 0,69 1,29


Wipol - 1,59

Deskripsi Gambar

E. coli S. Aureus

Keterangan:
1. Media NA
2. Paperdisk (Alkohol)
3. Paperdisk (Betadine)
4. Paperdisk (Deterjen)
5. Paperdisk (Wipol)
6. Zona Bening (Betadine)
4.2 Pengaruh Anti Biotik
E.coli
Diameter zona hambat (cm)
No Konsentrasi (%) Keterangan
Amoxilin Ampicilin
1 0 - - Kontrol
2 0,5% - - Tidak efektif
3 1% - - Tidak efektif
4 1,5% 0,69 0,29 Efektif
5 2% 0,74 0,44 Sangat efektif

S.aureus
Diameter zona hambat (cm)
No Konsentrasi (%) Keterangan
Amoxilin Ampicilin
1 0 0 0 Kontrol
2 0,5% 1,24 0,57 Efektif
3 1% 3,28 0,47 Efektif
4 1,5% 2,94 0,507 Efektif
5 2% 4,24 0,32 Sangat efektif
Deskripsi Gambar
1. Amoxilin

E. coli S.aureus

2. Amphialin

E. coli S.aureus

Keterangan:

1. Koloni
2. Zona bening
3. Media
4. Paper disk
5. Kontrol

V. PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum tentang desinfektan dan desinfeksi yang telah dilakukan dimana
diujikan berbagai jenis desinfektan dan antibiotik yang terdiri atas alkohol, detergen, wipol dan
betadin, serta amphialin dan amoxilin berbagai konsentrasi sebagai antibiotiknya. Yangmana
setelah itu akan diamati ada tidaknya pengaruh terhadap pertumbuhan dan pertahanan bakteri
dalam medium agar. Menurut Dwidjoseputro (1994) bahwa pada umumnya
bakteri yang muda itu kurang daya tahannya terhadap desinfektan daripada bakteri yang tua.
Pekat encernya konsentrasi lamanya berada dibawah pengaruh desinfektan. Faktor-faktor yang
dapat dipertimbangkan pula. Kenaikan temperatur akan menambah daya desinfektan, selanjutnya
medium juga dapat menawar daya desinfektan.
Umumnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan
desinfektan, tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan
dalam penggunaan antiseptik. Hal ini diperkuat oleh Jawetz (2005) bahwa antiseptik tersebut
harus memiliki sifat yang tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras dan harus
bersifat spesifik terhapa bagian tubuh yang membutuhkannya. Terkadang penambahan bahan
desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi atau proses
pembebasan alat atau bahan dari mikroba, tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan
desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.
Alkohol sering digunakan sebagai zat kimia yang efektif dalam membasmi mikroba
terkecuali pada jenis mikroba yang memiliki spora sehingga ia dapat bertahan dan dapat
digunakan untuk sterilisasi dan desinfeksi. Beberapa bahan dalam suatu desinfektan yang biasa
dipergunakan terdiri dari alkohol, yodium, deterjen, dan betadine. Menurut Waluyo (2004)
yang menyatakan bahwa alkohol mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi dan juga sebagai
pelarut lemakyang dapat mendegradasi bagian lemak pada membrane sel sehingga mengalami
kerusakan dan enzim akan dimatikan oleh alkohol.
Desinfektan golongan alkohol umumnya tidak berfungsi efektif terhadap bakteri berspora
serta kurang berfungsi efektif bagi virus non-lipid. Hal ini juga diperkuat oleh Anonim (2014)
yang menyatakan bahwa penggunaan bahan kimia berupa alkohol pada proses desinfeksi hanya
berfungsi untuk bagian permukaan yang kecil, tangan, dan kulit. Adapun keunggulan golongan
alkohol karena memiliki sifat yang stabil, tidak merusak material penting, dan dapat
dibiodegradasi.
Bakteri pada larutan hipertonis tidak dapat hidup karena selnya mengalami plasmolisa
dan pada larutan hipotonis bakteri juga tidak dapat hidup karena selnya mengalami lisis. Menurut
Irianto (2006) yang menyatakan bahwa, bakteri idealnya hidup pada kondisi larutan isotonis.
Apabila ia berada dalam larutan hipertonis maka cairan-cairan dalam sel bakteri akan terdesak
keluar dan pecah sehingga terjadi plasmolisis.
Spora pada umumnya lebih tahan daripada bentuk vegetatif dan hanya beberapa
desinfektan yang berfungsi sebagai halogen, formalin, dan etilen oksida yang efektif terhadap
spora. Menurut Anonim (2014), yang menyatakan bahwa beberapa komponen kimia pada
konsentrasi rendah tidak dapat membunuh jasad renik, tetapi hanya menghambat
pertumbuhannya. Pada senyawa tertentu yang terdapat pada rempah-rempah, memiliki
komponen yang mempunyai sifat bakteriostatik atau fungisid. Komponen kimia mempunyai
kecepatan membunuh yang berbeda-beda terhadap jasad renik.
Berdasarkan praktikum kali ini kita juga melekukan pengujiian daya antibiotik dengan
menggunakan petridisk. Zat anti biotik dihasilkan oleh mikroorganisme dan zat-zat itu dalam
jumlah yang sedikitpun mempunyai dua penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain.
Menurut Volk (1993) bahwa sebelum antibiotik digunakan untuk keperluan pengobatan, maka
terlebih dahulu antibiotik harus diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu. Pada medium
agar yang telah disebari spesies bakteri tertentu diletakkan beberapa kertas paperdisk yang telah
mengandung antibiotik yang akan diuji dalam konsentrasi tertentu.
Zona bening pada cawan petri terbentuk karena berkurangnya jumlah bakteri disekitar
paperdisk karena pertumbuhannya terhambat. Jika tidak ada pertumbuhan berarti bakteri E.coli
dan S.aureus dalam petridisk telah mati. Kita ketahui bahwa untuk identifikasi suatu bakteri
dapat dilihat dari tingkat kekeruhan yang terjadi didalam medium. Menurut Dwidjoseputro
(1994) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui kekuatan masing-masing desinfektan orang
atau praktikan perlu mempunyai suatu ukuran pokok.
VI. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka didapatlah kesimpulan sebagai


berikut :
1. Konsentrasi amoxilin dibawah 1,5 tidak dapat menghambat pertumbuhan E.coli.
2. Konsentrasi amphialin dibawah 1,5 tidak dapat menghambat pertumbuhan E.coli.
3. Semakin tinggi konsentrasi suatu antibiotik maka semakin tinggi tingkat penghambatan zat
antibiotik terhadap pertumbuhan bakteri.
4. Penggunaan alkohol pada uji desinfektan tidak berpengaruh pada terbentuknya zona hambat
bakteri E.coli dan S.aureus.
5. Iodine atau betadine lebih efektif dibandig jenis desinfektan lain untuk menghambat
pertumbuhan mikroba.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Hitungan Mikroba Cawan. Http://www.Biology-Sains-Microbiology


.Blogspot.Com//Html. Diakses Pada Tanggal 25 Oktober 2014.

Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan.

Fardiaz, S. 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya.


Jawetz, M. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.

Pratiwi, ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Suriawiria. 1986. Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Bandung: Angkasa


Volk, Dkk. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UNM.

Anda mungkin juga menyukai