Anda di halaman 1dari 40

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik

yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan

oleh gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai macam

komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh darah

disertai lesi padda membran basalis dalam dengan menggunakan

pemeriksaan dalam mikroskop (Mansjoer, 2005).

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks yang

melibatkan kelainan metabolism karbohidrat, protein dan lemak dan

berkembangnya komplikasi makro vaskuler dan neurologis (Barbara,

1996).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang

disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-

sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat

disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO, 2001).

Menurut beberapa para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia

sehingga kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat

menurun atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi

insulin.
2. Epidemiologi

Dalam jumlah prevalensi penduduk dunia dengan DM di

perhitungkan mencapai 125 juta pertahun dengan DM, dengan prediksi

berlipat ganda mencapai 250 juta dalam 10 tahun mendatang (tahun

2010). Peningkatan prevalensi akan lebih menonjol perkembangannya

di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Prevalensi

DM di Indonesia besarnya 1,2% – 2,3% dari penduduk usia lebih 15

tahun. Kecenderungan peningkatan prevalensi akan membuat

perubahan posisi DM yang semakin merajalela, yang ditandai dengan

perubahan atau kenaikan peringkatnya dikalangan 10 besar penyakit

(leading desiases). Selain itu DM juga memberi kontribusi terhadap

kematian.

Diabetes Melitus (DM) atau disingkat diabetes adalah gangguan

kesehatan yang berupa sekumpulan gejala yang disebabkan oleh

peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun

resistensi insulin. Penyakit ini sudah lama dikenal, terutama di kalangan

keluarga, khususnya keluarga berbadan besar (kegemukan) bersama

dengan gaya hidup “tinggi”. Kenyataannya kemudian, DM menjadi

penyakit masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat,

meluas dan membawa banyak kematian. Dalam jumlah prevalensi

penduduk dunia dengan DM di perhitungkan mencapai 125 juta

pertahun dengan DM, dengan prediksi berlipat ganda mencapai 250 juta

dalam 10 tahun mendatang (tahun 2010). Peningkatan prevalensi akan


lebih menonjol perkembangannya di negara berkembang dibandingkan

dengan negara maju. Prevalensi DM di Indonesia besarnya 1,2% – 2,3%

dari penduduk usia lebih 15 tahun.

3. Etiologi

Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat

heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya

menjanai peran utama dalam mayoritas Diabetes Melitus

(Riyadi,2011).

Adapun faktor – faktor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit

diabetus melitus antara lain:

a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai

dengan terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.

b. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b,

antara lain agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana

pemasukan karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih,

obesitas dan kehamilan.

c. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan

system imunologi.

d. Adanya kelainan insulin.

e. Pola hidup yang tidak sehat.


Sedangkan menurut (Wijaya & Putri, 2013), etiologi diabetes melitus

dapat dibagi menjadi yaitu:

1. Dibetes melitus tipe I

Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas

yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:

a. Faktor genetic

Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi

suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan

ditmukannya tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu

pada individu tertentu.

b. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga

antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya

jaringan tersebut seolah-olah sebagai jeringan abnormal

c. Faktor lingkungan.

Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor

ekternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil

penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu

dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel

beta.

2. Diabetas Melitus Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum


diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam

proses terjadinya resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor

resiko teetentu yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetea

tipe II yaitu:

a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Kelopok etnik tertentu

3. Faktor non genetic

a. Infeksi

Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah

mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes melitus.

b. Nutrisi

a) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.

b) Malnutrisi protein.

c) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.

c. Stres

Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi

biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.

d. Hormonal

Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah

tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi,


feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah

tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat.

4. Patofisiologi

Sebagian besar gambaran gambaran petologik dari diabetes

mellitus dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat

kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh

sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa

darah setinggi 300-1200 mg/dl. Peningkatan nobilisasi lemak dari

daerah penyimpanan lemak yang dapat menyebabkan terjadinya

metabolism lemak yang abnormal disertai dengan endapan

kolesterol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari

berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien yang mengalami

defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma

[uasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia

yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi

glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria

karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua

glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang

menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potassium

dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul

polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien

akan mengalami keseimbangan protein negative dan berat badan


menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah

astenia atau kekurangan energy sehingga pasien menjadi cepat lelah

dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya

protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk

energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan aterosklerosis,

penebalan membrane basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini

akan memudahkan terjadinya gangrene. Pasien-pasien yang

mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar

glukosa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan

karbohidrat, jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang

ginjal, maka timbul glukosoria. Glukosoria ini akan mengakibatkan

diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria),

harus terstimulasi, akibatnya pasien akan minum dalam jumlah

banyak karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien

mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang.

Rasa lapar semakin besar (polifagia) timbul sebagai akibat

kehilangan kalori normal (Wijaya & Putri, 2013).

Menurut (Brunner & Suddarth, 2005), patofisiologi dari

diabetes melitus adalah:

1. Diabetes tipe I

Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pancreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi


akibat produksi- glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping

itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi

glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa

tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang

berlebih dieksresikan dalam urine, eksresi ini akan disertai

pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini

dinamakan diuresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan

cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein

dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien

dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat

menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan dan kelemahan. Proses ini akan terjadi tanpa hambatan

dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping

itu akan terjadi pemecahan lemak yang produksi badan keton

yang meupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton

merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa

tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic yang

diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti


nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau

aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan

kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan

dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus

pada permukaan sel. Sebagai akibat dari terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada

diabetes melitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel

ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat

intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka

awitan diabetes melitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.

Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat

ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, polyuria,

polydipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau

pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit diabetes melitus membuat gangguan/komplikasi

melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh,

disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan

terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar


(makrovaskular) disebut makroangiopati dan pembuluh darah

halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.


5. Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu

a. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes

Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil

Onset Diabetes (JOD), penderita tergantung pada pemberian

insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan

mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia

muda dapat disebabkan karena keturunan.

b. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes

Mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity

Onset Diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :

1) Non obesitas

2) Obesitas

Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta

pancreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan

perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40

tahun) atau anak dengan obesitas..

c. Diabetes Mellitus type lain

1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas,

kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan

reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.


2) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara

lain : Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting

dan asam hidotinik.

d. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa

selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada

pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan

dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini

meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara

lain :

a. Polipagia, poliura, berat badan menurun,

polidipsia, lemah, dan somnolen yang

berlangsung agak lama, beberapa hari atau

seminggu.

b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat

berakibat meninggal jika tidak segera

mendapat penanganan atau tidak diobati

segera.

c. Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan

adnaya terapi insulin untuk mengontrol

karbohidrat di dalam sel.


Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II

antara lain :Jarang adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa

untuk NIDDM ini dibuat setelah adanya pemeriksaan darah serta

tes toleransi glukosa di didalam laboratorium, keadaan

hiperglikemi berat, kemudian timbulnya gejala polidipsia, poliuria,

lemah dan somnolen, ketoadosis jarang menyerang pada penderita

diabetes mellitus tipe II ini.

7. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien diabetes melitus ditekankan pada

pemeriksaan:

a. Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi

keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol

kaki berkurang (-).

b. Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering

yang tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau

bisa jugaterapa lembek.

c. Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk

mencegah terjadinya ulkus.

8. Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya

benda asing, osteomelietus.


2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah

Sewaktu), GDP (Gula Darah Puasa),

b) Pemeriksaan urine, dimana urine diperiksa ada atau tidaknya

kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan

dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah

pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna

yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata

(++++).

c) Pemeriksaan kultur pus.

Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang terdapat pada

luka dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan

selanjutnya.

d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan

tindakan pembedahan.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita DM khususnya penderita setelah

menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan

perawatan dalam jangka panjang.

a. Medis Menurut Sugondo (2009) penatalaksaan secara

medis sebagai berikut :

1) Obat hiperglikemik Oral


2) Insulin

a) Ada penurunan BB dengan drastis

b) Hiperglikemi berat

c) Munculnya ketoadosis diabetikum

d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.

3) Pembedahan

Pada penderita ulkus DM dapat juga

dilakukan pembedahan yang bertujuan

untuk mencegah penyebaran ulkus ke

jaringan yang masih sehat, tindakannya

antara lain:

a) Debridement : pengangkatan

jaringan mati pada luka ulkus

diabetikum.

b) Neucrotomi

c) Amputasi

b. Kepera

watan

Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis

secara keperawatan yaitu :

a) Diit

Diit harus diperhatikan guna mengontrol

peningkatan glukosa.
b) Latihan

Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga

kecil, jalan – jalan sore, senam diabetik untuk mencegah

adanya ulkus.

c) Pemantauan

Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya

secara mandiri dan optimal.

d) Terapi insulin

Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali

sesudah makan dan pada malam hari.

e) Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai

edukasi bagi penderita ulkus dm supaya penderita

mampu mengetahui tanda gejala komplikasi pada dirinya

dan mampu menghindarinya.

f) Nutrisi

Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan

luka debridement, karena asupan nutrisi yang cukup

mampu mengontrol energy yang dikeluarkan.

g) Stress Mekanik

Untuk meminimalkan BB pada ulkus.

Modifikasinya adalah seperti bedrest, dimana semua

pasin beraktifitas di tempat tidur jika diperlukan. Dan


setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan

pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk

mengetahui perkembangan luka dan mencegah infeksi

luka setelah dilakukan operasi debridement tersebut.

(Smelzer & Bare, 2005).

10. Komplikasi

Komplikasi pasien diabetes melitus menurut (Wijaya & Putri, 2013)

yaitu:

a. Komplikasi metabolic

1) Ketoasidosis diabetic

2) HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)

b. Komplikasi

1) Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan

Neuropati.

2) Makrovaskular (Stroke, penyakit vascular perifer).


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam

pengkajian perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk

menunjang diagnosa. Data-data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar

dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien,

umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.

a. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang :

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada

ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah,

dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau

muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan

bingung.

Riwayat kesehatan lalu :

Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit

jantung seperti Infart miokard.

Riwayat kesehatan keluarga :

Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

Pengkajian Pola Gordon

1. Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi

dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan


tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan

persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk

tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,

lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan

terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan

terjadinya amputasi.

2. Pola nutrisi metabolic

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi

insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan

sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,

banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan

tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan

metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan

penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit

jelek, mual/muntah.

3. Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik

yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan

pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi

alvi relatif tidak ada gangguan.

4. Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan

istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan


aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren

dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan

penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari

secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

5. Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka

, sehingga klien mengalami kesulitan tidur.

6. Kognitif persepsi

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati

rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.

Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan

7. Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan

penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang

sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan

dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan

gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).

8. Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan

penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.

9. Seksualitas

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ

reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,


gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada

proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah

vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan

nefropati.

10. Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,

perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan

reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah

tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak

mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /

adaptif.

11. Nilai keprercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh

serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam

melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah

penderita.

b. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
7. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami

penyakit diabetes militus:

1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas

jasmani.

2) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang

pengetahuan tenatang manajemen diabetes

3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan

sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit (DM).

4) Resiko kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik.

5) Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat

akibat kadar gula darah tinggi.

6) Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan

(nekrosis luka gengrene).

7) Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.

8) Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit

(diabetes mellitus).

9) Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit, diet,

perawatan, dan pengobatan b.d kurangnya informasi.

10) Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.


3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Domain 2. (00179) Manajemen Nutrisi (1100)
Nutrisi Ketidakseimbangan Definisi : menyediakan dan
Kelas 1. nutrisi, kurang dari meningkatkan intake nutrisi yang
Makan kebutuhan tubuh seimbang
Ketidakseimb Setelah dilakukan Aktivitas :
angan nutrisi, asuhan keperawatan, 1. Instruksikan kepada pasien
kurang dari diharapkan nutrisi mengenai kebutuhan nutrisi
kebutuhan pasien terpenuhi. 2. Tentukan jumlah kalori dan jenis
tubuh (1004) Status Nutrisi nutrisi yang dibutuhkan oleh
(00002) 1. Asupan makanan pasien untuk memenuhi
dan cairan dari skala kebutuhan gizi
2 (banyak 3. Ciptakan lingkungan yang
menyimpang dari optimal pada saat
rentang normal) mengkonsumsi makanan
ditingkatkan menjadi 4. Monitor kalori dan asupan
skala 4 (sedikit makanan pasien
menyimpang dari 5. Monitor kecenderungan
rentang normal) terjadinya kenaikan atau
penurunan berat badan pada
(1622) Perilaku
pasien
patuh : diet yang
disarankan

1. Memilih makanan
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Memilih minuman
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatka menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

(1854) Pengetahuan :
diet yang sehat

1. Intake nutrisi yang


sesuai dengan
kebutuhan individu
dari skala 2
(pengetahuan
terbatas)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (pengetahuan
banyak)
2 Domain 2. (00002) Resiko Manajemen Hiperglikemi (2120)
Nutrisi ketidakstabilan kadar 1. Monitor kadar gula daraah,
Kelas 4. glukosa darah sesuai indikasi
Metabolisme 2. Monitor tanda dan gejala
Resiko Setelah dilakukan hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
ketidakstabila asuhan keperawatan, polifagi, kelemahan, latergi,
n kadar diharapkan malaise, pandangan kabur atau
glukosa darah ketidakstabilan kadar sakit kepala.
(00179) glukosa darah normal.
(2300) Kadar glukosa 3. Monitor ketourin, sesuai
darah indikasi.
4. Brikan insulin sesuai resep
1. Glukosa darah dari
5. Dorong asupan cairan oral
skala 2 (deviasi yang
6. Batasi aktivitas ketika kadar
cukup besar dari kisaran
glukosa darah lebih dari
normal) ditingkatkan
250mg/dl, khusus jika ketourin
menjadi skala 4 (deviasi
terjadi
ringan sedang dari
7. Dorong pemantauan sendiri
kisaran normal)
kadar glukosa darah
(2111) Keparahan 8. Intruksikan pada pasien dan
Hiperglikemia keluarga mengenai manajemen

1. Peningkatan glukosa diabetes

darah dari skala 2 9. Fasilitasi kepatuhan terhadap


(berat) ditingkatkan diet dan regimen latihan

menjadi skala 4 (ringan) Pengajaran: Peresepan Diet


(5614)
(1619) Manajemen
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
diri : diabetes
mengenai diet yang disarankan
1. Memantau glukosa 2. Kaji pola makan pasien saat ini
darah dari skala 2 dan sebelumnya, termasuk
(jarang menunjukkan) makanan yang di sukai
ditingkatkan menjadi 3. Ajarkan pasien membuat diary
skala 4 (sering makanan yang dikonsumsi
menunjukkan) 4. Sediakan contoh menu makanan
yang sesuai
5. Libatkan pasien dan keluarga
3 Domain 4. (00204) Pengecekan Kulit (3590)
Aktivitas dan Ketidakefektifan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
istirahat. perfusi jaringan perifer mengidentifikasi pasien yang
Kelas 4.
Respon Setelah dilakukan berisiko mengalami kerusakan
Kardiovaskul asuhan keperawatan, kulit.
er/ pulmonal diharapkan 2. Monitor warna dan suhu kulit
Ketidakefektif ketidakefektifan perfusi 3. Periksa pakaian yang terlalu
an perfusi jaringan perifer pasien ketat
jaringan dapat berkurang. 4. Monitor kulit dan selaput lendir
perifer (00204) (0401) Status sirkulasi terhadap area perubahan warna,
memar, dan pecah.
1. Parestesia dari skala
5. Ajarkan anggota
2 (cukup berat)
kelurga/pemberi asuhan
ditingkatkan menjadi
mengenai tanda-tanda
skala 4 (ringan)
kerusakan kulit, dengan tepat.
2. Asites dari skala 2
Manajemen Sensasi Perifer (2660)
(cukup berat)
1. Monitor sensasi tumpul atau
ditingkatkan menjadi
tajam dan panas dan dingin
skala 4 (ringan)
(yang dirasakan pasien)
(0407) Perfusi 2. Monitor adanya Parasthesia
jaringan : perifer dengan tepat

1. Parestsia dari skala 2 3. Intruksikan pasien dan keluarga


(cukup berat) untuk memeriksa kulit setiap

ditingkatkan menjadi harinya

skala 4 (ringan) 4. Letakkan bantalan pada


bagian tubuh yang terganggu
(0409) Koagulasi
untuk melindungi area
darah
tersebut
1. Pembentukan bekuan Perawatan Kaki (1660)
dari skala 2 (deviasi 1. Diskusikan dengan pasien dan
cukup besar dari kisaran keluarga mengenai perawatan
normal) ditingkatkan kaki rutin
menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran 2. Anjurkan pasien dan keluarga
normal) mengenai pentingnya perawatan
kaki
(0802) Tanda-tanda
3. Periksa kulit untuk mengetahui
vital
adanya iritasi, retak, lesi, dll
1. Suhu tubuh dari skala 4. Keringkan pada sela-sela jari
2 (deviasi cukup besar dengan seksama
dari kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)
4 Domain 4. (00093) Keletihan Manajemen Energi (0180)
Aktifitas/ 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Istirahat Setelah dilakukan menyebabkan kelelahan
Kelas 3. asuhan keperawatan, 2. Anjurkan pasien mengungkapkan
Keseimbanga diharapkan keletihan perasaan secaraverbal mengenai
n Energi. pada pasien dapat keterbatasan yang dialami
Keletihan dikurangi. 3. Tentukan persepsi pasien/orang
(00093) (0002) Konservasi terdekat dengan pasien mengenai
energi penyebab kelelahan
4. Pilih intervensi untuk mengurangi
1. Mempertahankan
kelelahan baik secara
intake nutrisi yang
farmakologis maupun
cukup dari skala 2
nonfarmakologis
(jarang menunjukkan)
Manajemen Nutrisi (1100)
ditingkatkan menjadi
1. Tentukan status gizi pasien dan
skala 4 (sering
kemampuan pasien untuk
menunjukkan)
memenuhi kebutuhan gizi
(0005) Toleransi 2. Intruksikan pasien mengenai
terhadap aktivitas kebutuhan nutrisi
3. Atur diet yang diperlukan
1. Kekuatan tubuh 4. Anjurkan pasien mengenai
bagian atas dari skala 2 modifikasi diet yang diperlukan
(banyak terganggu) 5. Anjurkan pasien terkait dengan
ditingkatkan menjadi kebutuhan diet untuk kondisi
skala 4 (sedikit sakit.
terganggu)

2. Kekuatan tubuh
bagian bawah dari skala
2 (banyak terganggu)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit
terganggu)

(0007) Tingkat
kelelahan

1. Kelelahan dari skala 2


(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)

2. Kehilangan selera
makan dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)

(0008) Keletihan : efek


yang menganggu

1. Penurunan energi
dari skala 2 (cukup
besar) ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
2. Perubahan status
nutrisi dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
5 Domain 11. (00044) Kerusakan Pengecekan kulit (3590)
Keamanan/ integritas jaringan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
Perlindungan Setelah dilakukan mengidentifikasi pasien yang
Kelas 2. asuhan keperawatan, berisiko mengalami kerusakan
Cidera Fisik diharapkan kerusakan kulit.
(lanjutan) integritas jaringan dapat 2. Monitor warna dan suhu kulit
Kerusakan berkurang. 3. Periksa pakaian yang terlalu
integritas (0401) Status sirkulasi ketat
jaringan 4. Monitor kulit dan selaput lendir
1. Kekuatan nadi dorsal
(000444) terhadap area perubahan warna,
pedis kanan dari skala 2
memar, dan pecah.
(deviasi cukup besar
5. Ajarkan anggota
dari kisaran normal)
kelurga/pemberi asuhan
ditingkatkan menjadi
mengenai tanda-tanda
skala 4 (deviasi ringan
kerusakan kulit, dengan tepat.
dari kisaran normal)

2. Kekuatan nadi dorsal


pedis kiri dari skala 2
(deviasi cukup besar
dari kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)
(0407) Perfusi
jaringan : perifer

1. Pengisian kapiler jari


dari skala 2 (deviasi
yang cukup besar dari
kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)

2. Pengisian kapiler jari-


jari kaki dari skala 2
(deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran
normal)

(1101) Integritas
jaringan : kulit dan
membran mukosa

1. Perfusi jaringan dari


skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sedikit
terganggu)

2. Integritas kulit dari


skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sedikit
terganggu)

(1102) Penyembuhan
luka : primer

1. Memperkirakan
kondisi tepi luka dari
skala 2 (terbatas)
dotingkatkan menajdi
skala 4 (besar)

6. Domain 12. (00132) Nyeri akut Manajemen Nyeri (1400)


Kenyamanan Definisi : Pengurangan atau reduksi
Kelas 1. Setelah dilakukan nyeri sampai pada tingkat
Kenyamanan asuhan keperawatan, kenyamanan yang dapat diterima
Fisik diharapkan nyeri akut oleh pasien.
Nyeri Akut pada pasien berkurang. Aktivitas :
(00132) (1605) Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif terhadap pasien
1. Mengenali kapan
2. Observasi adanya petunjuk
nyeri terjadi dari skala 2
nonverbal mengenai
(jarang menunjukkan)
ketidakanyamanan
ditingkatkan menjadi
3. Gali pengetahuan dan
skala 4 (sering
kepercayaan pasien mengenai
menunjukkan)
nyeri
2. Menggambarkan 4. Evaluasi pengalaman nyeri
faktor penyebab dari pasien di masa lalu yang
skala 2 (jarang meliputi riwayat nyeri kronik
menunjukkan) pasien ataupun keluarga
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering 5. Tentukan kebutuhan frekuensi
menunjukkan) untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien
(3016) Kepuasan
6. Kurangi faktor yang dapat
klien : Manajemen
meningkatkan nyeri pada pasien
nyeri
7. Gunakan tindakan pengontrol
1. Nyeri terkontrol dari nyeri sebelum nyeri pada pasien
skala 2 (agak puas ) bertambah berat
ditingkatkan menjadi 8. Dukung pasien untuk istirahat
skala 4 (sangat puas ) atau tidur untuk menurunkan

2. Tingkat nyeri rasa nyeri

dipantau secara reguler


dari skala 2 (agak puas )
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sangat puas )
7 Domain 11. (00004) Resiko infeksi Kontrol Infeksi (6540)
Keamanan/ Definisi: Meminimalkan Infeksi
Perlindungan Setelah dilakukan 1. Ganti peralatan perawatan per
Kelas 1. asuhan keperawatan, pasien sesuai protokol institusi
Infeksi diharapkan tidak terjadi 2. Anjurkan pasien mengenai
Resiko infeksi infeksi pada pasien. teknik mencuci tangan dengan
(00004) (1908) Deteksi risiko tepat
3. Pastikan penanganan aseptik dari
1. Mengenali tanda dan
semua saluran IV
gejala yang
Perlindungan Infeksi (6550)
mengindikasikan risiki
Definisi: Pencegahan dan deteksi
dari skala 2 (jarang
dini infeksi pada pasien beresiko
mnunjukkan)
1. Monitor kerentanan terhadap
ditingkatkan menjadi
infeksi
skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Memonitor 2. Berikan perawatan klit yang
perubahan status tepat Periksa kulit dan selaput
kesehatan skala 2 lendir untuk adanya kemerahan,
(jarang mnunjukkan) kehangatan ektrim, atau drainase
ditingkatkan menjadi 3. Ajarkan pasien dan keluarga
skala 4 (sering bagaimana cara menghindari
menunjukkan) infeksi

(1902) Kontrol risiko

1. Mengidentifikasi
faktor risiko dari skala 2
(jarang mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

2. Mengenali faktor
risiki skala 2 (jarang
mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
8 Domain 5. (00126) Defisiensi Fasilitasi Pembelajaran (5520)
Persepsi/ pengetahuan 1. Tekankan pentingnya mengikuti
Kognisi evaluasi medik, dan kaji ulang
Setelah dilakukan
Kelas 4. gejala yang memerlukan
asuhan keperawatan,
Defisiensi pelaporan segera ke dokter
diharapkan pengetahuan
pengetahuan 2. Diskusikam tanda/gejala DM,
pasien mengenai
(00124) contoh polidipsia, poliuria,
diabetes mellitus tipe 2
kelemahan, penurunan berat
bertambah.
badan
(1820) Pengetahuan : 3. Gunakan bahasa yang umum
manajemen diabetes digunakan
4. Berikan informasi yang sesuai
1. Pencegahan
dengan lokus kontrol pasien
hiperglikemia dari skala
5. Berikan informasi sesuai tingkat
2 (pengetahuan terbatas)
perkembangan pasien
ditingkatkan menjadi
Modifikasi Perilaku (4360)
skala 4 (pengetahuan
1. Tentukan motivasi pasien
banyak)
untuk perubahan perilaku
2. Prosedur yang harus 2. Bantu pasien untuk
diikuti dalam mengobati mengidentifikasi kekuatan
hoperglikemia dari 3. Dukung untuk mengganti
skala 2 (pengetahuan kebiasaan yang tidak
terbatas) ditingkatkan diinginkan dengan kebiasaan
menjadi skala 4 yang diinginkan
(pengetahuan banyak) 4. Tawarkan penguatan yang

(1621) Perilaku patuh : positif dalam pembuatan

diet yang sehat keputusan mandiri pasien

1. Mencari informasi
tenyang panduan nutrisi
baku dari skala 2 (jarang
dilakukan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sering
dilakukan)

(1622) Perilaku patuh :


diet yang disarankan

1. Menggunakan
informasi gizi pada label
untuk menentukan
pilihan dari skala 2
(jarang menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

2. Mengikuti
rekomendasi untuk
jumlah makanan per
hari dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

(1632) Perilaku patuh :


aktivitas yang
disarankan

1. Membahas aktivitas
rekomendasi dengan
profesional kesehatan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
9 Domain 9. (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan (5820)
Koping/ Definisi: Mengurangi tekanan,
Toleransi Setelah dilakukan ketakutan, firasat, maupun
Stress asuhan keperawatan, ketidaknyamanan terkait dengan
Kelas 2. diharapkan ansietas sumber-sumber bahaya yang tidak
Respon pasien berkurang. teridentifikasi
Koping (1211) Tingkat Akivitas:
Ansietas kecemasan 1. Gunakan pendekatan yang
(00146) tenang dan menyakinkan
1. Tidak dapat
2. Nyatakan dengan jelas harapan
beristirahat dari skala 2
terhadap perilaku klien
(cukup berat)
3. Pahami situasi krisis yang
ditingkatkan menjadi
terjadi dari perspektif klien
skala 4 (ringan)
4. Berikan informasi faktual tekait
2. Perasaan gelisah dari diagnosa, perawatan dan
skala 2 (cukup berat) prognosis
ditingkatkan menjadi 5. Berada disisi klien untuk
skala 4 (ringan) meningkatkan rasa aman dan

3. Gangguan tidur dari mengurangi ketakutan

skala 2 (cukup berat) 6. Dorong keluarga untuk


ditingkatkan menjadi mendampingi klien dengan cara

skala 4 (ringan) yang tepat


7. Berikan objek yang
(0907) Memproses
menunjukkan perasaan aman
informasi
8. Puji/kuatkan perilaku yang baik
1. Menunjukkan proses secara tepat
pikir yang terorganisir 9. Identifikasi saat terjadinya
dari skala 2 (banyak perubahan tingkat kecemasan
terganggu) ditingkatkan 10. Bantu klien mengidentifikasi
menjadi skala 4 (sedikit situasi yang memicu kecemasan
terganggu) 11. Dukung penggunaan mekanisme
koping yang sesuai
(3009) Kepuasan
12. Pertimbangkan kemampuan
klien : perawatan
klien dalam mengambil
psikologis
keputusan
1. Informasi di berikan 13. Intruksikan klien untuk
tentang perjalanan menggunakan teknik relaksasi
penyakit dari skala 2 14. Kaji untuk tanda verbal dan non
(agak puas) verbal kecemasan
ditingkatkan menjadi Peningkatan koping (5230)
skala 4 (sangat puas) Definisi : Fasilitasi usaha kognitif
untuk meneglola stressor yang
2. Informasi di berikan
dirasakan, perubahan, atu ancaman
mengenai respon
yang mengganggu dalam rangka
emosional yang biasa
memenuhi kebutuhan hidup dan
terhadap penyakit dari
peran
skala 2 (agak puas)
Aktivitas:
ditingkatkan menjadi
1. Bantu pasien dalam memecah
skala 4 (sangat puas)
tujuan kompleks menjadi lebih
kecil, dan langkah yang dapat
dikelola
2. Dukung sikap pasien terkait
dengan harapan yang realistis
sebagai upaya untuk mengatasi
perasaan ketidakberdayaan
3. Cari jalan untuk memahami
prespektif pasien terhadap situasi
4. Kenali latar belakang
budaya/spiritual pasien
5. Dukung pasien untuk
mengklarifikasi kesalahpahaman
Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang sudah

dirumuskan.

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah


sebagai berikut.
1. Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri
2. Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan
3. Tanda-tanda vital normal
4. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
5. Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.
6. Infeksi dan komplikasi tidak terjadi
7. Rasa lelah atau keletihan berkurang/penurunan rasa lelah
8. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi nya yang menderita
diabetes melitus, efek prosedur dan proses pengobatan.
Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan diabetes mellitus dan
apabila dari poin satu sampai dengan poin 8 tersebut sudah tercapai oleh seorang
pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah sehat dan dapat
meninggalkan rumah sakit. Tetapi pasien tetap harus memperhatikan kadar gulu
dalam darahnya, dengan cara makan makanan yang sehat, bergizi dan rendah gula.

Anda mungkin juga menyukai