Anda di halaman 1dari 4

Empat Saksi Penting Hambalang Meninggal, Kenapa?

TEMPO.CO, Jakarta - Empat saksi penting dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan,
dan Sekolah Olahraga di Bukit Hambalang, Bogor, meninggal.
Muchayat, bekas Deputi Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, misalnya. Dia meninggal pada Rabu, 18
Juni 2014, karena penyakit stroke, dan mengembuskan napas terakhirnya di sebuah rumah sakit di Singapura pukul 11.30
WIB. "Benar, beliau meninggal," kata Rafina, sekretaris Munadi Herlambang, anak kandung Muchayat, saat dihubungi, Rabu,
18 Juni 2014.
Menurut Rafina, keluarga Muchayat, termasuk Munadi, bertolak ke rumah duka di Surabaya. Hal itu dibenarkan
Asman, penjaga rumah Muchayat dan Munadi di Kompleks Tanjung Barat Indah, Jakarta Selatan. "Seluruh anggota keluarga
sudah berangkat ke Surabaya," kata Asman saat dihubungi, Rabu, 18 Juni 2014.
Nama Muchayat tak bisa dilepaskan dari skandal proyek Hambalang. Tudingan terhadap Muchayat datang dari
juru bicara keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng. Menurut Rizal, Muchayat, yang pernah menjadi Wakil Presiden
Komisaris Utama Bank Mandiri, terlibat dalam pengaturan pemenangan PT Adhi Karya sebagai pelaksana proyek Hambalang
senilai Rp 2,5 triliun. Menurut Rizal, dengan menggunakan jabatannya sebagai Deputi Kementerian BUMN yang mengawasi
BUMN bidang konstruksi, Muchayat meloloskan Adhi Karya.
Sebelum Muchayat, Arif Gunawan alias Arif Gundul meninggal mendadak pada akhir 2012 dan dimakamkan di
Yogyakarta. Direktur Operasi PT Wijaya Karya Ikuten Sinulingga juga meninggal setelah jatuh dari jembatan layang Cawang,
Jakarta Timur. Lalu, ada Asep Wibowo, Direktur Utama PT Metaphora Solusi Global, yang sakit mendadak terserang stroke.
Kasus ini sendiri sudah menyeret mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan mantan Ketua
Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ke bui. Kasus keduanya kini masih di tahap persidangan.
Dituduh Rampok, Pria Ini Disiksa 13 Polisi
TEMPO.CO, Jakarta - Kuswanto, 29 tahun, merupakan satu dari beberapa korban penyiksaan aparat polisi yang
saat ini berada di Jakarta atas undangan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Para korban dan
keluarganya dengan didampingi Kontras menuntut pertanggungjawaban aparat polisi dan pemerintah Joko Widodo-Jusuf
Kalla atas siksaan yang dialami.
Kuswanto membawa serta istri dan kedua anaknya yang masih kecil menggunakan bus umum dari Kudus, Jawa
Tengah, ke Jakarta. "Keselamatan kami terancam karena mereka tahu kami akan ke Jakarta," kata Kuswanto kepada Tempo,
Sabtu malam, 6 Desember 2014.
Bekas siksaan aparat polisi tampak di sekitar leher dan dada Kuswanto. "Leher dan tubuh saya disiram bensin dan
dibakar pakai korek api. Lalu disiram cairan setiba di kantor polisi," kata Kuswanto menahan sakit.
Setiap kali bernapas dan menjawab pertanyaan, Kuswanto terpaksa berbicara perlahan untuk mencegah lubang di
lehernya mengeluarkan darah dan air. Perban putih yang menutup lubang itu basah oleh air dan darah. Ia meneguk pil
penahan sakit saat berbicara dengan Tempo. "Ini obat penahan sakit," ujarnya.
Namun istrinya, Endang Susilowati, 30 tahun, belakangan menyebutkan pil itu dibeli dari toko obat Cina di Kudus
karena tak ada uang untuk berobat.
Peristiwa penyiksaan oleh 13 polisi itu terjadi pada 21 November 2012 sore. Ia dituduh merampok toko penjual es
krim Walls di Kudus. Namun Kuswanto menolak tuduhan itu karena tidak melakukannya. Apalagi saat perampokan terjadi
dia berada di rumah saudaranya di luar kota.
Bukti dia merampok juga tak mampu ditunjukkan para polisi yang datang mencokoknya dengan pakaian preman.
Malah dia diseret ke mobil dan dibawa ke satu tempat bersama 4 temannya. Mereka disiksa namun penyiksaan terberat
dialami Kuswanto. "Dalam keadaan mata saya dilakban hitam, tangan diborgol ke belakang, saya disiram bensin dan dibakar
pakai korek api," Kuswanto menjelaskan.
Karena tak ada bukti kuat, ia dilepaskan. Setahun kemudian, Kuswanto mengetahui dari media massa perampok
sebenarnya ditangkap. "Saya mohon bantuan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan pemerintah untuk
mengobati luka saya bekas dibakar polisi," kata Kuswanto penuh harap.
Diancam, Saksi Paslon ZA-EVA Pilkada Sumenep Lapor Polisi

PortalMadura.Com, Sumenep – Syaiful Bahri, salah seorang saksi pasangan calon bupati dan wakil calon bupati
Sumenep, Madura, Jawa Timur, Zainal Abidin-Dewi Khalifah, nomor urut dua (2), melaporkan dugaan ancaman yang
dilakukan oknum kepala desa diwilayah Kecamatan Lenteng, Sumenep.
“Salah satu saksi merasa terancam atau mendapatkan teror. Itu, terjadi pada saat tidak mau menandatangani
berita acara hasil rekapitulasi perolehan suara di PPK Lenteng. Kedatangan kami ke Polres, untuk melaporkan hal itu,” terang
Moh. Ma’ruf Syah, saat mendampingi Syaiful Bahri melapor ke Polres Sumenep, Senin (14/12/2015).
Menurutnya, bentuk ancaman terhadap saksi itu ada perkataan yang membuat pelapor ketakutan dan
keselamatannya terancam.
“Ancaman itu melalui telepon. Salah satunya “jangan macam-macam dan jangan buat ulah di Desa Banaresep
Timur ini,” ucap Ma’ruf menirukan ancaman itu.
Aksi teror yang diduga dilakukan oknum kepala desa inisial SKN tersebut muncul setelah Syaiful Bahri tidak mau
menandatangani berita acara hasil rekapitulasi dan penghitungan suara ditingkat kecamatan, lantaran diduga terjadi
pelanggaran di dua TPS di desa setempat.
“Ancaman itu sudah masuk katagori tindak pidana, makanya kami berharap, polisi bisa menindaklanjuti laporan
ini,” ungkapnya.(arifin/har)
11 WNI Korban Perdagangan Manusia di Turki Berhasil Diselamatkan
JAKARTA, KOMPAS.com - Konsulat Jenderal RI Istanbul berhasil menyelamatkan dan memulangkan lima orang
WNI yang terindikasi kuat menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Turki.
Kelima orang WNI tersebut tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada Minggu (6/3/2016), dengan didampingi oleh
pejabat konsuler KJRI Istanbul.
Direktur perlindungan WNI & BHI Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal, pemulangan kali ini merupakan gelombang
kedua setelah sebelumnya KJRI Istanbul menyelamatkan dan memulangkan enam orang WNI pada tanggal 3 Maret 2016.
Sebelas orang WNI diketahui disekap oleh sindikat perdagangan manusia asal Suriah di Istanbul, Turki.
Terbongkarnya sindikat perdagangan orang di Turki ini bermula dari tiga orang WNI yang berhasil melarikan diri dari tempat
penyekapan sindikat.
Ketiga WNI tersebut lalu melaporkan kejadian yang mereka alami kepada KBRI Ankara. Karena tempat terjadinya
penyekapan berada di Istanbul, KBRI Ankara lalu bekerja sama dengan KJRI Istanbul untuk melaporkan kejadian tersebut
kepada Kepolisian Istanbul.
Menanggapi laporan dari KJRI Istanbul, polisi setempat bergerak cepat untuk melakukan penggerebekan di sebuah
bangunan yang dijadikan tempat penyekapan para WNI di wilayah Aksaray, Istanbul. Dari penggerebekan tersebut, delapan
orang WNI berhasil diselamatkan.
Mereka mengalami luka ringan akibat kekerasan fisik yang dilakukan oleh para penyekap. Polisi juga berhasil
menangkap sembilan orang pelaku penyekapan yang kesemuanya merupakan warga negara Suriah.
Setelah pemeriksaan oleh polisi setempat selesai, KJRI Istanbul lalu berkoordinasi dengan International
Organization of Migration (IOM) untuk memulangkan para WNI tersebut ke Indonesia.
"Sesampainya di Indonesia, sebelas orang WNI akan dibawa ke RPTC (Rumah Perlindungan Trauma Center)
Kementerian Sosial di daerah Bambu Apus untuk dilakukan perawatan medis dan mental," ujar Lalu Muhammad Iqbal dalam
keterangan tertulis, Minggu (6/3/2016).
Sementara itu, Unit Trafficking Bareskrim Polri, yang turut melakukan penjemputan di Bandara Soekarno-Hatta,
juga telah siap untuk melakukan pemeriksaan terhadap para korban untuk membongkar sindikat pengirim WNI yang
diperdagangkan ke luar negeri.
Menurut UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO), pelaku
perdagangan dapat terkena hukuman berat yaitu hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda sampai dengan 600 juta
rupiah.

Anda mungkin juga menyukai