Anda di halaman 1dari 26

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Manajemen Laba

Belkoui (2014:201) menyatakan bahwa Earnings management adalah

suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia da

mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan.

Hal ini adalah salah satu contoh yang mencolok dari akuntansi yang dirancang.

Manajemen laba dapat menimbulkan masalah-masalah keagenan yang dipicu dari

adanya pemisah peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham

dengan pengelola manajemen perusahaan. Manajemen selaku pengelola

perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu

dari pada pemegang saham sehingga terjadi asimetri informasi yang

memungkinkan manajemen melakukan praktek akuntansi denga orientasi pada

laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan yang

mengakibatkan adanya oportunistik manajemen akan mengakibatkan laba yang

dilaporkan semu, sehingga akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang dimasa

yang akan datang.

Sedangkan menurut Fahmi (2014:321) bahwa Earning management

(manajemen laba) adalah suatu tindakan yang mengatur laba sesuai dengan yang

dikehendaki oleh pihak tertentu atau terutama oleh pihak manajemen perusahaan.
Scott (2014:344) mengidentifikasi manajemen laba sebagai perilaku

manajemen, menggunakan pilihan yang tersedia dalam kebijakan akuntansi, atau

tindakan nyata, untuk mempengaruhi laba dan untuk mencapai beberapa tujuan

produktif pelaporan laba tertentu.Berdasarkan defenisi tersebut menunjukkan

bahwa manajemen laba merupakan pilihan merupakan pilihan kebijakan akuntansi

dan tindakan nyata oleh manajer untuk berbagai tujuan spesifik.

Hery (2016:34) meneliti bahwa kebanyakan kasus pelaporan keuangan

yang mengandung kecurangan berkaitan dengan suatu usaha untuk melaporkan

untuk lebih saji pendapatan, atau dengan menghilangkan pendapatan, baik dengan

membuat lebih saji aset dan pendapatan, atau dengan menghilangkan pendapatan

diterima dimuka (liabilitas) dan menggantikannya dengan pendapatan. Pelaporan

keuangan yang mengandung kecurangan seringkali melibatkan pengabaian

pengendalian oleh manajemen. manajemen laba terjadi apabila manajer

menggunakan kreaktivitasnya dalam penyusunan laporan keuangan dan mengatur

transaksi untuk merubah laporan keuangan dengan tujuan memberi kesan tertentu

atau mempengaruhi tindakan para stakeholders yang bergantung pada laporan

keuangan tersebut.

2.1.1.2 Motivasi Manajemen Laba

Menurut Eka (2014:143) bahwa berdasarkan teori akuntansi positif

terdapat beberapa motivasi manajemen dalam melakukan tindakan manajemen,

yaitu :
1. Manajemen laba untuk rencana bonus ( bonus purpose )

Manajer perusahaan yang mendapatkan rencana bonus akan memilih

kebijakan akuntansi yang sedikit konservatif dibandingkan dengan

manajer perusahaan tanpa rencana bonus. Manajer dengan rencana

bonus akan menghindari metode akuntansi yang melaporkan net income

lebih rendah. Manajer menggunakan laba akuntansi untuk menentukan

besarnya bonus, cendrung memilih kebijakan akuntansi yang dapat

memaksimumkan laba.

2. Manajemen laba untuk kontrak hutang jangka panjang ( covenant

purpose )

Motivasi ini selain dengan hipotesis debit covenant dalam teori

akuntansi positif yang semakin dekat suatu perusahaan dengan

pelanggan perjanjian hutang maka manajer akan cenderung lebih

memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba mendatang ke

periode berjalan sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan

mengalami pelanggaran kontrak.

3. Manajemen laba untuk motivasi politis (political motivation)

Aspek politis tidak akan dapat dilepaskan dari perusahaan, khususnya

perusahaan besar dan strategis, karena aktifitasnya melibatkan hajat

hidup orang banyak. Perusahaan yang berkecimpung di bidang

penyediaan fasilitas bagi kepentingan orang banyak seperti listrik, air,

telekomunikasi, dan sarana infrastruktur, secara politis akan

mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Perusahaan


seperti ini cenderung menurunkan laba untuk mengurangi

visibilitasnya, khususnya dalam periode kemakmuran tinggi. Tindakan

ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari

pemerintah misalnya subsidi.

4. Manajemen laba untuk motivasi perpajakan (texation motivation)

Dengan mengurangi laba yang dilaporkan maka perusahaan dapat

meminimalkan besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah.

Sebagai contoh, cara yang dilakukan misalnya merubah metode

pencatatan persediaan menjadi LIFO agar bersih yang dihasilkan

rendah.

5. Pergantian direksi

Beragam motivasi timbul di sekitar waktu pergantian direksi sebagai

contoh, direksi yang mendekati masa akhir penugasan atau pensiun

akan melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan

bonusnya. Demikian juga dengan direksi yang kurang berhasil

memperbaiki kinerja perusahaan akan cenderung memaksimalkan laba

untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya.

6. Penawaran perdana

Ketika perusahaan dinyatakan telah go public, untuk mempengaruhi

keputusan calon investor, maka manajer berusaha menaikkan laba yang

dilaporkan. Selain itu, motivasi pasar modal juga mempengaruhi dalam

tindakan manajemen laba. Penggunaan informasi secara luas oleh

investor dan analisa keuangan untuk melindungi diri sekuritasnya, dapat


menciptakan dorongan manajer untuk manipulasi laba dalam usahanya

untuk mempengaruhi kinerja sekuritas jangka pendek.

2.1.1.3 Pola Manajemen Laba

Scott (2014:345) mengungkapkan bahwa terdapat empat pola manajemen

laba yaitu:

1. Taking a bath

Praktek ini biasanya dilakukan dalam kesulitan keuangan atau periode

restrukturisasi. Manajemen dapat mengetahui biaya di masa depan,

catatan sejumlah besar kerugian, dan atau penghapusan aset saat ini

dalam rangka menciptakan “cadangan laba masa depan“ yang akan

dikathui di masa mendatang sebagai cadangan akrual.

2. Income minimization

Minimalisasi laba dilakukan ketika perusahaan sedang menikmati

periode profitabilitas tinggi. Manajemen dapat melakukan penghapusan

aset berwujud maupun tak berwujud atau pengeluaran biaya iklan suatu

barang dan pengeluaran R&D dengan tujuan untuk meminimalkan

pajak penghasilan dan atau menhindari atau mengurangi biaya politik

lainnya.

2. Income maximization

Manajemen melakukan maksimalisasi laba untuk mencapai tujuan

tertentu, seperti tujuan bonus atau menghindari pelnggaran perjanjian.


3. Income Smoothing

Praktek ini bertujuan untuk menormalkan laba untuk mencapai tren

tertentu apakan untuk sinyal pasar tentang perusahaan dapat

memperkirakan kekuatan laba persisten, untuk menciptakan “cadangan

keuntungan“ guna mengantisipasi kerugian akrual masa depan, atau

untuk manajemen menerima kompensasi yang relatif konstan.

2.1.1.4 Mekanisme Earning Management

Teknik earning management dibagi menjadi dua yaitu tekni legal yang

dibolehkan SAK dan teknik ilegal yang tidak dibolehkan SAK. Dua metode utama

earning management di jelaskan oleh Subramayam dan John (2015:133) yaitu

1. Manajemen laba melalui pemindahan laba

Pemindahan laba merupakan manajemen laba dengan memindahkan

laba dari satu periode ke periode lainnya. Pemindahan laba dapat

dilakukan dengan mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan

atau beban. Bentuk manajemen laba ini biasanya menyebakan dampak

pembalik pada satu atau beberapa periode masa depan, seringkali satu

periode berikutnya. Untuk alasan ini memindahkan laba sangat berguna

untuk peralatan laba.

2. Manajemen laba melalui klasifikasi

Laba juga ditentukan dengan secara khusus mengklasifikasikan beban

dan pendapatan pada bagian tertentu laporan laba rugi. Bentuk umum

earning management klasifikasi adalah memindahkan beban dibawah


garis atau melaporkan beban padapos luar biasa atau tidak berulang

sehingga tidak dianggap penting oleh analis. Kasus ekstrim dari bentuk

earning management ini adalah dengan membuat penyesuaian ekuitas

langsung tanpa meletakkannya pada laporan laba rugi.

Sulisyanto (2014:312) mengungkapkan bahwa ada banyak cara yang

dilakukan manajer dalam mempengaruhi laporan keuangan. Secara singkat dapat

dibedakan atas

1. Memilih metode dan standar akuntansi

Kebijakan ini relatif lebih mudah diketahui oleh pemakai laporan

keuangan.Hal ini karena prosedur yang digunakan manajer dalam

menyusun laporan keuangan harus diungkapkan dengan jelas dalam

catatan laporan keuangan yang disusunnya, termasukjika terjadi

perubahan metode akuntansi yang digunakan.

2. Mengendalikan berbagai akrual

Kebijakan ini relatif lebih sulit terdeteksi oleh pemakai laporan

keuangan.Sehingga manajer lebih cenderung memilih kebijakan

rekayasa dengan mengendalikan berbagai akrual.

2.1.1.5 Klasifikasi Manajemen Laba

Klasifikasi manajemen laba menurut Sastradipraja (2016:33), adalah

sebagai berikut:

1. Cosmetic Earnings Management

Cosmetic earnings management terjadi jika manajer memanipulasi akrual

yang tidak memiliki konsekuensi cash flow.Teknik ini merupakan hasil


dari kebebasan dalam akuntansi akrual.Akuntansi akrual membutuhkan

estimasi dan pertimbangan (judgement) yang mengakibatkan manajer

memiliki kebebasan dalam menetapkan kebijakan akuntansi.Meskipun

kebebasan ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk menyajikan

gambaran aktivitas usaha perusahaan yang lebih informatif, namun

kebebasan ini juga memungkinkan mereka memperbagus laporan

keuangan (window-dress financial statement) dan mengelola earnings.

2. Real Earnings Management

Real earning management terjadi jika manajer melakukan aktivitas dengan

konsekuensi cash flow. Real earnings management lebih bermasalah

dibandingkan dengancosmetic earnings management, karena

mencerminkan keputusan usaha yang sering kali mengurangi kekayaan

pemegang saham.

2.1.1.7 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perusahaan Melakukan

Manajemen Laba

Fahmi (2013: 286) mengungkapkan bahwa adapun faktor yang

mempengaruhi manajemen laba adalah:

1. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan saham oleh pihak institusi lain yaitu kepemilikan oleh

perusahaan atau lembaga lainnya.


2. Proporsi Dewan Komisaris Independen

Sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan

komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang

berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan.

3. Ukuran Dewan Komisaris

Organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan

atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta member nasihat kepada

direksi.

4. Keberadaan Komite Audit

Sekelompok orang yang dipilih oleh sekelompok yang lebih besar untuk

mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus

atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang

bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahnkan

independensinya dari manajemen.

5. Perencanaan Pajak

Salah satu cara yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak dalam

melakukan perpajakan usaha atau penghasilannya.

6. Ukuran Perusahaan

Sebagai besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai

perusahaan, ataupun hasil nilai total aktiva dari suatu perusahaan

7. Profitabilitas

Kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan

penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Profitabilitas


menggambarkan keberhasilan operasional perusahaan yang menunjukkan

hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang diambil oleh

manajemen perusahaan.

8. Leverage.

Kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang

mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) yang gunanya untuk

memperbesar tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bawah

manajemen laba adalah sebagai upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi

atau memengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk

mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.

Adapun pengukuran manajemen laba adalah sebagi berikut:

DAit = (TAit – TAit-1)/Ait-1

Keterangan:

DAit : Discrectionary accruals perusahaan i pada periode t

TAit : Total accruals perusahaan i pada periode ke t

TAit-1 : Total accruals perusahaan i pada periode ke t-1

Ait-1 : Total aktiva perusahaan pada i pada periode ke t-1

2.1.2 Perencanaan Pajak

2.1.2.1 Pengertian Perencanaan Pajak

Chairil Anwar (2015:18) perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi

usaha wajib pajak orang pribadi maupun badan usaha sedemikian rupa dengan

memanfaatkan berbagai celah kemungkinan yang dapat ditempuh oleh perusahaan


dalam koridor ketentuan peraturan perpajakan (loopholes), agar perusahaan dapat

membayar pajak dalam jumlah minimum

Suandy (2015:16) perencanaan pajak adalah langkah awal dalam

manajemen pajak. Pada tahp ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap

peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang

akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning)

adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.

Sumomba (2014:126) mendefinisikan perencanaan pajak sebagai sarana

untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, akan tetapi jumlah pajak

dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang akan

diharapkan oleh pihak manajemen.

2.1.2.2 Tujuan Perencanaan Pajak

Chairil Anwar (2015:21) mengemukakan bahwa secara umum tujuan

pokok dari perencanaan pajak adalah sebagai berikut :

1. Meminimalisasi beban pajak yang terutang

Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak tersebut

berupa usaha-usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam

ruang lingkup perpajakan dan tidak melanggar peraturan perpajakan

2. Memaksimalkan laba setelah pajak

3. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi

pemeriksaan pajak oleh fiskus

4. Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien dan efektif,

sesuai dengan ketentuan perpajakan, yang antara lain meliputi :


a. Mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari

pengenaan sanksi, baik sanksi administrative maupun pidana,

seperti bunga, kenaikan denda, dan hokum kurungan atau penjara

b. Melaksanakan secara efektif segala ketentuan undang-undang

perpajakan yang terkait dengan pelaksanaanpemasaran,

pembelian, dan fungsi keuangan, seperti pemotongan dan

pemungutan pajak (PPh pasal 21, pasal 22, dan pasal 23)”.

2.1.2.3 Manfaat Perencanaan Pajak

Suandy (2015:20), beberapa manfaat yang biasa diperoleh dari perencanaan

pajak yang dilakukan secara cermat :

1. Penghematan kas keluar, karena beban pajak yang merupajkan unsur

biaya dapat dilurangi.

2. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash flow), karena dengan

perencanaan pajak yang matang dapat diperkirakan kebutuhan kas untuk

pajak, dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat

menyusun anggaran kas secara lebih akurat

2.1.2.4 Strategi Perencanaan Pajak

Chairil Anwar (2015:21) Strategi perencanaan pajak antara lain

1. Tax Saving

Tax saving adalah upaya untuk mengefisienkan beban pajak melalui

pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tariff yang lebih rendah.


2. Tax Avoidance

Tax avoidance adalah upaya mengefisienkan beban pajak dengan cara

menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi

yang bukan objek pajak .

3. Penundaan/Penggeseran Pembayaran Pajak

Penundaan/penggeseran kewajiban pajak dapat dilakukan tanpa

melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.

4. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan

Wajib pajak seringkali kurang mendapat informasi mengenai

pembayaran yang dapat dikreditkan. Sebagai contoh : PPh pasal 22 atas

pembelian solar dari pertamina yang bersifat final jika pembeliannya

perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran migas.

5. Menghindari Pemeriksaan Pajak dengan Cara Menghindari Lebih Bayar

Menghindari pemeriksaan pajak dapat dilakukan dengan mengajukan

pengurangan pembayaran angsuran PPh pasal 25 ke KPP yang

bersangkutan, apabila berdasarkan estimasi dalam tahunan pajak yang

bersangkutan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. Selain itu dapat

juga mengajukan permohonan pembebasan PPh pasal 22 impor apabila

perusahaan melakukan impor.

6. Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan

Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan

dengan cara menguasai peraturan perpajakan


2.1.2.5 Persyaratan Perencanaan Pajak Yang Baik

Sumomba (2014:130) tax planning yang baik mensyaratkan beberapa hal

1. Tidak melanggar ketentuan perpajakan.

Jadi rekayasa perpajakan yang didesain dan diimplementasikan bukan

merupakan tax evasion.

2. Secara bisnis masuk kapal

Kewajaran melakukan transaksi bisnis harus berpegang kepada praktik

perdagangan yang sehat dan menggunakan standard arms length price

atau harga pasar yang wajar, yakni tingkat harga antara pembeli dan

penjual yang independen, bebas melakukan transaksi.

3. Didukung oleh bukti-bukti pendukung yang memadai (misalnya kontrak,

invoice, faktur pajak, PO, dan DO)

Kebenaran formal dan materil suatu transaksi keuangan perusahaan dapat

dibuktikan dengan adanya kontrak perjanjian dengan pihak ketiga atau

purchase order (PO) dari pelanggan, bukti penyerahan barang/jasa

(delivery order), invoice, faktur pajak sebagai bukti penagihan serta

pembukuannya (general ledger)”

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

perencanaan pajak adalah Salah satu cara yang dapat dimanfaatkan oleh wajib

pajak dalam melakukan perpajakan usaha atau penghasilannya.

Adapun pengukuran manajemen pajak adalah

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝐸𝑇𝑅 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
2.1.3 Ukuran Perusahaan

2.1.3.1 Pengertian Ukuran Perusahaan

Brigham (2015:154) menyatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan

ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan yang ditunjukan atau dinilai oleh total

asset, total penjualan, jumlah laba, beban pajak dan lain-lain. perusahaan dengan

ukuran besar memiliki akses lebih besar dan luas untuk mendapat sumber

pendanaan dari luar, sehingga untuk memperoleh pinjaman akan menjadi lebih

mudah karena dikatakan bahwa perusahaan dengan ukuran besar memiliki

kesempatan lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam

industry.

Sedangkan menurut Hartono (2015:65) ukuran perusahaan (firm size)

adalah besar kecilnya perusahaan dapat diukur dengan total aktiva besar harta

perusahaan dengan menggunakan perhitungan nilai logaritma total

aktiva.Penilaian ukuran perusahaan dapat mengginakan tolak ukur total asset. Hal

ini dimaksud untuk mengurangi fluktuasi data tang berlebih. Jika nilai total asset

langsung dipakai begitu saja maka nilai variabel akan sangat besar, miliar bahkan

trilun. Karena total asset perusahaan bernilai besar maka hal ini dapat

disederhanakan dengan mentransformasikannya kedalam logaritma natural, tanpa

mengubah proporsi dari nilai asal yang sebenarnya.

Kemudian ukuran perusahaan menurut Torang (2016:76) menyatakan

bahwa Ukuran organisasi adalah menentukan jumlah anggota yang berhubungan

dengan pemilihan cara pengendalian kegiatan dalam usaha mencapai tujuan.

Ukuran perusahaan cenderung mencerminkan penilaian pemegang saham atas


keseluruhan aspek dari financial performance di masa lampau dan prakiraan

dimasa yang akan dating. Semakin besarnya asset perusahaan akan membuat

perusahaan memiliki kestabilan dalam kondisi keuangannya sehingga akan lebih

mudah dalam memperoleh modal dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki

asset yang lebih rendah.

2.1.3.1 Klasifikasi Ukuran Perusahaan

Klasifikasi ukuran perushaan menurut UU No. 20 Tahun 2008 dibagi

kedalam 4 (empat) kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan

usaha besar. Pengertian dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha

besar menurut UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 (Satu ) adalah sebagai berikut:

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro

sebagaimana diatur dalam undang-undangini.

2. Usaha kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menajdi bagian langsung maupun tidak

langsung dari usaha menengah atau besar yang memenuhi kriteria

usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha

yang bukan merupakan anak perushaan atau cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak


langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah

kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur

dalam undang-undangini.

Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan

usaha dengan sejumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar

dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik Negara atau Swasta,

usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Kriteria ukuran perushaan yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.1
Kriteria Ukuran Perusahaan
Ukuran Perusahaan Kriteria
Assets ( Tidak termasuk Penjualan Tahunan
tanah dan bangunan
tempatusaha)
Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 Juta
Usaha Kecil >50 Juta-500 Juta >300 juta-2.5 M
Usaha Menengah >10 juta-10 M 2.5 M-50 M
Usaha Besar >10 M >50 M

2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ukuran Perusahaan

Hartono (2015:143) mengungkapkan bahwa adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi Ukuran Perusahaan adalah

1. Besarnya total aktiva

Keseluruhan aktiva lancar yaitu uang kas dan aktiva-aktiva lain atau

sumber-sumber yang diharapkan akan direalisasikan menjadi uang kas

atau dijual atau dikonsumsi selama siklus usaha perusahaan yang normal

atau dalam waktu satu tahun.


2. Besarnya hasil penjualan

Keadaan setelah kita selesai melakukan transaksi penjualan kepada

konsumen (pembeli), hasil tersebut merupakan keadaan posisi penjual

setelah.

3. Besarnya kapitalisasi

Sebuah istilah bisnis yang menunjuk pada harga keseluruhan dari sebuah

perusahaan yaitu harga yang harus dibayar seseorang bila ingin membeli

100% kepemilikan perusahaan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut diatas ukuran perusahaan adalah

skala perusahaan yang dilihat dari total aktivaperusahaan pada akhir tahun.

Adapun pengukuran ukuran perusahaan adalah

Size= Log Total Aktiva

2.1.4 Leverage

2.1.4.1 Pengertian Leverage

Leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara hutang

perusahaan terhadap modal, rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan di

biayai oleh hutang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang di

gambarkan oleh modal Harahap (2015:76). Permasalahan Leverage akan selalu

di hadapi oleh perusahaan bila perusahaan tersebut menanggung sejumlah beban

atau biaya, baik biaya tetap operasi maupun biaya financial. Baya tetap operasi

merupkan beban atau biaya tetap yang harus di perhitungkan sebagai akbiat dari

fungsi pelaksanaan investasi, sedangkan biaya financial merupakan beban atau

biaya yang harus di perhitungkan sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi


pendanaan.Jadi, beban atau biaya tetap sebenarnya merupkan risiko yang harus

ditanggung perusahaan dalam pelaksanaan keputusan-keputusan keuangan.

Sedangkan menurut Fahmi (2014:87) Leverage merupakan ukuran yang

dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya

jaminan yang tersedia untuk kreditor. Kebijakan leverage timbul jika perusahaan

dalam membiayai kegiatan operasionalnya menggunakan data pinjaman atau dana

yang mempunyai beban tetap seperti beban bunga. Tujuan perusahaan mengambil

kebijakan leverage yaitu dalam rangka meningkatkan dan memaksimalkan

kekayaan dari pemilik perusahaan itu sendiri. Leverage selalu berurusan dengan

biaya tetap operasi maupun finanisal. Biaya tetap operasi adalah iaya yang harus

dikeluarkan oleh perusahaan karena mengadakan kegiatan investasi, baik itu

investasi perlengkapan, peralatan ataupun juga investasi jangka panjang.Biaya

tetap yang telah perusahaan hitung merupakan dampak yang harus menjadi

tanggung jawab perusahaan karena telah melakukan fungsi financial dan juga

keputusan dalam mengatur laju keuangan.

Adapun menurut Wiagustini (2015:75) Leverage adalah kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang atau mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai dengan

hutang. Dengan demikian jelas bahwa penggunaan leverage dapat menimbulkan

beban dan resiko bagi perusahaan, apalagi jika keadaan perusahaan sedang

memburuk. Disamping perusahaan harus membayar beban bunga yang semakin

besar, kemunkinan perusahaan mendapat penalty dari pihak ketigapun bias terjadi.
2.1.4.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Leverage

Menurut Kasmir (2015:153) terdapat beberapa tujuan perusahaan

menggunakan rasio leverage yaitu :

1. Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak

lainnya (kreditor).

2. Untuk menilai keammpuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban

yang bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga).

3. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap

dengan modal.

4. Untuk menilai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang.

5. Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap

pengelolaan aktiva.

6. Untuk menilai atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal

sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang.

7. Untuk menilai berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih, terdapat

sekian kalinya modal sendiri yang dimiliki, dan tujuan lainnya.

Sementara itu, Kasmir (2015:154) menyatakan bahwa manfaat rasio

leverage adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisa kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban

kepada pihak lainnya.

2. Untuk menganalisis kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang

bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman dan bunga).


3. Untuk menganalisis keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva

tetap dengan modal.

4. Untuk menganalisis seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang.

5. Untuk menganalissi seberapa besar utang perusahaan berpengaruh

terhadap pengelolaan aktiva.

6. Untuk menganalissi atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal

sendiri yang diajdikan jaminan utang jangka panjang.

7. Untuk menganalisis berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih ada

terdapat sekian kalinya modal sendiri, dan manfaat lainnya.

2.1.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Leverage

Wiagustini (2015:80) Adapun faktor yang mempengaruhi Leverage adalah

1. Likuiditas

Kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban

keuangan yang segera dapat dicairkan atau yang sudah jatuh tempo.

2. Peluang Pertumbuhan

Perubahan total aktiva yang dimiliki perusahaan.

3. Agunan (Jaminan)

Kemampuan nasabah untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang

diperjanjikan.

4. Pembayaran Deviden

Pembagian uang tunai yang dilakukan oleh para pemegang saham atas

keuntungan perusahaan, baik itu laba yang didapatkan dari periode yang

sedang berjalan ataupun laba dari periode sebelumnya.


5. Profitabilitas

Hasil bersih aktifitas operasi usaha dalam periode tertentu yang dinyatakan

dalam istilah keuangan.

6. Ukuran Perusahaan

Proksivolatilitas, operasional dan inventory cotrolability yang seharusnya

dalam skali ekonomis besarnya perusahaan menunjukan pencapaian

operasi lancer dan pengendalian persediaan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

leverage adalah suatu tingkat kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva

dan atau dana yang mempunyai beban tetap (hutang dan atau saham istimewa)

dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan untuk memaksimisasi kekayaan

pemilik perusahaan.

Adapun pengukuran leverage adalah sebagai berikut:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝐿𝑒𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini penulis melakukan berbagai peninjauan pada penelitian

terdahulu untuk menjadi acuan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dari penelitian terdahulu

dapat disimpulkan perencanaan pajak dan ukuran perusahaan berpengaruh

terhadap manajemen laba yang dimediasi oleh leverage


1. Pengaruh Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba

Suandy (2015:16) perencanaan pajak adalah langkah awal dalam

manajemen pajak. Pada tahp ini dilakukan pengumpulan dan penelitian

terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan

penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan

perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban

pajak

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(……………) bahwa perencanaan pajak berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba

2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba

Brigham (2015:154) menyatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan

ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan yang ditunjukan atau dinilai oleh

total asset, total penjualan, jumlah laba, beban pajak dan lain-lain.

perusahaan dengan ukuran besar memiliki akses lebih besar dan luas untuk

mendapat sumber pendanaan dari luar, sehingga untuk memperoleh

pinjaman akan menjadi lebih mudah karena dikatakan bahwa perusahaan

dengan ukuran besar memiliki kesempatan lebih besar untuk

memenangkan persaingan atau bertahan dalam industry.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(……………) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba
3. Pengaruh Perencanaan Pajak dan Ukuran Perusahaan terhadap

Manajemen Laba

Hasil penelitian ini akan dikembangkan dalam penelitian ini, sehingga

nantinya kan didapatkan hasil berpengaruh atau tidaknya perencanaan

pajak dan ukuran perusahaann terhadap manajemen laba

4. Pengaruh Perencanaan Pajak terhadap Manajemen Laba yang

dimediasi oleh Leverage

Hasil penelitian ini akan dikembangkan pada penelitian ini, sehingga

nantinya kan didapatkan hasil berpengaruh atau tidaknya perencanaan

pajak yang dimediasi oleh leverage sebagai variabel moderasi

5. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba yang

dimediasi oleh Leverage

Hasil penelitian ini akan dikembangkan pada penelitian ini, sehingga

nantinya kan didapatkan hasil berpengaruh atau tidaknya perencanaan

pajak yang dimediasi oleh leverage sebagai variabel moderasi


Gambar 2.1
Kerangka Pikir

Variabel Independen Variabel Moderating Variabel Dependen

Kompensasi (X1) H1

H3
Stres Kerja (Z) Turnover (Y)

H4

Kepuasan Kerja (X3) H2

2.4 Hipotesis

Berdasarkan teori kerja dan kerangka pemikiran ditas, hipotesis yang di

ajujkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Perencanaan Pajak berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2013-2017

2. Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2013-2017

3. Perencanaan Pajak berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba yang

dimediasi oleh Leverage pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017


4. Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba yang

dimediasi oleh Leverage pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017

Anda mungkin juga menyukai