Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah lautan yang lebih luas dari
daratan. 2/3 wilayah Indonesia ditutupi oleh air laut (Lilis, 2015). Indonesia juga merupakan
negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada dengan total panjang garis
pantai Indonesia adalah 99.093 kilometer (national geographic, 2013). Adapun garis pantai
Kanada sebagian besarnya ditutupi oleh es dan permafrost, sedangkan Indonesia seluruh garis
pantainya menikmati matahari dari garis khatulistiwa.

Indonesia, dengan kelimpahannya akan air laut, nyatanya belum mampu memenuhi
kebutuhan garamnya sendiri. Garam adalah senyawa ionik yang tidak bermuatan. Garam terbentuk
dari hasil reaksi antara asam dan basa. Hal inilah yang membuat garam larut di dalam air. Garam
larut dalam air karena dalam air akan membentuk ion positif (kation) dan ion negatif (kation). Ion-
ion yang terbentuk dari garam bisa berupa senyawa anorganik, organik, ataupun monoatomik.
Kandungan yang sangat penting dalam garam konsumsi maupun garam industri adalah NaCl.

Garam pernah dianggap menjadi sesuatu yang sangat berharga oleh Orang Yunani Kuno.
Orang Yunani Kuno menjadikan garam sebagai mata uang. Orang-orang bahkan rela berperang
hanya untuk memperebutkan garam. Hingga pada tahun 1800an, garam mulai dipakai untuk
mengawetkan makanan dengan teknik pengasinan untuk mencegah tumbuhnya bakteri. Pada
masa itu semua garam diproduksi dengan teknik penguapan manual mengandalkan sinar
matahari. Daerah yang tidak terlalu kering dan tidak memungkinkan metode penguapan biasanya
memproduksi garam dengan metode pemanasan. Air laut atau air tanah asin dari sumur yang
memiliki kedalaman hingga 0,6 mil dipanaskan dalam panci timbal dangkal diatas api hingga
membentuk kerak. Kerak yang terbentuk kemudian dikerok dan terbentuklah garam.

Pada tahun 1860an, ditemukan teknik produksi garam baru yang dikenal dengan proses
Michigan/proses Grainer. Teknik ini memproduksi garam dengan cara memanaskan air garam
oleh uap berjalan melalui pipa yang direndam dalam air. Pada tahun 1880an, teknik pemanasan
dengan panci terbuka sudah sangat jarang dilakukan, teknik tersebut digantikan dengan
perangkat vakum evaporator efek ganda yang biasa ditemukan dalam industri gula. Adapun
produsen terbesar garam di dunia saat ini adalah Amerika Serikat, lalu diikuti oleh China, Rusia,
Jerman, Inggris, India, dan Perancis. Garam di Indonesia merupakan satu dari sembilan jenis
bahan kebutuhan pokok masyarakat menurut keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No. 15/MPP/KEP/2/1998.

Penggunaan garam selama ini terkonsentrasi pada tiga bidang, yaitu bahan pangan,
industri (sebagai bahan baku maupun bahan bantu), dan bahan pengawet (Prasetyaningsih,
2008). Untuk garam industri, penggunaan dapat dilihat pada industri soda elektrolisis dan
industri perminyakan. Garam merupakan komoditas yang cukup penting pada industri. Industri
pengolahan hasil perikanan, baik tradisional maupun modern memanfaatkan garam sebagai
bahan bantu pengolahan, umumnya digunakan untuk pembuatan ikan asin, ikan pindang, dan
produk ikan fermentasi. Industri pengolahan yang modern umumnya memanfaatkan garam untuk
memperbaiki cita rasa, penampilan, dan sifat fungsional produk yang dihasilkan. Secara umum,
garam berfungsi sebagai pengawet dan penambah cita rasa untuk daging ikan. Industri lain yang
memerlukan garam antara lain : perminyakan, tekstil, pakan ternak dan klor alkali (CAP).

Garam konsumsi terbagi atas garam meja dan garam dapur. Perbedaan keduanya terletak
pada kadar NaClnya dan spesifikasi mutu. Untuk konsumsi rumah tangga, garam ditambahkan zat
aditif berupa Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO3).Selain digunakan untuk meningkatkan
rasa makanan, garam digunakan pula sebagai pengawet, penguat warna, bahan pembentuk tekstur,
dan sebagai bahan pengontrol fermentasi. Garam konsumsi sangat diperlukan tubuh untuk
keseimbangan mineral dan konsentrasi cairan tubuh. Kekurangan garam dapat mnyebabkan tidak
fokus dan gangguan kelenjar tubuh.

Di Indonesia, garam dikualifikasikan menjadi garam K1, K2, dan K3. Garam K1
merupakan garam hasil proses kristalisasi pada larutan 26 –29,5oBe. Garam K1 memiliki kadar
NaCl minimum 97,1%. Garam K2 merupakan garam dengan kualitas lebih rendah daripada K1.
Garam ini merupakan sisa kristalisasi pada konsentrasi larutan 29,5 –35oBe dan memiliki kadar
NaCl minimum 94,7%. Secara fisik, garam K2 berwarna kecoklatan. Garam K3 merupakan
garam kualitas terendah. Garam ini merupakan sisa kristalisasi pada konsentrasi larutan di atas
35oBe dan memiliki kadar NaCl kurang dari 94,7%. Secara fisik, garam K3 berwarna coklat dan
masih bercampur lumpur.

Perbedaan antara garam konsumsi maupun garam industri dijelaskan pada perbedaan
baku mutu menurut Standar Nasional Indonesia. Garam industri yang berstandar nasional tidak
memiliki kalium iodidat dalam campurannya. Namun dewasa ini, untuk meningkatkan
produktivitas industri, garam industri diharuskan memiliki kandungan NaCl minimal 97%.

Kebutuhan garam di Indonesia mencapai 3,61 juta ton dengan 2,13 juta tonnya merupakan
garam industri. Direktur utama PT Garam (Persero) R Achmad Budiono mengatakan bahwa
Indonesia mengimpor 3 juta ton garam pada tahun 2016. Sedangkan Indonesia pada tahun 2016
baru dapat memproduksi 144 ribu ton garam atau hanya 4,5 persen dari target produksi 3,1 juta
ton garam. Hal ini menyebabkan Indonesia mengalami kerugian dengan mengeluarkan lebih dari
1,5 triliun hanya untuk impor garam.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk tetap mengimpor garam karena kualitas garam
di Indonesia belum memenuhi standar baku mutu garam khususnya garam industri. Perlu diketahui
bahwa garam yang dibutuhkan Indonesia bukan hanya yang dikonsumsi tapi juga garam industri.
Garam banyak diperlukan oleh industri hilir kimia seperti pabrik plastik dan polimer. Pabrik PVC
(polivinil klorida) misalnya, pabrik ini akan memerlukan garam yang direaksikan pada tahap awal
untuk mendapatkan gas klorin sebagai bahan baku. Pabrik PVC rata-rata membutuhkan 300.000
ton garam per tahun dalam proses produksinya.

Kebutuhan garam industri dan garam konsumsi juga meningkat seiring dengan
pembangunan dan mulai didirikannya banyak pabrik dan industri baru di Indonesia. Data dari
Kementrian Perindustrian menyebutkan bahwa saat ini kebutuhan garam industri hanya untuk PT.
Asahimas mencapai 850.000 ton per tahun. dengan peningkatan kapasitas produksi NaOH dari
500.000 ton per tahun menjadi 700.000 ton per tahun, vinyl chloride monomer (VCM) dari 400.000
ton menjadi 800.000, dan polyvinyl chloride (PVC) dari 300.000 ton menjadi 550.000 ton per
tahun yang menelan investasi US$400 juta membutuhkan tambahan garam 800.000 ton lagi. Jika
Indonesia ingin membangun industrinya, Indonesia juga harus membangun tambak garamnya.

Kualitas garam yang diproduksi di Indonesia yang kurang dapat disebabkan oleh tambak
garam yang masih sangat tradisional. Tambak garam hanya mengandalkan sinar matahari dan tidak
optimal jika hujan turun. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah maupun petani garam mulai
melakukan inovasi, contohnya menggunakan teknik penambahan perebusan garam supaya tetap
dapat memproduksi garam meski dalam cuaca yang tidak mendukung. Banyaknya solusi yang
mulai diterapkan pada akhirnya dapat membuat Indonesia pada tahun 2014 mampu memproduksi
garam konsumsi sebanyak 2,19 juta ton dengan hasil produksi yang didominasi dari garam yang
diproduksi oleh produsen besar dan sisanya adalah garam rakyat.

Garam rakyat adalah garam yang dihasilkan dari tambak-tambak garam warga yang
biasanya dihimpun oleh pemerintah kota/kabupaten setempat meski kebanyakan garam masih
diproduksi dengan teknik penguapan dengan matahari.

Meskipun saat ini produksi garam telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
Indonesia, disaat yang sama terjadi penurunan produksi garam rakyat hingga menjadi angka
produksi yang paling rendah selama 5 tahun terakhir. Faktor utama yang menjadi penyebab
menurunnya tingkat produksi garam rakyat adalah makin tidak menentunya cuaca dan pendeknya
musim panas yang hanya berlangsung selama 2 bulan. Hal ini memberikan fakta bahwa kita sudah
tidak lagi dapat mengandalkan musim panas jika ingin swasembada garam.

Selain itu, Indonesia juga masih belum dapat memproduksi garam industri. Kadar garam
yang diproduksi di Indonesia masih kurang memenuhi standar baku mutu garam industri. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah cuaca. Cuaca yang terlalu lembab
dengan musim kering yang sedikit akan membuat garam yang diproduksi tidak pekat. Garam yang
diproduksi di Indonesia bahkan masih banyak berada pada standar K3, yaitu garam yang tidak
layak dikonsumsi karena kadar NaClnya terlalu rendah (dibawah 80%). Kelebihan garam
konsumsi dan garam-garam yang berada dibawah standar baku mutu itu perlu mengalami
pemurnian dan diperlukan rekayasa agar dapat memiliki kandungan NaCl yang lebih banyak dari
sebelumnya. Maka dari itu, metode konvensional harus segera mengalami inovasi agar tidak
tergerus zaman. Hanya mengandalkan matahari akan membuat produksi hanya berjalan di bulan
Juli hingga November. Bahkan saat ini musim panas sudah tidak lagi beraturan.

Tentu saja, dengan terus melakukan impor garam negara Indonesia bisa mendapat garam
berkualitas tinggi atau paling tidak sudah memenuhi spesifikasi SNI/SII Nomor 140-76 tentang
pembuatan makanan dengan biaya 1,5 triliun. Namun melakukan impor secara terus menerus
dinilai bisa merugikan negara. Uang yang digunakan untuk membeli garam dari luar negeri setiap
tahunnya akan lebih dari cukup untuk menginisiasi tambak garam di Indonesia untuk swasembada
garam. Jika Indonesia telah swasembada garam, tidak ada lagi uang 1,5 triliun yang harus dibayar
setiap tahunnya.
Terus melakukan impor pun membuat petani garam lokal merugi. Lama kelamaan tambak
garam akan gulung tikar dan membuat kesejahteraan petani-petani garam berkurang. Petani garam
yang berhenti tersebut akan meningkatkan jumlah pengangguran dan menutup lahan pekerjaan.
Baron dalam skripsinya menyebutkan bahwa saat ini saja kesejahteraan petani garam sudah sangat
rendah, contohnya di Kabupaten Jeneponto, 80% petani garam hanya mendapatkan pendapatan
dalam rentang Rp 600.000 sampai dengan Rp 1.000.000. Hal ini tentu jauh lebih rendah dari Upah
Minimum Pegawai yang mencapai Rp 2.500.000,00.

Sebenarnya cita-cita untuk swasembada garam telah diutarakan oleh Kementrian kelautan
dan Perikanan dan sudah menjadi cita-cita dari pemerintahan saat ini. Kementrian Perindustrian
menargetkan Indonesia untuk swasembada garam di tahun 2019. Untuk mencapai swasembada
garam ini diperlukan metode baru untuk tetap dapat memproduksi garam dengan kualitas tinggi di
setiap cuaca. Salah satu metode baru yang dapat diterapkan sebagai solusi atas masalah ini adalah
teknik penggunaan garam dengan geomembran

Geomembran adalah adalaha material geosintetik dari polimer dengan permeabilitas rendah,
yang digunakan dalam aplikasi teknik sipil dan geoteknik dengan tujuan mengurangi atau
mencegah aliran fluida cair melalui konstruksi. Pabrik-pabrik umumnya memproduksi struktur
bahan geosintetik ini dalam bentuk lembaran. Geomembran berfungsi sebagai penahan pada jalur
aliran air atau limbah dan penahan berupa tutup untuk mengontrol bau. Geomembran juga
berfungsi sebagai pengisolasi kontaminan dengan cara menutupnya dan pengisolasi kandungan
senyawa organik volatil di daerah bekas industri (brownfields). Geomembran tersusun dari
polimer dasar, pigmen, dan stabiliser/modifier. Polimer tentunya berfungsi sebagai bahan baku.
Pigmen berperan sebagai penahan UV, kontrol temperatur, dan penambah nilai estetika.
Sementara itu, modifier merupakan zat aditif yang memiliki peran-peran tertentu, seperti
antioksidan, pengontrol panas, penahan asam, antimikroba, dsb. Struktur geomembran terkadang
ditambahkan lapisan-lapisan penguat lain seperti, serat, benang, dan pengikat. [Sumber:
Environmental Show of the South, April 2016 GEOMEMBRANE SHORT COURSE Gary
Kolbasuk Principal Scientist Raven]. Gambar berikut ini dapat menjelaskan aplikasi lain dari
geomembrane:
Geomembran dapat digunakan pada industri garam untuk 3 area :kolam evaporasi untuk
merecovery garam, pelarutan bertingkat pada batuan mineral, dan pembersihan penggilingan
(batuan yang memiliki mineral yang paling banyak dihilangkan). Kolam evaporasi dan pelarutan
bertingkat adalah aplikasi terbesar dari geomembrane, dan pelarutan bertingkat adalah yang
paling kompleks. Metode ini pertamakali diterapkan di Utah, USA dan di Sociedada Quimica y
Minera de Chile S.A. (SQ) di Chili Utara.

Geomembran pada awalnya digunakan untuk sekat pemisah dalam penimbunan sampah
(landfill) untuk menyaring air lindi yang berbahaya dan menjadi agen pencemar bagi tanah dan
air tanah. Lapisan geomembran adalah lapisan yang kuat karena harus tahan terhadap semua
tekanan selama proses instalasi, konstruksi, operasi dan penutupan landfill.

Geomembrane tipe black HDPE tarpaulin dalam aplikasinya dapat menggantikan proses
bloking penyebaran air laut ke tanah dalam kolam kristalisasi. Hal ini telah didemonstrasikan
dengan mengatur konsentrasi air laut dalam kolam kristalisasi sampai ke level 21-23OBe
mengikuti fraksi kristalisasi. Sebagai tambahan, alat filtrasi untuk padatan yang lebih besar sudah
dipasang sebelum kolam kristalisasi. Modifikasi ini meningkatkan kuantitas garam dari 70.000
kg/tahun per ha ke 117.500 kg./tahun per ha. Metode ini juga meningkatkan kemurnian garam
NaCl dari 90% ke 98,4%.

Tahapan untuk memasang geomembran ini adalah :


1. Lahan tambak diubah menjadi tata letak semi-intensif, bukan lagi tambak dengan
penampang seperti tambak tradisional. Tata letak semi-intensif meliputi :
a) Kolam penyimpanan air dari laut
b) 2 petak peminihan
c) Galur (galengan)
d) Kolam penyimpanan air tua
e) Meja kristalisasi

Hanya dengan mengubah tata letak ini, produksi garam bisa meningkat secara
signifikan, mencapai 40% hingga 60%. Hal ini dikarenakan perbandingan area yang
digunakan, yang 35%nya dipakai untuk kolam air tua, petak peminihan, galur,
sedangkan 65% sisanya dipakai untuk meja kristalisasi. Besarnya meja kristalisasi
akan membuat proses kristalisasi hanya memerlukan 14 hari dari yang sebelumnya
mencapai 30 hari.

2. Lembaran plastik penutup meja kristalisasi


Untuk meningkatkan kualitas garam, petani garam harus bersedia untuk menambah
fasilitas garam yang ada. Garam-garam yang tidak memenuhi SNI biasanya bisa
diindikasi dari warna coklat dan rapuh. Dalam teknologi geo membrane seluruh meja
kristalisasi harus dilapisi dengan lembaran plastik. Hal ini dilakukan untuk menjaga
kebersihan garam yang diproduksi.
Petani garam dapat memanen garam secara kontinu tanpa harus mengkhawatirkan
kualitas kristal garam karena kristal garam tidak berinteraksi dengan tanah. Hal ini
membuat kristalgaram yang dihasilkan berwarna putih, bersih dan memiliki nilai jual
tinggi. Ini akan mencegah adanya lumpur dari tanah yang ikut bercampur dalam meja
kristalisasi.
3. Lembaran plastik yang dipakai
Lembaran plastik untuk geomembrane dapat menggunakan nomor 12 (ketebalan 500
mikron). Plastik penutup dapat dicuci dan harus dirawat karena cukup mahal.
4. Cara instalasi geo membrane
 Hitung luas plastik geomembrane yang akan digunakan
 Buat galur pada meja kristalisasi ber geo membrane
 Meja kondensasi kristalisasi dibuat datar permukaannya
 Perluas plastik geomembrane pada meja kristalisasi untuk seluruh permukaan
kristalisasi
 Kuatkan tepi plastik geomembrane dengan memasang pasak kayu

Pengaplikasian geomembran ini juga dapat dikombinasi dengan elektrolisis dan evaporasi
seperti yang dilakukan di “Garam Manis Company” untuk mencapai standar garam industri.
Elektrolisis dilakukan untuk mengurangi zat pengotor (magnesium dan kalsium) dalam air laut
sampai 300 ppm. Jika kadar magnesium dikurangi, maka kemurnian garam semakin tinggi.

Evaporasi dilakukan untuk meningkatkan kuantitas garam yang dihasilkan, dengan


melihat kontak antara air dan udara sebanyak-banyaknya dengan metode menyemprotkan air laut
ke kolam peminihan. Cara ini dapat meningkatkan produksi garam kurang lebih 30 ton/tahun per
ha tambak.

Geomembran digunakan untuk melapisi lahan supaya tidak ada kontak langsung dengan
tanah supaya tetap bersih. Mekanisme proses ini dimulai dari masuknya air laut menjadi petak
garam dengan sel elektrolisis pada bawah roda. Geomembran adalah lapisan dari garam dalam
galur untuk mengurangi permeabilitas dari tanah untuk mencegah infiltrasi air dan mencegah
kontak secara langsung antara tanah dan garam. Geomembran dapat meningkatkan tingkat
evaporasi dari air garam karena geomembran memiliki daya serap tinggi terhadap absorpsi
cahaya matahari. Penggunaan geomembran pada pembuatan garam diharapkan dapat menjadi
solusi dan diterapkan supaya negeri yang kaya akan air lautnya ini dapat swasembada garam dan
memproduksi garam industri sendiri.

REFERENSI :

Breitenbach, A. J., Smith, M. E., P.E. “Overview of geomembrane history in the mining industry”
T.D. Stark and J.M. Hynes. 2009. “Geomembranes for Canal Lining”. Geosynthetics 2009
February 25-27 2009, Salt Lake City, Utah
“Standard Guide for Mechanical Attachment of Geomembrane to Penetrations or Structures”.
ASTM International
“Geomembran”. ViaCon

Anda mungkin juga menyukai