Anda di halaman 1dari 3

- Kasus Penyalahgunan obat dumolid (antidepresan)

Dumolid adalah nama merek dari obat generik nitrazepam 5 mg yang termasuk ke
dalam kelas obat Benzodiazepin, obat penenang. Obat dumolid adalah salah satu pilihan obat
yang paling sering diresepkan untuk terapi jangka pendek guna mengobati gangguan tidur
(insomnia) parah, kejang, gangguan kecemasan, dan depresi.

Nitrazepam termasuk ke dalam psikotropika golongan IV. Obat-obat golongan


psikotropika sejatinya hanya bisa dikeluarkan dengan resep dokter. Ketika seseorang tanpa
resep mendapatkan dan mengonsumsi obat dumolid untuk mendapatkan efek penenangnya,
penggunaan berubah menjadi penyalahgunaan.

Nitrazepam 5 mg menimbulkan perasaan tenang dan relaksasi secara fisik dan mental,
yang menciptakan efek ketergantungan tingkat tinggi. Sudah terbukti tidak hanya pada pasien
yang diberikan resep secara ketat dan teratur, juga pada mereka yang secara ilegal
menyalahgunakan obat dumolid sebagai narkotika.

Polisi dari Polres Metro Jakarta Selatan menangkap Tora Sudiro terkait dengan
kepemilikan Dumolid di rumahnya yang terletak di Tangerang Selatan pada Kamis, 3
Agustus, lalu. Polisi juga mengamankan istri Tora, Mieke Amalia. Dari rumahnya di
Perumahan Bali View, Tangerang Selatan, polisi menyita barang bukti berupa 30 butir
Dumolid. Penangkapan Tora dilakukan polisi dari hasil pengembangan kasus 3 minggu
sebelumnya. Polisi kemudian langsung melakukan tes urine kepada Tora dan istrinya,
Mieke. Hasilnya menunjukkan keduanya positif menggunakan obat keras. Setelah diketahui
positif, polisi langsung melakukan pemeriksaan intensif terhadap Tora dan Mieke di Polres
Metro Jakarta Selatan. Esoknya, Jumat (4/8), polisi menetapkan Tora sebagai tersangka. Tora
disangkakan dengan pidana Pasal 62 UU Psikotropika Nomor 5 Tahun 1997 terkait dengan
kepemilikan Dumolid.

"Dengan barang bukti tersebut, kita sesuai UU Psikotropika Tahun 1997 kami
kenakan pasal 62 dan kami lakukan proses sebagaimana UU Psikoptropika. Dengan ancaman
penjara 5 tahun," jelas Vivick saat jumpa pers di kantornya, Jumat (4/8). Dalam pemeriksaan,
Tora dan istrinya mengaku sudah setahun mengonsumsi Dumolid. Kepada polisi, Tora
mengaku sudah setahun mengonsumsi obat tersebut. Obat itu dikonsumsi saat ia kesulitan
tidur. Sementara itu, status Mieke tidak dinaikkan menjadi tersangka. Hal ini karena polisi
melihat Mieke hanya pemakai Dumolid.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Tora harus membuktikan memiliki resep dokter
jika ingin mengajukan rehabilitasi. Undang-Undang Psikotropika sendiri tidak mengatur
rehabilitasi untuk pemakainya. "Untuk UU Psikotropika ini memang tidak diatur dilakukan
rehab. Kalaupun dari pihak Tora mengajukan rehab, itu harus ada dari pihak medis dokter
yang pernah menangani. Itu diatur dalam Pasal 37 (UU Psikotropika). Jika ada pembuktian
adanya barang bukti ini bisa dipertanggungjawabkan secara medis, ada resep dokter, maka
memang harus dilakukan rehab," jelas Vivick.
Vivick mengatakan penggunaan Dumolid harus dengan resep dokter karena
termasuk kategori psikotropika. Tora dijerat dalam kasus ini karena tidak memiliki resep
dokter. Sabtu (5/8), Tora mendatangi kantor Badan Narkotika Nasional (BNN), Cawang,
Jakarta Timur, untuk menjalani proses assessment terkait dengan kasus kepemilikan
psikotropika Dumolid. Hasil assessment akan menentukan soal rehabilitasi. Senin (7/8),
polisi menerima hasil assesment Tora dari BNN. Tora akan menjalani pengobatan terkait
dengan penggunaan psikotropika.

Menurut Vivick, proses pengobatan yang diarahkan BNN akan dilakukan di RS


Ketergantungan Obat (RSKO). Tora sebelumnya mengaku sudah setahun mengonsumsi
psikotropika jenis Dumolid. Tora akhirnya resmi menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Cibubur, Jakarta Timur. Tora juga telah menjalani pemeriksaan
kesehatan di RSKO Cibubur pada Senin (7/8). Hal itu bisa dijalani setelah keluarnya surat
perintah pengalihan penahanan yang dikeluarkan oleh Polres Metro Jakarta Selatan.

Ada alasan kuat mengapa peredaran dan pendosisan obat dumolid diatur sangat ketat
dalam dunia medis. Kebanyakan obat adiktif jika dikonsumsi cukup lama dapat
menyebabkan depresi. Hal ini sangat umum terjadi pada obat penenang.

Semakin lama Anda menggunakan obat penenang, semakin Anda rentan mengalami
kecemasan. Ini karena tubuh Anda sudah beradaptasi sepenuhnya dengan efek obat tersebut,
sehingga tingkat stres dan kecemasan yang tadinya dapat ditekan secara efektif kini malah
meningkat berlipat ganda, yang semakin memicu gejala depresi.

Penggunaan obat penenang juga telah lama diperdebatkan dapat mengganggu


kemampuan kognitif otak untuk belajar. Tidak hanya mengganggu kemampuan pemahaman
visual-spasial, kecepatan pengolahan pikiran dan persepsi juga kemampuan untuk menyerap
percakapan verbal saat sedang di bawah pengaruh obat, tetapi penurunan kemampuan ini
tidak sepenuhnya kembali bahkan setelah orang tersebut menarik diri dari penggunaan obat.

Salah satu gejala yang paling mengganggu dari penggunaan obat penenang jangka
panjang adalah depersonalisasi. Ini berarti Anda merasa terpisah dari dunia nyata. Sulit untuk
mendeskripsikan gambaran seperti apa depersonalisasi itu, kecuali jika Anda sudah pernah
mengalaminya. Tetapi pada umumnya laporan dari berbagai pasien ketergantungan obat
penenang sering mengatakan hal-hal seperti, “Saya tidak merasa cukup nyata,” atau, “Lengan
saya tidak terasa terhubung ke tubuh saya,” atau “Ketika saya berada di sebuah kerumunan
ramai, saya merasa jiwa saya terlepas dari tubuh dan saya bisa melihat diri saya dan orang-
orang tersebut dari sudut pandang di luar tubuh saya.” Semua deskripsi aneh itu berarti orang
tersebut mengalami depersonalisasi.

Anda mungkin juga menyukai