Keperawatan Anak II
Yang dibina oleh Rusana,Sp.Kep.An.
Kelompok 1 :
1. Nilam Charisma (108117001)
2. Nanda Putri D (108117040)
3. Riska Nola Y (108117004)
4. Yossi Ismawati (108117020)
5. Nur Afifah Aini (108117032)
6. Nida Cholisotun N (108117043)
A. DEFINISI
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh
penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak
normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat
terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf. Lupus
eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun yang kronik dan
menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau
kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Systemic
manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah, penuakit ini terutama
B. ETIOLOGI
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa faktor
predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Diantara
beberapa faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum diketahui faktor
yangpaling dominan berperan dalam timbulnya penyakit ini.Berikut ini beberapa
faktor predisposisi yang berperan dalam timbulnya penyakit SLE:
1) Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal
sehingga timbul produk autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan
genetik untuk menderita SLE telah ditunjukkan oleh studi yang
dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar dizigot berisiko
menderita SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya
SLE adalah 58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki
saudara dengan penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan
pada populasi umum.
Studi mengenai genome telah mengidentifikasi beberapa
kelompok gen yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC (Major
Histocompatibility Complex) kelas II khususnyaHLA- DR2 (Human
Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan timbulnya SLE. Selain
itu, kekurangan pada struktur komponen komplemen merupakan salah
satu faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan SLE. Sebanyak
90% orang dengan defisiensi C1q homozigot akan berisiko menderita
SLE. Di Kaukasia telah dilaporkan bahwa defisiensi varian S dari
struktur komplemen reseptor 1, akan berisiko lebih tinggi menderita
SLE.
2) Faktor Imunologi
a. Pada LE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem
imun, yaitu Antigen :
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC
(Antigen PresentingCell) akan memperkenalkan antigen kepada
sel T. Pada penderita lupus, beberapareseptor yang berada di
permukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun
fungsinya sehingga pengalihan informasi normal tidak dapat
dikenali. Hal ini menyebabkan reseptor yang telah berubah di
permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari sel T. b.
Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah
sel T dan sel B akan teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu
limfosit yang memiliki reseptor untuk autoantigen dan
memberikan respon autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit
mengalami apoptosis sehingga menyebabkan produksi
imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal.
b. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada
SLE, seperti substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe
dikenali sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk
memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya
peningkatan produksi autoantibodi, dan kompleks imun lebih
mudah mengendap di jaringan.
3) Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE.
Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan
tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa
metabolisme estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan sebagai
faktor resiko terjadinya SLE.
4) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen
yang bereaksi dalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor
lingkungan tersebut terdiri dari:
a. Infeksi virus dan bakteri : Agen infeksius, seperti virus dan
bakteri, dapat berperan dalam timbulnya SLE. Agen infeksius
tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus (EBV),
bakteriStreptococcus dan Clebsiella.
b. Paparan sinar ultra violet : Sinar ultra violet dapat mengurangi
penekanan sistem imun, sehingga terapi menjadi kurang efektif
dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah berat. Hal ini
menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin dan
prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut secara
sistemik melalui peredaran pembuluh darah
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan
produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal
sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi
akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan
siklus tersebut berulang kembali.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASi KLINIS
Awitan penyakit ini sifatnya membayakan atau akut. SLE bisa saja tidak terdiagnosis
selama beberapa tahun. Proses klinis penyakit meliputi eksaserbasi dan remisi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum)
(metilprednisolon1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika
membaik dilakukantapering off).
2) AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
3) Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
4) Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m
luaspermukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3
minggu.
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan untuk pasien SLE biasannya sama seperti asuhan
keperawatan untuk pasien penyakit reumatik (lihat” penatalaksanaan keperawatan”
pada “Artritis reumatoid”). Diagnosis keperawatan utama berfokus pada keletihan,
membuat integritas kulit gangguan citra tubuh, dan defisiensi pengetahuan.
1) Pekalah terhadap reaksi psikologis pasien akibat perubahan yang terjadi dan
proses penyakit SLE yang tidak terduga; dorong pasien untuk berpatisifasi
dalam kelompok pendukung, yang dapat memberikan informasi mengenai
penyakit, tips penatalaksanaan sehari-hari, dan dukungan sosial.
2) Ingatkan pasien untuk menghidari paparan sinar matahari dan sinar
ultrapiolet atau untuk melindungi diri mereka dengan tabir surya dan
pakaiaan.
3) Karena beberapa sistem organ berisiko tinggi terkena penyakit ini, ingatkan
pasien tentang pentingmya menjalani skrinning rutin secara berkala dan
juga aktifitas untuk meningkatkan kesehatan.
4) Rujuk pasien untuk menemui ahli diet jika perlu.
5) Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya melanjutkan medikasi yang telah
diterapkan, dan memahami perubahan serta kemungkinan efek samping
yang cenderung terjadi akibat penggunaan obat tersebut.
6) Ingatkan pasien tentang pentingnya menjalani pemantaaun karena mereka
berisiko tinggi mengalami gangguan sistemik, termasuk pada ginjal dan
kardiovaskuler.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1) Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan
pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah
lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut
terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2) Kulit : Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3) Kardiovaskuler : Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan
efusi pleura.Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki
dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan.
4) Sistem Muskuloskeletal : Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri
ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5) Sistem integumen : Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk
kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat
mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6) Sistem pernafasan : Pleuritis atau efusi pleura.
7) Sistem vaskuler : Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut
nekrosis.
8) Sistem saraf : Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-
kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
B. DIAGNOSA
C. INTERVENSI
DAFTAR PUSTAKA
Eko,Wisnu. 2010.Rhematoid
Arthritis.http://wisnuekos.blogspot.co.id/2010/11/rheumatoid-arthritis-ra.html.Diakses
tanggal 11 Maret 2017