Anda di halaman 1dari 28

1

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) et causa


HYPERTENSIVE HEART DISEASE (HHD)

Disusun Oleh:
Puji Lestari
1808436246

Pembimbing :
dr. Pramudjo Abdulgani, SpJP(K)-FIHA

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal Jantung Kongestif / Congestive Heart Failure (CHF) adalah

kelainan pada struktur atau fungsi jantung yang mengarah pada kegagalan jantung

dalam memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.1

Penelitian Frammingham menunjukkan mortalitas dalam waktu 5 tahun sebesar

62% pada pria dan 42% wanita. Menurut American Heart Association 2006

terdapat 5,3 juta kasus gagal jantung kongestif dan 660.000 kasus baru yang

didiagnosis setiap tahun, 287.000 kasus kematian akibat gagal jantung.2

Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013 tercatat sebesar 0,3%

prevalensi gagal jantung di Indonesia. Penyebab terus bertambahnya penderita

gagal jantung ini adalah masih seringnya ditemukan orang dengan faktor

terjadinya gagal jantung seperti perokok, penderita hipertensi, diabetes, obesitas,

dan dislipidemia.3 Prognosis penderita gagal jantung sangat dipengaruhi oleh

perbaikan penyakit yang mendasarinya.

Penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan, didapatkan bahwa hipertensi

sebagai penyebab CHF pada tahun 2011 sebesar 66,5%.4 Angka hipertensi

sebagai penyebab terjadinya CHF dapat diturunkan sebesar 50%, jika hipertensi

terkontrol.2
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CHF

2.1.1 Definisi

CHF adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh kelainan pada

struktur dan fungsi jantung dalam memompakan darah ke seluruh tubuh tapi tidak

adekuat.1,5CHF bukan merupakan suatu penyakit tapi suatu sindroma, sehingga

untuk menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

teliti dan cermat.7

2.1.2 Etiologi

Etiologi terjadinya CHF adalah penyakit arteri koroner, infark

miokardium, hipertensi, kelainan katup, penyakit jantung kongenital,

kardiomiopati, endokarditis, miokarditis, merokok dan diabetes.8 Etiologi CHF

tersering adalah pada kasus penyakit jantung koroner dan hipertensi.4

Secara keseluruhan, penyebab kegagalan pompa jantung adalah :9

a. Kelainan mekanik

- Peningkatan beban tekanan  sentral (stenosis aorta), perifer

(hipertensi sistemik)

- Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, peningkatan pre-load)

- Obstruksi pada pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikuspid)

- Tamponade perikardium

- Pembatasan miokardium

- Aneurisma ventrikel

- Disinergi ventrikel
4

b. Kelainan miokardium

- Primer (kardiomiopati, miokarditis, kelainan metabolik, toksisitas

alkohol)

- Kelainan dinamik sekunder (PJK, kelainan metabolik, peradangan,

penyakit sistemik dan PPOK)

c. Perubahan irama jantung

- Fibrilasi

- Takikardia atau bradikardia ekstrim

- Gangguan konduksi

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi CHF terbagi menjadi 2, yaitu berdasarkan ACCF/AHA dan

NYHA.Klasifikasi ACCF/AHA berdasarkan tentang perkembangan dan

perjalanan kemajuan atau progresifitas dari penyakit. Sedangkan, NYHA

berdasarkan kemampuan seseorang dalam menjalankan aktivitas fungsionalnya

atau melakukan kegiatan sehari-hari. (Tabel 2.1)2

Tabel 2.1 Klasifikasi CHF berdasarkan ACCF/AHA dan NYHA

Stadium ACCF/AHA Klasifikasi Fungsi NYHA


A : Orang yang beresiko terjadinya 1 : Tanpa limitasi aktivitas fisik.
CHF tanpa kelainan struktur dari Aktivitas fisik yang biasa tidak
jantung atau gejala dari CHF menimbulkan gejala CHF

B : Ada kelainan struktural dari jantung 2 : Sedikit limitasi aktivitas fisik, hilang
tapi tanpa tanda dan gejala dari CHF saat istirahat. Aktifitas fisik yang biasa
menimbulkan gejala CHF

C : Ada kelainan struktural dari jantung 3 : Terjadi limitasi aktivitas fisik. Saat
dengan gejala dari CHF istirahat, tidak ada keluhan. Aktivitas
fisik yang lebih ringan dari aktifitas
fisik biasa menimbulkan gejala CHF

D : Gejala yang berat dari CHF dan 4 : Setiap aktivitas fisik yang dilakukan
perlu intervensi spesialisasi menimbulkan gejala CHF, bahkan saat
istirahat juga menimbulkan keluhan.
5

2.1.4 Patofisiologi

Berbagai faktor bisa menyebabkan CHF. CHF sering karena adanya

kelainan fungsi kontraktilitas ventrikel (gagal sistolik) atau gangguan relaksasi

ventrikel (gagal diastolik).10

Disfungsi sistolik

Kontraktilitas miokardium mengalami gangguan, sehingga isi sekuncup

ventrikel berkurang, adanya penurunan curah jantung dan volume akhir sistolik

meningkat Akibat dari peningkatan volume akhir sistolik, darah dari vena

pulmonalis yang kembali ke jantung dan ventrikel dikosongkan secara tidak

sempurna, akibatnya peningkatan volume diastolik, sehingga dapat terjadi

peningkatan tekanan dan volume akhir diastolik lebih tinggi dari normal.

Disfungsi Diastolik

Adanya gangguan pada relaksasi diastolik dini, peningkatan kekakuan

dinding ventrikel atau kedua-duanya. Dalam fase diastol, pengisian ventrikel

menyebabkan tekanan diastolik meningkat, karena adanya kenaikan volume yang

menyebabkan peningkatan tekanan yang lebih besar.Tekanan diastolik meningkat,

diteruskan ke atrium kiri kemudian ke vena dan kapiler paru.

Jika tekanan di kapiler tinggi (>20mmHg), dapat menyebabkan transudasi

cairan kedalam intersisium paru dan timbul keluhan kongesti paru.

Mekanisme kompensasi pada gagal jantung, adalah :10

1. Mekanisme Frank Starling

Penurunan isi sekuncup akibat pengosongan ruang yang tidak sempurna

saat jantung berkontraksi, sehingga volume darah yang menumpuk dalam

ventrikel semasa diastol lebih tinggi dari normal.Ini sebagai mekanisme


6

kompensasi karena kenaikan preload (volume akhir diastolik), merangsang

isi sekuncup lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang dapat membantu

mengosongkan ventrikel yang membesar.

2. Hipertrofi Ventrikel

Stress pada dinding ventrikel bisa meningkat, baik akibat dilatasi atau

beban akhir yang tinggi. Peninggian stress terhadap dinding ventrikel

secara terus-menerus merangsang hipertrofi dan kenaikan massa ventrikel.

Ini merupakan kompensasi untuk mengurangi stress dinding pada

peningkatan ketebalan dinding ventrikel. Kelebihan tekanan yang kronis,

mengakibatkan terjadinya hipertrofi eksentrik, dimana tebal dinding

meningkat tanpa adanya dilatasi ruang.

3. Aktivasi neurohormonal

Mekanisme yang mencakup sistem saraf adrenergik, sistem RAAS dan

peningkatan hormon diuretik.Semua mekanisme berguna untuk

meningkatkan tahanan pembuluh sistemik.Semuanya menyebabkan retensi

garam dan air, awalnya bermanfaat untuk meningkatkan volume

intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, sehingga memaksimalkan isi

sekuncup melalui mekanisme Frank Starling.


7

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis CHF berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.Langkah pertama untuk mendiagnosis CHF adalah

dengan anamnesis, yaitu dengan menanyakan tentang dispnea, batuk, nokturia,

dan kelelahan.11

Ada 2 kriteria untuk menegakkan CHF, yaitu kriteria Framingham dan

Boston.Berikut kedua kriteria untuk CHF pada tabel 2.2 di bawah ini :4
8

Tabel 2.2 Diagnosis CHF

Framingham Boston
Kriteria Mayor : Kategori I : Riwayat
- Paroksismal nokturnal dispnea atau - Dispnea saat istirahat (4)
ortopnea - Ortopnea (4)
- Peningkatan JVP - Paroksismal nokturnal dispnea (3)
- Kardiomegali - Sesak saat naik tangga (2)
- Ronki basah - Sesak saar memanjat (1)
- Edema pulmonary akut
- Bunyi S3 Gallop Kategori II : Pemeriksaan Fisik
- Peningkatan tekanan vena - Denyut jantung yang abnormal (1-2)
- Refluks hepatojugular - Peningkatan JVP (1-2)
- Suara paru crackles (1-2)
Kriteria Minor - Wheezing (3)
- Edema tungkai - Bunyi S3 (3)
- Batuk malam hari
- Dispnea on effort Kategori 3 : Radiologi
- Hepatomegali - Edema alveolus paru (4)
- Efusi pleura - Edema intersisial paru (3)
- Kapasitas vital berkurang 1/3 dari - Efusi pleura bilateral (3)
maksimum - CRT >50% (3)
- Takikardi - Retribusi aliran di zona atas (2)

Kriteria mayor atau minor : Nilai 8-12 : pasti CHF


Kehilangan berat badan >4,5 kg dalam Nilai 5-7 : mungkin CHF
5 hari pengobatan Nilai <5 : bukan CHF

Diagnosis ditegakkan jika 2 kriteria


mayor atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada gagal jantung menjadi non farmakologis dan

farmakologis :9,12

Terapi Non Farmakologis

- Ketaatan pasien berobat


Salah satu faktor yang dapat menurunkan morbiditas, mortalitas serta

meningkatkan kualitas hidup pasien adalah ketaatan dalam pengobatan.


9

- Pemantauan berat badan mandiri dan pengurangan berat badan

Pasien dengan gagal jantung harus memantau berat badan rutin setiap hari.

Jika terdapat kenaikan berat badan >2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikkan

dosis diuretik atas pertimbangan dokter.

- Asupan cairan

pasien dengan gejala sesak nafas berat yang disertai dengan hiponatremi,

dianjurkan untuk dilakukan restriksi cairan sebanyak 1,5-2 liter/hari.

- Latihan fisik

pasien gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan

dianjurkan untuk melakukan latihan fisik.

Terapi Farmakologi

Pemberian terapi farmakologi pada pasien gagal jantung dengan


penurunan fraksi ejeksi berdasarkan guideline ESC terdiri atas :
1. Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitors (ACE-I) / Angiotensin
Receptor Blocker (ARB)
Pada semua pasien dengan gagal jantung yang tidak memiliki
kontraindikasi maupun intoleransi, harus diberikan ACE-I, terutama pada pasien
dengan ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala. Efek ACE-I selain
menurunkan tekanan darah adalah memperbaiki fungsi ventrikel, meningkatkan
kualitas hidup dan mengurangi masa rawatan di rumah sakit akibat perburukan
gagal jantung. Kontraindikasi pemberian ACE-I adalah adanya riwayat
angioedema, stenosis renal bilateral, kadar kalium serum >5,0 mmol/L, kadar
kreatinin serum >2,5 mg/dL serta adanya stenosis aorta berat.
Sebelum pemberian ACE-I sebaiknya dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal
dan serum elektrolit, lalu periksa kembali 1-2 minggu setelah pemberian terapi.
Hal ini dilakuakn karena efek samping dari ACE-I adalah terjadi perburukan
fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simptomatik, batuk dan terkadang
10

menimbulkan angioedema. Oleh sebab itu ACE-I hanya diberikan pada pasien
dengan fungsi ginjal yang adekuat dan kadar kalium normal.
Mekanisme kerja ACE-I ialah menghambat konversi angiotensin I menjadi
angiotensin II. ACE-I dengan mengurangi pembentukan angiotensin II akan
menghambat aktivitas angiotensin II di reseptor AT1 maupun AT2. Stimulasi AT1
akan menyebabkan vasokonstriksi, stimulasi dan pelepasan aldosterone, serta
peningkatan aktivitas simpatik dan hipertrofi miokard. Sedangkan reseptor AT2
memperantarai stimulasi apoptosis dan antiproliferasi. Pengurangan hipertrofi
miokard dan penurunan preload jantung akan menghambat progresi remodelling
jantung.13 ACE-I juga bekerja sebagai kininase II yang menghambat degradasi
bradikinin di endotel vaskuler. Bradikinin bekerja pada reseptor BK2 dan
menghasilkan nitrat oksida (NO) dan prostasiklin (PGI2) yang merupakan
vasodilator, antiagregasi trombosit dan antiproliferasi. ACE-I dapat menurunkan
tekanan darah dengan menurunkan resistensi pembuluh darah perifer namun tidak
mempengaruhi cardiac output dan denyut jantung.
Terapi ARB memiliki mekanisme kerja yang sama dengan ACE-I namun
dengan efek samping yang berbeda. Pemberian ARB tidak menyebabkan efek
samping batuk. Kontraindikasi pemberian ARB sama seperti ACE-I, kecuali
angioedema.

Tabel 2.3 Obat-obat golongan ACE-I

ACE-I
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 - 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5(2 x/hari) 10 - 20 (2 x/har)
Lisinopril 2,5 - 5 (1 x/hari) 20 - 40(1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)

Tabel 2.4 Obat-obat golongan ARB

ARB
Candesartan 4 / 8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)
11

2. β-blocker

Penggunaan obat β-blocker sama seperti penggunaan obat ACE-I, harus


diberikan pada semua pasien gagal jantung yang tidak memiliki kontraindikasi.
Indikasi pemberian obat ini adalah ejeksi fraksi ventrikel kiri ≤ 40 %, terdapat
gejala ringan hingga berat (kelas fungsional II-IV NYHA), telah diberikan obat
ACE-I/ARB dan pasien stabil secara klinis. Kontraindikasi pemberian β-blocker
adalah pada pasien yang mengidap penyakit asma, pasien dengan AV block derajat 2
dan 3 dan pasien dengan sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit). Efek samping yang
dapat timbul akibat pemberian β-blocker adalah adanya hipotensi simtomatik,
perburukan gagal jantung serta bradikardia.14

β-blocker bekerja dengan menghambat efek samping dari aktivasi simpatis


pada pasien gagal jantung. Aktivasi simpatis akan mengaktifkan sistem renin-
angiotensin-aldosterone (RAA). Aktivitas sistem simpatis maupun sistem RAA
akan mengakibatkan hipertrofi miokard melalui efek vasokonstriksi perifer serta
retensi Na dan air oleh ginjal. Sedangkan vasokonstriksi koroner akan mengurangi
pasokan darah pada dinding ventrikel yang hipertrofi sehingga terjadi iskemia
miokard. Pemberian β-blocker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi
kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan
efek antiaritmia lainnya, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya aritmia
jantung dan kematian mendadak.

Tabel 2.5 Obat-obat golongan β-blocker

β-blocker
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 x/hari)

3. Antagonis Aldosteron (MR Antagonist)


Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosterone meningkat akibat
aktivasi sistem RAA. Aldosteron menyebabkan retensi Na dan air serta ekskresi
K dan Mg, selain itu juga memacu remodelling dan disfungsi ventrikel melalui
peningkatan preload dan efek langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan
12

proliferasi fibroblast. Oleh karena itu pemberian antagonis aldosterone akan


mengurangi progresi remodelling jantung.13
Pemberian antagonis aldosterone direkomendasikan untuk ditambahkan
pada pasien gagal jantung NYHA kelas III-IV dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % yang
sudah mendapatkan terapi ACE-I dan diuretik kuat (terbukti pada spironolakton).
Selain itu terapi ini dapat diberikan pada pasien gagal jantung setelah infark
miokard dengan fraksi ejeksi ≤ 40 % dan tanda-tanda gagal jantung atau diabetes
yang telah mendapatkan ACE-I dan β-blocker.
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron pada pasien gagal jantung
adalah konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L, hiperkalemia,
hipersensitivitas, gangguan fungsi ginjal dan pemberian bersamaan
dengan diuretik hemat kalium.

Tabel 2.6 Obat-obat golongan Antagonis Aldosteron

Antagonis Aldosteron
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50. 1 x/hari)
Spironolakton 12,5 (1 x/hari) 25 1 x/hari)

4. Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)


Kombinasi H-ISDN pada pasien gagal jantung dapat digunakan sebagai
alternatif jika pasien memiliki intoleransi terhadap obat ACE-I dan ARB. Terapi
ini diindikasikan sebagai terapi pada pasien dengan gejala menetap walaupun
sudah diterapidengan ACE-I, β-blocker dan ARB atau antagonis aldosteron.
Kontraindikasi pemberian H-ISDN adalah hipotensi simtomatik, sindroma lupus
dan gagal ginjal berat.14 Hydralazine merupakan vasodilator arteri, sehingga dapat
menurunkan afterload. Sedangkan Isosorbid Dinitrat merupakan venodilator,
sehingga dapat menurunkan preload jantung.
5. Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial (dengan irama ventricular
saat istirahat >80 x/ menit atau saat aktivitas 110-120 x/menit, digoksin dapat
digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat-obatan
lain lebih diutamakan. Kontraindikasi pemberian digoksin terdapat pada pasien
dengan AV Block derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap), sindroma pre-eksitasi
dan riwayat intoleransi digoksin.
13

Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung ialah inotropic positif,


kronotropik negatif, (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardia atau
fibrilasi atrium) dan mengurangi aktivasi saraf simpatis. Pada mekanisme
inotropik positif, digoksin akan menghambat pompa Na-K-ATPase pada
membran sel otot jantung yang akan mengakibatkan meningkatnya kadar Na di
intrasel dan meningkatnya kadar Ca di intrasel. Hal ini akan menyebabkan
kontraktilitas sel otot jantung meningkat.
Pada mekanisme kronotropik negatif dan penurunan aktivasi saraf
simpatis, digoksin dapat meningkatkan tonus vagal dan mengurangi aktivitas
simpatis di nodus SA maupun AV pada kadar terapi 1-2 ng/mL, sehingga dapat
menimbulkan bradikardi sinus dan/atau perpanjangan konduksi AV. Efek inilah
yang mendasari pemberian digoksin pada pengobatan fibrilasi atrium.
6. Diuretik
Pemberian diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung yang
disertai dengan overload cairan yang memiliki tanda klinis khas (edema tungkai)
atau gejala kongesti (ronkhi paru). Tujuan diberikannya diuretik adalah untuk
mencapai status euvolemia dengan dosis serendah mungkin yang diatur sesuai
dengan kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resistensi.
Obat golongan diuretik terdiri atas 3 jenis, yaitu :
a) Diuretik kuat (loop diuretic)
Penggunaan diuretik ini bertujuan untuk mengurangi retensi air dan garam
sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, aliran balik vena dan preload. Hal
ini akan menyebabkan edema perifer dan kongesti paru berkurang/hilang,
sedangkan curah jantung tidak berkurang. Obat ini bekerja pada thick ascending
limb dari Ansa Henle.
b) Diuretik thiazide
Pemberian obat diuretik thiazide selalu dikombinasi dengan diuretik kuat,
terutama pada pasien yang refrakter terhadap diuretik kuat. Mekanisme kerja obat
ini ialah menghambat transpor Na-Cl di tubulus distal ginjal dan meningkatkan
ekskresi air, Na dan K.
c) Diuretik hemat kalium
Mekanisme kerja diuretik hemat kalium sama seperti antagonis
aldosterone, yaitu mengurangi keluaran K dan Mg dan meningkatkan ekskresi Na
14

dan air yang bekerja pada tubulus kolektivus ginjal. Pada pengobatan gagal
jantung, obat ini digunakan jika hipokalemia menetap setelah awal terapi dengan
ACE-I dan diuretik.

Tabel 2.7 Obat-obat golongan Diuretik


Diuretik Dosis awal(mg) Dosisharian(mg)
DiuretikLoop

Furosemide 20–40 40–240


Bumetanide 0.5–1.0 1–5
Torasemide 5–10 10–20

Tiazide
Hidrochlortiazi 25 12.5–100
de
2.5 2.5–10
Metolazone
2.5 2.5–5
Indapamide
Diuretik hematkalium
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12.5-25 (+ACEI/ARB)50

(-ACEI/ARB)50 (-ACEI/ARB) 100-200

2.1.7 Prognosis
Pasien gagal jantung yang menggunakan ACEI dan beta bloker saat ini
dapat memperpanjang usia harapan hidup pasien dengan gagal jantung. Gagal
jantung mempunyai tingkat mprtalitas yang tinggi, tidak jauh berbeda dengan
keganasan saluran cerna. Menentukan prognosis pada gagal jantung sangat
kompleks, banyak variable yang harus diperhitungkan seperti usia, etiologi,
komorbiditas, variasi progresi gagal jantung tiap individu yang berbeda, dan
hasil akhir kematian (apakah mendadak atau progresif akibat gagal jantung).
15

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

Nama : Ny. R

Umur : 33 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Maha Raja Sri Wangsa, Siak

Tgl Masuk RS : 07 Februari 2019

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan utama

Sesak napas yang memberat sejak 1 hari SMRS.

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang

 10 tahun SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala, sakit kepala

dirasakan terutama di kepala bagian belakang, sakit kepala dirasakan

terus menerus,tidak berkurang saat istirahat dan tidak bertambah saat

pasien beraktifitas. mual (-), muntah (-), pusing berputar (-),

penglihatan tiba tiba kabur (-), berdebar debar (-), nyeri dada (-), sesak

napas (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan.lalu pasien berobat ke

dokter dan di berikan obat hipertensi lalu pasien mengkonsumsinya

dan berhenti ketika keluhan pasien berkurang.

 1 minggu SMRS mengeluhkan sesak napas. Sesak napas muncul

hilang timbul dan memberat saat pasien beraktivitas, durasi sesak >20
16

menit, bertambah berat ketika berbaring. Sesak napas berkurang saat

pasien beristirahat dengan posisi duduk. Sesak nafas tidak dipengaruhi

perubahan cuaca, debu, makanan. Tidak disertai suara mengi. Nyeri

dada disertai rasa berdebar-debar (+) hilang timbul dan tidak menjalar,

demam (-) batuk (-) nyeri ulu hati (+) mual (+) muntah (+) penurunan

berat badan secara mendadak (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua kaki dan tangan, tidak

disertai rasa nyeri.

 1 hari SMRS pasien mengeluhkan keluhan yang sama, namun sesak

napas semakin memberat, terus menerus dan tidak berkurang pada saat

pasien beristirahat. Pasien dibawa ke IGD RSUD Arifin Achmad.

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Beliau

minum obat jika gejalanya timbul, seperti pusing. Obat yang diminum

adalah Kaptopril, tetapi tidak pernah kontrol rutin.

 Riwayat penyakit jantung (-)

 Riwayat DM (-)

 Riwayat Asma (-)

3.2.4 Riwayat penyakit dalam keluarga

 Riwayat hipertensi (+) Ibu pasien

 Riwayat penyakit jantung (-)

 Riwayat DM (-)
17

3.2.5 Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan

 Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

 Tidak pernah olahraga.

 Riwayat konsumsi makanan yang berlemak, makanan yang bersantan dan

makanan yang manis-manis.

 Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.

3.3 Pemeriksaan fisik

3.3.1 Pemeriksaan umum

(08/02/2019)

Kesadaran : Composmentis E4V5M6

TD : 150/109 mmHg

Nadi : 95 x/menit

Suhu : 36,20C

RR : 22 x/menit

KU : Tampak sakit sedang

TB : 156 cm

BB : 53 kg

BMI : 21,8 (Normoweight)

3.3.2 Pemeriksaan dari kepala sampai ekstremitas

Kepala : - Konjungtiva anemis (-/-)

- Sklera ikterik (-/-)


18

- Pupil isokor kanan dan kiri

Leher : - Tidak ada pembesaran KGB

- JVP 5+3 (meningkat)

Thorax Paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada

bagian yang tertinggal

Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

Thorax Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan jantung  SIK IV linea parasternal dextra

Batas kiri jantung  SIK VI linea aksilaris anterior sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 Normal.

Gallop (-) Murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : perut tampak datar,tidak ada benjolan pada dinding perut,

tidak ada scar

Auskultasi : Bising usus normal, 10x/menit

Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen

Palpasi : Defans muskular (-), nyeri tekan epigastrium(+), tidak ada

pembesaran hepar dan lien


19

Ekstremitas : edema di kedua tungkai (+/+), sianosis (-), Akral hangat,

CRT < 2 detik

3.4 Pemeriksaan penunjang

Darah rutin:

 HB : 10,1 g/dl

 WBC : 8.010/uL

 PLT : 318.000/uL

Kimia darah :

 AST : 39 U/L

 ALT : 13 U/L

 GDS : 157 mg/dL

 Ureum : 45 mg/dL

 Kreatinin : 1.13 mg/dL

 Albumin : 3,4 g/dL

Elektrolit :

 Na+ : 143 mmol/L

 K+ : 3.6 mmol/L

 Cl : 107 mmol/L
20

EKG

 Irama : Sinus takikardi

 Frekuensi : 110 x/menit, Reguler

 Aksis: Normal aksis

 Gelombang P : Normal

 Q patologis di lead 3, aVF

 PR interval : Normal

 Kompleks QRS: QRS 0.12 detik, RBBB (-), LBBB(-)

 SV2 + RV6 : 39 mm, kesan LVH


21

Foto thoraks Interpretasi:


1. A.n Ny. RA, usia 33 Tahun,
pemeriksaan pada tanggal 07/02/2019
2. Posisi foto PA
3. Marker R
4. Kekerasan cukup
5.Tulang costae, scapula, clavikula
intak
6. Jaringan lunak <2 cm
7. Trakea midline
8. Diafragma kanan dan kiri dengan
sudut costofrenikus lancip
9. CTR 70 %
Kesan : kardiomegali

Ekokardiografi

Root Dimension : 24 mm

Dimension : 50 mm

EF : 19%

EDD : 59 mm

ESD : 54 mm

IVS Diastole : 9 mm
22

Tricuspid Valve : TR Severe, TVG 22 mm

Pulmonal Valve : PR Mild, mpdp 30 mm

Penemuan :

 Dilatasi semua ruang jantung

 LVH (-)

 LVEF menurun : - EF 19%

-EF 14,5%

 Global hipokinetik berat

Kesimpulan :

 FR fungsi menurun, TAPSE 1,56 cm

 AR mild, AR PHT 520

 MR severe

 TR moderate – severe

3.5 Kesimpulan

1 minggu SMRS mengeluhkan sesak napas. Sesak napas terus menerus

dan memberat saat pasien beraktivitas, durasi sesak >20 menit, bertambah berat

ketika berbaring. Sesak napas berkurang saat pasien beristirahat dengan posisi

duduk. Nyeri dada disertai rasa berdebar-debar (+) hilang timbul dan tidak

menjalar, nyeri ulu hati (+) mual (+) muntah (+). Pasien juga mengeluhkan

bengkak pada kedua kaki dan tangan, tidak disertai rasa nyeri.

. Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, dan tidak terkontrol, DM

disangkal.

Ibu pasien mengalami hipertensi. DM (-).


23

Tidak pernah olahraga. Riwayat konsumsi makanan yang berlemak,

makanan yang bersantan dan makanan yang manis-manis. Riwayat merokok dan

minum alkohol disangkal.

Pemeriksaan fisik tekanan darah 150/109. Peningkatan JVP, EKG

didapatkan Left Ventricle Hypertrofy, dan foto thoraks didapatkan kardiomegali.

3.6 Daftar masalah

- CHF

- Hypertensive Heart Disease (HHD)

- Sindrom dispepsia

3.7 Penatalaksanaan

3.7.1 Non Farmakologis

- Bedrest, aktivitas fisik dibatasi

- Posisi semi fowler

- Diet rendah lemak dan rendah garam

- Oksigen nasal kanul 4L/menit

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

3.7.2 Farmakologis

- Inj. Furosemid 2x1 gr

- Spironolakton 1x25 mg

- Ramipril 1 x 2,5 mg

- Aspilet 1 x 1 mg

- ISDN 3 x 1 mg

- Inj. Ranitidin 2x1 amp


24

BAB IV

PEMBAHASAN

1 minggu SMRS mengeluhkan sesak napas. Sesak napas terus menerus

dan memberat saat pasien beraktivitas, durasi sesak >20 menit, bertambah berat

ketika berbaring. Sesak napas berkurang saat pasien beristirahat dengan posisi

duduk. Nyeri dada disertai rasa berdebar-debar (+) hilang timbul dan tidak

menjalar, nyeri ulu hati (+) mual (+) muntah (+). Pasien juga mengeluhkan

bengkak pada kedua kaki dan tangan, tidak disertai rasa nyeri.

10 tahun SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala, sakit kepala dirasakan

terutama di kepala bagian belakang, sakit kepala dirasakan terus menerus,tidak

berkurang saat istirahat dan tidak bertambah saat pasien beraktifitas. lalu pasien

berobat ke dokter dan di berikan obat hipertensi lalu pasien mengkonsumsinya

dan berhenti ketika keluhan pasien berkurang.

. Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, dan tidak terkontrol, DM

disangkal.

Ibu mengalami hipertensi. DM (-).

Tidak pernah olahraga. Riwayat konsumsi makanan yang berlemak,

makanan yang bersantan dan makanan yang manis-manis. Riwayat merokok dan

minum alkohol disangkal.

Pemeriksaan fisik tekanan darah 150/109. Peningkatan JVP, EKG

didapatkan Left Ventricle Hypertrofy, dan foto thoraks didapatkan kardiomegali.

Pasien ini mempunyai masalah yaitu CHF, HHD, dan sindrom dispepsia.

Diagnosis pada pasien adalah CHF dengan penyebabnya adalah HHD. Diagnosis
25

CHF ditegakkan dengan kriteria Framingham, dimana terdapat 2 kriteria mayor

yaitu kardiomegali dan peningkatan JVP serta terdapat 2 kriteria minor takikardi

dan Bilateral ankle edema. Pada pemeriksaan penunjang foto thorax didapatkan

kardiomegali dan pada EKG terdapat gambaran Left Ventricle Hypertrofy

Etiologi pada pasien ini difikirkan karena adanya hipertensi yang tidak terkontrol.

HHD adalah faktor resiko utama terjadinya mortalitas dan morbiditas dari

penyakit kardiovaskuler. Pasien dengan tekanan darah yang tinggi yang terus

menerus, misalnya karena tidak terkontrol, mempunyai kelainan pada struktur dan

fungsi jantung, yaitu LVH, disfungsi sistolik dan diastolik serta menyebabkan

CHF. Berdasarkan data dari Framingham, hipertensi merupakan penyebab

tersering dari CHF.15

Tekanan darah yang tinggi mengakibatkan terjadinya CHF karena LVH

dan otot jantung mengalami penebalan yang mengurangi efektivitas relaksasi otot

jantung dengan denyut jantung. Ini membuat jantung sulit untuk memompakan

darah ke seluruh tubuh secara adekuat, terutama saat beraktivitas.16

Terapi yang diberikan adalah beradasarkan terapi gagal jantung seperti

Furosemid 2x1 amp, Ramipril 1x2,5 mg, Spironolakton 1x25 mg tab sebagai

pengurangan beban awal pada gagal jantung. Furosemid adalah terapi yang

diindikasikan pada pasien hipertensi dengan gagal jantung. Furosemid dapat

dikombinasikan dengan spironolakton untuk mencegah terjadinya hipokalemia

dan dapat mengurangi udema. ISDN 3x1 mg, golongan nitrat untuk mengatasi

nyeri dan bekerja untuk melebarkan pembuluh darah agar aliran darah ke otot

jantung lancar. Aspilet 1x1 mg golongan obat NSAID digunakan untuk tindak
26

pencegahan primer dari tromboembolik. Injeksi Ranitidin 2x1 amp untuk

mengurangi produksi asam dilambung.


27

DAFTAR PUSTAKA

1. McMurray JJ, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bohm M,


Dickstein K, et all. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2012. European Heart Jurnal. 2012.
2. American Heart Assosiation. Heart Disease anda stroke statistic-update
2006. Dallas AHA. 2006
3. Laporan Nasional 2013. Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia. Jakarta. 2013
4. Wardy M, Hasan H. Prevalensi penyakit jantung hipertensi pada pasien
gagal jantung kongestif di RSUD H. Adam Malik. E-Journal FK USU.
2013;1(1)
5. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH,
Fonarow GC, et all. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of
Heart Failure. American College of Cardiology Foundation and American
Heart Association. 2013.
6. Hall MJ, Levant S, Defrances CJ. Hospitalization for congestive heart
failure: united states, 2000-2010. Centers for disease control and
prevention 2012;108:1-8.
7. Roger VL. Epidemiology of heart failure. PMC. 2014.
8. Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Heart failure fact sheet.
Availablefrom
:http://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_heart_failure.htm
(Accesed 20 August 2017).
9. Siswanto B, Hersunati N, Erwinanto, Praktikto R, et al. Pedoman
tatalaksana gagal jantung 1st Ed. PERKI. Jakarta: 2015.
10. Brown CT. Penyakit ateroslerosis. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P,
Mahanani DA, editors. Patosisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6. Jakarta: ECG. p. 576-612.
11. Sudoyo A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI Jilid 2. 5th ed.
Jakarta, 2010.
12. Dickstein A, Filippatos G, Cohen SA, et al. Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure. 2008. European
Cardiology Society. European Heart Journal (2008).
13. Selle , Renger I, Labidi S et al; Reviewing peripartum cardiomyopathy;
current state of knowledge. Future cardiol 2009;5:175-89.
28

14. Lilly, L. Pathophysiology of Heart Disease : a collaborative project of


medical students and faculty 6th Ed. Wolters Kluwer. Massachusetts:
2016.
15. Lip GY. Felmedem DC, SawHee FL, Beers DG. Hypertension heart
disease. European Heart Journal. 2000
16. WebMd. Hypertension /high blood pressure. Available from:
http://www.webmd/hypertension-high-blood-pressure/guide/hypertension-
heart-disease (Accesed 18 januari 2017)

Anda mungkin juga menyukai