Pendidikan Sebagai Media Mobilitas Sosia
Pendidikan Sebagai Media Mobilitas Sosia
pada praktiknya terdapat perbedaan tingkat antara golongan satu dengan golongan
stratifikasi sosial baik itu secara ketat ataupun lebih bersifat terbuka. Masyarakat
yang menganut pelapisan sosial secara ketat tidak memungkinkan adanya kenaikan
tingkat bagi para warganya secara mudah. Sebaliknya, dalam masyarakat yang
menganut pelapisan sosial yang bersifat terbuka, warga yang bersangkutan bisa
dengan leluasa naik atau bahkan turun dart tingkat satu ke tingkat lainnya atas dasar
faktor-faktor tertentu.
untuk menaikan kelas sosial mereka dalam struktur sosial masyarakat yang
tertutup atau kaku. Inilah yang biasa; disebut dengan mobilitas sosial.
tinggi dibanding masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial yang tertutup. Dalam
mobilitas sosial dalam masyarakatnya, karma mereka yakin bahwa hal tersebut akan
membuat orang melakukan jenis pekerjaan yang, Paling cocok bagi diri mereka.
Apabila tingkat mobilitas tinggL. meskipun latar belakang sosial individu berbeda,
1 Horton & Hunt, 1999, yang dikutip oleh Arif Budiman dalam , Teori Pembangunan Dunia Ketiga,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1996,h. 21
1
maka mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai
kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial rendah, maka
tentu saja kebanyakan orang akan terkungkung dalam status pars nenek moyang
mereka
perpindahan dari suatu tingkat yang rendah ke suatu tingkat yang lebih tinggi,
berhasil mencapai status yang tinggi, namun beberapa orang mengalami kegagalan,
dan selebihnya tetap tinggal pads tingkat status yang dimiliki oleh orangtua mereka,
bahkan turun lebih rendah dari pada itu. Mobilitas jenis di atas merupakan bentuk
pekerjaan ayah dan anak, selain itu kita juga bisa mengetahui sampai sejauh mans
sang anak mengikuti jejak sang ayah dalam hal peker aan. Mobilitas juga bisa
ditelaah dari segi gerak "infra generasi", yakni bisa mengukur sejauh mana individu
atau perubahan taraf berfikir atau prilaku yang pada gilirannya dapat melahirkan
tingkat kesejahteraannya.
B. Pembahasan
Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, UNS Press, Semarang 2003, h. 25 2
2
1. Hakikat Sebuah Pendidikan
Pendidikan dilihat dari segi bahasa berasal dari bahasa Yunani yaitu
pendidik sehingga potensi yang ada pada peserta didik dalam hal ini, mengalami
perubahan dan perkembangan yang secara bertahap pada pribadi anak tersebut.
Sedangkan dalam Islam dikenal pada beberapa istilah selain istilah “ tarbiah” yang
sengaja atau secara bertahap dalam berproses terhadap anak didik oleh orang
dewasa agar ia menjadi dewasa pula. Atau usaha yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang agar menjadi dewasa untuk mencapai tingkat hidup dan
demi masa depannya baik secara invidual maupun kolektif, maka perlu adanya
Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, Cet.I, Pusat kalam Mulia, Jakarta 1994,h. 1 3
Ahmad Khursyi, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Cet.I, Pustaka Progresif, Surabaya, 1992,h. 15 4
3
mengembangkan potensi yang ada pada mereka sehingga lebih terarah dan efektif,
baik itu melalui lembaga pendidikan informal, formal maupun non formal.
bahwa bila mana seorang anak mendapat pendidikan yang layak, maka mereka tidak
akan menjadi manusia yang sebenarnya, dalam arti tidak akan sempurna hidupnya
dan tidak akan dapat memenuhi fungsinya sebagai manusia yang berguna dalam
hidup dan kehidupannya. Dengan kata lain, hanya pendidikanlah yang dapat
Dengan adanya kemampuan dasar pada manusia, berupa potensi atau fitrah tadi
maka manusia dalam hidup dan kehidupannya tidak hanya berdasar pada instink
atau naluri saja, tetapi juga berdasarkan dorongan dari berbagai potensi yang
dimilikinya tersebut, maka manusia harus membutuhkan adanya bantuan dari orang
tersebut dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar dan secara optimal,
pendidikan tadi baik itu melalui lembaga pendidikan informal, formal maupun nan
formal sehingga dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baik itu lingkungan
sehingga dengan pendidikan itu akan tercapai kehidupan yang harmonis seimbang
antara kebutuhan mental spritual dan antara duniawi dan ukhrawi.Seorang anak
membutuhkan kasih sayang dan bimbingan dari pihak- pihak tertentu, dalam hal ini
4
para orangtua dan para guru, dengan melalui lembaga pendidikannya masing-
masing,untuk mengantisipasi berbagai hal yang negatif pada pribadi anak- anak.
Oleh karna itu, paling ideal bahwa dalam rangka membentuk kepribadian
seorang anak , maka diperlukan berbagai muatan oleh para pendidik, baik melalui
mutlak yang menjadi dasar dalam membina dan mengarahkan nilai- nilai edukatif
ke dalam pribadi peserta didik. Secara singkat pendidikan merupakan produk dari
kepada generasi muda maka seluruh upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya
merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain baik di rumah, sekolak,tempat
permainan, pekerjaan dan sebagainya. Wajar Pula apabila segala sesuatu yang kita
ketahui adalah hasil hubungan timbal batik yang ternyata:sudah sedemikian rupa
nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lamnya yang diharapkan
jaman kepada generasi muda melalui pendidikan, secara khusus melalui interaksi
5
yakni keluarga. Seorang bayi yang barn lahir tentunya hidup dalam keadaan yang
tidak berdaya sama sekali. Menyadari hat demikian sang ibu berupaya memberikan
segala bentuk curahan kasih sayang dan buaian cinta kasih melalui air susunya,
perawatan yang lembut serta gendongan yang begitu mesra kepada si bayi.
pertolongan intensif dari manusia. lain. Sampai pada umur lima tahun bayi itu
tumbuh dan berkembang dengan sehat di dalam mahligai cinta kasih perpaduan
sepasang manusia yang menjadi orang tuanya. Dari sini bisa disadari selain anggota
keluarga baru itu belajar mengetahui, mempelajari serta melakukan berbagai reaksi
terhadap stimulus dari dunia barunya maka bisa kita cermati pula bahwa sang bayi
juga memahami esensi nilai-nilai kemanusiaan dari keluarganya dalam bentuk gerak
tubuh, belajar berbicara, tertawa serta semua tindak tanduk yang menggambarkan
bahwa jiwa raganya telah terpaut erat oleh belaian kasih sayang manusia dewasa.
Peran pendidikan nasional harus dapat mewujudkan diri untuk menjadi sarana
atau media mobilitas sosial sehingga harus menekankan pada pemerataan kualitas
pendidikan.
yang pada praktiknya terdapat perbedaan tingkat antara golongan satu dengan
6
teladinya stratifikasi sosial baik itu secara ketat ataupun lebih bersifat texb,uka.
adanya kenaikan tingkat bagi para warganya secara mudah. Sebaliknya, dalam
masyarakat yang menganut pelapisan sosial yang bersifat terbuka warga yang
bersangkutan bisa dengan leluasa naik atau bahkan turun dari tingkat satu ke tingkat
Menurut Nasution, ada tiga metode yang bisa digunakan untuk menentukan
stratifikasi sosial dalam masyarakat yakni metode objektif, metode subjektif dan
metode reputasi.
1. Metode Objektif
objektif antara lain terhadap jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan dan
jenis pekerjaan.
Pada dasamya kelas sosial merupakan "suatu cara hidup". Diperlukan banyak sekali
uang untuk dapat hidup menurut cara hidup orang berkelas atas. Meskipun demikian
jumlah uang sebanyak apapun tidak menjamin segera mendapatkan status kelas
sosial atas. Jadi bisa ,saja oarang-orang "kaya barn" walau mereka bisa membeli
mobil mewah dan bisa mernbangun rumah besar tidak Berta merta dianggap sebagai
orang lapisan atas jika tidak niampu menyesuaikan diri secara mendalam terhadap
diperoleh :dari peker aan profesional lebih berfungsi dalam sistem sosial daripada
yang berwujud upah pekerjaan kasar. Uang yang didapat dari spekulasi penjualan
Vembrianto , Sosilogi Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta 1990, h.317
7
7
barang-barang yang disimpan lebih baik daripada uang dari hasil perjudian balapan
kuda. Sumber dan jenis penghasilan atau pendapatan seseorang memberi gambaran
Pekerjaan merupakan aspek kelas sosial yang penting karena begitu banyak segi
kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Apabila kits mengetahui jenis
pekerjaan seseorang, maka kits bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar
itu. Kita bahkan bisa membaca selera bacaan, selera rekreasi, standar moral, dan
orientasi keagamaannya. Dengan kata lain jenis Pekerjaan merupakan bagian dari
2. Metode Subjektif
menentukannya, karena ketiga faktor itulah yang menentukan sebagian besar cara
penting, sebab orang cenderung meniru norms-norms perilaku kelas sosial yang ia
8
yang menempatkan diri mereka pads kelas sosial politik yang sama dengan sikap
pohtik kelas sosial itu, bukannya sama dengan sikap politik kelas sosial mereka
yang sebenarnya.
berwujud upah pekerjaan kasar. Uang yang didapat dari spekulasi penjualan barang-
barang yang disimpan lebih baik daripada uang dari hasil perjudian balapan kuda.
Pekerjaan merupakan aspek kelas sosial yang penting karena begitu banyak segi
kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Apabila kits mengetahui jenis
pekerjaan seseorang, maka kits bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar
itu. Kits bahkan bisa membaca selera bacaan, selera rekreasi, standar moral, dan
orientasi keagamaannya. Dengan kata lain jenis Pekerjaan merupakan bagian dari
perilaku seseorang, terlepas apakah is benarbenar merupakan anggota kelas itu atau
bukan.
3. Metode Reputasi
9
diberi kesempatan untuk memilih golongan-golongan masyarakat yang telah
membagi tiap kelas sosial ke dalam lapisan atas dan lapisan bawah. Kelas sosial
yang paling tinggi atau kelas sosial atas-lapisan atas (upper-upper class) mencakup
keluarga-keluarga kaya lama, yang telah lama berpengaruh dalam masyarakat dan
sudah memiliki kekayaan bagitu lama, sehingga orang-orang tidak lagi bisa
mungkin saja mempunyai jumlah uang yang sama tapi mereka belum terlalu lama
sosial menengah-lapisan bawah (lower- middle class) meliputi para juru tulis,
lower class) meliputi para pekerja tidak tetap, penganggur, buruh musiman, dan
kesadaran sosial, suatu kesadaran diri dalam kaitannya dengan tingkatan sosial
pencabutan hak, setup pribadi termasuk ke dalam kelas sosial tertentu. Pengenalan
akan situasi dan tanggung jawab kelas seseorang disebut sebagai "kesadaran
kelas" . Menurut beberapa teori, seseorang tidaklah memiliki "diri" di luar kelas
sosialnya. Lebih lanjut, "diri" suatu pribadi adalah "nurani"nya, yaitu jumlah total
10
dari emosi, pikiran, rasa sakit, derita, dan kecenderungan-kecenderungannya, dan
semua ini dibatasi di dalarn "kelas"nya. Para pendukung gagasan ini yakin bahwa
manusia adalah tuna "diri". seseorang adalah periada subjektif, bukan objektif.
Periada .objektif, menurut mereka, hanya bisa dikenali dalarn kelasnya yang
bersangkutan. Individu itu tidak maujud (non eksistent). Massa dan kaum
aristokratlah yang maujud. Hanya dalarn suatu masyarakat tanpa kelas sajalah,
Kesadaran kelas secara tegas dapat disebut pula sebagai kesadaran yang
bertindak sebagai kekuatan utama yang ada pada dirinya. Dalam skerna ini,
ekonomi dianggap merupakan lembaga dasar dari bentukan sosial dan interest
bendawi tadi dihargakan sebagai cikal bakal nurani, cites-cites dan gagasan
bersama, yang semua anggota suatu kelas sosial ikut mendukungnya. Semangat
kelas memberi seseorang wawasan kelas dan hal itu menyebabkan seseorang
khususnva, dari suatu sudut tertentu dan melalui sudut Pandang kelas tertentu pula,
ia mendorong seseorang merasakan derita kelas dan menjalankan urusan sosial atas
dasar pandangan kelasnya. Marxisme meyakini adanya jenis kesadaran ini dan
Dalam perspektif perubahan, kelas merupakan sate konsep, central. Di awal The
masyarakat yang ada hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas". Pada
pokoknya ada dua kegs yang besar, kaum borjuis dan kaum ploletar, yang pertama
11
memiliki alat-alat produksi dan yang kedua tidak mempunyai apes-apes selain
tenaga mereka saja. Meskipun ini merupakan dua kelas yang besar dalarn
antara kaum kapitalis dan kaum pemilik tanah apabila membahas kaum borjuis.
Bagi Weber dalam Johnson pengaturan orang secara hirarkis dalam suatu sistem
stratifikasi sosial merupakan satu segi yang sangat mendasar dalam struktur sosial.
Sama seperti Marx, Weber jugs mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai
dasar yang fundamental untuk kelas. Bagi dia, kelas sosial terdiri dari semua orang
yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Kita bisa
iberbicara tentang suatu kelas apabila, (1) sejumlah orang sama-tsama memiliki
hidup mereka, sejauh (2) komponen ini secara eksklusif tercermin dalam
kepentingan ekonomi, dan (3) hal itu terlihat dalam kondisi-kondisi komoditi atau
Butir terakhir ini menjelaskan bahwa kelas-kelas sosial berlandaskan pads dasar
stratifikasi yang bersifat impersonal dan objektif. Para anggota dari kelas yang sama
mungkin menjadi radar akan kepentingan mereka bersama dalam bidang ekonomi
dan terlibat dalam tindakan ekonomi atau politik yang terorganisasi untuk
kelas atau kesadaran kelas ada atau tidak ada, posisi kelas ditentukan (menurut
Marx dan menurut Weber) oleh kriteria obyektif yang berhubungan dengan
12
Kelas sosial bagi Dhurkeim dalam Johnson tidak menjadi sorotan utama dalam
kenyataan sosial. Tekanan dia pads tingkat analisis struktur sosial yakni pads
analisis tentang basil-basil tindakan sosial yang objektif terlepas dari motif-motif
Walaupun ajaran kesetaraan merupakan inti tradisi Islam, masyarakat muslim pra
hierarki.11
induk dari sekian media yang dapat dimanfaatkan dalam memobilasi hirarki atau
stratafikasi sosial seseorang atau suatu komonitas masyarakat yang ada. Oleh karena
itu kesadaran pemerintah akan hal tersebut adalah haruslah benar-benar dapat
ditegakkan demi kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa dalam sebuah bingkai
kenegaraan.
C. Kesimpulan
potensi yang dimiliki oleh seseorang dan proses tersebut, sudah dimulai
13
pendidikan nonformal, maupun lingkungan masyarakat sekitar di mana dia
tempati.
dan Negara adalah tidak dapat dipungkiri lagi. Karena hal itulah yang selalu
DAFTAR PUSTAKA
14
Alvin Y. dan Suwarsono, Perubahan Sosial Dan Pembangunan, LP3ES, Jakarta,
1994
Horton & Hunt, yang dikutip oleh Arif Budiman dalam , Teori Pembangunan Dunia
Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1996
Nasution S., Sosiologi Pendidikan, Cet. I, Bumi Aksara, Bandung, 2004
Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, Cet.I, Pusat kalam Mulia, Jakarta 1994
Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, UNS Press, Semarang 2003
Vembrianto , Sosilogi Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta 1990, h.31
Zamroni, Media Indonesia-Pendidikan dan Kebudayaan, 04 Mei 2001
15