Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN SEBAGAI MEDIA MOBILITAS SOSIAL

Oleh: Khalid Hasan Minabari

A. Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat manapun bisa ditemui berbagai golongan masyarakat yang

pada praktiknya terdapat perbedaan tingkat antara golongan satu dengan golongan

yang lain. Adanya golongan yang berlapis-lapis ini mengakibatkan terjadinya

stratifikasi sosial baik itu secara ketat ataupun lebih bersifat terbuka. Masyarakat

yang menganut pelapisan sosial secara ketat tidak memungkinkan adanya kenaikan

tingkat bagi para warganya secara mudah. Sebaliknya, dalam masyarakat yang

menganut pelapisan sosial yang bersifat terbuka, warga yang bersangkutan bisa

dengan leluasa naik atau bahkan turun dart tingkat satu ke tingkat lainnya atas dasar

faktor-faktor tertentu.

Pada dasamya setiap warga dalam suatu masyarakat mempunyai kesempatan

untuk menaikan kelas sosial mereka dalam struktur sosial masyarakat yang

bersangkutan. Termasuk dalam masyarakat yang menganut sistem pelapisan yang

tertutup atau kaku. Inilah yang biasa; disebut dengan mobilitas sosial.

Mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerak perpindahan!dari suatu

kelas sosial ke kelas sosial yang lainnya. 1

. Masyarakat dengan sistem stratifikasi terbuka memilki tingkat mobilitas yang

tinggi dibanding masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial yang tertutup. Dalam

dunia modern seperti sekarang ini, banyak negara mengupayakan peningkatan

mobilitas sosial dalam masyarakatnya, karma mereka yakin bahwa hal tersebut akan

membuat orang melakukan jenis pekerjaan yang, Paling cocok bagi diri mereka.

Apabila tingkat mobilitas tinggL. meskipun latar belakang sosial individu berbeda,

1 Horton & Hunt, 1999, yang dikutip oleh Arif Budiman dalam , Teori Pembangunan Dunia Ketiga,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1996,h. 21

1
maka mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai

kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial rendah, maka

tentu saja kebanyakan orang akan terkungkung dalam status pars nenek moyang

mereka

Apabila berbicara menyangkut mobilitas sosial, biasanya dipikirkan tentang

perpindahan dari suatu tingkat yang rendah ke suatu tingkat yang lebih tinggi,

sesungguhnya mobilitas dapai berlangsung dalam dua arah sebagaimana orang

berhasil mencapai status yang tinggi, namun beberapa orang mengalami kegagalan,

dan selebihnya tetap tinggal pads tingkat status yang dimiliki oleh orangtua mereka,

bahkan turun lebih rendah dari pada itu. Mobilitas jenis di atas merupakan bentuk

mobilitas dalam lingkup antar generasi yakni bisa memperbandingkan status

pekerjaan ayah dan anak, selain itu kita juga bisa mengetahui sampai sejauh mans

sang anak mengikuti jejak sang ayah dalam hal peker aan. Mobilitas juga bisa

ditelaah dari segi gerak "infra generasi", yakni bisa mengukur sejauh mana individu

yang sama mengalami perubahan sosial dalam. Masa hidupnya.2

Pendidikan adalah suatu sarana yang dapat dimanfaatkan sebagai media

dalam memobilisasi tingkat sosial seseorang atau suatu komonitas masyarakat.

Karena melalui pendidikan tersebut seseorang dapat mengalami perkembangan dan

atau perubahan taraf berfikir atau prilaku yang pada gilirannya dapat melahirkan

tingkat kesejahteraannya.

Tulisan ini terbatas pada dua masalah pokok sebagai berikut:

1. Bagaimana hakikat sebuah pendidikan ?

2. Bagaimana peran pendidikan sebagai media mobilitas sosial ?

B. Pembahasan
Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, UNS Press, Semarang 2003, h. 25 2

2
1. Hakikat Sebuah Pendidikan

Pendidikan dilihat dari segi bahasa berasal dari bahasa Yunani yaitu

“paedogogie” yang mempunyai arti bimbingan yang diberikan kepada anak.

Kemudian diterjemahkan kedalam bahasa inggris dengan kata “ education” yang

berarti pengembangan atau bimbingan3, yakni dengan melalui bimbingan para

pendidik sehingga potensi yang ada pada peserta didik dalam hal ini, mengalami

perubahan dan perkembangan yang secara bertahap pada pribadi anak tersebut.

Sedangkan dalam Islam dikenal pada beberapa istilah selain istilah “ tarbiah” yang

mengandung arti pendidikan.

Pengertian pendidikan banyak sudah dikemukakan oleh para pakar pendidikan

antara lain sebagai berikut:

Education is the eternal process of superior adjusment of the physically and


mentally developed, free, conscious, human being to god, as manufested in the
intelectual, emocional and valitional enviroment of man : “ pendidikan adalah
proses penyesuaian, yang secara fisik dan mental berkembang, bebas dan sadar
terhadap Tuhan seperti diwujudkan dalam pikiran perasaan, dan wujudkan
dalam lingkungan manusia baik intelektual maupun emosional”.4

Jadi pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan

sengaja atau secara bertahap dalam berproses terhadap anak didik oleh orang

dewasa agar ia menjadi dewasa pula. Atau usaha yang dilakukan oleh seseorang

atau sekelompok orang agar menjadi dewasa untuk mencapai tingkat hidup dan

penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mentalnya.

Karna mengingat begitu pentingnya pendidikan merupakan faktor yang sangat

utama dalam mengembangkan potensi seseorang untuk memanusiakan manusia

demi masa depannya baik secara invidual maupun kolektif, maka perlu adanya

sarana berupa lembaga-lembaga pendidikan sebagai wahana untuk membina dan

Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, Cet.I, Pusat kalam Mulia, Jakarta 1994,h. 1 3
Ahmad Khursyi, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Cet.I, Pustaka Progresif, Surabaya, 1992,h. 15 4

3
mengembangkan potensi yang ada pada mereka sehingga lebih terarah dan efektif,

baik itu melalui lembaga pendidikan informal, formal maupun non formal.

Pernyataan memanusiakan manusia tersebut di atas mengandung pengertian,

bahwa bila mana seorang anak mendapat pendidikan yang layak, maka mereka tidak

akan menjadi manusia yang sebenarnya, dalam arti tidak akan sempurna hidupnya

dan tidak akan dapat memenuhi fungsinya sebagai manusia yang berguna dalam

hidup dan kehidupannya. Dengan kata lain, hanya pendidikanlah yang dapat

memanusiakan dan membudayakan manusia.

Dengan adanya kemampuan dasar pada manusia, berupa potensi atau fitrah tadi

maka manusia dalam hidup dan kehidupannya tidak hanya berdasar pada instink

atau naluri saja, tetapi juga berdasarkan dorongan dari berbagai potensi yang

dimilikinya tersebut, maka manusia harus membutuhkan adanya bantuan dari orang

lain untuk membimbing, mendorong dan mengarahkan agar berbagai potensi

tersebut dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar dan secara optimal,

sehingga kelak hidupnya dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Dengan demikian mereka akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya berupa

pendidikan tadi baik itu melalui lembaga pendidikan informal, formal maupun nan

formal sehingga dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baik itu lingkungan

fisik maupun sosial.

Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa pendidikan itu berusaha untuk

mengembangkan aspek-aspek kepribadian anak, baik jasmania maupun rohania,

sehingga dengan pendidikan itu akan tercapai kehidupan yang harmonis seimbang

antara kebutuhan mental spritual dan antara duniawi dan ukhrawi.Seorang anak

dalam perkembangan tidak dapat di lepas begitu saja, melainkan masih

membutuhkan kasih sayang dan bimbingan dari pihak- pihak tertentu, dalam hal ini

4
para orangtua dan para guru, dengan melalui lembaga pendidikannya masing-

masing,untuk mengantisipasi berbagai hal yang negatif pada pribadi anak- anak.

Oleh karna itu, paling ideal bahwa dalam rangka membentuk kepribadian

seorang anak , maka diperlukan berbagai muatan oleh para pendidik, baik melalui

lembaga pendidikan informal maupun lembaga pendidikan formal sebagai syarat

mutlak yang menjadi dasar dalam membina dan mengarahkan nilai- nilai edukatif

ke dalam pribadi peserta didik. Secara singkat pendidikan merupakan produk dari

masyarakat, karma apabila disadari arti pendidikan sebagai proses transmisi

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya

kepada generasi muda maka seluruh upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya

oleh kekuatankekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang dipelajari

merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain baik di rumah, sekolak,tempat

permainan, pekerjaan dan sebagainya. Wajar Pula apabila segala sesuatu yang kita

ketahui adalah hasil hubungan timbal batik yang ternyata:sudah sedemikian rupa

dibentuk oleh asyarakat kita.

Bagi masyarakat sendiri "hakikat pendidikan" sangat bermanfaat bagi

kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Agar masyarakat itu dapat

melanjutkan eksistensinya, maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilai-

nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lamnya yang diharapkan

akan dimiliki oleh setiap anggota. Setiap masyarakat berupaya meneruskan

kebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu sesuai corak masmg-masmg periode

jaman kepada generasi muda melalui pendidikan, secara khusus melalui interaksi

sosial.5 Dengan demikian "hakikat pendidikan" dapat diartikan sebagai proses

sosialisasi. Dalam pengertian tersebut, pendidikan sudah dimulai semenjak seorang

individu pertama kali berinteraksi dengan lingkungan eksternal di luar dirinya,


Alfian, Transformasi sosial Budaya Dalam Pembangunan Nasional, UI Press, Jakarta, 1986,h. 27 5

5
yakni keluarga. Seorang bayi yang barn lahir tentunya hidup dalam keadaan yang

tidak berdaya sama sekali. Menyadari hat demikian sang ibu berupaya memberikan

segala bentuk curahan kasih sayang dan buaian cinta kasih melalui air susunya,

perawatan yang lembut serta gendongan yang begitu mesra kepada si bayi.

Begitulah proses tersebut berlangsung selama si bayi masih tetap memerlukan

pertolongan intensif dari manusia. lain. Sampai pada umur lima tahun bayi itu

tumbuh dan berkembang dengan sehat di dalam mahligai cinta kasih perpaduan

sepasang manusia yang menjadi orang tuanya. Dari sini bisa disadari selain anggota

keluarga baru itu belajar mengetahui, mempelajari serta melakukan berbagai reaksi

terhadap stimulus dari dunia barunya maka bisa kita cermati pula bahwa sang bayi

juga memahami esensi nilai-nilai kemanusiaan dari keluarganya dalam bentuk gerak

tubuh, belajar berbicara, tertawa serta semua tindak tanduk yang menggambarkan

bahwa jiwa raganya telah terpaut erat oleh belaian kasih sayang manusia dewasa.

2. Peran Pendidikan Sebagai Media Mobilitas Sosial.

Peran pendidikan nasional harus dapat mewujudkan diri untuk menjadi sarana

atau media mobilitas sosial sehingga harus menekankan pada pemerataan kualitas

pendidikan.

Lembaga pendidikan, terutama sekolah, harus didesain untuk dapat


meningkatkan strata sosial anak didik. Misalnya, jika terdapat anak seorang
petani mengenyam sekolah maka anak tersebut seharusnya mendapat
kesempatan menjadi jenderal atau setidaknya menjadi petani yang lebih maju
dari ayahnya.
Dengan sendirinya, pendidikan memberi kesempatan membantu mengangkat
jenjang atau martabat anak didik. "Sekolah dapat menjadi jembatan partisipasi
mobilitas sosial secara demokratis," 6

Dalam masyarakat manapun bisa kita temui berbagai golongan masyarakat

yang pada praktiknya terdapat perbedaan tingkat antara golongan satu dengan

golongan yang lain. Adanya golongan yang berlapis-lapis ini mengakibatkan

Zamroni, Media Indonesia-Pendidikan dan Kebudayaan, 04 Mei 2001 6

6
teladinya stratifikasi sosial baik itu secara ketat ataupun lebih bersifat texb,uka.

Masyarakat yang menganut pelapisan sosial secara ketat tidak memungkinkan

adanya kenaikan tingkat bagi para warganya secara mudah. Sebaliknya, dalam

masyarakat yang menganut pelapisan sosial yang bersifat terbuka warga yang

bersangkutan bisa dengan leluasa naik atau bahkan turun dari tingkat satu ke tingkat

lainnya atas dasar faktor-faktor tertentu.7

Menurut Nasution, ada tiga metode yang bisa digunakan untuk menentukan

stratifikasi sosial dalam masyarakat yakni metode objektif, metode subjektif dan

metode reputasi.

Metode-metode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Metode Objektif

Berdasar metode ini stratifikasi sosial ditentukan dengan menggunakan penilaian

objektif antara lain terhadap jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan dan

jenis pekerjaan.

Pada dasamya kelas sosial merupakan "suatu cara hidup". Diperlukan banyak sekali

uang untuk dapat hidup menurut cara hidup orang berkelas atas. Meskipun demikian

jumlah uang sebanyak apapun tidak menjamin segera mendapatkan status kelas

sosial atas. Jadi bisa ,saja oarang-orang "kaya barn" walau mereka bisa membeli

mobil mewah dan bisa mernbangun rumah besar tidak Berta merta dianggap sebagai

orang lapisan atas jika tidak niampu menyesuaikan diri secara mendalam terhadap

gays hidup orang "kaya lama".

Pendapatan yang diperoleh dari investasi lebih memiliki pretise daripada

pendapatan yang diperoleh dari tunjangan pengangguran. Pendapatan yang

diperoleh :dari peker aan profesional lebih berfungsi dalam sistem sosial daripada

yang berwujud upah pekerjaan kasar. Uang yang didapat dari spekulasi penjualan
Vembrianto , Sosilogi Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta 1990, h.317
7

7
barang-barang yang disimpan lebih baik daripada uang dari hasil perjudian balapan

kuda. Sumber dan jenis penghasilan atau pendapatan seseorang memberi gambaran

tentang Tatar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.

Jenis dan tinggi rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang kelas sosial.

Pendidikan bukan hanya sekadar memberi keterampilan kerja, tetapi jugs

melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan dan lain-lain

Pekerjaan merupakan aspek kelas sosial yang penting karena begitu banyak segi

kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Apabila kits mengetahui jenis

pekerjaan seseorang, maka kits bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar

hidup, teman-teman, jam kerja dan kebiasaan-kebiasaan seharihari keluarga orang

itu. Kita bahkan bisa membaca selera bacaan, selera rekreasi, standar moral, dan

orientasi keagamaannya. Dengan kata lain jenis Pekerjaan merupakan bagian dari

cara hidup yang sangat berbeda degnan jenis pekerjaan lainnya.

2. Metode Subjektif

Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota

masyarakat menilai dirinya dalam bierarki kedudukan dalam masyarakat itu.

Kebanyakan ahli sosiologi berpandangan bahwa kelas sosial adalah suatu

kenyataan, meskipun orang tidak sepenuhnya menyadari hal itu,

Jika demikian, apakah keanggotaan kelas sosial seseorang ditentukan oleh

perasaannya sendiri bahwa ia termasuk dalam kelas sosial tertentu. Ataukah

ditentukan oleh pendapatan, pendidikan dan pekerjaan yang sebagian besar

menentukannya, karena ketiga faktor itulah yang menentukan sebagian besar cara

hidup seseorang. Walaupun demikian, perasaan identifikasi kelas sosial cukup

penting, sebab orang cenderung meniru norms-norms perilaku kelas sosial yang ia

anggap sebagai kelas sosialnya. Beberapa kenyataan membuktikan bahwa orang

8
yang menempatkan diri mereka pads kelas sosial politik yang sama dengan sikap

pohtik kelas sosial itu, bukannya sama dengan sikap politik kelas sosial mereka

yang sebenarnya.

berwujud upah pekerjaan kasar. Uang yang didapat dari spekulasi penjualan barang-

barang yang disimpan lebih baik daripada uang dari hasil perjudian balapan kuda.

Sumber dan jenis penghasilan atau pendapatan seseorang memberi gambaran

tentang Tatar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.

Jenis dan tinggi rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang kelas sosial.

Pendidikan bukan hanya sekadar memberi keterampilan kerja, tetapi jugs

melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan dan lain-lain

Pekerjaan merupakan aspek kelas sosial yang penting karena begitu banyak segi

kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Apabila kits mengetahui jenis

pekerjaan seseorang, maka kits bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar

hidup, teman-teman, jam kerja dan kebiasaan-kebiasaan seharihari keluarga orang

itu. Kits bahkan bisa membaca selera bacaan, selera rekreasi, standar moral, dan

orientasi keagamaannya. Dengan kata lain jenis Pekerjaan merupakan bagian dari

cara hidup yang sangat berbeda degnan jenis pekerjaan lainnya.

Identifikasi diri atas kelas sosial memberikan beberapa pengaruh terhadap

perilaku seseorang, terlepas apakah is benarbenar merupakan anggota kelas itu atau

bukan.

3. Metode Reputasi

Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota

masyarakat menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu. Orang

9
diberi kesempatan untuk memilih golongan-golongan masyarakat yang telah

teridentifikasi dalam suatu masyarakat.8

Banyak ahli termasuk Warner menggmakan enam klasifikasi I dengan cara

membagi tiap kelas sosial ke dalam lapisan atas dan lapisan bawah. Kelas sosial

yang paling tinggi atau kelas sosial atas-lapisan atas (upper-upper class) mencakup

keluarga-keluarga kaya lama, yang telah lama berpengaruh dalam masyarakat dan

sudah memiliki kekayaan bagitu lama, sehingga orang-orang tidak lagi bisa

mengingat kapan dan bagaimana cara keluarga-keluarga itu memperoleh

kekayaannya. Orang-orang pada kelas sosial atas-lapisan bawah (lower-upper class)

mungkin saja mempunyai jumlah uang yang sama tapi mereka belum terlalu lama

memilikinya dan kelas sosial menengah-lapisan atas (upper-middle class) mencakup

kebanyakan pengusaha dan orang-orang profesional yang berhasil, yang umumnya

berlatar belakang keluarga 'baik" dengan penghasilan yangn menyenangkan. Kelas

sosial menengah-lapisan bawah (lower- middle class) meliputi para juru tulis,

pegawai kantor, pengrajin terkemuka. Kelas sosial rendahlapisan bawah (lower-

lower class) meliputi para pekerja tidak tetap, penganggur, buruh musiman, dan

orang yang hampir terns menerus bergantung pada tunjangan pengangguran.9

Pada lingkungan pendidikan, kesadaran kelas merupakan salah satu bentuk

kesadaran sosial, suatu kesadaran diri dalam kaitannya dengan tingkatan sosial

seseorang. Dalam masyarakat berkelas, sehubungan dengan pemilikan dan

pencabutan hak, setup pribadi termasuk ke dalam kelas sosial tertentu. Pengenalan

akan situasi dan tanggung jawab kelas seseorang disebut sebagai "kesadaran

kelas" . Menurut beberapa teori, seseorang tidaklah memiliki "diri" di luar kelas

sosialnya. Lebih lanjut, "diri" suatu pribadi adalah "nurani"nya, yaitu jumlah total

Nasution S., Sosiologi Pendidikan, Cet. I, Bumi Aksara, Bandung, 2004, h. 47 8


Alvin Y. dan Suwarsono, Perubahan Sosial Dan Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1994, h. 9 9

10
dari emosi, pikiran, rasa sakit, derita, dan kecenderungan-kecenderungannya, dan

semua ini dibatasi di dalarn "kelas"nya. Para pendukung gagasan ini yakin bahwa

manusia adalah tuna "diri". seseorang adalah periada subjektif, bukan objektif.

Periada .objektif, menurut mereka, hanya bisa dikenali dalarn kelasnya yang

bersangkutan. Individu itu tidak maujud (non eksistent). Massa dan kaum

aristokratlah yang maujud. Hanya dalarn suatu masyarakat tanpa kelas sajalah,

kernaujudan seseorang teraktualisasikan. Oleh karena itu, dalarn suatu masyarakat

berkelas, kesadaran sosial tidak berarti. lain kecuali kesadaran kelas.

Kesadaran kelas secara tegas dapat disebut pula sebagai kesadaran yang

berorientasi pada keuntungan atau utilitarianisme. Oleh karena ia didasarkan pada

filsafat bahwa keuntungan kebendaan merupakan landasan karakter seseorang dan

bertindak sebagai kekuatan utama yang ada pada dirinya. Dalam skerna ini,

ekonomi dianggap merupakan lembaga dasar dari bentukan sosial dan interest

bendawi tadi dihargakan sebagai cikal bakal nurani, cites-cites dan gagasan

bersama, yang semua anggota suatu kelas sosial ikut mendukungnya. Semangat

kelas memberi seseorang wawasan kelas dan hal itu menyebabkan seseorang

memandang dan menafsirkan dunia pada umumnya dan masyarakat pada

khususnva, dari suatu sudut tertentu dan melalui sudut Pandang kelas tertentu pula,

ia mendorong seseorang merasakan derita kelas dan menjalankan urusan sosial atas

dasar pandangan kelasnya. Marxisme meyakini adanya jenis kesadaran ini dan

karenanya kesadaran ini disebut pula kesadaran Marxian.

Dalam perspektif perubahan, kelas merupakan sate konsep, central. Di awal The

Communist Manifesto, Marx dalarn Johnson mengatakan, "sejarah dari semua

masyarakat yang ada hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas". Pada

pokoknya ada dua kegs yang besar, kaum borjuis dan kaum ploletar, yang pertama

11
memiliki alat-alat produksi dan yang kedua tidak mempunyai apes-apes selain

tenaga mereka saja. Meskipun ini merupakan dua kelas yang besar dalarn

masyarakat, Marx masih berbicara tentang lumpen ploletatiat, atau mereka

menduduki hierarki paling 'bawah, dan kadangkala Ia juga membedakan

antara kaum kapitalis dan kaum pemilik tanah apabila membahas kaum borjuis.

Marx berpendapat bahwa perjuangan kelaslah yang membuat masyarakat maju,

meskipun dengan cars yang deterministik.

Bagi Weber dalam Johnson pengaturan orang secara hirarkis dalam suatu sistem

stratifikasi sosial merupakan satu segi yang sangat mendasar dalam struktur sosial.

Sama seperti Marx, Weber jugs mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai

dasar yang fundamental untuk kelas. Bagi dia, kelas sosial terdiri dari semua orang

yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Kita bisa

iberbicara tentang suatu kelas apabila, (1) sejumlah orang sama-tsama memiliki

suatu komponen tertentu yang merupakan somber dalam kesempatan-kesempatan

hidup mereka, sejauh (2) komponen ini secara eksklusif tercermin dalam

kepentingan ekonomi, dan (3) hal itu terlihat dalam kondisi-kondisi komoditi atau

pasar tenaga kerja.10

Butir terakhir ini menjelaskan bahwa kelas-kelas sosial berlandaskan pads dasar

stratifikasi yang bersifat impersonal dan objektif. Para anggota dari kelas yang sama

mungkin menjadi radar akan kepentingan mereka bersama dalam bidang ekonomi

dan terlibat dalam tindakan ekonomi atau politik yang terorganisasi untuk

memperjuangkannya, seperti dikemukakan Marx dalam pandangannya, kepentingan

kelas atau kesadaran kelas ada atau tidak ada, posisi kelas ditentukan (menurut

Marx dan menurut Weber) oleh kriteria obyektif yang berhubungan dengan

kesempatan-kesempatan hidup dalam dunia ekonomi.


Ravik Karsidi, Op.Cit. h.35 10

12
Kelas sosial bagi Dhurkeim dalam Johnson tidak menjadi sorotan utama dalam

pemikirannya. la lebih suka menjelaskan tentang solidaritas dan integrasi. Namur

demildan Dhurkeim tetap berpandangan struktur sosial sebagai dasar sebuah

kenyataan sosial. Tekanan dia pads tingkat analisis struktur sosial yakni pads

analisis tentang basil-basil tindakan sosial yang objektif terlepas dari motif-motif

subjektif, Berta minatnya pads penelitian mengenai dasar-dasar keteraturan sosial,

merupakan elemen-elemen utama dalam teori fungsionalisme mass kini.

Walaupun ajaran kesetaraan merupakan inti tradisi Islam, masyarakat muslim pra

modern, sebagaimana masyarakat majemuk praindustri lainnya, menganggap

dirinya dan orang-orang di sekelilingnya menduduki posisi tertentu dalam sebuah

hierarki.11

Pendidikan adalah merupakan faktor yang sangat berperan sebagai satu-satunya

induk dari sekian media yang dapat dimanfaatkan dalam memobilasi hirarki atau

stratafikasi sosial seseorang atau suatu komonitas masyarakat yang ada. Oleh karena

itu kesadaran pemerintah akan hal tersebut adalah haruslah benar-benar dapat

ditegakkan demi kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa dalam sebuah bingkai

kenegaraan.

C. Kesimpulan

1. Hakikat sebuah pendidikan dapat diartikan sebagai media tempat

proses pendewasaan diri dilakukan, melalui pengembangan sejumlah

potensi yang dimiliki oleh seseorang dan proses tersebut, sudah dimulai

semenjak seorang individu pertama kali berinteraksi dengan lingkungan

eksternal di luar dirinya, baik lingkungan pendidikan informal, lingkungan


.Rafik Karsidi, Ibid 11

13
pendidikan nonformal, maupun lingkungan masyarakat sekitar di mana dia

tempati.

2. Bahwa Peran pendidikan sebagai media dalam memobilisasii hirarki

atau stratafikasi sosial seseorang atau suatu komonitas masyarakat, bangsa

dan Negara adalah tidak dapat dipungkiri lagi. Karena hal itulah yang selalu

diakui mewarnai setiap perbincangan tentang penyebab utama tingkat

kemajuan sosial suatu bangsa atau Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Khursyi, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Cet.I, Pustaka Progresif,


Surabaya, 1992
Alfian, Transformasi sosial Budaya Dalam Pembangunan Nasional, UI Press,
Jakarta, 1986

14
Alvin Y. dan Suwarsono, Perubahan Sosial Dan Pembangunan, LP3ES, Jakarta,
1994
Horton & Hunt, yang dikutip oleh Arif Budiman dalam , Teori Pembangunan Dunia
Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1996
Nasution S., Sosiologi Pendidikan, Cet. I, Bumi Aksara, Bandung, 2004
Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, Cet.I, Pusat kalam Mulia, Jakarta 1994
Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, UNS Press, Semarang 2003
Vembrianto , Sosilogi Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta 1990, h.31
Zamroni, Media Indonesia-Pendidikan dan Kebudayaan, 04 Mei 2001

15

Anda mungkin juga menyukai