Anda di halaman 1dari 107

BAPPENAS

PEDOMAN
EVALUASI DAN INDIKATOR
KINERJA PEMBANGUNAN

KEDEPUTIAN EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN


BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
TAHUN 2009
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

KATA PENGANTAR

Sesuai mekanisme yang disepakati, hasil Kegiatan Unit Kerja Eselon II


(UKE II) di Bappenas dilaporkan perkembangannya sejak awal,
pertengahan, hingga tahap akhir. Buku ini merupakan perbaikan
dan pemutakhiran laporan kegiatan di atas, dan melengkapi publikasi
lain yang berkaitan dengan evaluasi sebagai hasil kegiatan
Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan (EKP) khususnya
Direktorat Evaluasi Kinerja Sektoral (EKPS).

Buku ini disusun dengan tujuan utama agar isinya dapat menjadi
referensi bagi Dit.EKPS, dan secara umum, Bappenas. Isi buku dapat
pula digunakan oleh masyarakat luas, khususnya mereka yang terkait
dalam kegiatan penyusunan rencana pembangunan dan mereka yang
akan melakukan monitoring & evaluasi (Monev), dan diharapkan
dapat menjadi tambahan masukan dan bahan pertimbangan dalam
berbagai kegiatan tersebut. Dalam konteks itu, telah dilakukan usaha
untuk memperoleh dan mengerti struktur penulisan RPJMN 2004-
2009 dan RKP 2005-2009 khususnya dalam hal kesinambungan
kebijakan, tujuan program, sasaran, dan indikatornya. Usaha itu
dilakukan melalui pemetaan 15 (Lima belas) Bab dalam RPJMN 2004-
2009 dan RKP Tahunan mulai 2005 hingga 2008. Kesemua Bab
tersebut dipilih karena kebetulan juga merupakan spesialisasi staf di
lingkungan Direktorat EKPS. Hasil pemetaan itu telah disajikan dalam
Suplemen Buku Mapping Sasaran dan Indikator Pembangunan Dalam
RPJMN 2004-2009 dan RKP 2005–2009; yang disusun dan
dipublikasikan terpisah pada tahun 2008.

ii
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Meskipun sederhana, buku ini (Beserta Suplemennya) diharapkan


dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai salah satu tambahan
referensi dalam proses penyusunan berbagai dokumen perencanaan.
Disadari pula bahwa isi buku ini masih memerlukan banyak perbaikan
dan koreksi di sana-sini. Untuk itu kami berharap kiranya semua
pihak berkenan menyampaikan masukan dan disampaikan kepada
Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral, Bappenas
(Melalui e-mail atau Fax yang tertera pada sampul belakang buku
ini).

Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada semua pihak


yang ikut serta dalam menyusun, memproses pemetaan dan
menguraikan indikator kinerja, serta memberi masukan dalam
berbagai bentuk koreksi dan komentar, sehingga publikasi ini dapat
terwujud.

Jakarta, Desember 2009


Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan

DR. Ir. Dedi M Masykur Riyadi

iii
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
Ringkasan Eksekutif viii

Bab 1 Pengantar 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 4
1.3. Sistematika Penulisan 5

Bab 2 Telaah Litaratur: Evaluasi & Indikator Kinerja Pembangunan 8


2.1. Pengantar 8
2.2. Sistem Evaluasi 9
2.2.1. Konsep dan Definisi Monev 9
2.2.2. Pembagian Peran dan Tanggung Jawab 18
2.2.3. Data dan Kemampuan Evaluasi 19
2.3. Cara-cara Evaluasi Kinerja 20
2.4. Generic Logic Model 23
2.5. Konsep dan Definisi Indikator Kinerja 29
2.5.1. Pengukuran Kinerja 30
2.5.2. Persyaratan Indikator 32

Bab 3 Review RPJMN dan RKP 34


3.1. Struktur Penulisan dan Indikator kinerja dalam RPJMN dan
RKP 34
3.2. Evaluasi atas Sasaran Bab 37
3.2.1. Tinjauan Umum 37
3.2.2. Telaah atas Sasaran Kesehatan 40
3.2.3. Telaah atas Sasaran Keluarga Berencana 44
3.3. Evaluasi atas Kegiatan Pokok Program 48

Bab 4 Indikator Kinerja Pembangunan 56


4.1. Pengantar 56
4.2. Penyusunan Indikator Kinerja 58
4.3. Tahapan Penyusunan Indikator 60
4.3.1. Persiapan Penyusunan Indikator 60
4.3.2.Penyusunan Daftar Indikator 61

iv
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

4.3.3.Pendefinisian Indikator 62
4.3.4.Penentuan Indikator 62
4.3.5.Validasi Indikator 63
4.4. Metode Penyusunan Indikator Outcome 63
4.4.1.Penentuan Indikator Outcome Diawali dengan
Penentuan Statement Indikator 64
4.4.2.Penentuan Indikator Outcome dengan Pendekatan
OIIWA 67
4.5. Aplikasi Logic Model dalam Exercise Penyusunan Beberapa
Program RPJMN 71

Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi 90


5.1. Pengantar 90
5.2. Kesimpulan 90
5.3. Rekomendasi 91
5.4. Tindak Lanjut yang Diperlukan 93

Daftar Pustaka 96

v
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

DAFTAR TABEL

Tabel II.1. : Perbedaan Monitoring dan Evaluasi 14


Tabel II.2. : Gambaran Monitoring dan Evaluasi, di Beberapa
Negara: Colombia, Brazil, Chile dan Mexico 16
Tabel III.1. : Daftar Variabel Sektor Kesehatan 42
Tabel III.2. : Daftar Variabel Sektor Keluarga Berencana 46
Tabel III.3. : Daftar Variabel Kegiatan Pokok Sektor Keluarga
Berencana 49
Tabel IV.1. : Penerjemahan Permasalahan menjadi Pernyataan
Outcome 64
Tabel IV.2. : Contoh Penyusunan Outcome Bidang Pendidikan 66
Tabel IV.3. : Aplikasi Logic Model 1: Program Perbaikan Gizi
Masyarakat 74
Tabel IV.4. : Aplikasi Logic Model 2: Program Keluarga
Berencana 77
Tabel IV.5. : Aplikasi Logic Model 3: Program Pengembangan
Pemasaran Pariwisata 81
Tabel IV.6. : Aplikasi Logic Model 4: Program Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun 87

vi
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1. : Siklus Manajemen Perencanaan Pemerintah 3


Gambar II.1. : Tipe Variabel dan Indikator terkait sebagai dasar
kinerja Monitoring & Evaluasi 18
Gambar II.2. : Bentuk Sederhana Logic Model 24
Gambar II.3. : Program Action Logic Model 25
Gambar II.4. : Ketidaklinearan Program 27
Gambar II.5. : Simple Logic Model 28
Gambar II.6. : Berbagai Refleksi Logic Model 29
Gambar III.1. : Struktur Penulisan RPJMN 2004-2009 34

vii
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

RINGKASAN EKSEKUTIF

Hasil Kegiatan Koordinasi Direktorat Evaluasi Kinerja Sektoral Tahun


Anggaran 2008 diwujudkan dalam 2 (dua) buku: 1) Buku Evaluasi
dan Indikator Kinerja Pembangunan, dan 2) Suplemen Buku: Mapping
Sasaran dan Indikator Pembangunan Dalam RPJMN 2004-2009 dan
RKP 2005- 2009. Kedua buku tersebut disusun sebagai persiapan
awal penyusunan RPJMN 2010-2014 berdasarkan gambaran umum
evaluasi atas dokumen RPJMN 2004-2009 dan dokumen RKP 2005-
2008.

Secara umum, buku ini membahas konsep, cara, dan manfaat


evaluasi. Di samping itu, secara khusus juga mengemukakan cara
mengukur capaian kebijakan, program dan kegiatan pokok, melalui
pembentukkan indikator kinerja. Secara singkat juga disajikan
bahasan diskusi dan ulasan atas berbagai pilihan evaluasi yang
mungkin dilakukan. Dalam konteks itu, contoh bahasan dilakukan
dengan memperhatikan struktur penulisan dan isi RKP 2009. Pada
dasarnya, dokumen yang akan dijadikan rujukan adalah RPJMN dan
RKP, yang sandingan sasaran dan indikator serta telaah singkatnya
disajikan dalam Supplemen Buku: Mapping Sasaran dan Indikator
Pembangunan Dalam RPJMN 2004-2009 dan RKP 2005- 2009.

Lima belas Bab dalam RPJMN 2004-2009 yang dipetakan dalam


Supplemen Buku menunjukkan kesinambungan antar tujuan,
sasaran, dan indikatornya; serta benang merah antar program dan
kegiatan pokoknya dari tahun ke tahun. Dari hasil pemetaan dan
gambaran umum atas RPJMN 2004-2009 yang disajikan dalam
bentuk Matriks Sandingan (Lihat Supplemen Buku) dikenali beberapa
keadaan yaitu: 1) Kesinambungan program dan kegiatan pokok serta

viii
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

sasaran tidak terlihat dengan jelas; 2) Sasaran untuk berbagai level


(Agenda, prioritas, program, dan kegiatan) tidak selalu saling terkait,
atau belum terumuskan dengan pasti; dan 3) Sasaran banyak yang
bersifat kualitatif dan belum jelas ukurannya.

Dalam menyusun perencanaan penyusunan kebijakan, program, dan


kegiatan pembangunan perlu dilakukan dalam suatu proses yang
berkesinambungan. Proses diawali dengan kesepakatan menentukan
indikator kinerja pada masing-masing tahap/tingkat penyusunan,
dimulai dari penentuan indikator impact, outcome, output, hingga
input. Sebelum kesepakatan diperoleh, formulasi rumusan
permasalahan seyogyanya sudah terstrukur dan dibahas. Kemudian
disusun strategi, prioritas, dan fokus pembangunan, sebagai upaya dan
solusi untuk memecahkan permasalahan. Jadi, penentuan
permasalahan merupakan proses awal sebelum menentukan indikator
impact/dampak. Kemudian secara berurutan ditentukan indikator
lainnya, hingga akhirnya tersusun kegiatan pokok, dan secara teoritis,
dapat diperkirakan besar alokasi anggaran/input yang diperlukan.

CATATAN: Agar tidak menimbulkan pertanyaan, perlu dicatat


bahwa: Sebagian besar isi buku ini diselesaikan ketika
Buku Pedoman Penyusunan RPJMN 2010-2014 BELUM
disusun atau diterbitkan dan dokumen RPJMN 2010-
2014 BELUM dirampungkan. Buku inipun BUKAN
merupakan buku pedoman evaluasi dan penyusunan
indikator RPJMN 2010-2014, tetapi lebih merupakan
tambahan referensi/pengetahuan dalam berbagai
kegiatan perencanaan.

ix
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

1
Pengantar

1.1. Latar Belakang

Sesuai dengan amanat PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara


Penyusunan Rencana Pembangunan, maka pada awal tahun suatu
periode lima tahunan, Bappenas sudah harus menyiapkan Konsep
Rancangan Awal RPJMN. Hal ini yang terjadi ketika Bappenas
menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN) 2010-2014, sejalan dengan selesainya masa bakti
Pemerintahan SBY-JK dan berakhirnya masa kerja Kabinet Indonesia
Bersatu. Kemudian, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah
pelantikan Presiden terpilih, Bappenas harus menyelesaikan dokumen
tersebut yang sudah terkait dan merupakan turunan Visi dan Misi
Presiden terpilih hasil Pemilu Oktober 2009. Sesuai dengan peraturan
perundangan yang ada, isi RPJMN 2010-2014 mengacu kepada RPJPN
2005-2025, sekaligus merupakan kelanjutan pelaksanaan kegiatan
RPJMN 2004-2009 yang belum dapat dirampungkan.

Dalam kaitan itu, telaah atas Sasaran Bab dalam dokumen RPJMN
2004-2009 menunjukkan bahwa banyak sasaran yang tidak terukur
atau dapat terukur tetapi sulit diperoleh data/informasinya. Oleh
karena itu seyogyanya ketika menyusun rencana pembangunan
(Kebijakan, sasaran, program, dan kegiatan) dilakukan melalui proses
yang bertahap, terstruktur dan terencana baik. Dengan demikian,
rencana pembangunan tersebut akan mudah dimonitor dan dievaluasi

1
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

karena indikator atau ukurannya tersedia, sehingga capaian


kebijakan dan program serta kegiatan dapat diikuti perkembangan
dan pencapaiannya.

Review atas apa yang dikerjakan beberapa negara, menunjukkan


bahwa monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh suatu badan
atau organisasi pemerintah manapun tidak menyeluruh dan mendetil,
karena sangat besar cakupan kerja dan biayanya. Pada umumnya
monitoring dan evaluasi dilakukan untuk kebijakan atau program
atau bahkan hanya isu penting dari beberapa sektor tertentu.
Kalaupun seluruh program pemerintah dievaluasi, kedalamannya
bervariasi, atau secara umum, sehingga analisa lebih mencakup
evaluasi atas suatu program (Berjalan baik atau tidak). Analisis lebih
mendalam biasanya dilakukan khusus untuk isu atau program besar.
Hal ini diuraikan dalam Bab II mengenai Studi Literatur.

Selanjutnya, telah diketahui secara luas bahwa siklus manajemen


perencanaan Pemerintah mencakup 4 (empat) hal yaitu; Planning,
Budgeting, Implementing, dan Monitoring & Evaluation. Siklus tersebut
disajikan pada Gambar I.1 (Castro, 2007). Empat elemen tersebut
merupakan juga siklus kerja Bappenas. Budgeting dan Implementing
lebih merupakan pekerjaan yang bersifat koordinasi baik dengan
Departemen Keuangan maupun dengan Kementerian/Lembaga (K/L).
Isi dari UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 25 Tahun 2004 memastikan
bahwa Bappenas lebih merupakan Perencana dan Evaluator. Dalam
hal Anggaran, tugas Bappenas lebih kepada mengkoordinasikan
alokasi atau rencana penggunaan Anggaran, serta Koordinasi rencana

2
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

kegiatan pembangunan yang akan dilakukan K/L dengan alokasi


budget sesuai resource envelope yang ada.

Upaya monitoring penggunaan alokasi anggaran telah dilakukan di


Bappenas dengan dasar UU No. 39 Tahun 2004. Namun sesuai dengan
formulasi UU tersebut, data dan informasi yang dikumpulkan lebih
merupakan laporan penggunaan anggaran/uang daripada substansi
capaian pembangunan yang melibatkan indikator kinerja program
dan pelaksana program (K/L). Di masa yang akan datang, mungkin
dapat dibangun satu mekanisme atau sistem yang akan
memudahkan untuk melakukan evaluasi, paling tidak, atas capaian
kegiatan pembangunan dan akan lebih baik lagi bila mencakup
kebijakan dan program, yang pelaksanaannya dilakukan bersama
oleh Bappenas, K/L dan dunia usaha.

Gambar I.1. Siklus Manajeman Perencanaan Pemerintah


Management Cycle of Government
(Draft report; M.F.Castro, 2007)

2 Budgeting

3
1 Planning
Implementation

4 M&E

Sumber : Draft Report, M.F. Castro, 2007

3
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Gambar I.1 menunjukkan bahwa hasil monitoring dan evaluasi akan


menjadi dasar penyusunan rencana pembangunan siklus berikutnya.
Oleh karena itu, seyogyanya, disamping evaluasi yang dilakukan pada
waktu tengah dan akhir tahun jangka menengah, dilakukan juga
monitoring dan evaluasi secara tahunan.

1.2. Tujuan

Buku ini membahas cara dan mekanisme dalam mengevaluasi


kebijakan, program dan kegiatan serta sasaran termasuk menyusun
indikator kinerja dalam suatu dokumen perencanaan. Dengan
demikian diharapkan dapat dimengerti cara apa yang mungkin
dapat dilakukan ketika suatu evaluasi dampak, outcome, atau output
perlu dilakukan. Telah diketahui bahwa selama ini Bappenas hanya
melakukan upaya evaluasi kinerja pembangunan yang tidak
terstruktur dan tidak kontinyu. Selama ini yang dilakukan hanya
sebatas tingkatan melaporkan hasil pembangunan seperti yang
tertuang dalam Lampiran Pidato Presiden.

Metode evaluasi yang dibahas dalam buku ini menyertakan contoh


aplikasi sederhana berdasarkan isi dokumen RPJMN 2004-2009.
Sementara itu, dalam Suplemen Buku Mapping Sasaran dan Indikator
Pembangunan Dalam RPJMN 2004-2009 dan RKP 2005-2008, dapat
dilihat bahwa mengenali dan memahami kaitan, benang merah, dan
alur kebijakan, program dan kegiatan serta sasaran RPJMN 2004-
2009 dan RKP 2005-2008; sungguh tidak mudah. Apalagi mencermati
dan menyimpulkan perkembangan dan apa yang telah terjadi dalam

4
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

kemajuan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan nasional


selama beberapa tahun terakhir, jelas tidak mudah dikenali secara
runtut.

Pada bagian tertentu buku ini, RKP 2009 juga akan disinggung tetapi
lebih kepada strukturnya dan tidak secara luas atau menyeluruh.
Seperti diketahui, RKP 2009 disusun dengan cara yang relatif serupa
dengan penyusunan RPJMN 2010-2014, sehingga perencanaan
kebijakan dan program serta indikator kinerja dalam kedua dokumen
tersebut akan lebih terstruktur, terencana, dan mudah dimonitor
perkembangan dan dapat dievaluasi capaiannya. Karenanya, buku ini
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun
kegiatan, program dan prioritas pembangunan, sekaligus menentukan
indikator pembangunan (Input, output, dan outcome) dalam
menyusun RPJMN dan RKP.

1.3. Sistematika Penulisan

Bab 1 merupakan pengantar dan penjelasan umum yang mencakup


uraian tentang Pengantar, Latar Belakang dan Tujuan penyusunan
Buku ini. Diuraikan pula tentang Struktur Penulisan RPJMN 2005-
2009 yang sudah baik, namun masih perlu disempurnakan sehingga
mampu mengukur kinerja pembangunan secara pasti. Dengan
demikian, capaian maupun gap (Perbedaan antara sasaran dan
capaian) akan mudah dikenali dan mudah dianalisis dengan tajam.

Bab 2 merupakan suatu telaah literatur yang menguraikan secara


singkat teknik dan metoda evaluasi berdasarkan pengalaman dan

5
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

pengertian yang pernah dilakukan dan ditulis dalam berbagai


literatur atau referensi, tentang evaluasi kinerja program pemerintah,
baik yang pernah dilakukan perseorangan, perguruan tinggi maupun
negara lain. Fokus utama adalah uraian mengenai bermacam
indikator kinerja yang dikaitkan dengan berbagai cara evaluasi yang
pernah dilakukan secara menyeluruh, ringkas dan sederhana, maupun
yang dilakukan hanya terhadap isu penting dan menonjol.

Review atas RPJMN 2004-2009 dipaparkan secara umum pada Bab


3, termasuk tentang Struktur Penulisan, dan Evaluasi atas Sasaran dan
Program Pembangunan. Dalam bab ini juga dicermati dokumen RKP
2005, 2006, 2007 dan 2008, menurut Sasaran dan Kegiatan Pokok
beberapa program yang dianggap penting, besar, atau rumit.

Selanjutnya dalam Bab 4 diuraikan tentang pengertian Indikator dan


tingkatan Indikator kinerja dalam kaitannya dengan pengertian
umum dan aplikasi pembentukkannya pada dokumen RPJMN 2004-
2009 dan RKP 2009. Seperti telah diketahui, struktur penulisan
dokumen RKP 2009 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Di
mulai dari RKP 2009, format penulisan dokumen perencanaan mulai
berubah. Oleh karena itu uraian dalam Buku ini mengacu kepada
struktur prioritas dan program RKP 2009. Secara garis besar,
penulisan RKP 2010 dan dokumen RPJMN 2010-2014 struktur dan
formatnya sudah sinkron dengan struktur RKP 2009. Dapat dipastikan
bahwa dalam dua RKP terakhir itu, perbedaan antara isi dokumen
anggaran dengan dokumen perencanaan sudah tidak terlihat.

6
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Pada bagian akhir, yaitu di Bab 5, disajikan Kesimpulan dan


Rekomendasi bagi pemangku kepentingan dalam konteks
perencanaan. Hal itu terkait dengan wujud iklim kerja yang tepat
untuk membangun kinerja pembangunan yang terukur, formulasi
perencanaan yang berarti bagi pembangunan Indonesia, dan
meningkatkan akuntabilitas penggunaan dana publik.

7
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

2
Telaah Literatur:
Evaluasi & Indikator Kinerja
Pembangunan

2.1. Pengantar

Management Cycle of Government seperti digambarkan oleh


MF.Castro (2007) merupakan bagian dari suatu proses yang
berkesinambungan dari 4 (empat) hal yaitu, Planning, Budgeting,
Implementing, dan Monitoring & Evaluation (Lihat Gambar I.1.). Dari
berbagai referensi dapat disimpulkan bahwa konsep dan definisi
Monitoring dan Evaluasi (Selanjutnya disebut: Monev) dapat
didefinisikan sendiri oleh pihak yang menggunakannya (Pemerintah,
misalnya) sesuai dengan fungsinya sebagai alat bantu dalam
memperoleh informasi tentang kualitas kinerjanya. Hal ini juga
digunakan untuk memutakhirkan proses perencanaan dan
pembiayaan termasuk integritasnya. Dengan demikian, monev yang
berkualitas adalah yang menggunakan satu bahasa dan satu
pengertian untuk penggunaan dan pengaplikasian alat yang
digunakan dalam monev termasuk konsep dan definisinya. Jadi
diperlukan suatu sistem evaluasi yang mantap dan terstruktur. Bila
tidak, maka monev akan menimbulkan masalah baru dan
kebingungan, karena ketidakseragaman pengertian dan akibatnya
tidak mungkin digunakan secara berkelanjutan.

8
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

2.2. Sistem Evaluasi

Menurut berbagai sumber, hal penting yang harus diperhatikan


dalam suatu sistem evaluasi seyogyanya menyangkut kejelasan
akan:
 Konsep dan Definisi Monev
 Pembagian peran dan Tanggung jawab
 Kapasitas dan Komitmen
Ketiga topik bahasan tersebut diuraikan secara singkat di bawah
ini.

2.2.1. Konsep dan Definisi Monev

Oleh karena fokus kegiatan lebih banyak ke arah melakukan evaluasi


maka dalam penulisan ini, titik berat pembicaraan lebih diarahkan
kepada evaluasi daripada monitoring. Namun pengertian dan uraian
tentang Monitoring dan Evaluasi dilihat dari berbagai pendekatan dan
dari berbagai sumber, tetap akan disinggung, dijabarkan dan
diuraikan di bawah ini.

Evaluasi, dari sudut konsep program, banyak macamnya (Carter


McNamara,1997-2008), dan ditujukan untuk berbagai keperluan. Hal
yang baik dilakukan adalah menyusun suatu evaluasi yang realistik
dan praktis, sehingga tidak bertele-tele, membingungkan, dan sulit
dimengerti. Selain menunjukkan capaian, evaluasi juga dapat
berfungsi sebagai alat verifikasi apakah suatu kebijakan, program,
atau kegiatan, dapat berjalan sesuai dengan rencana. Ketika
menyusun atau merencanakan suatu evaluasi beberapa hal perlu

9
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

diperhatikan sehingga kesiapan dan keberlangsungan kegiatan


evaluasi dapat terpelihara, sebagai berikut:

1. Perlu dipastikan apa tujuan melakukan evaluasi. Bila


pertanyaan dibalik, hasil evaluasi akan digunakan untuk
apa? Untuk memutuskan atau menentukan sesuatu?
2. Perlu diketahui hasil evaluasi untuk keperluan atau
konsumsi siapa?
3. Macam informasi dan data apa yang diperlukan? Karena
hasil evaluasi akan berguna bagi pengambilan keputusan
selanjutnya atau untuk gambaran capaian dari pelaksanaan
rencana yang selama kurun waktu tertentu sudah dilakukan.
Dalam hal ini, misalnya, informasi dan data yang berkaitan
dengan input, aktivitas, dan output. Juga tujuan, kekuatan,
dan kelemahan dari kebijakan, program atau kegiatan yang
dievaluasi. Demikian pula manfaat, kegagalan, capaian, dan
penjelasan yang terkait.
4. Perlu diperhatikan juga sumber dan bentuk informasi dan
data yang diperlukan. Apakah dari Badan Statistik, atau
cukup dari pencatatan data di Kementerian/embaga; dan
dalam bentuk hard atau soft copy, contact person, dsb.
5. Apakah pengumpulan data harus dilakukan dengan cara
khusus, misalnya case study, survei skala kecil, daftar
pertanyaan yang diperlukan, atau hanya observasi
sederhana. Apakah harus menyelenggarakan diskusi dalam
Focus Group, atau sekedar tanya jawab dengan staf atau
pegawai yang terkait.

10
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

6. Tidak kalah pentingnya adalah jadwal waktu, kapan


informasi dan data tersebut harus sudah terkumpul?
Mengapa harus informasi dan data tertentu yang
dikumpulkan dan bukan yang lainnya?.

Monitoring dilakukan secara terus menerus atau permanen dan juga


secara komprehensif. Cakupannya juga luas, dan bisa termasuk semua
kegiatan pemerintah atau pembangunan. Pada umumnya, kegiatan
monitoring sangat memanfaatkan data kuantitatif sehingga mampu
melakukan perbandingan capaian indikator yang ditelaah dalam
konteks manajemen dalam suatu unit kerja, organisasi, rencana kerja,
program, atau kegiatan. Hasil monitoring yang dilakukan secara
berkala dan tepat waktu dapat segera mengenali kegagalan,
keterhambatan dalam konteks perkembangan atau kemajuan
pelaksanaan suatu program atau kegiatan. Dengan demikian suatu
corrective action, dapat segera dilakukan antar unit kerja pelaksana
atau antar para penanggungjawab terkait. Jadi monitoring juga
merupakan wujud dari suatu sistem kerja yang saling terhubung yang
dapat mengamankan fungsi manajemen dan hasil kerja.

Sayangnya, informasi kinerja dalam proses monitoring sering tidak


mampu menentukan hubungan kausal (Timbal balik) yang mungkin
justru diperlukan untuk menjelaskan capaian, kegagalan, atau
ketidaktercapaian. Dapat dipastikan bahwa monitoring bukan alat
atau cara yang tepat untuk mengenali faktor apa yang
mempengaruhi atau bagaimana suatu kebijakan/program/kegiatan
dapat terhambat guna mencapai hasil/target/sasaran yang diinginkan.
Misalnya, apa yang mempengaruhi pencapaian kualitas hidup,

11
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

pendapatan, tingkat kematian penduduk, derajat kesehatan bayi dan


balita, peningkatan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di suatu
daerah, atau lain sebagainya; karena yang dapat melakukan hal
tersebut adalah suatu kegiatan evaluasi.

Jadi, berbeda dari monitoring, evaluasi, hanya dilakukan secara selektif


dan tidak terus menerus. Jelasnya, evaluasi merupakan suatu alat
assessment atas perencanaan/rencana yang sedang berlangsung atau
sudah selesai/rampung guna memastikan relevansi, efektifitas, efisiensi,
dampak, dan bahkan keberlangsungannya. Maksud lain dari
pelaksanaan evaluasi adalah penggunaan lessons learned, dalam
suatu proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, secara teknis
evaluasi dapat dirancang dengan baik sehingga mampu
menunjukkan hubungan kausal misalnya antara intervensi publik
dengan dampaknya, apakah positif, negatif, antisipasi, atau sama
sekali di luar dugaan.

Perbedaan lain antara monitoring dan evaluasi dapat dilihat dari


karakteristik pelaksanaannya, karena evaluasi lebih fokus pada
analisa dan bersifat lebih kompleks daripada monitoring. Karenanya,
evaluasi biasanya memerlukan lebih banyak biaya dan waktu yang
lebih panjang, serta kemampuan analisa teknis yang lebih tinggi dari
pada monitoring. Dengan demikian, tidak seperti monitoring, evaluasi
harus ditentukan dan dilakukan secara stratejik, dan tidak harus
komprehensif. Evaluasi pada masa kini, umumnya terfokus pada tiga
aspek yaitu:
 Output (Kuantitas dan kualitas hasil kebijakan/program
/kegiatan)

12
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

 Outcome (Akibat langsung/Intermediate effect kepada


penerima manfaat)
 Impact (Jangka panjang/long-term, cakupan dan kemajuannya
luas/widespread improvement di kalangan masyarakat/
society).

Meskipun monitoring dan evaluasi keduanya sama-sama


digunakan untuk menunjukkan akuntabilitas, namun cara dan
cakupannya berbeda. Selain itu, monitoring lebih merupakan laporan
jangka pendek/report dengan cara pengambilan kesimpulan yang
lebih sederhana daripada evaluasi. Ketika melakukan evaluasi
seringkali diperlukan cara atau metodologi yang cukup canggih,
seperti Rapid Asessment misalnya, ataupun analisa statistik yang cukup
sulit. Pada dasarnya evaluasi harus bisa menunjukkan capaian dan
GAP (Selisih antara target/sasaran dengan capaian Evaluasi). Berikut
ini disarikan dan disajikan perbedaan antara monitoring dan evaluasi
yang diambil dari Castro (2007).

13
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tabel II.1. Perbedaan Monitoring dan Evaluasi


Monitoring Evaluation

Objective - Establishing progress against - Analyzing why intended results were or were
expected goals not achieved

Questions - What is the level of advance vs. -Was the result obtained?
reference value? -Why
-How relevant, sustainable and effective is?

Scope Comprehensive Selective

Methodology - Translates objectives into - Assesses specific causal contributions of


performance indicators and targets activities to results (attribution)
-Measures performance by linking
activities, resources, targets,
responsible and results.
Temporality -Continuous - Not permanent
Use -Report progress to managers -Incorporate lessons learned
-Clarify programs objectives -Highlight strategic alternatives
-Early alerts of problems -Accountability
-Control -Scientific knowledge
-Accountability
Sumber : Castro (2007)

Berbagai negara telah melakukan berbagai cara monitoring dan


evaluasi seperti diperlihatkan dalam Tabel II.2. Tidak ada yang persis
sama, namun beberapa prinsip umum bisa dikenali dan diuraikan
pada kolom pertama. Dari Tabel II.2. , nampak bahwa tidak ada
suatu negarapun yang melakukan evaluasi atas rencana
pembangunannya secara menyeluruh dan mendetil. Sebagai contoh,
Australia hanya mengevaluasi isu dan program penting saja yang
memang harus ditangani pada suatu saat (Australian Government
Report, 2003 ).

Ketika evaluasi kebijakan/program/kegiatan pembangunan


dilakukan, pada dasarnya kita melakukan suatu review dan
menganalisis kinerja hal yang dievaluasi tersebut sesuai dengan
pencapaian sasaran atau target yang telah ditentukan pada

14
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

awal penyusunan rencana program. Ukuran capaian


sasaran/target merupakan pilihan atas variabel-variabel yang dapat
diturunkan dari tujuan pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan itu.
Bila itu merupakan bagian dari suatu strategi atau kebijakan utama,
maka capaiannya harus merupakan bagian dari variabel yang
menunjukkan hasil pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan
tersebut.

Seperti diketahui secara luas, hirarki susunan atau tahapan suatu


perencanaan pembangunan bisa dimulai dari strategi atau kebijakan,
yang diterjemahkan menjadi berbagai program, dan dilaksanakan
dalam berbagai kegiatan. Jadi masing-masing tahapan atau tingkatan
itu mempunyai sasaran yang ditunjukkan atau diwakili oleh satu atau
berbagai variabel. Pada langkah selanjutnya, salah satu variabel
ditentukan menjadi indikator yang mampu mengukur keberhasilan
kebijakan/program/kegiatan tersebut. Dengan demikian, capaian
masing-masing tahap atau tingkatan (level) dapat diikuti
perkembangannya/dimonitor dan pasti dapat dievaluasi.

15
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tabel II.2. Gambaran Monitoring dan Evaluasi, di Beberapa


Negara:
Colombia, Brazil, Chile dan Mexico

Colombia Brazil Chile Mexico

Main National Ministry of Ministry of National


Responsible Planning Planning and Finance Evaluation
Agency Department Budgeting Commission

Normative Constitution, Laws and No Law


support law and regulations
national
policy

Links with In progress In progress Yes No


budget

Monitoring Comprehensiv Pluri-Annual Annual Social


e National Presidential Budget programs,
Development goals, selected programs Presidential
Plan programs Presidential goals
goals
Evaluation Rapid Impact Desk reviews Impact
assessments evaluations and impact evaluations
and impact mainly of evaluations
evaluations social
programs,
desk reviews
of selected
programs
Accountabili To Congress To Congress To Congress To Congress
ty and citizens
Where is M& Consolidating Performance- Integrating M & E System
E heading to M&E System based human
Performance- budgeting resources to
based performance-
budgeting, based budget
MTEF
Sumber: Castro (2007)

16
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Dengan memperhatikan Tabel II.1 dan Tabel II.2, jelas terlihat peran
indikator dalam evaluasi. Selanjutnya Gamber II.1 di bawah ini
menunjukkan bahwa peranan indikator demikian strategisnya sebagai
ukuran kinerja, sehingga penetapan indikator menjadi prasyarat
penting dalam melakukan evaluasi, karena keberhasilan dan
kegagalan dapat diukur dengan menggunakan indikator kinerja.
Adapun macam indikator yang relevan tentu disesuaikan dengan
tingkatannya, yaitu impact, outcome, output atau input.

Gambar II.1 di bawah ini, merupakan contoh jenis variabel dan


indikator terkait Performance-Based Monitoring and Evaluation yang
mungkin digunakan dalam evaluasi di sektor kesehatan. Walaupun
tidak saling terkait atau menggambarkan suatu isu, namun untuk
masing-masing jenis indikator, diberikan contoh sesuai dengan level
atau tingkatannya.

17
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Gambar II.1. Tipe Variabel dan Indikator Terkait sebagai


Dasar Kinerja Monitoring & Evaluasi

- Reduction in the infant mortality rate in


Impacts
benefited districts
- Reduction on childhood diarrhea disease rates

- Increased in potable water service coverage (#


Outcomes of new households with access).

- # of Kms of constructed network


Outputs - # of implemented Water and Sanitation Plans
(WSP)

- # of designed water and sanitation plans (WSP)


Activities - # of approved MSP credits to districts

Inputs
- Amount of disbursed resources.
- Technical personnel trained on the formulation
of WS plans for service provision
Sumber: Castro ( 2007)

2.2.2. Pembangian Peran dan Tanggung Jawab

Agar para pelaksana pekerjaan monitoring dan evaluasi mampu


bersinergi ketika melaksanakannya, diperlukan suatu sistem dan
mekanisme kerja yang jelas, rapi, dan saling melengkapi. Dengan
demikian suatu pembagian peran dan tanggung jawab mutlak
diperlukan oleh seluruh pemangku kepentingan kegiatan monitoring
dan evaluasi. Dalam konteks monitoring dan evaluasi kinerja rencana
pembangunan, pembagian peran dan tanggung jawab dapat
ditentukan antar unit kerja di Bappenas, dan antar Kementerian
Lembaga sektoral. Sama pentingnya dengan pembagian peran dan
tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

18
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

2.2.3. Data dan Kemampuan Evaluasi

Untuk memperoleh hasil maksimal dari suatu kegiatan monitoring dan


evaluasi, perlu diperhatikan ketersediaan data dan kemampuan
evaluasi para pihak yang terkait. Demikian pula, kapasitas, perhatian,
dan komitmen yang setara antar pemangku kepentingan terkait
dengan data manajemen dan komunikasi data. Esensinya, perbaikan
dan penataan (Reform) akan budaya koordinasi kerja dan
keterkaitan jaringan data dan informasi antar unit kerja dalam
institusi Bappenas maupun antara Bappenas dengan K/L akan sangat
diperlukan.

Dengan demikian, suatu sistem evaluasi seyogyanya merupakan suatu


sistem yang solid dan berkaitan erat dengan Sistem Informasi dan
Pengolahan Data yang dapat diandalkan, misalnya dengan Pusdatin
Bappenas atau K/L terkait. Alur komunikasi data yang demikian perlu
segera dibangun sehingga data dan informasi yang diperlukan oleh
unit kerja yang bertanggung jawab tentang urusan Monitoring dan
Evaluation ataupun Direktorat Sektoral yang terkait, akan dengan
mudah diakses atau diambil. Idealnya sistem ini juga dapat mengakses
Data Base K/L lain khususnya yang tersedia di Badan Pusat Stratistik
(BPS).

Telah disinggung di atas bahwa monitoring dan evaluasi mampu


berperan dalam perencanaan, alokasi pendanaan/budgeting, dan
pelaksanaan pembangunan; dengan syarat reform atau penataan
kembali mekanisme kerja harus terjadi. Reform ini mencakup
pergeseran dari model tradisional, yaitu lembaga negara sebagai
tujuan; menjadi suatu konsep baru dimana mereka justru menjadi alat

19
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

untuk mencapai tujuan bernegara. Hal ini juga memerlukan


modifikasi kelembagaan budget. Dengan demikian, tiga hal dalam
expenditure management harus dibedakan, yaitu disiplin fiskal, alokasi
sesuai dengan prioritas, dan operasi yang efisien dalam mencapai
output. (Bonnefoy, 2003; Eggerston, 1990; Campos and Pradhan, 1996;
dan World Bank, 1996 ).

2.3. Cara-cara Evaluasi Kinerja

Menurut Mayston (2003), cara evaluasi kinerja yang umum dilakukan


biasanya menggunakan metoda Multivariate Regression Analysis atau
Data Development Analysis. Dua cara ini biasa digunakan untuk
educational evaluation karena banyak kompleksitas dalam variabel-
variabel pendidikan, namun baik untuk kinerja audit yang kontinyu.
Selain itu, cara Iterative Generalised Least Square (IGLS) juga banyak
dilakukan meskipun tidak terlalu umum.

Untuk para pengambil keputusan, yang biasa dilakukan adalah


menyelenggarakan evaluation research. Namun cara ini memerlukan
daftar pertanyaan yang cukup serius, dan karenanya tidak flexibel,
perlu waktu luas, namun seringkali hasilnya kurang relevan.
Qualitative evaluation strategies sebenarnya lebih diperlukan karena
dapat menjelaskan secara flexibel. Prasyarat untuk hal ini adalah
metodologinya harus sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Selanjutnya riset lanjutan dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dari
hasil evaluasi terdahulu. Informal evaluation, juga sering dilakukan
secara casual, impressionistic, intuitive, dan subjective appraisal. Pada
akhirnya dilakukan suatu formal evaluation, yaitu suatu evaluasi yang

20
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

terstruktur dengan memperhatikan ukuran-ukuran inputs, outputs,


outcomes, dan impacts atau dampak dari hal yang diteliti.

Untuk melakukan monitoring, lebih tepat menggunakan quantitative


indicators guna mengetahui capaian atau hasil yang diinginkan. Hal ini
harus dilakukan pada waktu tertentu, secara regular, sehingga
corrective action dapat dilakukan dan sekaligus dapat dipastikan pula
kaitan antara penanggungjawab, fungsi manajemen pelaksanaan,
dan hasil yang dicapai.

Untuk kejelasan aplikasi perkembangan pelaksanaan evaluasi dalam


lingkup pemerintahan, berikut ini disajikan contoh Laporan Evaluasi
Pemerintah Australia Tahun 2008 (The Report on Government
Services):

Contoh Evaluasi Pemerintah


Hasil evaluasi Pemerintah Australia dituangkan dalam publikasi yang
berjudul The Report on Government Services 2008, dan diterbitkan
dalam 2 (dua) buku. Buku I antara lain mereview isu tentang Early
Childhood, Education and Training, Justice dan Emergency
Management. Buku 2 mencakup review tentang Health, Community
Services, dan Housing. Masing-masing isu dibahas dalam kerangka
bahasan berikut:
 Profile
 Framework of performance indicators
 Key performance indicator results
 Future directions in performance reporting

21
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

 Jurisdictions‟ comments
 Definitions of key terms and indicators
Evaluasi serupa itu telah dilakukan sejak tahun 1993. Pada awalnya,
disadari bahwa laporan itu berguna untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pengeluaran anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan
layanan masyarakat. Namun kemudian banyak pendapat yang
menyatakan bahwa laporan itu juga berfungsi sebagai sumber
informasi kinerja dan juga berguna untuk bahan penyusunan
kebijakan selanjutnya. Dalam rentang waktu 13 tahun, perbaikan dan
perluasan cakupan evaluasi dalam laporan terus menerus dilakukan.
Baru pada beberapa tahun terakhir, review tentang cross-cutting issues
juga dibahas dalam laporan, seperti pada bagian tentang Layanan
Masyarakat (Community Services). Dalam buku tersebut juga
dievaluasi keterkaitan antara children‟s services dan education.

Contoh Indikator
Salah satu contoh indicator impact yang digunakan Pemerintah
Australia dalam The Report on Government Services (2008) adalah
proportion of children enrolled in preschool sebagai indikator yang
memastikan bahwa semua keluarga di Australia mempunyai akses
yang sama/equitable untuk memperoleh layanan prasekolah/preschool
services. Definisi indikator ini adalah proporsi anak dalam kelompok
usia yang menjadi target preschool, yang memanfaatkan layanan
preschool. Dua ukuran digunakan, yaitu:
• Persentase anak yang bersekolah di preschool pada tahun sebelum
dimulainya sekolah mainstream/ fulltime schooling
• Persentase anak balita yang bersekolah di preschool.

22
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tingginya proporsi anak yang menggunakan layanan preschool


merupakan indikasi tingginya ketersediaan layanan preschool.
Indikator ini tidak memberikan informasi tentang preferensi para
orangtua dalam menggunakan layanan preschool, atau faktor lain,
seperti usia mulai masuk sekolah yang dapat mempengaruhi
partisipasi sekolah di tingkat preschool.

2.4. Generic Logic Model

Pengertian Logic Model atau model logika, adalah suatu


diagram/bagan bagaimana suatu kebijakan/program/kegiatan
diharapkan dapat bekerja baik. Dengan kata lain, juga merupakan
gambaran hubungan antara aktivitas dan hasil. Menurut sebagian
orang, model logika hanya dipakai dalam proses evaluasi, namun
sebenarnya tidak sesempit itu, karena penggunaan model logika
penting dan menolong ketika diaplikasikan kedalam proses
perencanaan, formulasi dan penyusunan kebijakan/program/kegiatan,
manajemen pelaksanaan program dan bahkan dalam komunikasi
dan koordinasi.

Jadi model logika adalah:

 Suatu gambaran sederhana dari kebijakan/program/kegiatan,


inisiatif, atau intervensi yang merupakan respon dari suatu
keadaan tertentu.

 Inti dari rangkaian perencanaan, evaluasi, manajemen,


komunikasi dan koordinasi.

23
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

 Sesuatu yang menunjukkan hubungan yang masuk akal antar


berbagai hal yang meliputi sumber yang diinvestasikan,
kegiatan yang dilakukan, dan manfaat atau perubahan yang
dihasilkan.

Logic Model atau Model Logika, juga sering disebut sebagai program
theory (Weiss, 1998), program's theory of action (Patton, 1997), atau
model yang masuk akal tentang bagaimana seharusnya suatu
program bekerja (Bickman, 1987, p. 5). Selain itu, adapula yang
mengartikannya sebagai refleksi underlying rationale dari suatu
program atau inisiatif (Chen, Cato & Rainford, 1998-9; Renger &
Titcomb, 2002). Secara singkat dan sederhana, sebenarnya model
logika adalah suatu MAP atau PETA dari cara berpikir, atau Road
Map cara pikir dalam menyusun atau memformulasikan
kebijakan/program/inisiatif/kegiatan.

Bentuk umum/standar suatu model logika disajikan pada Gambar II.2,


yang secara sederhana menggambarkan urutan kejadian yang
diperkirakan akan terjadi sebagai manfaat atau perubahan atau
dampak.

Gambar II. 2. Bentuk Sederhana Model logika

Sumber : http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html

24
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Kotak-kotak input, output, dan outcome menunjukkan hubungan


logis antar:

 Sumberdaya atau investasi untuk melaksanakan program

 Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam pelaksanaan


program

 Perubahan atau manfaat yang merupakan hasil pelaksanaan


program

Secara lebih detil, Gambar II.3. menyajikan tahapan perkembangan


mulai dari perencanaan, implementasi, dan evaluasi dari suatu
program dan operasi hubungan yang terjadi antar Input, Output, dan
Outcome, dan Impact.

Gambar II.3. Program Action Logic Model

Sumber : http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
8
University of Wisconsin-Extension, Program Development and Evaluation

25
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Berikut adalah berbagai pengertian tentang model logika dan


manfaatnya untuk berbagai keperluan atau tahapan:

Perencanaan
Model Logika merupakan sebuah kerangka kerja dan proses
perencanaan untuk menjembatani kesenjangan antara kondisi saat ini
dan kondisi yang diinginkan. Model logika memberikan struktur
pemahaman terhadap situasi yang mengarahkan pada kebutuhan
inisiasi, hasil akhir yang diharapkan dan bagaimana investasi
dikaitkan dengan aktivitas orang-orang yang ditargetkan dengan
maksud untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Manajemen Program
Model logika menggambarkan hubungan antara sumber daya,
aktivitas dan outcomes. Model logik berperan sebagai dasar untuk
membangun rencana manajemen yang lebih detail. Dalam kurun
waktu implementasi, model logika digunakan untuk menjelaskan,
merunut dan memonitor operasi, proses dan fungsi.

Evaluasi
Model logika adalah langkah pertama dalam melakukan evaluasi.
Model logika membantu dalam menentukan kapan dan hal apa yang
dievaluasi sehingga sumber daya evaluasi digunakan secara efektif
dan efisien. Melalui evaluasi, kita mengetes dan memverfikasi
kenyataan dari sebuah teori program. Modul logika membantu kita
untuk fokus pada proses dan pengukuran outcome yang tepat.
Beberapa orang berpikir bahwa model logika adalah sebuah model
evaluasi, karena begitu banyak evaluator yang menggunakannya.

26
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Namun, model logika bukanlah model evaluasi tetapi cara ini sangat
membantu dalam melakukan evaluasi.

Komunikasi
Komunikasi adalah kunci kesuksesan dan keberlanjutan. Secara
sederhana, penggunaan grafik yang jelas akan membantu dalam
mengkomunikasikan program ataupun usulan, baik itu kepada staf,
pihak yang mendanai program ataupun stakeholder lainnya. Bila
ditelaah lebih jauh, program tidak mungkin hanya memiliki hubungan
linear saja, justru, hubungan antar program biasanya tidak linear,
seperti gambaran berikut (Gambar II.4.).

Gambar II.4. Ketidaklinearan Program

Programs are not linear!

INPUTS OUTPUTS OUTCOMES

Long-
Program Activities Participation Short Medium term
investments

What we What we Who we


invest What results
do reach

Sumber: http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html. 11
University of Wisconsin-Extension, Program Development and Evaluation

Berikut ini diberikan beberapa contoh aplikasi model logika.

27
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Contoh 1:
SITUATION: Di suatu Pemerintah Daerah (Level country) perlu
dilakukan suatu Needs Assessment. Ini disebabkan oleh sebagian besar
orangtua murid yang melaporkan bahwa mereka mengalami
kesulitan dalam melakukan kewajibannya sebagai orang tua sehingga
akibatnya, mereka merasa sangat tertekan/stressed. Gambar II.5
menjelaskan peta (Model logika sederhana) hubungan antar tataran
inputs, ouputs, dan outcomes, guna mengenali siapa saja yang terlibat,
apa yang harus dilakukan, siapa sasarannya, dan berbagai tahap
capaian yang diharapkan, yang pada akhirnya mencapai hasil akhir
berupa terbentuknya ketahanan keluarga.

Gambar II.5. Simple Logic Model

Simple logic model


SITUATION: During a county needs assessment, majority of parents reported that they were
having difficulty parenting and felt stressed as a result

INPUTS OUTPUTS OUTCOMES


Parents
increase Parents
Develop knowledge of identify
Staff parent ed child dev appropriate Improved
curriculum actions to child-
take parent
Targeted Parents better
relations
Money Deliver understanding
parents their own
series of attend parenting style Parents use
interactive Strong
effective
Partners sessions parenting families
Parents gain
skills in practices
Facilitate effective
support parenting
Research practices
groups

Sumber : ttp://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
University of Wisconsin-Extension, Program Development and Evaluation
9

Selain contoh di atas, gambaran model logika bisa beragam


tergantung kompleksitas permasalahannya. Gambaran itu bisa saja

28
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

secara sederhana linear, namun mungkin juga menjadi rumit apabila


kasusnya cukup ekstrim. Beberapa bentuk refleksi kompleksitas
permasalahan itu disajikan pada Gambar II.6., berikut ini.

Gambar II.6. Berbagai Refleksi Model logika

What does a logic model look like?


• Graphic display of boxes and
arrows; vertical or horizontal
– Relationships, linkages
• Any shape possible
– Circular, dynamic
– Cultural adaptations;
storyboards
• Level of detail
– Simple
– Complex
• Multiple models
Sumber : http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
University of Wisconsin-Extension, Program Development and Evaluation
13

2.5. Konsep dan Definisi Indikator Kinerja

Tatanan input, output, outcome dan impact yang telah diuraikan di


atas, sebenarnya merupakan cermin tingkatan/level/pembagian
tahapan formulasi suatu rencana mulai dari identifikasi permasalahan,
cara mengatasinya, mana yang perlu diintervensi segera, kebijakannya
apa, kegiatannya apa, hingga berapa biaya yang diperlukan. Masing–
masing tahapan yang direncanakan itu, dapat diukur capaiannya.
Ukuran untuk masing-masing tahapan adalah indikator sesuai sasaran
atau target yang disepakati bersama oleh para pemangku
kepentingan, sehingga capaian atau kinerja masing-masing level

29
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

dapat dievaluasi. Uraian tentang pengukuran kinerja, dan kriteria


penentuan indikator dibahas dalam beberapa bagian berikut ini.

2.5.1. Pengukuran Kinerja

Kata kinerja seringkali meliputi istilah-istilah seperti penyelesaian,


pencapaian, realisasi ataupun pemenuhan. Sebagian besar dari istilah
tersebut menunjukkan hal yang bersifat obyektif yaitu tercapainya
suatu tujuan karena suatu tindakan publik, tetapi ada juga yang
bersifat lebih subyektif yang menunjukkan tingkat kepuasan atas
suatu tindakan. Umumnya, literatur-literatur ekonomi dan
manajemen publik menekankan pada hal yang bersifat obyektif,
karena selain mempunyai implikasi langsung terhadap masyarakat
juga kepuasan yang bersifat subyektif lebih sulit untuk diukur
(Schiavo-Campo dan Sundaram, 2000).

Pengukuran kinerja merupakan upaya membandingkan tujuan yang


ingin dicapai pada waktu yang telah ditentukan dengan
perkembangan pencapaian yang sedang diamati pada suatu waktu
atas suatu materi perencanaan yang ditunjukkan oleh suatu indikator.
Menurut berbagai sumber, indikator adalah:

Suatu alat ukur untuk menggambarkan


tingkatan capaian suatu sasaran atau
target yang telah ditetapkan ketika
melakukan perencanaan awal, dan dapat
merupakan variabel kuantitatif atau
kualitatif.

30
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Mackay (2008) menjelaskan indikator kinerja (Performance indicators)


sebagai ukuran mengenai masukan, kegiatan, keluaran, hasil dan
dampak dari kegiatan-kegiatan pemerintah. Level indikator dapat
saja sangat tinggi, yakni dalam arti mengukur kinerja pemerintah
terkait dengan SPM (Sasaran Pembangunan Milenium) misalnya atau
rencana pembangunan nasional, atau dalam arti mengukur kegiatan
dan keluaran kementerian/lembaga pemerintah. Indikator berguna
untuk menetapkan target kinerja, untuk menilai kemajuan
pencapaian target tersebut, serta untuk membandingkan kinerja dari
unit kerja/organisasi/kementerian/lembaga yang berbeda.

Berdasarkan materi perencanaan yang disusun, ukuran kinerja


merupakan suatu hirarki yang menurut kerangka logika, bisa
dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Bila dimulai dari level
terbawah yaitu (Bappenas, 2004), urutannya adalah:

1. Indikator Masukan (Input). Indikator ini mengukur jumlah sumber


daya yang dipergunakan seperti anggaran (dana), SDM,
peralatan, material, dan masukan lain, yang dipergunakan untuk
melaksanakan kegiatan.
2. Indikator Keluaran (Output). Indikator ini digunakan untuk
mengukur keluaran yang langsung dihasilkan dari suatu
pelaksanaan kegiatan, baik berupa fisik maupun non fisik.
3. Indikator Hasil (Outcome). Indikator ini digunakan untuk
mengukur capaian dari berbagai kegiatan dalam suatu program
yang telah selesai dilaksanakan atau indikator yang
mencerminkan berfungsinya keluaran berbagai kegiatan pada
jangka menengah.

31
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

4. Indikator Dampak (Impacts). Indikator ini menunjukkan


pengaruh, baik positif maupun negatif, yang ditimbulkan dari
pelaksanaan kebijakan/program/ kegiatan dan asumsi yang telah
digunakan.

2.5.2. Persyaratan Indikator

Persyaratan indikator bisa bermacam-macam menurut berbagai


sumber dan keperluannya. Di bawah ini disajikan dua konsep
persyaratan indikator yang umum dipakai, diketahui dan harus
diperhatikan.

Menurut persyaratan SMART, penentuan suatu indikator harus


memperhatikan hal berikut:
1. Simple - Sederhana: Indikator yang ditetapkan sedapat mungkin
sederhana dalam pengumpulan data maupun dalam
penghitungan untuk mendapatkannya.
2. Measurable - Dapat diukur: Indikator yang ditetapkan harus
merepresentasikan informasi dan jelas ukurannya.
3. Attributable - Bermanfaat: Indikator yang ditetapkan harus
bermanfaat untuk kepentingan pengambilan kebijakan.
4. Reliable - Dapat dipercaya: Indikator yang ditentukan harus
dapat didukung oleh pengumpulan data yang baik, benar dan
teliti.
5. Timely - Tepat Waktu: Indikator yang ditentukan harus dapat
didukung oleh pengumpulan data dan pengolahan data serta

32
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

pengemasan informasi yang waktunya sesuai dengan saat


pengambilan keputusan yang dilakukan.

Selain menggunakan kriteria SMART, alternatif lain adalah


menggunakan SPICED. dalam The State of Queensland, Department
of Natural Resources and Water, 2007; Roche (1999) menjelaskan
pilihan kriteria SPICED sebagai penyaring untuk memastikan agar
indikator terpilih dapat memberikan hasil yang maksimal. Penyaring
SPICED adalah sebagai berikut:
1. Subjective, yaitu berdasarkan pendapat para ahli ataupun
pengalaman yang dapat menguatkan pemilihan atas indikator.
2. Participatory, yaitu penyusunan indikator dilakukan bersama-
sama dengan melibatkan berbagai pihak yang berkompeten
dalam mengukur indikator tersebut.
3. Interpreted and Communicable, yaitu perlu adanya
penjelasan lebih lanjut untuk indikator yang bersifat lokal dan
tidak berlaku umum.
4. Cross-checked and compared, yaitu melakukan cross-checked
dengan cara membandingkan dengan indikator lain yang
menggunakan nara sumber, metode ataupun peneliti yang
berbeda.
5. Empowering, yaitu memberdayakan kelompok masyarakat
dalam penyusunan dan penilaian indikator.
6. Diverse and disaggregate, yaitu perlu kecermatan dalam
menentukan indikator yang bersifat pengelompokan seperti
pengelompokan berdasarkan jenis kelamin (pria dan wanita).

33
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

3
Review RPJMN dan RKP
3.1. Struktur Penulisan dan Indikator Kinerja dalam RPJMN dan RKP

Secara umum struktur penulisan atau nomenklatur RPJMN 2004-2009 dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar III.1. Struktur Penulisan RPJMN 2004-2009

34
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Dalam Bab ini, diuraikan dan didiskusikan, aplikasi penentuan


indikator pada Bab sebelumnya dengan menggunakan RPJMN 2004-
2009. Seperti diketahui, berdasarkan nomenklatur penulisan RPJMN
2004-2009, visi dan misi presiden terpilih pada Oktober 2004
dijabarkan ke dalam agenda pembangunan nasional. Masing-masing
agenda pembangunan nasional dijabarkan lagi ke dalam prioritas-
prioritas pembangunan untuk menjawab sasaran setiap agenda
pembangunan. Prioritas-prioritas pembangunan ini kemudian menjadi
Bab dalam RPJMN 2004-2009. Penelusuran dan evaluasi terhadap
berbagai Bab dalam RPJMN 2004-2009 menunjukkan bahwa sasaran
telah ditetapkan, dan diwujudnyatakan melalui program-program
pembangunan. Setiap program memiliki sasaran program yang
hendak dicapai dan kegiatan pokok yang akan dilakukan.

Hasil pencermatan menunjukkan bahwa secara umum, penulisan


RPJMN 2004-2009 sudah terstruktur dengan baik sehingga
memudahkan pembacanya untuk mengikuti pola penulisan dan
dengan mudah menemukan serta mengenali sasaran dan tujuan
masing-masing kebijakan sektoral maupun program. Bahkan daftar
kegiatan pokok pada masing-masing Bab juga tersedia. Namun pada
kenyataannya, tidak semua Bab mengadopsi struktur itu, sehingga isi
masing-masing bagian Bab tidak konsisten atau sejalan dengan
bagian Bab lainnya, padahal mereka saling terkait. Karenanya
benang merah yang menghubungkan struktur tersebut antar Bab,
tidak secara mudah dapat dikenali dan dimengerti, apalagi dilihat. Ini
bukan masalah benar atau salah, tetapi lebih merupakan suatu proses
pembelajaran yang dilalui ketika kolaborasi dan koordinasi diperlukan
dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan.

35
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Untuk mengevaluasi capaian RPJMN 2004-2009, maka sasaran


masing-masing Bab ditelaah. Kemudian diusahakan untuk mengenali
variabel-variabel yang mungkin dapat dijadikan indikator kinerjanya.
Dari exercise yang dilakukan, disadari bahwa banyak Bab sektoral
yang sulit dipastikan indikator kinerjanya. Kalaupun ada indikatornya,
banyak Bab yang sasarannya sulit diukur karena bersifat kualitatif
ataupun sulit dicari datanya. Sehingga, mengukur keberhasilan target
atau sasaran juga sulit dilakukan, apalagi mengevaluasi kemajuan
atau pencapaiannya. Namun ada beberapa Bab, khususnya yang
termasuk dalam lingkungan Sumber Daya Manusia (Contohnya, Bab
mengenai Kesehatan dan Kependudukan/KB), dapat dengan mudah
dikenali indikator kinerjanya. Artinya, bukanlah tidak mungkin untuk
menentukan indikator kinerja yang solid, kuantitatif sifatnya, dan
datanya dapat dengan mudah diperoleh dari tahun ke tahun.
Disamping itu, data dan informasi yang diperlukan itu tidak hanya
terbatas dapat diperoleh dari Sensus dan Survey yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) tetapi juga dari Sistem Pencatatan dan
Pelaporan (Recording and Reporting System) pada masing-masing
organisasi K/L, baik yang berasal dari pusat maupun daerah (Provinsi
misalnya).

Diketahui bahwa dokumen perencanaan yang kita miliki dalam


melaksanakan pembangunan jangka panjang, menengah, dan
pendek/tahunan; adalah RPJPN, RPJMN, dan RKP. Review singkat
atas dokumen RPJMN dan RKP akan diuraikan berikut ini. Disamping
itu, telaah atas strukturnya dan bagaimana cara mengevaluasinya
juga akan dicakup dalam uraian Bab ini, namun karena keterbatasan

36
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

lebar halaman, maka matriks-matriks yang digunakan untuk


mereview, dapat dilihat pada Suplemen Buku ini yaitu: Mapping
Sasaran dan Indikator Pembangunan Dalam RPJMN 2004-2009 dan
RKP 2005-2009.

3.2. Evaluasi atas Sasaran Bab

Dalam bagian ini, diuraikan hasil review atas beberapa Bab sektoral
ditinjau secara umum. Bahasan secara khusus atas Bab Kesehatan dan
Bab KB dimaksudkan sebagai contoh uraian yang sektoral yang masih
dapat diukur kinerjanya dengan cukup mudah. Diskusi dalam Bab ini,
pada dasarnya dilakukan berdasarkan Matriks-matriks yang disajikan
pada Suplemen Buku: Mapping Sasaran dan Indikator Pembangunan
Dalam RPJMN 2004-2009 dan RKP 2005- 2009.

3.2.1. Tinjauan Umum

Secara umum, dapat dikatakan bahwa keterkaitan antara Sasaran


RPJMN 2004-2009 dengan sasaran program dalam dokumen yang
sama seringkali tidak jelas terlihat, atau tidak dapat diuraikan per
program. Hal ini selanjutnya semakin kabur keterkaitan satu dan
lainnya ketika sasaran program dalam RKP disandingkan dengan
RPJMN. Meskipun sudah dikemukakan di Bab sebelumnya, struktur
penulisan sudah jelas dan terstruktur baik, namun dari segi isi tulisan,
keterkaitan dan kesinambungan tersebut tidak jelas terlihat atau
bahkan kabur sama sekali.

Katika pencermatan dilakukan pada level kegiatan pokok untuk


masing-masing program, juga jelas terlihat bahwa keterkaitan antar

37
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

kegiatan setiap tahun atau bahkan dengan sasaran programnyapun


seringkali kabur atau meragukan. Ekspektasi demikian pada
beberapa bab mungkin memang sulit terpenuhi, seperti pada bab
yang menguraikan tentang perencanaan Kebudayaan, Hukum, dan
Diskriminasi. Bahkan dalam Bab Sarana dan Prasarana yang selalu
dibicarakan secara luas sebagai Sektor yang mudah diukur
keberhasilan dan pencapaiannya, ekpektasi akan keterkaitan dan
solidnya ukuran kinerja ternyata tidak dapat dikenali dan terpenuhi
(Lihat bab terkait Sarana dan Prasarana dalam Suplemen Buku:
Mapping Sasaran dan Indikator Pembangunan Dalam RPJMN 2004-
2009 dan RKP 2005- 2009).

Berkaitan dengan evaluasi atas sasaran dan program, maka selain


memperhatikan pemetaan atas sasaran dan program dalam RPJMN
2004-2009, juga perlu diperhatikan sasaran bab dan sasaran program
dalam RKP. Dari pemetaan tersebut didapatkan beberapa hal antara
lain:
1. Ketidaksinambungan dalam perumusan sasaran lima
tahunan (RPJMN) dengan sasaran tahunan (RKP).
Sesuai dengan hierarkhi dari RPJMN 2004-2009 tersebut,
seharusnya tiap-tiap sasaran, mulai dari sasaran agenda,
sasaran bab, sasaran program dan kegiatan pokok memiliki
level kinerjanya masing-masing. Semakin ke bawah, tentunya
level kinerjanya semakin bersifat operasional. Namun, masih
dijumpai dalam dokumen perencanaan tersebut
ketidaksinambungan dalam perumusan sasaran. Sasaran bab
RPJMN seharusnya dapat diturunkan/breakdowned menjadi
sasaran program RPJMN, tetapi yang terjadi pada beberapa

38
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

bab dalam RPJMN 2004-2009 adalah sasaran program RPJMN


justru tidak dapat ditentukan.
2. Tingkat variasi kedalaman dari bab-bab dalam RPJMN
2004-2009 sangat tinggi. Variasi kedalaman atau
kedetilan yang paling nyata dapat dilihat pada sasaran yang
ingin dicapai di setiap bab. Pada bab-bab tertentu ada yang
menjelaskan di level outcome, tetapi di bab-bab lain ada yang
cukup sampai di level output saja. Hal ini menjadikan,
dokumen RPJMN 2004-2009 menjadi tidak selaras, setara dan
sesuai antar bab. Kesimpulannya, dokumen RPJMN 2004-2009
tidak siap untuk dievaluasi.
3. Program dan kegiatan memiliki level yang sama.
Dalam mendefinisikan program atau kegiatan sering dirasakan
terlalu luas atau sebaliknya. Apabila program didefinisikan
terlalu luas akan menyulitkan dalam menentukan level
kinerjanya, begitu juga dengan kegiatan. Sedangkan bila
didefinisikan terlalu sempit, maka akan menyebabkan rancu
dengan level kinerja di bawahnya (nama program sama
dengan level kegiatan)
4. Program tidak terkait secara langsung dengan
kegiatan-kegiatannya. Masih ditemui adanya beberapa
keluaran dari kegiatan-kegiatan yang tidak berkaitan dengan
pencapaian sasaran program. Pada hakikatnya, kegiatan
merupakan wujud dari pelaksanaan suatu program, sehingga
keluaran dari kegiatan tersebut seharusnya berkontribusi
langsung terhadap pencapaian sasaran program.

39
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

3.2.2. Telaah atas Sasaran Kesehatan

Untuk Sektor Kesehatan dengan mudah dapat dikenali 4 (empat)


sasaran yaitu:
1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi
70,6 tahun;
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per
1.000 kelahiran hidup;
3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307
menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup
4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari
25,8 % menjadi 20,0 %

Berdasarkan hasil pemetaan dokumen RPJMN dan RKP didapatkan


beberapa hal sebagai berikut:
 Sasaran bab Peningkatan Akses Masyarakat terhadap
Kesehatan yang Berkualitas ditetapkan di level outcome.
Terdapat 12 program pembangunan kesehatan, namun sasaran
bab tersebut tidak dapat dipilah-pilah ke sasaran program
RPJMN.
Sandingan Sasaran RPJMN dengan RKP menunjukkan bahwa
ke empat sasaran juga merupakan sasaran semua program di
sektor kesehatan dengan kata lain sasaran tersebut tidak bisa
dipilah-pilah menjadi sasaran RPJMN untuk masing-masing
program pembangunan sektor kesehatan.
 Pada sasaran program dalam RKP mulai tahun 2005-2009,
didapati beberapa sasaran untuk program tertentu hanya
muncul di satu atau dua tahun saja, tidak secara konsisten

40
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

muncul di setiap tahun, padahal apabila memperhatikan


indikator dari sasaran tersebut, merupakan indikator yang
penting dan seharusnya muncul setiap tahun. Sebagai contoh
adalah pada Program Perbaikan Gizi Masyarakat, sasaran
”Menurunnya kegemukan (Obesitas) menjadi 3% pada balita
dan 10% pada orang dewasa” hanya muncul di RKP 2007 saja.
 Pada penulisan sasaran program dijumpai ketidakkonsistenan
dalam pencantuman target pencapaian. Misalnya, sasaran
”Meningkatnya persentase desa yang mencapai Universal Child
Immunization (UCI)”, pencantuman target sasaran hanya
disebutkan pada RKP 2007, 2008, 2009, sementara pada RKP
2005 dan 2006 tidak disebutkan.

Selanjutnya sasaran RKP dari masing-masing program, tahun 2005


hingga 2009, disandingkan, dengan sasaran program dalam RPJMN.
Kemudian dari semua sasaran tersebut dibuat daftar variabel-
variabel yang mungkin dapat dijadikan indikator kinerja bagi setiap
program. Daftar variabel tersebut adalah sebagai berikut:

41
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tabel III.1. Daftar Variabel Sektor Kesehatan

Program Variabel
RPJMN
1. Program 1. Jumlah keluarga berperilaku sehat
Promosi
Kesehatan dan
Pemberdayaa
n Masyarakat
2. Program 1. Jumah keluarga yang menghuni rumah sehat
Lingkungan 2. Jumlah keluarga yang menggunakan air bersih
Sehat 3. Jumlah keluarga yang menggunakan jamban
sehat
4. Jumlah tempat-tempat umum yang memenuhi
syarat kesehatan

3. Program 1. Cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga


Upaya kesehatan
Kesehatan 2. Cakupan pelayanan antenatal
Masyarakat 3. Cakupan pelayanan neonatal
4. Cakupan rawat jalan
5. Cakupan kunjungan bayi ke tempat layanan
kesehatan
6. Jumlah keluarga miskin yang terlayani di
puskesmas

4. Program 1. Jumlah penduduk miskin yang mendapat


Upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit
Kesehatan 2. Jumlah rumah sakit yang melaksanakan
Perorangan pelayanan gawat darurat yang memenuhi standar
mutu
3. Jumlah rumah sakit yang melaksanakan
pelayanan Obstetrik & Neonatus esensial
Komprehensif (PONEK)
4. Jumlah rumah sakit yang terakreditasi

5. Program 1. Jumlah desa yang mencapai Universal Child


Pencegahan Immunization (UCI)
dan 2. Jumlah Case Detection Rate TB
Pemberantasa 3. Angka penemuan Accute Flaccid Paralysis pada
anak usia kurang 15 tahun
n Penyakit
4. Case fatality rate DBD
5. Case fatality rate diare
6. Persentase ODHA (Orang Dengan HIV AIDS)
ditemukan dan mendapat pengobatan

42
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Program Variabel
RPJMN
7. Persentase penderita malaria yang diobati dari
yang ditemukan

6. Program 1. Angka prevalensi kurang gizi pada balita


Perbaikan Gizi 2. Persentase ibu hamil yang mendapat tablet Fe
Masyarakat 3. Persentase bayi yang mendapat ASI Eksklusif
4. Persentase balita yang mendapatkan Vitamin A

7. Program 1. Jumlah tenaga kesehatan terlatih di desa siaga


Sumber Daya 2. Jumlah tenaga medis dan para medis di daerah
Kesehatan terpencil/tertinggal
3. Proporsi rumah sakit kabupaten/kota yang
memiliki tenaga dokter spesialis dasar
4. Persentase guru, dosen dan instruktur bidang
kesehatan yang ditingkatkan kemampuannya

8. Program Obat 1. Ketersediaan dan pemerataan obat esensial


dan nasional
Perbekalan 2. Ketersediaan obat esensial generik di sarana
Kesehatan pelayanan kesehatan
3. Ketersediaan obat untuk buffer stock di
kabupaten/kota, propinsi dan pusat untuk
penduduk sasaran Askeskin/Jamkesmas
4. Ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan
pada saat bencana / KLB

9. Program 1. Persentase jumlah sampel yang memenuhi syarat


Pengawasan 2. Jumlah pemeriksaan sarana produksi dalam
Obat dan rangka cara pembuatan obat yang baik (CPOB)
Makanan 3. Persentase peredaran produk pangan yang
memenuhi syarat
4. Tercegahnya penyalahgunaan dan penggunaan
yang salah dari obat keras, NAPZA dan bahan
berbahaya lainnya

10. Program 1. Jumlah produk obat bahan alam Indonesia


Pengembanga bermutu tinggi
n Obat Asli 2. Standarisasi tanaman obat bahan alam Indonesia
Indonesia
11. Program 1. Jumlah peraturan dan perundang-undangan di
Kebijakan bidang pembangunan kesehatan;
dan 2. Jumlah penanggulangan krisis kesehatan dan
Manajemen masalah kesehatan yang tertangani dengan cepat.

43
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Program Variabel
RPJMN
Pembanguna 3. Jumlah klaim pelayanan kesehatan bagi
n Kesehatan masyarakat miskin yang terverifikasi

12. Program 1. Jumlah penelitian yang dapat digunakan untuk


Penelitian pengembangan pembangunan kesehatan
dan 2. Jumlah kebijakan yang dikembangkan dari hasil
Pengembanga penelitian dan pengembangan kesehatan
n Kesehatan

3.2.3. Telaah atas Sasaran Keluarga Berencana

Contoh lain adalah Sasaran Sektor Keluarga Berencana (KB),


terkendalinya pertumbuhan penduduk dan meningkatnya keluarga
kecil berkualitas ditandai oleh 7 (tujuh) capaian, yaitu:
1. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk
menjadi sekitar 1,14 persen per tahun; tingkat fertilitas total
menjadi sekitar 2,2 persen per perempuan; persentase pasangan
usia subur yang tidak terlayani (unmet need) menjadi 6
persen
2. Meningkatnya peserta KB laki-laki menjadi 4,5 persen
3. Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang
efektif serta efisien
4. Meningkatnya usia perkawinan pertama perempuan
menjadi 21 tahun
5. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan
tumbuh-kembang anak

44
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

6. Meningkatnya jumlah Keluarga Pra-Sejahtera dan


Keluarga Sejahtera-I yang aktif dalam usaha ekonomi
produktif
7. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi.

Berbeda dengan Sektor Kesehatan di atas, ke tujuh Sasaran tersebut


merupakan tujuan semua program namun sasaran tersebut juga
dapat dipilah dan dipadankan untuk masing-masing program
sektor KB dalam dokumen RPJMN 2004-2009; dan kemudian menjadi
sandingan bagi sasaran masing-masing program dalam masing-masing
dokumen RKP tahun 2005 hingga tahun 2009. Langkah selanjutnya,
adalah mencermati masing-masing sasaran program dalam RPJMN
dan RKP, dan dicoba untuk mengenali berbagai variabel yang
mungkin dapat dijadikan indikator kinerja bagi masing-masing
program, sepanjang kurun waktu 2005 hingga 2008. Daftar variabel
tersebut adalah sebagai berikut:

45
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tabel III.2. Daftar Variabel Sektor Keluarga Berencana

Program Variabel
RPJMN
1. Program 1. Laju Pertumbuhan Penduduk
Keluarga 2. Total Fertility Rate
Berencana 3. Unmetneed
4. Peserta KB baru (PB) laki-laki
5. Peserta KB aktif (PA) laki-laki
6. Jumlah PUS yang menggunakan alat kontrasepsi
jangka panjang
7. Peserta KB baru (PB)
8. Peserta KB aktif (PA)
9. Peserta KB baru (PB) miskin
10. Peserta KB aktif (PA) miskin
11. Jumlah tempat pelayanan KB non pemerintah
12. Jumlah tempat pelayanan KB yang memberikan
promosi dan konseling
13. Jumlah alat kontrasepsi yang tersedia bagi rakyat
miskin
14. Persentase besarnya pembiayaan program KB
dalam APBN yang ditujukan bagi rakyat miskin
15. Jumlah desa/kelurahan yang terjangkau pelayanan
KB
16. Jumlah desa/kelurahan di daerah tertinggal,
terpencil dan perbatasan yang terjangkau
pelayanan KB

2. Program 1. Usia kawin pertama perempuan


Kesehatan 2. Kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja
Reproduksi 3. Angka perkawinan penduduk usia remaja
Remaja 4. Persentase remaja yang memperoleh informasi
tentang kesehatan reproduksi
5. Angka kehamilan usia remaja
6. Jumlah kasus PMS dan HIV/AIDS pada remaja
7. Jumlah PIK-KRR
8. Jumlah Pendidik Sebaya (orang)
9. Jumlah Konselor Sebaya (orang)
10. Jumlah sosialisasi dan KIE KRR
11. Jumlah PIK-KRR percontohan
12. Jumlah provinsi yang mengembangkan Center of
excellent
13. Jumlah SDM PIK-KRR yang berkualitas
14. Tingkat utilisasi PIK-KRR
15. Tingkat sustainabilitas PIK-KRR

46
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Program Variabel
RPJMN

3. Program 1. Jumlah keluarga balita yang aktif dalam kegiatan


Ketahanan BKB
dan 2. Jumlah keluarga remaja yang aktif dalam kegiatan
Pemberday BKR
3. Jumlah keluarga lansia yang aktif dalam kegiatan
aan
BKL
Keluarga 4. Jumlah keluarga Pra-sejahtera dan keluarga sejahtera
I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif
5. Jumlah keluarga Pra-S dan KS-I
6. Jumlah keluarga yang dapat mengakses informasi
7. Jumlah kelompok BKB, BKR dan BKL percontohan di
kecamatan
8. Jumlah Toga/Toma yang berpartisipasi dalam
kegiatan advokasi, promosi dan KIE program KB
9. Jumlah KIE program KB dan KS melalui media massa
dan media luar ruang di Pusat, Provinsi dan
Kab/Kota
10. Status pembentukan jejaring kerja yang aktif di
setiap tingkatan wilayah
11. Jumlah tenaga pengelola dan kader yang terlatih
dalam bidang KIE ketahanan dan pemberdayaan
keluarga

4. Program 1. Jumlah Institusi Masyarakat dalam pelayanan KB dan


Penguatan kesehatan reproduksi
Pelembaga 2. Persentase pasangan usia subur (PUS) yang ber-KB
an secara mandiri
3. Kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
Keluarga
4. Jumlah tempat pelayanan KB non pemerintah
Kecil 5. Persentase peserta KB mandiri dari peserta KB aktif
Berkualitas 6. Kualitas data dan informasi dalam sistem
kependudukan dan keluarga
7. Jumlah petugas lapangan tingkat kecamatan dan
desa (PLKB/PKB)
8. Jumlah advokasi dan KIE tentang Program KB
nasional
9. Jumlah Pembantu Petugas Keluarga Berencana\Desa
(PPKBD)
10. Jejaring kerja yang aktif dengan mitra kerja di setiap
tingkatan wilayah
11. Status pengelolaan sistem informasi program KB
nasional yang berbasis data mikro individu keluarga
12. Jumlah desa/kelurahan yang menggunakan hasil

47
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Program Variabel
RPJMN
pendataan keluarga sebagai dasar pembinaan
pengelolaan operasional program KB lini lapangan
13. Status penyelenggaraan sistem informasi dan
monitoring manajemen Program KBN di Pusat,
Provinsi dan Kab/Kota
14. Jumlah penggerak KB desa yang dibina

3.3. Evaluasi atas Kegiatan Pokok Program

Dokumen RKP juga memuat rincian kegiatan pokok yang merupakan


penjabaran pelaksanaan masing-masing Program Pembangunan.
Dokumen RKP juga memuat kegiatan dan aktivitas
Kementerian/Lembaga yang kegiatan rincinya dituangkan dalam
dokumen RKAKL. Mulai tahun 2005, kesinambungan dan keterkaitan
antara dokumen perencanaan yaitu RKP dan dokumen anggaran
(RKAKL) terus menerus diperbaiki dan ditingkatkan. Keterkaitan
tersebut, refleksi terbaiknya, tentu dapat dilihat dalam dokumen RKP
tahun 2008 dan 2009. Bahkan dalam tahun 2009 diharapkan, bukan
hanya terkait namun sudah merupakan rincian yang serupa dan
sama.

48
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Berdasarkan sandingan kegiatan pokok dari dokumen RKP tahun


2005-2009 didapatkan inventarisasi variabel-variabel yang mungkin
untuk dijadikan indikator. Berikut ini adalah contoh variabel-variabel
yang mungkin untuk dijadikan indikator dari sektor Keluarga
Berencana.

Tabel III.3. Daftar Variabel Kegiatan Pokok


Sektor Keluarga Berencana

Variabel Kegiatan Pokok


2005 2006 2007 2008 2009
1. Program Keluarga Berencana
1. Kebijakan 1. Jumlah 1. Jumlah 1. Jumlah 1. Jumlah
dalam desa/kelurah keluarga keluarga keluarga
akses an yang miskin yang miskin yang miskin yang
pemerataa terjangkau tersasar tersasar tersasar
n pelayanan kegiatan kegiatan kegiatan
pelayanan KB jaminan jaminan jaminan
KB yang 2. Jumlah TKBK penyediaan penyediaan penyediaan
dikembang 3. Jumlah pelayanan pelayanan pelayanan KB
kan pelayanan KB KB 2. Jumlah
2. Kebijakan informasi, 2. Jumlah 2. Jumlah penyediaan
KIE dalam konseling, penyediaan penyediaan alat
pelayanan KB/KR alat alat kontrasepsi
KB yang terhadap kontrasepsi kontrasepsi bagi keluarga
dikembang akseptor KB bagi bagi miskin
kan pria keluarga keluarga 3. Jumlah tempat
3. Kebijakan 4. Jumlah KIE, miskin miskin pelayanan KB
dalam advokasi, 3. Jumlah 3. Jumlah pemerintah
mendorong KIP/Konseling program KB pelayanan 4. Jumlah tempat
peran serta dalam berkualitas konseling KIE pelayanan KB
masyarakat pelayanan yang KB non
dalam KB dilaksanaka 4. Status pemerintah
pelayanan 5. Status n melalui peningkatan 5. Jumlah
KB yang pengembang jalur perlindungan pelayanan KIE
dikembang an materi, swasta/instit hak-hak program KB
kan media dan usi non reproduksi 6. Kualitas
4. Jumlah perluasan pemerintah individu pelayanan KB
keluarga cakupan 4. Jumlah 5. Jumlah
miskin yang dalam pelayanan tempat
tersasar pelayanan KIE pelayanan
kegiatan KB 5. Status KB
penyediaan 6. Jumlah peningkatan pemerintah
pelayanan pelayanan perlindunga 6. Jumlah
KB kontrasepsi n hak tempat

49
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Variabel Kegiatan Pokok


2005 2006 2007 2008 2009
5. Jumlah hormonal reproduksi pelayanan
kontrasepsi 7. Jumlah individu KB non-
yang pelayanan pemerintah/
tersedia kontrasepsi swasta
bagi non-
keluarga hormonal
miskin 8. Jumlah
6. Tingkat pembinaan
pelayanan terhadap
klinik KB masyarakat
Pemerintah dalam
7. Jumlah pelayanan
klinik KB KB/KR yang
pemerintah mandiri
8. Tingkat 9. Status
pelayanan pembinaan
tim KB kualitas
keliling sarana dan
(TKBK) pelayanan
9. Jumlah oleh tim jaga
TKBK mutu dan
10. Tingkat tim spesialis
pelayanan 10. Jumlah
KB Swasta promosi
dan Jumlah kesehatan
tempat ibu, bayi dan
pelayanan anak yang
KB swasta dilaksanakan
11. Sarana di kelompok
operasional Bina
lapangan Keluarga
12. Jumlah 11. Jumlah
pencabutan promosi
implant kesehatan
13. ibu, bayi dan
Perlindung anak yang
an dilaksanakan
penerima di Posyandu
layanan KB 12. Jumlah
14. Jumlah promosi
promosi kesehatan
kesehatan ibu, bayi dan
reproduksi anak yang
yang dilaksanakan
terselengga di Kelompok
ra KB
15. Jumlah 13. Jumlah alat
advokasi, kontrasepsi
KIE, dan yang tersedia
konseling 14. Jumlah

50
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Variabel Kegiatan Pokok


2005 2006 2007 2008 2009
bidang KB pelayanan
16. Jumlah KB Medis
advokasi, Operasi
KIE, dan 15. Jumlah
konseling pelayanan
bidang pencabutan
kelangsung implan
an hidup 16. Status
ibu, bayi pelayanan
dan anak perlindungan
16. Jumlah bagi akseptor
advokasi, KB
KIE, dan
konseling
bidang
penanggula
ngan
masalah
kesehatan
reproduksi
17. Dukungan
administrasi
dan
operasional
program
2. Program Kesehatan Reproduksi Remaja
1. Kebijakan 1. Status 1. Jumlah 1. Status 1. Jumlah PIK-
dalam pengembang advokasi, penguatan KRR
pemerataa an pusat KIE dan dukungan 2. Jumlah
n akses pelayanan pelayanan dan advokasi dan
pelayanan informasi dan KRR partisipasi KIE Kesehatan
kesehatan konseling 2. Status masyarakat reproduksi
reproduksi KRR penguatan dalam remaja
remaja 2. Jumlah dukungan program KRR 3. Tingkat
bagi pembekalan dan 2. Jumlah PIK- partisipasi
remaja dan program KRR partisipasi KRR masyarakat
kelompok bagi masyarakat 3. Status dalam KRR
sebaya di pelaksana peningkatan 4. Kualitas
luar sekolah dan perlindungan pelayanan KB
yang pengelola hak-hak
dikembang 3. Jumlah reproduksi
kan pembekalan individu
2. Jumlah program 4. Jumlah
promosi PHR bagi tempat
kesehatan pelaksana pelayanan
reproduksi dan KB
remaja pengelola pemerintah
3. Jumlah 4. Status 5. Jumlah
advokasi, Pengembang tempat
KIE dan an materi, pelayanan

51
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Variabel Kegiatan Pokok


2005 2006 2007 2008 2009
konseling metoda, dan KB non
bagi media pemerintah/s
masyarakat advokasi, KIE wasta
, keluarga dan konseling
dan KRR
remaja. 5. Jumlah kasus
4. Partisipasi triad
masyarakat narkoba
terhadap pada remaja
penyelengg 6. Jumlah kasus
aran PMS
program termasuk
kesehatan HIV/AIDS
reproduksi pada remaja
remaja 7. Status
5. Status penanggulan
dukungan gan triad
administrasi narkoba dan
dan PMS melalui
operasional kegiatan KRR
program 8. Jumlah
kelompok
remaja yang
terbina oleh
pelayanan
KRR
9. Jumlah
kelompok
sebaya yang
terbina oleh
pelayanan
KRR

3. Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga


1. Kebijakan 1. Status 1. Status 1. Status 1. Jumlah advokasi
ketahanan pengembanga peningkatan peningkatan dan KIE
dan n bahan akses akses informasi Program KB
pemberday informasi informasi dan dan pelayanan Nasional
aan tentang pelayanan ketahanan 2. Status
keluarga pengasuhan ketahanan keluarga peningkatan
yang dan keluarga 2. Jumlah akses informasi
dikembang pembinaan 2. Jumlah advokasi dan dan pelayanan
kan tumbuhkemba advokasi dan KIE Program ketahanan
2. Jumlah ng anak KIE Program KB Nasional keluarga
advokasi, 2. Jumlah tenaga KB Nasional 3. Jumlah tenaga 3. Status
KIE dan pendamping 3. Jumlah tenaga pengelola peningkatan
konseling kelompok Bina pengelola program pemberdayaan
bagi Keluarga di program ketahanan dan dan ketahanan
keluarga kecamatan ketahanan pemberdayaan keluarga

52
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Variabel Kegiatan Pokok


2005 2006 2007 2008 2009
tentang 3. Status dan keluarga yang 4. Jumlah tenaga
pola asuh pengembanga pemberdayaa berkualitas pengelola
dan n model n keluarga program
tumbuh operasional yang ketahanan dan
kembang BKB- berkualitas pemberdayaan
anak Posyandu- 4. Status keluarga yang
3. Jumlah PADU di peningkatan berkualitas
advokasi, seluruh akses 5. Status
KIE dan kabupaten/kot informasi dan peningkatan
konseling a pelayanan akses informasi
bagi 4. Jumlah ketahanan pembinaan
keluarga kabupaten/kot keluarga program
tentang a yang ketahanan dan
kebutuhan mengembangk pemberdayaan
dasar an model keluarga
keluarga operasional
4. Jumlah BKB-
advokasi, Posyandu-
KIE dan PADU
konseling 5. Status
bagi pengembanga
keluarga n keterpaduan
tentang kegiatan Bina
akses Keluarga
terhadap dengan usaha
sumber ekonomi
daya produktif dan
ekonomi peningkatan
5. Jumlah kualitas
advokasi, lingkungan
KIE dan keluarga
konseling 6. Jumlah
bagi kabupaten/kot
keluarga a yang
tentang mengembangk
peningkata an
n kualitas keterpaduan
lingkungan kegiatan Bina
keluarga Keluarga
6. Jumlah dengan usaha
pelatihan ekonomi
teknis dan produktif dan
manajemen peningkatan
usaha kualitas
7. Jumlah lingkungan
anggota keluarga
UPPKS 7. Jumlah promosi
8. Jumlah dan sosialisasi
anggota kebijakan
UPPKS ketahanan

53
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Variabel Kegiatan Pokok


2005 2006 2007 2008 2009
yang aktif keluarga
berusaha 8. Jumlah
9. Jumlah kelompok
kader/angg UPPKS yang
ota UPPKS didukung oleh
yang program
menjalani permodalan
pendampin mikro dan
gan/ pendampingan
magang usaha
10. Jumlah 9. Jumlah
kelompok penggunaan
BKB ATTG pada
11. Jumlah kelompok
kelompok UPPKS
BKR 10. Jumlah Pusat
12. Jumlah (galeri) ATTG
kelompok
BKL
13. Jumlah
keluarga
balita yang
aktif dalam
kegiatan
BKB
14. Jumlah
keluarga
remaja
yang aktif
dalam
kegiatan
BKR
15. Jumlah
keluarga
lansia yang
aktif dalam
kegiatan
BKL
16. Status
dukungan
administrasi
dan
operasional
program
4. Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas

54
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Variabel Kegiatan Pokok


2005 2006 2007 2008 2009
1. Status 1. Status 1. Status 1. Status 1. Jumlah advokasi
pengemban Amandemen penguatan penguatan dan KIE
gan sistem Undang- pelembagaan jejaring Program KB
pengelolaa undang Nomor keluarga kecil operasional lini Nasional
n dan 10 Tahun 1992 berkualitas lapangan yang 2. Status
informasi tentang serta berbasis peningkatan
2. Jumlah Perkembanga mekanisme masyarakat akses informasi
tenaga n operasional 2. Status dan pelayanan
lapangan Kependudukan lini lapangan pengembanga program
yang dan yang berbasis n jaringan ketahanan dan
berkualitas Pembangunan masyarakat komunikasi pemberdayaan
3. Jumlah Keluarga 2. Status dan keluarga
kelembaga Sejahtera pengembanga penyediaan 3. Status
an KB yang 2. Status n jaringan data informasi peningkatan
berbasis peningkatan program KB program KB pemberdayaan
masyarakat kemampuan Nasional Nasional dan ketahanan
yang telah tenaga dan 3. Status 3. Jumlah keluarga
mandiri pengelola peningkatan bimbingan dan 4. Jumlah tenaga
4. Status program di KIE-advokasi fasilitasi dan kader
pengelolaa lapangan program KB program pengelola
n data dan 3. Jumlah Nasional; 4. Status program
informasi institusi/lembag 4. Jumlah pendataan ketahanan dan
keluarga a bimbingan keluarga dan pemberdayaan
berbasis penyelenggara dan advokasi individu dalam keluarga yang
data mikro pelayanan KB program keluarga berkualitas
yang berbasis 5. Status 5. Status
masyarakat pengembanga peningkatan
yang telah n jaringan akses informasi
mandiri komunikasi pembinaan
4. Status dan program
peningkatan penyediaan ketahanan dan
kualitas dan data informasi pemberdayaan
pengelolaan program KB keluarga
data dan Nasional.
informasi
keluarga
berbasis data
mikro
5. Status
pendataan
keluarga dan
individu dalam
keluarga serta
pengolahanny
a dengan
memanfaatka
n teknologi
informasi.

55
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

4
Indikator Kinerja

4.1. Pengantar

Konsep Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang diformulasikan dengan


baik dan dapat dengan mudah dimengerti oleh penggunanya akan
mampu memperkuat kualitas kinerja serta memperbaiki proses dan
atau tahapan perencanaan dan penyusunan anggaran, dan
khususnya integritas keduanya. Namun hal itu tidak akan tercapai
apabila tidak ada kesepahaman tentang bahasa yang digunakan,
pengertian akan pemanfaatannya, dan penggunaan konsep dan
sarana yang ada. Khususnya konsep, telah ditunjukkan dalam
berbagai kasus, merupakan hambatan yang cukup mengganggu
dalam membangun kegiatan Monev yang berkualitas dan permanen.

Telah disinggung pada Bab 2, bahwa pada umumnya evaluasi


membutuhkan biaya yang lebih besar dan waktu yang lebih lama bila
dibandingkan dengan monitoring. Dengan demikian, evaluasi lebih
bersifat selektif daripada menyeluruh seperti monitoring. Perlu
diperhatikan bahwa kedua kegiatan tersebut membutuhkan definisi
yang jelas untuk setiap variabel ataupun indikator yang digunakan --
berikut baseline data yang digunakan untuk setiap indikatornya --
dengan maksud agar kinerja dapat dievaluasi dengan baik.

56
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Pada masa kini, akuntabilitas – salah satu unsur Good Governance --


merupakan suatu aspek penting dalam perencanaan, artinya apapun
rencananya baik kebijakan, program ataupun kegiatan; harus
terukur. Mengukur progress dan capaian, memerlukan suatu alat
ukur atau ukuran, yang direfleksikan dalam pengertian “Apakah
tujuan dapat tercapai?”, atau “Apakah sasaran sudah ditentukan?”,
sehingga sukses atau kegagalan dapat diketahui dari tercapai
tidaknya sasaran tersebut. Adapun sasaran itu berbeda-beda
tingkatannya, namun hirarki yang umum adalah, input sama dengan
investasi untuk kebijakan/program/kegiatan yang disusun, output
sama dengan hasil yang dicapai dalam konteks pelaksanaan, dan
outcome atau hasil dalam konteks dampak pelaksanaan kegiatan
(Berakibat lebih luas dari hanya sekedar konsekuensi dari pelaksanaan
kegiatan).

Menurut berbagai sumber, (Osborne and Gaebler: 1992; Mayston, 2003;


Castro, 2007) apapun yang dapat diukur atau terukur, biasanya
dapat diselesaikan dengan baik. Sehingga apabila capaian atau hasil
tidak dapat diukur, kita sama sekali tidak akan mampu memastikan
apakah yang kita laksanakan (Kebijakan/program/kegiatan/strategi
dll.) berhasil/sukses, ataukah gagal, artinya tujuan tidak tercapai.
Lebih dari itu, bila kita tidak mampu memastikan dan mengenali
kesusksesan, bagaimana kita memastikan bahwa yang kita lakukan
benar membawa dampak yang baik dan perlu diberi reward. Bila
demikian kenyataannya, maka kemungkinan yang diberi reward itu
justru sebenarnya suatu kegagalan. Artinya, suatu ketidakberhasilan
tidak akan mampu memberikan pengajaran apapun. Kalaupun
kegagalan itu tidak juga dapat dikenali, lalu bagaimana kita akan

57
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

mengkoreksinya? Akhirnya, bila hasil juga tidak dapat ditunjukkan,


maka kita tidak akan pernah berhasil memperoleh dukungan dalam
bentuk apapun.

Oleh karena itu, guna memastikan ukuran kinerja yang digunakan


benar-benar solid dan dapat dipertanggungjawabkan, maka suatu
alat bantu untuk memetakan pola pikir awal hingga ekspektasi
capaian beserta ukuran-ukurannnya (untuk berbagai tingkatan)
ketika kita memformulasikan apapun, termasuk kebijakan, strategi,
program, intervensi, kegiatan dan sebagainya; atau suatu cara berfikir
yang runtut, sungguh diperlukan. Cara ini, seperti telah disinggung
pada Bab 2, dan secara umum disebut sebagai Model Logika.

4.2. Penyusunan Indikator Kinerja

Dengan modal Model Logika, indikator kinerja dari suatu


rencana/plan dapat dengan mudah disusun dan ditentukan. Sesuai
tingkatannya, indikator kinerja jelas posisinya sebagai alat ukur yang
sahih di level kebijakan, program, ataukah kegiatan, mungkin juga
input atau anggarannya. Definisi dan konsep tataran itu dapat dilihat
dan diekstraksikan dari uraian Bab dalam dokumen RPJMN 2004-
2009 atau dokumen RKP tahunan. Dalam kaitan itu, perlu dipastikan
kesamaan pandang atau persepsi masing-masing sasaran. Dengan
kesamaan tersebut dapat disepakati macam indikator yang
digunakan.

Selain itu, harus disepakati pula arti dan maksud pemilihan kata-kata
yang digunakan dan istilah dalam masing-masing tatanan. Misalnya,

58
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

definisi anak usia sekolah, konsep tumbuh kembang anak, definisi


pekerja keluarga yang tidak dibayar, pengertian ibu rumah tangga
yang pernah mengikuti pelatihan KUB.

Untuk menentukan indikator kinerja perlu disepakati berbagai konsep


dan definisi tentang indikator yang akan disepakati bersama, misalnya
apa yang dimaksud dengan:
• Tujuan/Goal. Apakah ini berada pada level impact?
• Apakah impact juga merupakan dampak yang dicapai oleh
outcome dalam waktu panjang/lama?
• Apakah tujuan/objectives difokuskan pada pemanfaat hasil
kegiatan pembangunan atau bagaimana? Apakah itu sama
dengan outcomes?
• Apakah kegiatan/activities pasti merupakan indikator
output. Apakah output juga merupakan hasil pengukuran
beberapa kegiatan?
Apabila Indikator Kinerja sudah ditentukan, konsekuensi dari
kesepakatan atas indikator akan menunjukkan hal berikut:
• Indikator yang disepakati merupakan bahasa yang
dimengerti semua orang.
• Penentuan outcome, menunjukkan kemampuan untuk
membedakan „apa yang dikerjakan” dengan “hasil/capaian”.
• Indikator yang disepakati akan meningkatkan pengertian
para pemangku kepentingan akan
kebijakan/program/kegiatan yang dievaluasi.
• Indikator yang disepakati menjadi acuan dan petunjuk dalam
monitoring dan evaluasi serta membantu evaluator agar
tetap fokus pada apa yang dievaluasinya.

59
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

• Membantu menuju perbaikan dalam perencanaan dan


manajemen.
• Memantapkan maksud dan tujuan yang ingin dicapai.
• Menjaga keterkaitan dan kesesuaian antar berbagai
kebijakan/program/kegiatan di berbagai kondisi dan situasi
serta level yang berbeda..
• Koordinasi kerja terjaga karena alur pikir berada dalam
tataran yang sama.
• Mampu memantapkan penentuan urutan prioritas dan
alokasi pendanaan.
• Memudahkan dan membangun iklim kerja yang baik bagi
para evaluator.

4.3. Tahapan Penyusunan Indikator

Memperhatikan persyaratan indikator, terdapat beberapa hal yang


perlu diperhatikan ketika menyusun indikator, yaitu indikator yang
akan dipergunakan harus jelas dan dapat dipahami oleh setiap orang,
serta ketersediaan data yang mudah diperoleh dan akurat. Oleh
sebab itu, dalam penyusunan indikator perlu dilaksanakan melalui
beberapa tahapan penyusunan, yang diuraikan di bawah ini.

4.3.1. Persiapan penyusunan indikator


Persiapan penyusunan indikator dilakukan dengan tujuan menyusun
berbagai pilihan data yang tersedia untuk dipastikan kesesuaiannya
sebagai indikator dari suatu materi perencanaan. Oleh karena itu,

60
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

dalam rangka persiapan penyusunan indikator, diperlukan


pemahaman tentang materi perencanaan yang sedang dilakukan. Hal
yang perlu mendapat perhatian dan dipersiapkan dalam tahap ini
adalah cara penyusunan sasaran dan cara perkiraan pencapaian
kemajuannya, pengidentifikasian permasalahan yang menghambat
pencapaian sasaran dan hal-hal yang dibutuhkan dalam evaluasi
secara mendalam dan berkesinambungan.

4.3.2. Penyusunan daftar indikator


Penyusunan daftar indikator dilakukan dengan tujuan menentukan
suatu indikator berada dalam tingkatan (level) yang mana. Banyak
indikator yang potensial untuk dipakai sebagai indikator output atau
indikator outcome saja. Namun ada juga beberapa indikator yang
dapat dipakai sebagai indikator output adan indikator outcome
sekaligus. Namun demikian, hanya beberapa indikator saja yang tepat
dan bermanfaat. Oleh karena itu dalam penentuan indikator perlu
pendekatan yang ekstra hati-hati, sehingga tidak salah dalam
penentuannya.

Pada saat penyusunan daftar indikator beberapa hal yang perlu


mendapat perhatian, antara lain:
a. Langsung. Indikator yang disusun harus sedekat mungkin
dengan sasaran yang ingin dicapai
b. Jelas maksud dan tujuan. Hal ini karena menyatakan hal
apa yang akan diukur.
c. Cukup. Indikator harus dapat menjawab pertanyaan yang
muncul dalam pengukuran hasil yang diharapkan

61
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

d. Kuantitatif. Dalam penentuan indikator dapat dinyatakan


dalam bentuk numerik
e. Praktis. Indikator yang ditentukan datanya dapat diperoleh
dengan mudah
f. Dapat diandalkan. Pertimbangan terakhir dalam penentuan
indikator adalah data yang tersedia merupakan data akurat
dan dapat diandalkan untuk penentuan kebijakan

4.3.3. Pendefinisian indikator


Pendefinisian indikator dilakukan dengan tujuan memberikan batasan
pada suatu indikator yang akan dipakai sebagai ukuran dari suatu
materi perencanaan. Pendefinisian indikator perlu diperhatikan: (1)
menghindari pernyataan umum, (2) dapat menggambarkan
perubahan yang diinginkan, (3) secara jelas menggambarkan cakupan
yang berubah, (4) identifikasi target perubahan secara jelas, dan (5)
identifikasi pengaruh perubahan yang terjadi.

4.3.4. Penentuan Indikator


Dalam penentuan indikator, maka indikator-indikator yang
mempunyai bobot yang rendah harus dihilangkan dan penentuan
indikator dilakukan secara selektif, serta penentuan indikator
dilakukan hanya pada indikator yang dapat mewakili secara langsung
dengan sasaran yang akan dicapai. Pada saat penentuan indikator
perlu diperhatikan dimensi yang melekat pada data yang dipakai
sebagai indikator.

62
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

4.3.5. Validasi indikator


Berdasarkan daftar indikator yang telah disusun tersebut, selanjutnya
dilakukan penilaian terhadap indikator-indikator yang telah ada.
Penilaian terhadap suatu indikator dapat dilakukan melalui beberapa
cara, antara lain sensus atau survei.

4.4. Metode Penyusunan Indikator Outcome


Menurut berbagai referensi, antara lain dari Kusek and Rits (2004),
Funnel (2008); proses penyusunan indikator dalam suatu proses
perencanaan, selalu dimulai atau diawali dengan penentuan
outcome indicator. Langkah ini merupakan kunci sukses
perencanaan yang dapat dievaluasi. Penentuan indikator outcome
diawali dengan menyepakati statement outcome atau
pernyataan/kalimat outcome berdasarkan permasalahan (Kalimat
negatif) atau isu. Dari permasalahan/isu bisa diturunkan beberapa
pernyataan tentang outcome atau hasil akhir yang diharapkan
(Kalimat positif). Dengan kata lain, isu dan permasalahan yang ada
perlu diubah menjadi solusi. Sebagai contoh adalah permasalahan di
bidang pendidikan, yaitu “gedung sekolah yang tidak terpelihara dan
dibangun dengan menggunakan kualitas material yang rendah”.
Kalimat negatif tersebut, kemudian disusun menjadi kalimat outcome
yang positif, yaitu “meningkatkan kondisi struktur gedung sekolah
sehingga sesuai standar yang berlaku” .

Memperhatikan posisi dan peran Bappenas, perlu diperhatikan bahwa


dengan menggunakan kalimat positif akan menimbulkan reaksi dan

63
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

respon yang lebih positif dari seluruh pemangku yang


berkepentingan/stakeholders, karena penentuan indikator outcome
merupakan juga suatu proses politis yang membutuhkan konsensus
atau kesepakatan bersama dari semua pihak.

4.4.1. Penentuan Indikator Outcome diawali dengan


penentuan statement indicator
Proses penentuan outcomes menurut Kusek and Rist (2004: 59-66):
1) Menerjemahkan permasalahan yang ada menjadi
beberapa kemungkinan pernyataan outcome yang bernada
positif sebagai solusi dari permasalahan tersebut.
Berikut adalah tabel yang menerjemahkan permasalahan ke
dalam pernyataan outcome.

Tabel IV.1. Penerjemahan Permasalahan menjadi


Pernyataan Outcome

Permasalahan Pernyataan Outcome


Bangunan sekolah tidak Meningkatkan kondisi struktur
dipelihara dan dibangun dari → gedung sekolah sehingga
material yang buruk. memenuhi standar yang berlaku.
Banyak anak dari keluarga di Anak-anak di pedesaan
perdesaan yang tidak mampu → mempunyai akses yang sama
menempuh jauhnya jarak terhadap layanan pendidikan
untuk bersekolah.
Sekolah tidak mendidik Meningkatkan kurikulum sekolah
pemuda dengan materi → sehingga memenuhi standar pasar
pelajaran yang dibutuhkan di kerja.
pasar kerja.
Masyarakat miskin semakin Anak-anak menerima bantuan
terpinggirkan dan tidak yang layak yang berhubungan
mendapatkan pendidikan → dengan pendidikan
yang layak.

64
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Sumber: Kusek and Rist (2004: 59-66)

2) Merinci atau menajamkan outcome ke dalam


komponen-komponen yang lebih spesifik sehingga menjadi
lebih detil dan terukur. Setiap pernyataan outcome
diharapkan hanya untuk memotret satu area peningkatan
saja. Misalnya, peningkatan lapangan kerja, perlu diperjelas
berdasarkan target group, sektor, persentase perubahan dan
kerangka waktu. Setelah diperinci, pernyataan outcome
semula, yaitu “peningkatan lapangan kerja” menjadi
“meningkatkan lapangan kerja bagi pemuda di sektor
pedesaan sebesar 20% pada empat tahun ke depan”. Dengan
adanya ukuran-ukuran yang lebih spesifik, maka
keberhasilan pencapaian dari suatu outcome menjadi lebih
mudah diketahui.

3) Menyusun rencana untuk menilai kemungkinan


keberhasilan dalam mencapai outcome yang telah
ditetapkan. Keberhasilan pencapaian suatu outcome bukan
dinilai berdasarkan keberhasilan dalam menyelesaikan suatu
kegiatan sampai menghasilkan suatu capaian dalam rentang
waktu yang ditetapkan. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan
belum tentu menjamin pencapaian outcome yang
ditetapkan. Dalam proses ini dibutuhkan tindakan untuk
mengelola dan mengimplementasi program, menggunakan
sumberdaya dan memastikan pemberian pelayanan
pemerintah.

65
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tabel IV.2. Contoh Penyusunan Outcome Bidang


Pendidikan

Outcome Indikator Baseline Target


Anak usia 1. Persentase 1. Pada tahun 1. Pada tahun
prasekolah anak di 1999, 75 % 2006, 85 %
memiliki akses perkotaan dari anak dari anak
yang lebih yang berusia 3-5 berusia 3-5
baik pada memenuhi tahun tahun
program syarat untuk
prasekolah mengikuti 2. Pada tahun 2. Pada tahun
pendidikan 2000, 40 % 2006, 60 %
prasekolah dari anak dari anak
berusia 3-5 berusia 3-5
2. Persentase tahun tahun
anak di
pedesaan
yang
memenuhi
syarat untuk
mengikuti
pendidikan
prasekolah
Outcome Persentase siswa Pada tahun Pada tahun
pembelajaran kelas 6 yang 2002, 75 % 2006, 80 % siswa
SD dapat memperoleh siswa memperoleh skor
ditingkatkan skor 70 % keatas memperoleh 70 % ke atas
untuk skor 70 % ke untuk
Matematika atas untuk Matematika dan
dan IPA Matematika 67 % siswa
dan 61 % siswa memperoleh skor
memperoleh 70 % ke atas
skor 70 % ke untuk IPA
atas untuk IPA
Sumber: Kusek and Rist (2004:64)

4) Menyusun pernyataan outcome


Setelah outcome ditentukan maka penentuan indikator,
baseline dan target akan merupakan kelanjutan dari proses

66
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

ini. Tabel di atas merupakan contoh penyusunan outcome di


bidang pendidikan

4.4.2. Penentuan Indikator Outcome dengan Pendekatan


OIIWA

Salah satu cara pendekatan ketika menentukan indikator outcome


adalah dengan menggunakan Outcome Is It Working Analysis (OIIWA).
Pendekatan ini merupakan suatu cara melakukan analisis outcomes
secara sistematis yang disusun berdasarkan teori yang diidentifikasikan
dengan menyusun lima building block yang dibutuhkan dalam seluruh
sistem outcomes. OIIWA dapat digunakan untuk menyediakan
overview secara komprehensif mengenai outcomes, strategi, hasil,
monitoring, evaluasi dan akuntabilitas. Secara khusus, OIIWA
memungkinkan kita untuk mengintegrasikan indikator monitoring
yang rutin dan sedang berjalan dengan satu level indikator yang lebih
tinggi yaitu outcome dalam suatu proses evaluasi.

Secara berurutan akan dijelaskan tiap langkah dalam melakukan


pendekatan OIIWA, sebagai berikut:

1. O – Outcomes hierarchy
Bulding block pertama adalah outcomes hierarchies, yaitu
dengan menggambarkan hirarki dari outcome untuk nantinya
diintervensi. Caranya, mulai dari outcome pada level tertinggi,
kemudian turun ke bawah, ke level outcome berikutnya.
Hirarki outcome menata outcome-outcome pada level yang

67
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

lebih rendah yang ingin dicapai untuk meningkatkan


pencapaian dari outcome di level yang lebih tinggi. Pada tiap
level perlu diajukan pertanyaan mengenai apakah hal ini yang
akan menyebabkan suatu outcome tercapai. Beberapa hal
penting dalam membuat hirarki adalah:
 Gunakan outcome bukan kegiatan. Sebagai contoh,
kalimat “meningkatkan kebijakan dan praktik
institusi” (yang menunjukkan kegiatan) perlu diganti
menjadi “peningkatan kebijakan dan praktik institusi”
(yang menunjukkan outcome).
 Gambarkan outcome sebagai sekumpulan penyebab di
dunia nyata, jangan kuatir apakah outcome itu dapat
diukur, attributable ataukah anda cukup akuntabel
untuk itu.
 Outcome pada level yang lebih rendah dapat
berkontribusi pada beberapa outcome di level yang lebih
tinggi.
 Jangan mengelompokkan outcome, pastikan bahwa di
tiap kotak hanya terdiri dari satu pernyataan outcome.
 Berlaku prosedur hirarki pada outcome, penempatan
sebuah outcome pada tempat yang lebih tinggi
dibandingkan outcome lainnya, didasarkan pada
eksperimen dengan sedikit berimajinasi. Apabila outcome
tersebut sudah tercapai, kemudian ajukan pertanyaan
untuk outcome di level bawahnya, apakah outcome
terdapat kesulitan untuk mencapainya. Apabila
jawabannya tidak, maka hirarki tersebut sudah benar.

68
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

 Outcome yang lengkap. Suatu kumpulan outcome


dikatakan lengkap apabila secara absolut dibutuhkan
untuk mencapai outcome di level atasnya.
 Jangan memasukkan pengukuran dalam pembuatan
hirarki. Pengukuran baru akan dimasukkan pada tahap
berikutnya.
 Gunakan lebih dari satu hirarki outcome bila diperlukan.

2. I – Not-necessarily attributable indicator


Building block kedua adalah kumpulan indikator kemajuan
yang telah berhasil diraih dalam rangka meningkatkan
outcome (Pada hierarki outcome). Kumpulan indikator dalam
bangunan kedua ini adalah ukuran-ukuran rutin yang
dikumpulkan baik oleh Anda sendiri atau orang lain. Tidak
terlalu penting apakah berbagai perubahan pada indikator-
indikator ini dapat secara tepat diatribusikan hanya pada
pengaruh atas intervensi, organisasi, program, atau kebijakan
yang Anda lakukan sendiri. Tujuan dari indikator jenis ini
hanya menunjukkan apakah secara umum outcome
meningkat. Indikator semacam ini dikenal dengan not-
necessarily attributable indicators.

3. I – Attributable indicators
Building Block ketiga adalah sekumpulan indikator dari
outcome dalam hierarki outcome yang dapat dengan mudah
diatribusikan. Indikator-indikator ini adalah ukuran-ukuran
rutin yang dikumpulkan perencana atau orang lain yang dapat

69
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

diatribusikan kepada apa yang benar-benar dilakukan.


Indikator-indikator semacam ini disebut sebagai attributable
indicators. Termasuk di dalamnya adalah apa yang dikenal
sebagai output (tergantung pada seberapa luas definisi output
yang digunakan). Indikator-indikator semacam ini dikenal
sebagai alat dan mereka tidak dimaksudkan untuk berada
pada hierarki outcome yang sama tinggi dengan indikator-
indikator yang termasuk dalam not-necessarily attributable
indicators atau sebagaimana dijelaskan di atas. Di mana
indikator-indikator ini muncul, mereka dapat pula berfungsi
sebagai indikator.

4. W – Whole-intervention high level outcome attribution


design
Building block keempat adalah menjalankan langkah
pembuktian bahwa suatu hal dapat menyebabkan perbaikan
outcome. Jelas dalam kasus ini ketika indikator attributable
berada pada puncak hirarki outcome maka tidak perlu lagi
mencari cara lain untuk membuktikan bahwa intervensi akan
memperbaiki outcome oleh karena hal ini sudah dilakukan
sebagai aliran informasi indikator yang rutin. Pembuktian ini
dilakukan dengan menggunakan high-level outcome
attribution evaluation design, yang menyatakan hal apa saja
yang dapat memperbaiki outcome dan mana saja yang tidak.

70
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

5. A – Additional lower level formative, process and


descriptive
Building block kelima adalah menjawab kumpulan riset dan
pertanyaan evaluasi untuk membuat hirarki outcome yang
disusun, menjadi lebih baik. Dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini, akan membantu dalam menjelaskan intervensi
yang dilakukan dan menjadikannya lebih baik di masa depan.
Jawaban dari pertanyaan ini, secara progresif akan
meningkatkan keakuratan dari hirarki outcome sebagai peta
dari kondisi nyata. Proses ini dilakukan dengan mengambil
setiap outcome dari hirarkinya dan memeriksanya untuk
melihat pertanyaan-pertanyaan evaluasi apa yang dapat
diajukan untuk outcome tersebut. Pertanyaan yang dapat
diajukan adalah:
 Dari hasil evaluasi sebelumnya atau dari evaluasi yang
direncanakan oleh pihak lain, manakah yang dapat
memberi pencerahan pada pertanyaan evaluasi ini?
 Seberapa layakkah ini untuk menjawab pertanyaan
evaluasi?
 Berapa besar biaya yang akan dibutuhkan untuk
menjawab pertanyaan evaluasi.

4.5. Aplikasi Model logika dalam Aplikasi Penyusunan


Beberapa Program Pembangunan (RPJMN 2004-
2009)

Dalam aplikasi model logika untuk menyusun suatu program, hal yang
perlu diperhatikan adalah melaksanakan suatu aktivitas

71
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

berbeda dengan mencapai hasil dari penyelesaian suatu


aktivitas. Sebagai contoh, data jumlah rapat yang terlaksana atau
jumlah pasien yang terlayani dapat memonitor pelaksanaan dan
kinerja program, tetapi data tersebut adalah output (Data aktivitas)
bukan outcome yang merujuk pada hasil yang diharapkan untuk
dicapai di masa depan. Penetapan milestone program ketika
mendesain suatu program akan membangun jalan/cara untuk
memperoleh data dan membuat penyusun program secara periodik
dapat menilai kemajuan program terhadap tujuan yang telah
ditetapkan (W.K Kellog Foundation, 2004).

Berdasarkan alasan tersebut, maka dalam menyusun model logika


perlu menentukan outcome terlebih dahulu, sehingga proses
penyusunan program beranjak dari permasalahan yang terjadi
kemudian tentukan outcome yang diharapkan, dan terus ke level di
bawahnya (Mulai dari outcome sampai dengan input). Pertanyaan
yang kemudian dapat timbul adalah mengapa dicontohkan pada
level program. Banyak ahli dalam bidang evaluasi setuju bahwa
penggunaan dari model logika adalah cara yang efektif untuk
memastikan keberhasilan program. Penggunaan model logika pada
suatu program akan membantu dalam mengorganisasi dan
mensistemasikan perencanaan program, manajemen dan fungsi
evaluasi sebagaimana uraian berikut ini:

1. Dalam desain dan perencanaan program, model logika


menyediakan alat perencanaan untuk menyusun strategi
program dan meningkatkan kemampuan untuk secara jelas
menjelaskan dan mengilustrasikan konsep dan pendekatan

72
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

program kepada para stakeholders. Model logika dapat


membantu dalam penyusunan struktur dan organisasi dari
suatu desain program dan juga membangun inself-evaluation.
2. Dalam implementasi program, model logika membentuk inti
atau fokus dari rencana manajemen yang akan membantu
dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk memonitor dan meningkatkan
programming. Penggunaan model logika akan membuat lebih
fokus pada pencapaian dan pendokumentasian hasil serta
membantu dalam mempertimbangkan dan memprioritaskan
aspek-aspek program secara kritis untuk tracking dan
pelaporan.
3. Dalam evaluasi program dan pelaporan strategis, model logika
menunjukkan informasi atas program dan kemajuannya
terhadap tujuan. (W.K Kellog Foundation, 2004)

Memperhatikan uraian di atas, aplikasi/exercise aplikasi model logika


dalam penyusunan rencana pembangunan dapat dicontohkan pada
empat program berikut ini, yaitu Program Perbaikan Gizi Masyarakat,
Program Keluarga Berencana, Program Pengembangan Pemasaran
Pariwisata, Program Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Nama
program diambil dari RPJMN 2004-2009)

73
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tabel IV.3. Aplikasi Model logika 1: Program Perbaikan


Gizi Masyarakat

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
1. Impacts/  Menurunnya  Prevalensi gizi  Prevalensi gizi
ultimate prevalensi gizi kurang pada kurang pada
outcomes kurang pada anak balita anak balita
(sasaran anak balita menjadi 20,0
program dlm dari 25,8 persen persen.
RPJMN 04- menjadi 20,0
09) persen

2.Intermedi  Meningkatnya  Cakupan  Cakupan


ate masyarakat masyarakat masyarakat
outcomes yang peduli yang berhasil yang berhasil
dan melaksanakan melaksanakan
melaksanakan perbaikan gizi perbaikan gizi
perbaikan gizi mencapai ….%

3. • Meningkatnya  Persentase ASI  Persentase ASI


Immediate persentase ASI ekslusif ekslusif
Outcomes eksklusif mencapai 80 %.  Persentase
(sasaran • Meningkatnya  Persentase rumah tangga
program RKP persentase rumah tangga yang
2009) rumah tangga yang mengkonsumsi
yang mengkonsumsi garam
mengkonsumsi garam beryodium
garam beryodium  Persentase
beryodium mencapai 80 %. balita yang
yang cukup  Persentase mendapatkan
• Meningkatkan balita yang kapsul vitamin
persentase mendapatkan A
balita yang kapsul vitamin  Persentase ibu
mendapatkan A mencapai 80 hamil yang
kapsul vitamin %. mendapatkan
A  Persentase ibu tablet Fe
• Meningkatnya hamil yang  Jumlah
persentase ibu mendapatkan kelompok gizi
hamil yang tablet Fe masyarakat
mendapatkan mencapai 90% yang aktif
tablet Fe  1.800 desa
• Meningkatnya mempunyai
kelompok gizi kelompok gizi

74
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
masyarakat masyarakat
yang aktif yang aktif.

4. Outputs • Terlaksananya  Meningkatnya  Banyaknya


(Keluaran dr pendidikan gizi pengetahuan masyarakat
Kegiatan RKP masyarakat gizi masyarakat yang mengikuti
09) • Terlaksananya  Seluruh pendidikan gizi
penanganan masalah gizi masyarakat
masalah gizi kurang dan gizi  Banyaknya
kurang dan gizi buruk berhasil masalah gizi
buruk pada ibu ditangani kurang dan
hamil, ibu dengan baik buruk yang
menyusui, bayi  Penyuluhan berhasil
dan anak kelompok gizi ditangani
balita masyarakat  Banyaknya
• Terlaksananya dilaksanakan penyuluhan
berbagai sebanyak yang dilakukan
kegiatan/peny ……kali/bulan oleh kelompok
uluhan oleh gizi masyarakat
kelompok gizi
masyarakat

5. Activities • Peningkatan  Terselenggaran  Frekuensi


(Kegiatan pendidikan gizi ya pendidikan pelaksanaan
dlm RKP 09) masyarakat; gizi masyarakat pendidikan gizi
• Penanganan sebanyak …. masyarakat
masalah gizi kali  Jumlah
kurang dan gizi  Tertanganinya penanganan
buruk pada ibu seluruh masalah gizi
hamil, ibu masalah gizi kurang dan gizi
menyusui, bayi kurang dan gizi buruk pada ibu
dan anak buruk pada ibu hamil, ibu
balita. hamil, ibu menyusui, bayi
• Perbaikan gizi menyusui, bayi dan anak
melalui dan anak balita.
pemberdayaan balita.  Banyaknya
masyarakat.  Seluruh desa kelompok gizi
memiliki masyarakat
kelompok gizi yang terbentuk
masyarakat

6. Inputs  100 persen  Persentase


(pagu Rp582.000.000 anggaran penyerapan
indikatif dlm , (pagu terserap pada anggaran

75
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
RKP 09) indikatif RKP akhir tahun
2009) 2009
dialokasikan
untuk
mendanai
Program
Perbaikan
Gizi
Masyarakat:

Needs • Persentase  Persentase balita kurang gizi adalah


(permasalaha balita 34,4% tahun 1999, dan 28,02% pada
n RKP 09) kekurangan tahun 2005.
gizi masih  Terjadi penurunan tetapi masih
cukup tinggi cukup tinggi ditargetkan tahun
2009 menjadi 20%.
Some causes:
• Kurang energi
protein pada
ibu hamil, bayi,
dan balita
• Anemia gizi
besi
• Gangguan
akibat kurang
yodium
• Kekurangan
vitamin A
• Kurang zat gizi
mikro lainnya

76
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tabel IV.4. Aplikasi Model logika 2: Program Keluarga


Berencana

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
1. Impacts/  Menurunnya  Laju  Laju
ultimate rata-rata laju pertumbuhan pertumbuhan
outcomes pertumbuhan penduduk penduduk
(sasaran dlm penduduk per menjadi sekitar  Tingkat
RPJMN 04- tahun; 1,14 persen per fertilitas total
09)  Menurunnya tahun (TFR)
tingkat  Tingkat
fertilitas total fertilitas total
per perempuan sekitar 2,2 per
perempuan

2. Inter-  Meningkatnya  Seluruh PA dan  Jumlah PA dan


mediate jumlah PA dan PB dapat PB yang
outcomes PB yang dapat menjalankan menjalankan
menjalankan KB dengan KB dengan
KB dengan baik baik
baik

3.  Meningkatnya  Jumlah PA  Jumlah peserta


Immediate jumlah peserta menjadi 30,1 PA dan jumlah
Outcomes KB aktif (PA) juta dan PB PB yang
(sasaran dan peserta KB menjadi 6 juta terlayani
program RKP baru (PB) yang  Jumlah PA  Jumlah PA dan
2009) terlayani. yang terbina PB miskin yang
 Meningkatnya mencapai 12,9 mendapat
jumlah PA dan juta dan PB pembinaan
PB miskin yang miskin 2,9 juta.  Banyaknya
terbina.  Jumlah tempat tempat
 Meningkatnya pelayanan KB pelayanan KB
tempat yang yang
pelayanan KB memberikan memberikan
memberikan promosi dan promosi dan
promosi dan konseling konseling
konseling, serta mencapai  Ketersediaan
terciptanya 70.000 alkon dan
sistem jaminan  Terpenuhinya pembiayaan
ketersediaan kebutuhan program KB
alat kontrasepsi alkon bagi  Cakupan
(JKK) dan seluruh peserta jumlah
pembiayaan KB. desa/kelurahan

77
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
program KB  Seluruh dalam
terutama bagi desa/kelurahan pelayanan KB.
rakyat miskin terjangkau
 Meratanya pelayanan KB
jangkauan
pelayanan KB
ke seluruh
desa/kelurahan
, terutama bagi
daerah
tertinggal,
terpencil dan
perbatasan

4. Outputs  Terlaksananya  Seluruh  Persentase


(Keluaran dr penjaminan masyarakat masyarkat
Kegiatan RKP pelayanan KB miskin miskin
2009) berkualitas memperoleh penerima
kepada rakyat pelayanan KB pelayanan KB
miskin berkualitas berkualitas
 Bentuk jejaring  Jejaring yang
pelayanan KB pelayanan KB menjalankana
pemerintah pemerintah program KB
dan swasta/non dan swasta/non dengan baik
pemerintah pemerintah  Banyaknya
 Terlaksananya berjalan jejaring
pelayanan KIE dengan baik pelayanan KB
KB  Masyarakat pemerintah
 Pelayanan KB yang dan swasta/non
yang memahami pemerintah
berkualitas dan yang berjalan
melaksanakan dengan baik
program KB  Persentase
mencapai …..% masyarakat
 Peserta KB yang
yang dapat mendapat
menjalankan pelayanan KIE
program KB program KB
dengan baik  Persentase
mencapai …..% peserta KB
yang dapat
menjalankan
program KB
dengan baik

78
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja

5. Activities • Jaminan  Masyarakat  Jumlah


(Kegiatan pelayanan KB miskin yang masyarakat
dlm RKP 09) berkualitas menerima miskin yang
bagi rakyat pelayanan KB menerima
miskin. berkualitas jaminan
• Peningkatan mencapai …...% pelayanan KB
jejaring  Mitra berkualitas.
pelayanan KB swasta/non  Banyaknya
pemerintah pemerintah mitra
dan swasta/non yang ikut swasta/non-
pemerintah. dalam pemerintah
• Pelayanan KIE pelayanan KB yang ikut
Program KB sebanyak ……. dalam
• Peningkatan  Sarana dan pelayanan KB
kualitas prasarana  Jumlah PUS
pelayanan KB pelayanan KB dan peserta KB
yang yang
berkualitas mendapatkan
mencapai …….% pelayanan KIE
dan SDM yang program KB
berkualitas  Persentase
dalam sarana dan
pelayanan KB prasarana,
mencapai …..% serta SDM yang
berkualitas
untuk
pelayanan KB

6. Inputs Rp  100 persen  Persentase


(pagu 525.000.000.0 anggaran penyerapan
indikatif dlm 00,- (pagu terserap pada anggaran
RKP 09) indikatif RKP akhir tahun
2009) 2009
dialokasikan
untuk
mendanai
Program
Keluarga
Berencana
(sebesar Rp.
500.000 juta,-
digunakan
untuk

79
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
pelayanan KB
bagi msyarakat
miskin).

Needs • Masih  Laju pertumbuhan penduduk 1,49


(permasalaha tingginya laju persen (periode 1990-2000)
n RKP 09) pertumbuhan  TFR 2,6 per wanita (SDKI 2002-
penduduk dan 2003)
jumlah  TFR terendah sebesar 1,66 di DI
penduduk Yogyakarta sedang TFR tertinggi
• Masih sebesar 3,47 di NTT
tingginya  TFR kelompok termiskin sebesar 3,0
tingkat sedangkan TFR kelompok terkaya
kelahiran sebesar 2,3.
penduduk  Kecenderungan kenaikan TFR juga
terjadi pada daerah yang TFR nya
Some causes: sudah mencapai pada tingkat
• Rendahnya replacement level.
partisipasi pria
dalam ber-KB
• Variasi TFR
antar daerah
yang terlalu
lebar
• Kecenderunan
peningkatan
TFR di
beberapa
daerah

80
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tabel IV.5. Aplikasi Model logika 3: Program Pengembangan


Pemasaran Pariwisata

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
1. Impacts/  Pertumbuhan  Sektor  Pertumbuhan
ultimate sektor pariwisata sektor
outcomes pariwisata tumbuh 19% pariwisata
(sasaran dlm tinggi pada tahun  Jumlah
RPJMN 04-  Kontribusi 2009 perolehan
09) pariwisata  Perolehan devisa dari
dalam devisa dari sektor
perolehan sektor pariwisata
devisa pariwisata  Peringkat
meningkat menjadi USD sektor
 Sektor 10 miliar pada pariwisata dlm
pariwisata tahun 2009 penghasilan
menjadi salah  Pariwisata devisa negara
satu penghasil menjadi “the
devisa besar. big three”
dalam
perolehan
devisa negara
di tahun 2009
2.Intermedi  Masyarakat,  Di thn 2009,  Peringkat
ate baik lokal Indonesia Indonesia dlm
outcomes maupun berada pada daftar negara
(tidak ada internasional, peringkat .... tujuan wisata
dalam semakin dunia, & ... di dunia & Asia
RPJMN 04-09 aware Asia  Jumlah wisman
dan RKP 09) mengenai  Kunjungan yang
daya tarik wisman thn berkunjung ke
pariwisata 2009 .... Jt org Indonesia
Indonesia  Jumlah  Jumlah
 Citra perjalanan perjalanan
pariwisata wisnus thn wisnus
Indonesia di 2009 .... Jt  % peningkatan
kalangan perjalanan investasi
wisatawan  Thn 2009, swasta di
domestik investasi sektor
maupun bidang pariwisata
mancanegara pariwisata
positif meningkat ....
 Lembaga dan %
para pelaku dibandingkan

81
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
pariwisata thn 2008
mampu
bersinergi satu
sama lain
 Investasi di
bidang
pariwisata
meningkat
dengan
dukungan
regulasi yang
favorabel di
tingkat pusat
dan daerah

3.  Meningkatnya  Dimanfaatkan  Frekuensi


Immediate pemanfaatan nya media pemanfaatan
Outcomes media elektronik & TI media
(sasaran elektronik dan dgn lbh intensif elektronik dan
program RKP teknologi dlm promosi TI untuk
2009) informasi pariwisata promosi
untuk promosi  Kegiatan pariwisata
pariwisata; promosi  % peningkatan
 meningkatnya pariwisata kegiatan
promosi MICE promosi
pariwisata meningkat pd pariwisata
MICE, akhbir ‟09 MICE
 tersedianya  Pd akhir 2009,  Progres Status
dukungan tersedia pendukungan
untuk 2 pendukungan utk 2 IPO
Indonesian utk 2 IPO  Frekuensi
Promotion  Sepanjang event
Office (IPO), 2009 kerjasama
 Terciptanya terlaksana antar lembaga
kerjasama event dan pelaku
antar lembaga kerjasama pariwisata
dan antar antar lembaga
pelaku dan pelaku
pariwisata di wisata di dlm
dalam dan di dan luar negeri
luar negeri
4. Outputs  Pendukungan  Terselenggaran  Progress status
(Keluaran dr terhadap 1 IPO ya penyelenggara
Kegiatan RKP terlaksana pendukungan an dukungan

82
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
09)  1 IPO baru 1 IPO yang ada thd IPO yang
berdiri dan pendirian 1 ada
 15 kegiatan IPO yang baru  Progress status
fasilitasi MICE  Terselenggaran pendirian 1 IPO
 100 kegiatan ya 15 kegiatan baru
promosi fasilitasi  Jumlah
melalaui penyelenggara kegiatan
media cetak an MICE di fasilitasi MICE
dan elektronik dalam negeri  Jumlah
 48 kegiatan dan di luar kegiatan
dukungan negeri promosi
promosi  Terselenggaran  Jumlah
pariwisata di ya 100 kegiatan
33 provinsi kegiatan dukungan
 Promosi promosi promosi
pariwisata di melalui media pariwisata yan
media-media cetak dan telah
luar negeri elektronik dilakukan
terlaksana yang  Jumlah event
 Promosi digunakan koordinasi
pariwisata dalam pelaksanaan
melalui pemasaran pemasaran
media-media pariwisata pariwisata
lokal/nasional Indonesia yang telah
terlaksana  Terselenggaran terlaksana
 Publikasi berisi ya 48 kegiatan
informasi dukungan
pasar promosi
pariwisata pariwisata
 Pendukungan dalam rangka
pengembanga partisipasi
n kebijakan event di 33
pemsaran dan provinsi
promosi
pariwisata
daerah
terlaksana
 Koordionasi
pelaksanaan
pemasaran
pariwisata

5. Activities  Penyelenggar  Frekuensi


(Kegiatan aan dan penyelanggara

83
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
dlm RKP 09) Pengembanga an IPO
n IPO Bid.  Frekuensi
Pariwisata, kegiatan MICE
Perdagangan  Jumlah/.jenis
& Investasi sarana &
 Peningkatan prasana
kegiatan MICE promosi
 Pengembanga pariwisata
n sarana dan yang
prasarana dikembangka
promosi n
pariwisata;  Frekuensi
 Pendukungan koordinasi
pengembanga pelaksanaan
n kebijakan pemasaran
pemasaran pariwisata
dan promosi
pariwisata
daerah
 Peningkatan
promosi
pariwisata ke
luar negeri;
 Peningkatan
promosi
pariwisata
dalam negeri;
 Pengembanga
n informasi
pasar wisata;
 Pendukungan
pengembanga
n kebijakan
pemasaran
dan promosi
pariwisata
daerah;
 Optimalisasi
koordinasi
pelaksanaan
pemasaran
pariwisata.

6. Inputs Rp 241.494,8  100 persen  Persentase

84
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
(pagu (pagu indikatif anggaran penyerapan
indikatif dlm RKP 2009) terserap pada anggaran
RKP 09) dialokasikan akhir tahun
untuk mendanai 2009
Program
Pengembangan
Pemasaran
Pariwisata:
 Rp 4 milar utk
penyelenggara
an &
pengembanga
n IPO Bid.
Pariwisata,
Perdagangan
dan Investasi
 Rp 22 miliar
utk
peningkatan
kegiatan MICE
 Rp 105 miliar
utk
pengembanga
n sarana dan
prasarana
promosi
pariwisata
 Rp 22 miliar
utk
pendukungan
pengembanga
n kebijakan
pemasaran
dan promosi
pariwisata
daerah

Needs  Pertumbuhan  Jumlah kunjungan wisman thn


(permasalaha sektor 2004: 5,32jt, 2005: 5,00jt, & 2006:
n RKP 09) pariwisata 4,87jt (mengalami pertumbuhan
rendah negatif)
 Kontribusi  Perolehan devisa dari kunjungan
sektor wisman (dlm juta USD): 2004=

85
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
pariwisata 4.797, 2005=4.521, 2005= 4.447
dalam (mengalami) pertumbuhan negatif
perolehan  Tahun 2006: kontribusi sektor
devisa rendah pariwisata dlm perolehan devisa
adl 6,12% PDB
Beberapa
sebab utama:
 Buruknya citra
pariwisata
Indonesia
 Situasi
keamanan
dalam negeri
yang tidak
kondusif,
terutama
akibat
terjadinya aksi
terorisme

86
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Tabel IV.6. Aplikasi Model logika 4: Program Pendidikan


Dasar
Sembilan Tahun

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
1. Impacts/  Tingkat  Angka putus
ultimate Pendidikan sekolah SD
outcomes Usia 7-15 Tahun 2,06% SMP
(sasaran dlm meningkat 1,95%.
RPJMN 04-  Rendahnya  Menurunnya
09) kesenjangan kesenjangan
pen-didikan antar
antar kelompok
kelompok masyarakat
masyarakat  Meningkatnya
 Meningkatnya kualitas
kemampuan pendidikan
tenaga  Rasio
pendidik murid/kelas
 Meratanya dan rasio
fasilitas murid/guru
pelayanan
pendidikan
2.Intermedi  Meningkatnya  Seluruh anak  APK, APS dan
ate partisipasi lulusan APM
outcomes jenjang penidikan Pendidikan
pendidikan dasar Menengah
menengah melanjutkan ke
 Meningkatnya pendidikan
kualitas tanaga menengah
pendidik
 Menurunnya
kesenjangan
antara
kelompok
masyarakat
kota dan
perdesaan
3.  Meningkatnya  Mudahnya  APK, APS, SD
Immediate pasrtisipasi dalam 115,6 %, 99,7%,
Outcomes jenjang mengakses 95% dan SMP
(sasaran pendidikan sarana dan 98% dan
program RKP dasar prasarana 96,64%
2009)  Meningkatnya pendidikan  % pendidik

87
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
proporsi  80% tenaga yang
pendidik yang pendidik telah mempunyai
memenuhi memenuhi ijasah D4 dan S1
kualifikasi dan standar  Kesenjangan
standar kualifikasi antara
pendidikan  20% perkotaan dan
 Meningkatnya kesenjangan perdesaan
kesetaraan dan antara kota menurun
keadilan dan desa
pendidikan
antar
kelompok
masyarakat
4. Outputs  Sekolah yang  % sekolah yang
(Keluaran menerima mendapatkan
dari Kegiatan dana BOS dana bos
RKP 09)  Buku Pelajaran  Jumlah buku
 Sarana dan yang tersedia
prasarana  % sarana dan
sekolah prasarana
 Beasiswa  Jumlah murid
 Gedung baru penerima
 Peralatan beasiswa
sekolah  Jumlah Gedung
 Laboratorium yang dibangun
 Terselenggaran  Jumlah
ya paket A, B, peralatan yang
C tersedia
 Peningkatan  Jumlah
kualifikasi dan Laboratorium
kompetensi yang dibangun
pendidik  Frekuensi
 Tunjangan penyelenggara
profesi guru an paket
 Jumlah
pendidik yang
mengikuti
sertifikasi
 % kenaikan
tunjangan

5. Activities  Penyediaan  Ketersediaan  % pencairan


(Kegiatan BOS dana dan dana bos
dlm RKP 09)  Penyediaan Pencairan dana  % buku yang

88
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator
Level Uraian Sukses kriteria
kinerja
buku Pelajaran tepat waktu tersedia
 Rehabilitasi  2. Pelaksanaan  % sarana dan
sarana dan sesui dengan prasarana
prasarana standar yang terbangun
 Pemberian ditentukan  % pencairan
beasiswa Dana
 Pembangunan  % Gedung yang
gedung baru dibangun
 Penyediaan  % peralatan
peralatan yang tersedia
 Pembangunan  % penyelesaian
laboratorium Laboratorium
 Penyelenggara  Frekuensi
an paket A, B, penyelenggara
C an paket
 Peningkatan  Jumlah
kualifikasi dan pendidik yang
kompetensi mengikuti
pendidik sertifikasi
 Tunjangan  % pencairan
profesi guru tunjangan

6. Inputs  Pagu dana  100 persen  Persentase


(pagu untuk tahun anggaran penyerapan
indikatif dlm 2009 Program terserap pada anggaran
RKP 09) Wajib Belajar 9 akhir tahun
Tahun sebesar 2009
Rp. 31.8 triliyun

Needs  Rendahnya  APS SD 96,4%, APS SMP 81,0 %


(permasalaha partisipasi anak  Usia 7-15 Tahun putus sekolah 5,6%
n RKP 09) usia 7-15 tahun
 Besarnya
jumlah anak
putus sekolah
 Kompetensi
pendidik yang
rendah

89
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

5
Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1. Pengantar

Dengan berakhirnya pelaksanaan RPJMN 2004-2009, banyak hal


yang dapat dipelajari dan digunakan dari struktur dokumen
perencanaan dan formulasi rencana pembangunan yang terekam
dalam dokumen RPJMN 2004-2009, sebagai bahan masukan dalam
penyusunan RPJMN selanjutnya. Pada dasarnya isi Buku ini khususnya
yang diuraikan dalam Bab 2 hingga Bab 4, dapat dijadikan sebagai
kumpulan tambahan referensi dan pengertian khususnya mengenai
Model Logika dan penyusunan indikator kinerja, dengan
menggunakan contoh kebijakan, program, kegiatan, dan sasaran
pembangunan dalam RPJMN 2004-2009.

5.2. Kesimpulan

Pencermatan dan mapping atas dokumen RPJMN 2004-2009 serta


RKP 2005 hingga 2009 menunjukkan bahwa 3 (tiga) aspek penting
yaitu kesesuaian, kesinambungan, dan keterkaitan, merupakan hal
penting ketika menyusun suatu dokumen perencanaan, baik jangka
menengah maupun jangka pendek (Sebagai pelaksanaan tahunan).
Kesesuaian adalah harmonisasi dan keselarasan antar tahapan
dalam suatu proses perencanaan, baik per-tahun maupun antar
tahun, dalam suatu perencanaan jangka tertentu. Kesinambungan

90
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

adalah proses yang terus menerus dari suatu tahap awal di tahun
pertama rencana jangka tertentu hingga tahun atau tahap
berikutnya, sehingga pada tahun terakhir, semua tahap sudah
terpenuhi, serta tujuan dan sasaran yang ditentukan pada waktu awal
penyusunan rencana bisa tercapai. Hal terakhir adalah, Keterkaitan
yaitu masing-masing tahapan pembangunan (tahun pertama dan
seterusnya) dan strategi, prioritas, fokus, program, dan kegiatan yang
dilaksankan harus saling terkait dan berada pada jalur masing-masing
namun pada suatu tingkat tertentu saling terkait.

Selain itu penentuan suatu indikator dengan pendekatan apapun


(SMART ataupun SPICED) merupakan pertimbangan dan langkah
baku yang tidak dapat diabaikan ketika mengenali permasalahan,
menentukan sasaran, memformulasikan program, dan merancang
kegiatan. Dengan demikian ketika merancang suatu dokumen
perencanaan hendaknya sekaligus ditentukan mapping indikator
terkait sejalan dengan perancangan struktur dokumen tersebut,
sehingga di kemudian hari, rencana yang termuat dalam dokumen
tersebut dipastikan akan dapat dimonitor dan dievaluasi.

5.3. Rekomendasi

Berkaitan dengan kesimpulan di atas, maka dalam penyusunan


dokumen perencanaan pembangunan perlu memperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:

1. Evaluasi untuk kepentingan pemerintah harus mengacu


kepada dokumen perencanaan yang telah disusun. Untuk itu,

91
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

dalam dokumen perencanaan pembangunan (RPJMN) harus


memuat indikator terukur baik yang bersifat kuantitatif
maupun yang bersifat kualitatif
2. Pada setiap tataran sasaran (kebijakan/program/kegiatan)
harus mempunyai indikator sesuai dengan tatarannya,
dimulai dari indikator input sampai dengan indikator
dampak.
3. Perlu keseragaman pemahaman terhadap indikator pada
setiap tataran sehingga program-program pembangunan
dalam masing-masing prioritas pembangunan mempunyai
tataran yang sama.
4. Beberapa pengertian perlu disepakati, misalnya:
a. Input, dalam hal evaluasi terhadap RPJMN, yang
dimaksud input adalah pembiayaan yang dialokasikan
dalam pelaksanaan program/kegiatan;
b. Output, adalah komponen kegiatan yang terkait
langsung dengan pembiayaan termasuk atau dengan
kata lain output adalah hasil langsung dari input;
c. Outcome, adalah hasil dari pelaksanaan program yang
dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang menjadi
indikator tercapainya program tersebut;
d. Impact, adalah hasil palaksanaan berbagai program
yang menjadi indikator keberhasilan terhadap prioritas
pembangunan.
e. Agar tingkat keberhasilan dapat diketahui perlu adanya
baseline data yang dijadikan dasar terhadap sasaran yang
ingin dicapai.

92
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

f. Untuk mengukur tingkat keberhasilan, maka setiap indikator


khususnya yang bersifat kualitatif harus merupakan indikator
kualitatif yang terukur atau dijadikan kuantitatif.

5.4. Tindak Lanjut yang Diperlukan

o Memutakhirkan Sistem Database di lingkungan


Bappenas. Kesiapan Information Technology di Pusdatin.
Demikian juga sistem database di masing-masing Direktorat.
Demikian juga link dengan pusat data di
Kementerian/Lembaga terkait, di pusat dan di daerah. Data
yang tersedia di masing-masing Direktorat lebih spesifik
daripada yang tersedia di Pusdatin serta memiliki akses yang
terbuka bagi unit kerja yang memerlukannya.
o Penentuan Indikator Kinerja dan Format data
reporting. Indikator dalam dokumen perencanaan
pembangunan perlu disepakati bersama antara Kedeputian
EKP dengan Direktorat sektoral di Bappenas maupun dengan
Kementerian/Lembaga. Suatu Format data reporting yang
memuat variabel-variabel yang diperlukan guna melakukan
penghitungan indikator pembangunan yang disepakati perlu
dikembangkan. Dengan demikian secara berkala format
tersebut dapat diisi dan dimutakhirkan oleh Direktorat
terkait, Pusdatin ataupun Kedeputian EKP sesuai dengan
perkembangan terakhir. Selanjutnya akses terhadap informasi
ini dapat diatur dan ditentukan kemudian.

93
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

o Analisa and Disseminasi. Sesuai dengan UU No. 25 Tahun


2006, UU No. 17 Tahun 2003, dan khususnya PP No. 39 Tahun
2007, maka secara berkala perlu dilakukan analisa
sederhana/cepat hingga yang mutakhir secara sektoral.
Disamping itu juga dilakukan disseminasi hasil evaluasi
tersebut di lingkungan Bappenas dan Sektor terkait. Hal
serupa juga perlu dilakukan pada level Provinsi dan
Kabupaten dalam konteks memberdayakan kinerja
Pemerintah Daerah. Dalam kaitan itu, berbagai hal penting
seperti misalnya kinerja pelayanan sosial dasar atau kinerja
pelayanan publik, dapat di ketahui perkembangannya guna
memantapkan pembagian peran pusat dan daerah,
termasuk juga peran dunia usaha dan masyarakat sekitar.
Dengan adanya Standar Pelayanan Minimum, kegiatan
evaluasi akan lebih mudah difasilitasi.
o Peningkatan Strategi dan Kapasitas untuk
melakukan Monitoring dan Evaluasi. Dalam hal ini,
kegiatan perlu diutamakan untuk: (a) penyusunan
mekanisme dan petunjuk lanjutan guna menstandarkan
ukuran/indikator yang dipakai sebagai acuan evaluasi
beserta konsep dan definisinya; (b) Jaringan kerja dengan
BPS dan lembaga lain yang terkait seperti LIPI guna
menyampaikan pertanyaan yang dapat menjadi variabel
yang digunakan dalam perhitungan indikator dan atau
memperoleh data/hasilnya.
o Peningkatan dan Pemantapan Koordinasi Kerja.
Koordinasi antar Direktorat perlu ditingkatkan dan
dimantapkan. Sehingga masalah dan isu pembangunan yang

94
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

terjadi dan berkembang dapat segera dikomunikasikan baik


substansi, pendanaan, dan informasi/data yang terkait.
Demikian pula komunikasi data antar Direktorat dapat
terjaga sehingga data yang tersedia selalu up to date, reliable,
dan timely.

95
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

DAFTAR PUSTAKA

Adi Suryabrata, Wismana. 2008. Restrukturisasi Program dan


Kegiatan. Paparan dalam Rapat Pimpinan Bappenas 14
November 2008.

Bappenas. 2004. Pedoman Penyusunan Indikator, Pemantauan dan


Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja.

Carter, McNamara. 1997-2008. Adapted from the Field Guide to


Nonprofit Program Design. Marketing and Evaluation.
(http://www.managementhelp.org/evaluation/fnl_eval.htm)

Castro, Manuel f. 2007. Indonesia: Towards the Institutionalization of


Evaluation Activities and Tools in Planning and Budgeting
Processes. A draft report.

Funnel, Sue. 2008. Program Logic Model Training. Modul Training for
Deputy of Performance Evaluation. Jakarta.

Joice, Laraine. Developments in Evaluation Research. Journal of


Occupational Behaviour. Vol1, No.3, (Jul 1980), pp.181-190.

Knowlton dan Phillips. 2008. The Logic Model Guidebook. Sage:


Singapore.

Kusek, Jody Zall and Ray C. Rist. 2004. Ten Steps to a Results-Based
Monitoring and Evaluation System : a Handbook for
Development Practitioners. The International Bank for
Reconstruction and Development. The World Bank.

Mackay, Keith. 2008. Membangun System Pemantauan dan Evaluasi,


Untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Lebih
Baik. Independent Evaluation Group. The World Bank.

Mayston, D.J. Measuring and Managing Educational Performance. The


Journal of the Operational Research Society, Vol.54, No.7 (Jul
2003), pp. 679-691.

96
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan

Premchand, A. 1993. Public Expenditure Management. IMF: Washington


DC.

Roche (1999). The State of Queensland, Department of Natural


Resources and Water. 2007. How Do You Choose Indicators to
Measure Social and Economic Changes?

Schiavo-Campo, Salvatore and Pachampet Sundaram. 2000. To Serve


and to Preserve: Improving Public Administration in a
Competitive World. Asian Development Bank.

Widianto, Bambang. 2009. Paparan dalam berbagai Rapat/Seminar


sepanjang Tahun 2008-2009.

W.K. Kellog Foundation. 2004. Using Logic Models to Bring Together


Planning, Evaluation, and Action: Logic Model Development
Guide. Battle Creek, Michigan, [pdf],
Http://www.wkkf.org/Pubs/Tools/Evaluation/Pub3669.pdf.

http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
http://www.edtech.vt.edu/edtech/id/eval.html
http://www.uwex.edu/ces/lmcourse
http://www.uwex.edu/ces/pdande
http://www.cdc.gov/eval/index.htm
http://ctb.ku.edu/
http://www.innonet.org/
http://www.eval.org/

97

Anda mungkin juga menyukai