Pembimbing :
dr. Wienta Diarsvitri, M.Sc, PhD
Disusun oleh :
Denny Arvi Makhrifandi 2017.04.200.220
Derryl Yoaldo 2017.04.200.221
Desti Ratna Putri W. 2017.04.200.222
Desy Irawati 2017.04.200.223
Desy Rahmawati 2017.04.200.224
Dhika Sari Aprilianingsih 2017.04.200.225
Dian Islamiati Utama 2017.04.200.226
Mengetahui,
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Meningkatnya permintaan akan kosmetik membuat produsen
berlomba- lomba untuk membuat dan menjual kosmetik tanpa
memperhatikan kandungan yang terdapat didalamnya. Konsumen seakan
tidak mendapatkan pengetahuan penting mengenai bahaya dan akibat
yang ditimbulkan jika menggunakan kosmetik secara asal tanpa melihat
bahan, dan kandungan yang terdapat pada kosmetik tersebut.
Karakteristik kosmetik yang legal menurut Balai Pengawas Obat dan
Makanan adalah: (1) Kemasan kosmetik harus mencantumkan
label/penandaan yang berisi informasi yang benar dan lengkap, meliputi
nama kosmetik, kegunaan, cara penggunaan, komposisi, nama dan Negara
produsen, dan nama alamat pemohon notifikasi, ukuran isi atau berat
bersih, tanggal kadaluarsa, peringatan/perhatian, dan nomor notifikasi, (2)
Izin Edar (notifikasi kosmetik), (3) Kadaluarsa. Karakteristik yang sudah
ditetapkan oleh BPOM RI tersebut harus dipenuhi baik oleh perodusen
kosmetik dan distributor kosmetik, sehingga konsumen sebagai pengguna
kosmetik mendapatkan hak untuk menerima kosmetik yang aman dan tidak
membahayakan kesehatan.
Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang Upaya BBPOM
dalam Pengawasan dan Penindakan Peredaran Kosmetik Berbahaya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. BPOM
2.1.1. Definisi
Badan Pengawas Obat dan Makanan yang disingkat BPOM adalah
lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.
BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan dan dipimpin oleh seorang Kepala (Peraturan Presiden No. 80
BAB I Pasal 1 Tahun 2017).
2.1.3. Tugas
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 80 BAB I Pasal 2 Tahun 2017
tentang Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai berikut:
1. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di
bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3
2. Obat dan makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat
tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun
2014, Balai Besar / Balai POM (Unit Pelaksana Teknis) mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan dibidang pengawasan obat dan makanan, yang
meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan
atas keamanan pangan dan bahan berbahaya.
2.1.4. Fungsi
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 80 BAB I Pasal 3 Tahun 2017
tentang Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan, antara lain:
A. Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
2. Pelaksanaan kebiajakn nasional di bidang pengawasan Obat
dan Makanan.
3. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar.
4. Pelaksaanna Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan
Selama Beredar.
5. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan
dengan instansi pemerintah pusat dan daerah.
6. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang
pengawasan Obat dan Makanan.
7. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan dibidang pengawasan Obat dan
Makanan.
4
8. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian
dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan BPOM.
9. Pengelolaan barang milik/kekayaaan negara yang menjadi
tanggung jawab BPOM.
10. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM.
11. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh
unsur organisasi di lingkungan BPOM.
5
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi.
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi
tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala
BadanPengawas Obatdan Makanan, sesuai dengan bidang
tugasnya.
2.1.5. Kewenangan
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 80 BAB I Pasal 4 Tahun 2017
tentang Kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang mana
melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM mempunyai
kewenangan:
1. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesui dengan standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu serta pengujian
obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan
Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pemberian sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6
Gambar 2.1 Struktur Organisasi BPOM secara keseluruhan.
7
1. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional,
Kosmetika dan Produk Komplemen mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu di bidang produk terapetik, narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika dan
produk komplemen.
2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu di bidang pangan dan bahan
berbahaya.
3. Bidang Pengujian Mikrobiologi mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian
dan penilaian mutu secara mikrobiologi.
4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh
untuk pengujian dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan
instansi kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain,
obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan
berbahaya.
5. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan rencana, program serta evaluasi
dan penyusunan laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana
produksi dan distribusi tertentu dan layanan informasi konsumen.
6. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan
teknis dan administrasi di lingkungan BBPOM di Surabaya.
8
2.2. Kosmetik
2.2.1. Definisi
Kosmetik adalah suatu bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir,
dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik (PERMENKES No.1176/MENKES/Per/VIII/2010).
9
Hidrokinon adalah senyawa kimia yang bila digunakan pada
produk kosmetik bersifat sebagai pemutih / pencerah kulit. Efek samping
yang umum terjadi setelah paparan hidrokinon pada kulit adalah iritasi,
kulit menjadi merah (eritema), dan rasa terbakar. Efek ini terjadi segera
setelah pemakaian hidrokinon konsentrasi tinggi yaitu diatas 4%.
Sedangkan untuk pemakaian hidrokinon dibawah 2% dalam jangka waktu
lama secara terus menerus dapat terjadi leukoderma kontak dan okronosis
eksogen (diskolorasi warna kulit).
Asam retinoat adalah turunan dari vitamin A yang sering
disebut dengan tretinoin yang digunakan dalam terapi jerawat. Bahaya
penggunaan asam retinoat adalah menimbulkan iritasi kulit, bersifat
karsinogenik, dan teratogenik (menyebabkan cacat janin).
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang dilarang digunakan
sebagai bahan tambahan kosmetik menurut Peraturan Kepala Badan
POM Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 Tentang Persyaratan
Teknis Bahan Kosmetika adalah Rhodamin B. Paparan jangka pendek
penggunaan rhodamin B pada kulit dapat menyebabkan iritasi pada kulit,
Selain itu, penggunaan rhodamin B pada kulit dapat juga mengakibatkan
efek sistemik dan bersifat mutagenik.
10
obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan, dan makanan yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
agar produk tersebut secara sah dapat diedarkan di wilayah Indonesia.
Serangkaian proses panjang yang biasanya disebut proses
registrasi produk harus dilalui untuk mendapatkan nomor izin edar BPOM.
Proses yang membutuhkan waktu tersebut karena untuk menerbitkan
nomor registrasi diperlukan kelengkapan dokumen, validasi, formula,
stabilitas produk, apakah kandungan bahan tersebut aman atau tidak,
lolos uji dan sebagainya. Jika sudah keluar nomor registrasinya akan diberi
bar code. Dengan adanya Izin Edar dari BPOM maka produsen tidak dapat
seenaknya memproduksi sesuatu, terutama yang mengadung bahan
berbahaya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh (BBPOM,
2017).
Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi,
mencegah dan mengawasi produk- produk termaksud untuk melindungi
keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam
maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk BPOM yang memiliki
jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum
dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.
Nomor izin edar BPOM Palsu banyak dijumpai di berbagai produk-
produk makanan, minuman, obat, suplemen dan kosmetik. Pencantuman
nomor izin edar BPOM palsu ini dilakukan para produsen untuk
melancarkan bisnis mereka dalam menjual setiap produknya, produsen
meyakini dengan mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu para calon
konsumen akan semakin yakin dan tertarik untuk membeli setiap produk
mereka, karena konsumen meyakini produk tersebut aman karena sudah
ada nomor izin edar BPOM, padahal nomor izin edar tersebut palsu.
11
2.3.1. Tata Cara Pendaftaran Nomor Izin Edar dan Permohonan
Notifikasi BPOM Pada Produk Kosmetik
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika yang
tercantum dalam Pasal 2, setiap kosmetik yang beredar wajib memenuhi
standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai Cara
Pembuatan Kosmetika yang Baik (selanjutnya disingkat CPKB) dan bahan
kosmetika yang digunakan sesuai dengan Kondeks Kosmetika Indonesia,
standar lain yang diakui dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 Tentang Kriteria Dan
Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika Pasal 2 ayat (1) menyatakan
bahwa keamanan yang dinilai dari bahan yang digunakan sesuai dengan
peraturan perundang- undangan dan kosmetika yang dihasilkan tidak
menggangu atau membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan
secara normal maupun pada kondisi penggunaan yang telah diperkirakan.
Kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan
klaim yang dicantumkan.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika setiap
kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar, izin edar
sebagaimana dimaksud berupa notifikasi. Notifikasi dilakukan sebelum
kosmetika beredar oleh pemohon kepada Kepala Badan. Pemohon
sebagaimana dimaksud terdiri atas:
1. Industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah
memiliki izin produksi;
2. Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API)
dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal;
3. Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi
dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi.
12
Berikut beberapa cara dalam mengajukan permohonan notifikasi :
a. Pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi kosmetika
harus mendaftarkan diri kepada Kepala Badan.
b. Pendaftaran sebagai pemohon hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali,
sepanjang tidak terjadi perubahan data pemohon.
c. Pemohon yang telah terdaftar dapat mengajukan permohonan
notifikasi dengan mengisi formulir (template) secara elektronik pada
website Badan Pengawas Obat dan Makanan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengajuan notifikasi ditetapkan oleh
Kepala Badan.
13
1. Mengisi template melalui sistem elektronik yang disampaikan ke
website Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan alamat
http://www.pom.go.id.
2. Setelah dilakukan verifikasi data, pemohon notifikasi akan
mendapatkan User ID dan Password. Pendaftaran sebagai
pemohon hanya dilakukan 1 (satu) kali, sepanjang tidak terjadi
perubahan data pemohon.
3. Pemohon harus menyampaikan perubahan data pemohon
notifikasi atau mengajukan pendaftaran kembali jika terjadi
perubahan.
4. Pemberitahuan perubahan data pemohon notifikasi harus disertai
dengan data pendukung dan disampaikan kepada Kepala Badan
melalui email ke alamat penilaian_kosmetik@pom.go.id.
5. Pendaftaran kembali dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 7 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
14
6. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah tanggal Surat
Perintah Bayar Badan Pengawas Obat dan Makanan/Balai
Pengawas Obat dan Makanan belum menerima asli bukti
pembayaran, permohonan notifikasi kosmetika dianggap ditolak.
Asli bukti pembayaran yang diterima Badan Pengawas Obat dan
Makanan atau Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan akan
diverifikasi kebenarannya.
15
1. Izin produksi kosmetika, izin usaha industri, tanda daftar industri,
Surat Izin Usaha Perdagangan, dan/atau Angka Pengenal Importir
(API) sudah tidak berlaku.
2. Berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak
memenuhi persyaratan teknis (keamanan, kemanfaatan, mutu,
penandaan dan klaim).
3. Atas permintaan pemohon notifikasi.
4. Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi
lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan
keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak
diperbaharui.
5. Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau
dokumen yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi.
6. Pemohon notifikasi tidak memproduksi atau mengimpor dan
mengedarkan kosmetika dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
setelah dinotifikasi.
7. Terjadi sengketa dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
16
sebagai pengguna Obat dan Makanan agar lebih waspada terhadap
peredaran obat dan makanan ilegal.
GN-WOMI merupakan satu inisiatif kegiatan dari Satuan Petugas
Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, sebagai suatu gerakan
nasional yang melibatkan seluruh pihak, baik instansi pemerintahan,
masyarakat umum dan stakeholder (pabrik farmasi, distributor, dan
sebagainya) untuk berperan aktif dan meningkatkan kesadaran dalam
memerangi obat dan makanan ilegal.
Peran BPOM dalam pengawasan terhadap peredaran kosmetik
berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar palsu, BPOM melakukan
kegiatan pengawasan, dimana sifat pengawasan tersebut terbagi atas
dua, yaitu:
17
2.3.4. Sanksi Yang Diberikan Bagi Produsen atau Pelaku Usaha
Kosmetik Berbahaya
Setiap perbuatan yang melanggar hukum pasti akan mempunyai
sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku yang melanggar hukum
tersebut. Sanksi yang diberikan teradap perbuatan yang melanggar
perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 60 mengenai sanksi
administratif yaitu:
1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal
19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26.
2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
3. Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-
undangan.
18
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang
berlaku.
19
Badan Pengawas Obat dan makanan dalam menjatuhkan sanksi
lebih mengacu untuk menggunakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan terhadap produsen atau pelaku usaha yang
mencantumkan nomor izin edar palsu karena sanksi pidana penjara yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan dianggap lebih berat daripada sanksi pidana penjara yang
terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
20
BAB III
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
23
Krim tanpa ijin edar
24
Mengandung hidrokuinon dan tretinoin
25