Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UPAYA BBPOM DALAM PENGAWASAN DAN PENINDAKAN
PEREDARAN KOSMETIKA BERBAHAYA

Pembimbing :
dr. Wienta Diarsvitri, M.Sc, PhD

Disusun oleh :
Denny Arvi Makhrifandi 2017.04.200.220
Derryl Yoaldo 2017.04.200.221
Desti Ratna Putri W. 2017.04.200.222
Desy Irawati 2017.04.200.223
Desy Rahmawati 2017.04.200.224
Dhika Sari Aprilianingsih 2017.04.200.225
Dian Islamiati Utama 2017.04.200.226

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UPAYA BBPOM DALAM PENGAWASAN DAN PENINDAKAN
PEREDARAN KOSMETIKA BERBAHAYA

Judul referat “Upaya BBPOM dalam Pengawasan dan


Penindakan Peredaran Kosmetik Berbahaya” ini telah diperiksa dan
disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 6 Desember 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Wienta Diarsvitri, M.Sc, PhD

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dihaturkan kepada Allah SWT karena dengan


Rahmat dan IzinNya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Upaya BBPOM dalam Pengawasan dan Penindakan Peredaran
Kosmetik Berbahaya” ini. Referat ini merupakan salah satu pemenuhan
syarat kepaniteraan klinik di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada selaku
pembimbing referat dr. Wienta Diarsvitri, M.Sc, PhD, yang telah
memberikan kesempatan, saran, bimbingan, dan dukungan dalam
penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan dokter muda dan pihak yang banyak membantu dalam
penyusunan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa responsi ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
sebagai masukan untuk perbaikan agar responsi ini jauh lebih baik.

Surabaya, 6 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
2.1. BPOM ........................................................................................... 3
2.1.1. Definisi ................................................................................... 3
2.1.2. Visi dan Misi ........................................................................... 3
2.1.3. Tugas ..................................................................................... 3
2.1.4. Fungsi .................................................................................... 4
2.1.5. Kewenangan .......................................................................... 6
2.1.6. Struktur Organisasi................................................................. 6
2.2. Kosmetik ....................................................................................... 9
2.2.1. Definisi ................................................................................... 9
2.2.2. Klasifikasi Kosmetik................................................................ 9
2.2.3. Bahan Berbahaya pada Kosmetik Palsu ................................ 9
2.3. Izin Edar BPOM .......................................................................... 10
2.3.1. Tata Cara Pendaftaran Nomor Izin Edar dan Permohonan
Notifikasi BPOM Pada Produk Kosmetik ............................. 12
2.3.2. Keberlakuan Notifikasi Kosmetik .......................................... 15
2.3.3. Peran BPOM dalam Melakukan Pengawasan Terhadap
Peredaran Kosmetik Berbahaya .......................................... 16
2.3.4. Sanksi Yang Diberikan Bagi Produsen atau Pelaku Usaha
Kosmetik Berbahaya ............................................................ 18
BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 21
LAMPIRAN............................................................................................... 21

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya zaman yang semakin berkiblat pada


modernisasi, kebutuhan manusia yang harus dipenuhi tidak hanya sebatas
kebutuhan pokok saja, melainkan kebutuhan penunjang kehidupan sosial
seseorang dalam masyarakat, salh satunya kebutuhan akan penampilan.
Banyak cara yang dapat ditempuh untuk memperbaiki penampilan agar
terlihat lebih menarik salah satu cara yang dapat dijumpai dikehidupan kita
sehari-hari diantaranya penggunaan tata rias wajah atau yang lazim dikenal
dengan istilah kosmetik.
Dalam surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor. HK.00.05.
4.1745 tentang kosmetik, yang dimaksud kosmetik berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1176/MENKES/Per/VIII/2010 tentang notifikasi
kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ
genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik.
Di era globalisasi terjadi sebuah gerakan perluasan pasar, dan di
semua pasar terjadi sebuah persaingan, selalu ada yang menang dan
kalah. Perdagangan bebas juga menambah kesenjangan antara negara
maju dan negara berkembang, yang akan berakibat pada kebutuhan.
keinginan dan kondisi kehidupan mereka. Setiap orang, pada suatu waktu,
dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain,
dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang
atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi
menunjukan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga
konsumen tidak mempunyai kedudukan yang aman. Oleh karena itu,
secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang
sifatnya universal.

1
Meningkatnya permintaan akan kosmetik membuat produsen
berlomba- lomba untuk membuat dan menjual kosmetik tanpa
memperhatikan kandungan yang terdapat didalamnya. Konsumen seakan
tidak mendapatkan pengetahuan penting mengenai bahaya dan akibat
yang ditimbulkan jika menggunakan kosmetik secara asal tanpa melihat
bahan, dan kandungan yang terdapat pada kosmetik tersebut.
Karakteristik kosmetik yang legal menurut Balai Pengawas Obat dan
Makanan adalah: (1) Kemasan kosmetik harus mencantumkan
label/penandaan yang berisi informasi yang benar dan lengkap, meliputi
nama kosmetik, kegunaan, cara penggunaan, komposisi, nama dan Negara
produsen, dan nama alamat pemohon notifikasi, ukuran isi atau berat
bersih, tanggal kadaluarsa, peringatan/perhatian, dan nomor notifikasi, (2)
Izin Edar (notifikasi kosmetik), (3) Kadaluarsa. Karakteristik yang sudah
ditetapkan oleh BPOM RI tersebut harus dipenuhi baik oleh perodusen
kosmetik dan distributor kosmetik, sehingga konsumen sebagai pengguna
kosmetik mendapatkan hak untuk menerima kosmetik yang aman dan tidak
membahayakan kesehatan.
Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang Upaya BBPOM
dalam Pengawasan dan Penindakan Peredaran Kosmetik Berbahaya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BPOM
2.1.1. Definisi
Badan Pengawas Obat dan Makanan yang disingkat BPOM adalah
lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.
BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan dan dipimpin oleh seorang Kepala (Peraturan Presiden No. 80
BAB I Pasal 1 Tahun 2017).

2.1.2. Visi dan Misi


a. Visi :
Obat dan makanan aman meningkatkan kesehatan masyarakat dan
daya saing bangsa.
b. Misi :
1. Meningkatkan sisrem pengawasan Obat dan Makanan berbasis
resiko untuk melindungi masyarakat.
2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan
jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat
kemitraan dengan pemangku kepentingan
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.

2.1.3. Tugas
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 80 BAB I Pasal 2 Tahun 2017
tentang Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai berikut:
1. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di
bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

3
2. Obat dan makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat
tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun
2014, Balai Besar / Balai POM (Unit Pelaksana Teknis) mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan dibidang pengawasan obat dan makanan, yang
meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan
atas keamanan pangan dan bahan berbahaya.

2.1.4. Fungsi
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 80 BAB I Pasal 3 Tahun 2017
tentang Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan, antara lain:
A. Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
2. Pelaksanaan kebiajakn nasional di bidang pengawasan Obat
dan Makanan.
3. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar.
4. Pelaksaanna Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan
Selama Beredar.
5. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan
dengan instansi pemerintah pusat dan daerah.
6. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang
pengawasan Obat dan Makanan.
7. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan dibidang pengawasan Obat dan
Makanan.

4
8. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian
dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan BPOM.
9. Pengelolaan barang milik/kekayaaan negara yang menjadi
tanggung jawab BPOM.
10. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM.
11. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh
unsur organisasi di lingkungan BPOM.

B. Pengawasan sebelum beredasr sebagaimana yang dimaksud pada


ayat (I) adalah pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar
sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin Obat dan Makanan
yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.

C. Pengawasan Selama Beredar sebagaimana yang dimaksud pada


ayat (I) adalah pengawasan Obat dan Mkanan selama beredar untuk
memastikan Obat dan Makanan yang beredar memenuhi standar
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang
ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.

Sedangkan fungsi Balai Besar/ Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)


berdasarkan pasal 3 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014
adalah :
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif,
obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan
berbahaya.
3. Pelaksanaan pemeriksaanlaboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk secara mikrobiologi.

5
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi.
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi
tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala
BadanPengawas Obatdan Makanan, sesuai dengan bidang
tugasnya.

2.1.5. Kewenangan
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 80 BAB I Pasal 4 Tahun 2017
tentang Kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang mana
melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM mempunyai
kewenangan:
1. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesui dengan standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu serta pengujian
obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan
Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pemberian sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2.1.6. Struktur Organisasi


Sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI, BBPOM di Surabaya
mempunyai tugas pokok melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan
produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional,
kosmetika, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.

6
Gambar 2.1 Struktur Organisasi BPOM secara keseluruhan.

Gambar 2.2 Struktur Organisasi BBPOM di Surabaya.


Tugas pokok dan fungsi masing-masing Bidang dan Sub Bagian
dijabarkan sebagai berikut:

7
1. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional,
Kosmetika dan Produk Komplemen mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu di bidang produk terapetik, narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika dan
produk komplemen.
2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu di bidang pangan dan bahan
berbahaya.
3. Bidang Pengujian Mikrobiologi mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian
dan penilaian mutu secara mikrobiologi.
4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh
untuk pengujian dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan
instansi kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain,
obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan
berbahaya.
5. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan rencana, program serta evaluasi
dan penyusunan laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana
produksi dan distribusi tertentu dan layanan informasi konsumen.
6. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan
teknis dan administrasi di lingkungan BBPOM di Surabaya.

8
2.2. Kosmetik
2.2.1. Definisi
Kosmetik adalah suatu bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir,
dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik (PERMENKES No.1176/MENKES/Per/VIII/2010).

2.2.2. Klasifikasi Kosmetik


Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik
Pasal 3, Produk kosmetik dibagi menjadi 2 (dua) golongan:
1. Kosmetik golongan I
a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi;
b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan
mukosa lainnya
c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar
dan penandaan
d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim
serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.
2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan
I.

2.2.3. Bahan Berbahaya pada Kosmetik Palsu


Produk kecantikan palsu umumnya mengandung bahan berbahaya
seperti hidrokinon, merkuri, asam retinoat dan rhodamin B. Badan POM
juga telah melarang penggunanaannya pada produk kosmetik tersebut
berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor
HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika. Produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya tersebut
perlu diwaspadai oleh masyarakat agar terhindar dari bahayanya.

9
Hidrokinon adalah senyawa kimia yang bila digunakan pada
produk kosmetik bersifat sebagai pemutih / pencerah kulit. Efek samping
yang umum terjadi setelah paparan hidrokinon pada kulit adalah iritasi,
kulit menjadi merah (eritema), dan rasa terbakar. Efek ini terjadi segera
setelah pemakaian hidrokinon konsentrasi tinggi yaitu diatas 4%.
Sedangkan untuk pemakaian hidrokinon dibawah 2% dalam jangka waktu
lama secara terus menerus dapat terjadi leukoderma kontak dan okronosis
eksogen (diskolorasi warna kulit).
Asam retinoat adalah turunan dari vitamin A yang sering
disebut dengan tretinoin yang digunakan dalam terapi jerawat. Bahaya
penggunaan asam retinoat adalah menimbulkan iritasi kulit, bersifat
karsinogenik, dan teratogenik (menyebabkan cacat janin).
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang dilarang digunakan
sebagai bahan tambahan kosmetik menurut Peraturan Kepala Badan
POM Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 Tentang Persyaratan
Teknis Bahan Kosmetika adalah Rhodamin B. Paparan jangka pendek
penggunaan rhodamin B pada kulit dapat menyebabkan iritasi pada kulit,
Selain itu, penggunaan rhodamin B pada kulit dapat juga mengakibatkan
efek sistemik dan bersifat mutagenik.

2.3. Izin Edar BPOM


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang
Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah
Indonesia Pasal 1 Angka (14), izin edar adalah bentuk persetujuan
pendaftaran obat dan makanan yang diberikan oleh Kepala Badan untuk
dapat diedarkan di wilayah Indonesia.
Hampir sama dengan yang tercantum dalam Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.05.1.23.3516 Tentang Izin Edar Produk Obat, Obat Tradisional,
Kosmetik, Suplemen Makanan dan Makanan yang bersumber,
Mengandung, Dari Bahan Tertentu dan atau Mengandung Alkohol Pasal 1
Angka (1), izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi bagi produk obat,

10
obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan, dan makanan yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
agar produk tersebut secara sah dapat diedarkan di wilayah Indonesia.
Serangkaian proses panjang yang biasanya disebut proses
registrasi produk harus dilalui untuk mendapatkan nomor izin edar BPOM.
Proses yang membutuhkan waktu tersebut karena untuk menerbitkan
nomor registrasi diperlukan kelengkapan dokumen, validasi, formula,
stabilitas produk, apakah kandungan bahan tersebut aman atau tidak,
lolos uji dan sebagainya. Jika sudah keluar nomor registrasinya akan diberi
bar code. Dengan adanya Izin Edar dari BPOM maka produsen tidak dapat
seenaknya memproduksi sesuatu, terutama yang mengadung bahan
berbahaya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh (BBPOM,
2017).
Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi,
mencegah dan mengawasi produk- produk termaksud untuk melindungi
keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam
maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk BPOM yang memiliki
jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum
dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.
Nomor izin edar BPOM Palsu banyak dijumpai di berbagai produk-
produk makanan, minuman, obat, suplemen dan kosmetik. Pencantuman
nomor izin edar BPOM palsu ini dilakukan para produsen untuk
melancarkan bisnis mereka dalam menjual setiap produknya, produsen
meyakini dengan mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu para calon
konsumen akan semakin yakin dan tertarik untuk membeli setiap produk
mereka, karena konsumen meyakini produk tersebut aman karena sudah
ada nomor izin edar BPOM, padahal nomor izin edar tersebut palsu.

11
2.3.1. Tata Cara Pendaftaran Nomor Izin Edar dan Permohonan
Notifikasi BPOM Pada Produk Kosmetik
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika yang
tercantum dalam Pasal 2, setiap kosmetik yang beredar wajib memenuhi
standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai Cara
Pembuatan Kosmetika yang Baik (selanjutnya disingkat CPKB) dan bahan
kosmetika yang digunakan sesuai dengan Kondeks Kosmetika Indonesia,
standar lain yang diakui dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 Tentang Kriteria Dan
Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika Pasal 2 ayat (1) menyatakan
bahwa keamanan yang dinilai dari bahan yang digunakan sesuai dengan
peraturan perundang- undangan dan kosmetika yang dihasilkan tidak
menggangu atau membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan
secara normal maupun pada kondisi penggunaan yang telah diperkirakan.
Kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan
klaim yang dicantumkan.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika setiap
kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar, izin edar
sebagaimana dimaksud berupa notifikasi. Notifikasi dilakukan sebelum
kosmetika beredar oleh pemohon kepada Kepala Badan. Pemohon
sebagaimana dimaksud terdiri atas:
1. Industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah
memiliki izin produksi;
2. Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API)
dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal;
3. Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi
dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi.

12
Berikut beberapa cara dalam mengajukan permohonan notifikasi :
a. Pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi kosmetika
harus mendaftarkan diri kepada Kepala Badan.
b. Pendaftaran sebagai pemohon hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali,
sepanjang tidak terjadi perubahan data pemohon.
c. Pemohon yang telah terdaftar dapat mengajukan permohonan
notifikasi dengan mengisi formulir (template) secara elektronik pada
website Badan Pengawas Obat dan Makanan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengajuan notifikasi ditetapkan oleh
Kepala Badan.

Ketentuan dari Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan


Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010
Tentang Kriteria Dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika Pasal 4,
kosmetika yang akan diedarkan di wilayah Indonesia harus dilakukan
notifikasi kepada Kepala Badan. Notifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. Apabila selama jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan perubahan atas:
1. Nama industry / importir / badan usaha yang melakukan notifikasi
tanpa perubahan hak untuk mengedarkan atau status kepemilikan.
2. Alamat industry / importir / badan usaha yang melakukan notifikasi
dengan tidak terjadi perubahan lokasi pabrik.
3. Nama pimpinan industri/importir/badan usaha yang melakukan
notifikasi.
4. Ukuran dan jenis kemasan.

Pendaftaran sebagai pemohon dapat dilakukan dengan cara:

13
1. Mengisi template melalui sistem elektronik yang disampaikan ke
website Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan alamat
http://www.pom.go.id.
2. Setelah dilakukan verifikasi data, pemohon notifikasi akan
mendapatkan User ID dan Password. Pendaftaran sebagai
pemohon hanya dilakukan 1 (satu) kali, sepanjang tidak terjadi
perubahan data pemohon.
3. Pemohon harus menyampaikan perubahan data pemohon
notifikasi atau mengajukan pendaftaran kembali jika terjadi
perubahan.
4. Pemberitahuan perubahan data pemohon notifikasi harus disertai
dengan data pendukung dan disampaikan kepada Kepala Badan
melalui email ke alamat penilaian_kosmetik@pom.go.id.
5. Pendaftaran kembali dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 7 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Permohonan notifikasi yang telah terdaftar dapat mengajukan


permohonan notifikasi dengan cara berikut:
1. Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud diajukan dengan
mengisi template notifikasi secara elektronik yang dapat diunduh
dari website BPOM dengan alamat http://www.pom.go.id.
2. Template Notifikasi yang sudah diisi lengkap dapat disimpan (save)
dan/atau dikirim (submit) secara elektronik.
3. Pemohon yang telah berhasil mengirim (submit) Template Notifikasi
akan menerima Surat Perintah Bayar secara elektronik melalui
email pemohon.
4. Pemohon mencetak Surat Perintah Bayar dan melakukan
pembayaran melalui bank yang ditunjuk.
5. Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal Surat Perintah Bayar,
pemohon harus menyerahkan asli bukti pembayaran melalui bank,
penyerahan asli bukti pembayaran disampaikan ke loket notifikasi
kosmetika.

14
6. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah tanggal Surat
Perintah Bayar Badan Pengawas Obat dan Makanan/Balai
Pengawas Obat dan Makanan belum menerima asli bukti
pembayaran, permohonan notifikasi kosmetika dianggap ditolak.
Asli bukti pembayaran yang diterima Badan Pengawas Obat dan
Makanan atau Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan akan
diverifikasi kebenarannya.

2.3.2. Keberlakuan Notifikasi Kosmetik


Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.1176/MenKes/PER/VIII/2010 Tentang Notifikasi Kosmetika,
apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan
permohonan notifikasi diterima oleh Kepala Badan tidak ada surat
penolakan, terhadap kosmetika yang dinotifikasi dianggap disetujui dan
dapat beredar di wilayah Indonesia. Permohonan yang dianggap disetujui
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dalam waktu 6 (enam) bulan,
kosmetika yang telah dinotifikasi wajib diproduksi atau diimpor dan
diedarkan.
Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan
No.1176/MenKes/PER/VIII/2010, notifikasi berlaku dalam jangka waktu 3
(tiga) tahun. Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berakhir, pemohon harus memperbaharui notifikasi. Kepala Badan wajib
menginformasikan kosmetika yang telah dinotifikasi kepada masyarakat.
Pada Pasal 13 menyatakan terhadap permohonan notifikasi dikenai
biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai ketentuan
perundang-undangan. Dalam hal permohonan notifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan tidak
dapat ditarik kembali.

Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan, apabila:

15
1. Izin produksi kosmetika, izin usaha industri, tanda daftar industri,
Surat Izin Usaha Perdagangan, dan/atau Angka Pengenal Importir
(API) sudah tidak berlaku.
2. Berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak
memenuhi persyaratan teknis (keamanan, kemanfaatan, mutu,
penandaan dan klaim).
3. Atas permintaan pemohon notifikasi.
4. Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi
lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan
keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak
diperbaharui.
5. Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau
dokumen yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi.
6. Pemohon notifikasi tidak memproduksi atau mengimpor dan
mengedarkan kosmetika dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
setelah dinotifikasi.
7. Terjadi sengketa dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

2.3.3. Peran BPOM dalam Melakukan Pengawasan Terhadap


Peredaran Kosmetik Berbahaya
Fungsi BPOM sebagai pengkaji dan penyusun kebijakan nasional
serta pelaksana kebijakan tersebut dalam kaitannya dengan produk
kosmetik dapat dilihat dengan adanya berbagai macam peraturan yang
dikeluarkan BPOM terkait dengan kosmetik dan pemasukannya. BPOM
juga menjalankan kebijakan tersebut dengan mengadakan berbagai
kegiatan pengawasan dan juga terus menerus melakukan penambahan
dan perubahan pada peraturan yang sudah ada agar peraturan tersebut
dapat selalu mengikuti perkembangan yang ada.
Dalam menjalankan perannya melalui sosialisasi BPOM
mencanangkan Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal
(selanjutnya disingkat GN-WOMI), dimana GN-WOMI dilaksanakan untuk
memutus mata rantai demand dengan memberdayakan masyarakat

16
sebagai pengguna Obat dan Makanan agar lebih waspada terhadap
peredaran obat dan makanan ilegal.
GN-WOMI merupakan satu inisiatif kegiatan dari Satuan Petugas
Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, sebagai suatu gerakan
nasional yang melibatkan seluruh pihak, baik instansi pemerintahan,
masyarakat umum dan stakeholder (pabrik farmasi, distributor, dan
sebagainya) untuk berperan aktif dan meningkatkan kesadaran dalam
memerangi obat dan makanan ilegal.
Peran BPOM dalam pengawasan terhadap peredaran kosmetik
berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar palsu, BPOM melakukan
kegiatan pengawasan, dimana sifat pengawasan tersebut terbagi atas
dua, yaitu:

1. Pemeriksaan, dilakukan di semua tempat terbuka (misalnya mall,


supermarket ataupun toko-toko yang menjual produk kosmetik),
dimana sifat pengawasannya dilakukan secara rutin sesuai dengan
anggaran yang diberikan pemerintah. Pemeriksaan ini dilakukan
tanpa harus adanya laporan dari pihak manapun dan dilakukan
untuk mengetahui pemenuhan standar dan/atau persyaratan.
2. Penyidikan, bergerak atas pengaduan atau laporan masyarakat
atas tempat- tempat tertutup maupun yang dicari sendiri, (misalnya
di rumah atau tempat tinggal yang dijadikan sebagai tempat
penyimpanan produk kosmetik). Sifatnya tidak terjadwal, dilakukan
untuk menindaklanjuti hasil pengawasan dan/atau informasi
adanya indikasi pelanggaran, apabila ada laporan segera di tindak
lanjuti. Dapat dilakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait
seperti polisi.

17
2.3.4. Sanksi Yang Diberikan Bagi Produsen atau Pelaku Usaha
Kosmetik Berbahaya
Setiap perbuatan yang melanggar hukum pasti akan mempunyai
sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku yang melanggar hukum
tersebut. Sanksi yang diberikan teradap perbuatan yang melanggar
perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 60 mengenai sanksi
administratif yaitu:
1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal
19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26.
2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
3. Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-
undangan.

Pasal 61 UUPK menyatakan penuntutan pidana dapat dilakukan


terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Dalam Pasal 62 ayat (1-3)
UUPK, sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku usaha yang
melanggar perlindungan konsumen adalah:
1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal
17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16,
dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana paling lama 2
(dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).

18
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang
berlaku.

Pasal 63 UUPK mengatur terhadap sanksi pidana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 62, dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
1. Perampasan barang tertentu
2. Pengumuman keputusan hakim
3. Pembayaran ganti rugi
4. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian konsumen
5. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
6. Pencabutan izin usaha.

Khusus untuk sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap produsen


ataupun pelaku usaha kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor
izin edar BPOM palsu, pihak BPOM sendiri lebih cenderung menggunakan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tercantum
dalam Pasal 196 dan 197. Pasal 196 menyatakan:
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehataan yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak RP1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Pasal 201 ayat (2), selain pidana denda sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
1. Pencabutan izin usaha; dan/atau
2. Pencabutan status badan hukum.

19
Badan Pengawas Obat dan makanan dalam menjatuhkan sanksi
lebih mengacu untuk menggunakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan terhadap produsen atau pelaku usaha yang
mencantumkan nomor izin edar palsu karena sanksi pidana penjara yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan dianggap lebih berat daripada sanksi pidana penjara yang
terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

20
BAB III
KESIMPULAN

• Pengawasan kosmetika pada era Notifikasi mengakibatkan titik berat


pengawasan ada di post market.
• Perlunya perubahan paradigma pengawasan dari watch dog control
menjadi proactive control.
• Perlunya perkuatan pengawasan post market dengan peningkatan
kompetensi inspektur serta strategi pengawasan sehingga dapat
menjamin kosmetika yang beredar aman, bermanfaat dan bermutu.
• Perlu peningkatan dalam pemberian layanan prima bagi UMKM terkait
perizinan dan bimbingan teknologi agar kosmetika Indonesia bermutu,
aman dan memiliki daya saing dengan kosmetika impor.

21
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2018. Fungsi Utama BPOM.


https://www.pom.go.id/new/view/direct/function
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2018. Tugas Utama BPOM.
https://www.pom.go.id/new/view/direct/job
Badan Pengawas Obat dan Makanan mengenai pengawasan kosmetik
dan farmasi, melalui
https://pengawasfarmasidanmakanan.files.wordpress.com/2013/12/
modul-peraturan-dan- kebijakan-di-bidang-pengawasan-obat-dan-
makanan.pdf,
BPOM. (2016). Laporan Kinerja 2016. Jakarta: Badan Pengawasan Obat
dan Makanan Republik Indonesia.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 Tentang


Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Pasal 98 Tahun 2009
Tentang Kesehatan
Unit Layanan Pengaduan Konsumen, “Ringkasan Eksekutif Unit Layanan
Pengaduan Konsumen (ULPK)”melalui
http:/ulpk.pom.go.id/ulpk/home.php?page=profile&id=9

22
LAMPIRAN

23
Krim tanpa ijin edar

Kosmetik tanpa ijin edar

24
Mengandung hidrokuinon dan tretinoin

Kosmetik mengandung bahan berbahaya

25

Anda mungkin juga menyukai