Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Penggunaan energi besar-besaran telah membuat manusia mengalami
krisis energi. Ini disebabkan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil seperti
minyak bumi dan gas alam yang sangat tinggi. Sebagaimana kita ketahui, bahan
bakar fosil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat kita perbarui. Untuk
mengatasi krisis energi masa depan, beberapa alternatif sumber energi mulai
dikembangkan, salah satunya adalah energi biomassa (Ahmad, 2013).
Fraksionasi biomassa merupakan salah satu konsep pengolahan biomassa
yang dianggap mampu memberikan produk yang maksimal serta mampu
memminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Biomassa sering disebut
bahan berlignoselulosa dikarenakan biomassa memiliki komponen utama yaitu
selulosa, hemiselulosa dan lignin (Ahmad, 2013).
Sabut sawit merupakan biomassa lignoselulosa berupa serat dengan
komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin. Prinsip biomassa dipilah
menjadi komponen utama penyusunnya (selulosa, hemiselulosa, dan lignin)
dengan tanpa banyak merusak dan mengkonversinya menjadi produk yang
bernilai tambah tinggi (Sa’id, 1994).

1.2 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan percobaan sebagai berikut:
1. Menjelaskan pengaruh variabel terhadap produk fraksionasi biomassa.
2. Menghitung neraca massa, yield dan persentase recovery komponen-
komponen pada sistem fraksionasi biomassa.
3. Bekerjasama dalam tim.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui pross fotosintetik,
baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah
tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan
kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan
ternak, miyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga digunakan
sebagai sumber energi (bahan bakar). Umum yang digunakan sebagai bahan bakar
adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah
diambil produk primernya (Ahmad, 2013).
Dalam industri kimia, biomassa banyak digunakan sebagai bahan baku.
Selulosa merupakan komponen terbesar dalam biomassa dan dapat dijadikan
sebagai bahan baku pembuatan kertas, tisu, fiber dll. Sedangkan lignin yang
terdapat dalam biomassa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat, perekat,
pengisi, surfaktan, produk polimer, dispersan, dan sumber bahan kimia lainnya
(Hermiati, 2010).
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Beberapa Biomassa
Biomassa Selulosa Hemiselulosa Lignin
(Lignoselulosa) (%-berat) (%-berat) (%-berat)
Kayu keras 38-49 19-26 23-30
Kayu lunak 40-45 7-14 26-34
Bambu 26-43 16-26 21-31
Batang jagung 35-45 20-28 14-34
Ampas tebu 32-44 27-32 19-24
Jerami gandum 29-35 26-32 16-21
Jerami padi 28-36 23-28 12-16
Sabut kelapa 30,6 19,9 38,9
Sabut sawit 34,3 27,2 31,9
Batang sawit 45,8 25,9 22,6
Pelepah sawit 37-45 23-25 18-20
Tandan kosong sawit 36-42 25-27 15-17
(Sumber : Ahmad, 2013)

2
2.2 Komponen Kimiawi Biomassa
Didalam biomassa terdiri dari beberapa komponen penyusun, yaitu
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Oleh karena itu biomassa sering disebut sebagai
bahan berlignoselulosa.
2.2.1 Selulosa
Selulosa merupakan komponen kimia biomassa yang paling banyak,
jumlahnya mencapai hampir setengah bagian biomassa dan sebagai struktur dasar
pada dinding sel tanaman. Selulosa terdapat pada semua tanaman, organisme
tumbuhan yang primitif dan pada binatang jenis tunicin
(Fengel dan Wegener, 1985). Selulosa merupakan senyawa organik dengan rumus
(C6H10O5)n, sebuah polisakarida yang terdiri dari rantai linier dari beberapa ratus
hingga lebih dari sepuluh ribu ikatan β(1→4) unit D-glukosa (Crawford, 1981).
Selulosa digunakan secara luas dalam industri tekstil, deterjen, pulp dan
kertas. Selulosa juga digunakan dalam pengolahan kopi dan dalam industri
farmasi sebagai zat untuk membantu sistem pencernaan serta proses fermentasi
dari biomassa menjadi biofuel, seperti bioetanol (Pine, 1998).

Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Pine, 1998).

2.2.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah bagian dari kelompok polisakarida yang memiliki
rantai pendek dan bercabang. Pada tumbuhan, hemiselulosa berfungsi sebagai
bahan pendukung dinding sel. Hemiselulosa juga merupakan senyawa polimer
yang terdapat pada biomassa. Pada berbagai jenis tanaman, jumlah dan jenis
monomer penyusun hemiselulosa berbeda-beda. Hemiselulosa mirip dengan
selulosa yang merupakan polimer gula. Namun, perbedaannya yaitu selulosa
hanya tersusun dari glukosa, sedangkan hemiselulosa tersusun dari bermacam-
macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer

3
gula yang memiliki 5-6 atom karbon (C-5 sampai C-6), misalnya: xilosa,
mannosa, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam
glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturonat (Yokoyama, 2008).

Gambar 2.2 Struktur hemiselulosa (Yokoyama, 2008).

Gambar 2.3 Struktur Monomer Hemiselulosa (Yokoyama, 2008).

2.2.3 Lignin
Menurut (Hermiati, 2010) Lignin adalah molekul kompleks yang tersusun
dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin
berfungsi sebagai pengikat matrik selulosa. Lignin dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu lignin guasil dan lignin siringil. Lignin guasil dapat ditemukan
pada kayu lunak sebagai produk polimerisasi dari koniferil alkohol. Sedangkan
lignin siringil terdapat pada kayu keras sebagai hasil polimerisasi sinapil alkohol.
Unit-unit pembentuk lignin terdiri dari p-koumaril alkohol, koniferil alkohol, dan
sinapil alkohol yang merupakan senyawa induk pembentuk makromolekul lignin

4
dan terikat satu sama lain baik dengan ikatan ester maupun dengan ikatan karbon
(Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Satuan Penyusun Lignin (Crawford, 1981).

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari
selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Lignin adalah gabungan beberapa senyawa
yang hubungannya erat satu sama lain, mengandung karbon, hidrogen dan
oksigen, namun proporsi karbonnya lebih tinggi dibanding senyawa karbohidrat.
Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin
dan reaktifitasnya. Lignin secara fisik membungkus mikrofibril selulosa dalam
suatu matriks hidrofobik dan terikat secara kovalen baik pada selulosa maupun
hemiselulosa. Lignin ada di dalam dinding sel maupun di daerah antar sel
(lamela tengah) dan menyebabkan kayu menjadi keras dan kaku sehingga mampu
menahan tekanan mekanis yang besar. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam
dinding sel yaitu pada bagian lamela tengah dan akan semakin mengecil pada
lapisan di dinding sekunder. Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang
berbeda sangat bervariasi (Crawford, 1981).

2.3 Sabut Kelapa Sawit


Sabut kelapa sawit merupakan limbah padat yang berasal dari ampas
perasan buah kelapa sawit yang diambil minyaknya pada stasiun pengepresan
proses pengolahan kelapa sawit. Sabut sawit merupakan biomassa lignoselulosa
berupa serat dengan komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin
(Sa’id, 1994).

5
Gambar 2.5 Sabut Sawit (Sa’id, 1994).

Adapun komposisi dari sabut kelapa sawit sebagai berikut:


Tabel 2.2 Komposisi kimia sabut kelapa sawit
Komponen Persen bahan kering (%)
Protein kasar 3,6
Lemak 1,9
Abu 5,6
Selulosa` 59,6
Lignin 28,5
Hemiselulosa 0,25
(Sumber: Koba dan Ayaaki, 1990)
Selama ini sabut kelapa sawit dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler
dan sebagai pupuk kompos. Padahal, sabut kelapa sawit berpotensi untuk
dikembangkan menjadi barang lebih berguna, salah satu menjadi bahan baku
glukosa. Hal ini karena sabut kelapa sawit mengandung selulosa yang dapat
dihidrolisis menjadi glukosa dengan bantuan enzim ataupun asam
(Koba dan Ayaaki, 1990).

2.4 Fraksionasi Biomassa


Fraksionasi biomassa merupakan proses pemilahan biomassa menjadi
komponen utama penyusun biomassa yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin,

6
dengan tanpa banyak merusak ataupun mengubah ketiga komponen tersebut
menjadi senyawa lain. Selanjutnya hasil pemilahan tersebut dapat diolah dengan
berbagai proses menjadi senyawa ataupun produk yang bernilai jual. Fraksionasi
biomassa menggunakan pelarut organik banyak dikembangkan, karena lebih
murah dan relatif ramah lingkungan. Pelarutnya bisa direcorvery serta cocok
untuk proses skala tengah. Fraksionasi biomassa dengan pelarut organik juga
dikenal dengan organosolv proses yang menggunakan pelarut seperti alkohol,
asam organik, ester, fenol dan keton (Ahmad, 2013)

Biomassa Proses Padatan


Selulosa
Organosolv
PelarutOrganik
Cairan

Pemisahan Produk
dan Lignin
Recorvery Pelarut

Hemiselulosa

Gambar 2.6 Skema fraksionasi biomassa (Ahmad, 2013)

2.5 Proses Organosolv


Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan
bahan kimia organik seperti metanol, etanol, aseton, asam asetat, asam formiat
dan lain-lain. Proses ini telah terbukti sangat efisien dalam pemanfaatan sumber
daya hutan dan tidak merugikan lingkungan dibandingkan dengan proses sulfit
dan kraft yang memberikan masalah bagi lingkungan yaitu bau yang disebabkan
oleh senyawa belerang. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi oleh industri
pulp dan kertas dapat diatasi oleh proses organosolv. Selain itu proses organosolv
memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang
dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak
menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat

7
menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa
dengan tingkat kemurnian tinggi (Muurinen, 2000).
Pembuatan pulp dengan organosolv (berdasarkan pemanfaatan pelarut
organik sebagai media delignifikasi) dapat digunakan sebagai teknologi
pemurnian biomassa, karena produk yang dihasilkan terdiri dari selulosa serta
liquor yang terdiri dari hemiselulosa dan lignin yang bebas dari belerang. Asam
hidrolisis dapat digunakan untuk menghidrolisis hemiselulosa menjadi monomer
pembentuk hemiselulosa (Muurinen, 2000).
Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah
berkembang pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu
proses pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses
acetocell (menggunakan asam asetat), dan proses organocell
(menggunakan metanol) (Wistara, 2007).

2.5.1 Proses Acetosolv


Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses
acetosolv. Proses ini menggunakan pelarut utama yaitu asam asetat 93% dan
0.5 - 3.0% HCI sebagai katalisnya (Wistara, 2007). Proses acetosolv dalam
pengolahan pulp memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa
sulfur, daur ulang limbah dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan
dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi, dan hasil daur ulangnya jauh lebih
mahal dibanding dengan hasil daur ulang limbah kraft (Fadillah, 2008).
Keuntungan dari proses acetosolv adalah bahan pemasak yang digunakan dapat
diambil kembali tanpa adanya proses pembakaran bahan bekas pemasak. Selain
itu proses tersebut dapat dilakukan tanpa menggunakan bahan-bahan organik.
Proses ini menghasilkan by-product berupa furfuraI, levulinic acid, hydroxyl
methyl furfural, metanol, dan methyl acetat (Wistara, 2007).

2.5.2 Proses Formacell


Sebagai proses yang murah dan mudah tersedia pelarut organik, asam
formiat menunjukkan potensi sebagai agen kimia untuk fraksionasi biomassa.
Selama terjadi proses pembentukan pulp dengan pelarut asam formiat, lignin larut
ke dalam cairan hitam karena terjadi pembelahan lignin  o-4 obligasi, sementara
hemiselulosa terdegradasi menjadi mono dan oligosakarida, meninggalkan

8
padatan selulosa dalam residu. Ketika air ditambahkan ke cairan, lignin
mengendap dan memisahkan dari cairan hitam. Setelah menghasilkan pulp, asam
formiat dapat direcycle dengan proses distilasi untuk digunakan kembali
(Wistara, 2007). Proses fraksionasi biomassa dengan pelarut asam formiat
ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Prosedur Fraksionasi Lignoselulosa oleh Asam Formiat dengan


Recycle Pelarut (Wistara, 2007).

Fraksionasi dengan asam formiat dapat dilakukan dengan konsentrasi


60-90%, dan suhu 80-120oC. Tekanan 1-1,7 atm. Pada temperatur 80oC asam
formiat kurang reaktif terhadap lignin dan hidrolisis hemiselulosa, sedangkan
pada temperatur 107-110oC asam formiat sangat reaktif terhadap lignin sehingga
proses delignifikasi berjalan dengan cepat, akan tetapi hidrolisis terhadap
polisakarida juga terjadi terutama terhadap hemiselulosa dan selulosa.
Asam formiat sebagai pelarut memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
a. Proses fraksionasi dapat dilakukan pada temperatur dan tekanan yang
relatif rendah
b. Cocok untuk banyak sumber biomassa
c. Mempunyai selektivitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan
mempertahankan selulosa.

2.5.3 Ester Pulping


Kayu dimasak pada suhu tinggi (sampai dengan 200oC) dengan pelarut
berupa air, ethyl acetate, dan asam asetat dengan komposisi yang sama. Ester

9
pulping ini dianggap memiliki keunggulan dalam recovery bahan kimianya.
Tetapi sampai saat ini proses ester pulping belum dikembangkan lebih lanjut
(Wistara, 2007).

2.5.4 Proses Milox


Proses milox merupakan proses pemasakan tiga tahap yang terdiri dari
pemasakan dengan asam formiat - asam performiat - asam formiat. Proses ini
menghasilkan pulp dengan bilangan kappa sangat rendah, yaitu 7-11 yang
memungkinkan proses pemutihan pulp hanya dengan peroksida dan atau ozone
(Wistara, 2007).

2.6 Delignifikasi
Delignifikasi adalah proses penyisihan lignin dari biomassa. Proses
delignifikasi terjadi karena putusnya ikatan α-aril eter dalam makromolekul lignin.
Ikatan α-aril eter merupakan pengikat rantai-rantai polimer lignin pada
makromolekul lignoselulosa padatannya. Pemutusan ikatan lignin tersebut
disebabkan oleh adanya ion hidrogen (H+) yang berasal dari cairan pemasak,
sehingga lignin yang lepas dari makromolekul lignoselulosa dapat larut dalam
larutan pemasak (Surono, 2010).

2.7 Sentrifugasi
Sentrifugasi adalah metode sedimentasi untuk memisahkan partikel-
partikel dari suatu fluida berdasarkan berat jenisnya dengan memberikan gaya
sentripetal (Robinson, 1975). Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan sel
menjadi organel-organel utama sehingga fungsinya dapat diketahui (Miller, 2000).
Dalam bentuk yang sederhana sentrifus terdiri atas sebuah rotor dengan lubang-
lubang untuk meletakkan wadah/tabung yang berisi cairan dan sebuah motor atau
alat lain yang dapat memutar rotor pada kecepatan yang dikehendaki. Semua
bagian lain yang terdapat pada sentrifus modern saat ini hanyalah perlengkapan
yang dimaksudkan untuk melakukan berbagai fungsi yang berguna dan
mempertahankan kondisi lingkungan dimana rotor tersebut bekerja. Penggunaan
sentrifius cukup luas, meliputi koleksi dari pemisahan sel, organel dan molekul
(Hendra, 1989).

10
Prinsip sentrifus bekerja seperti komedi putar. Prinsipnya yakni dengan
meletakkansampel pada suatu gaya dengan memutar sampel pada kecepatan
tinggi, sehingga terjadi pengendapan partikel, atau organel-organel sel
berdasarkan bobot molekulnya (Artika dan Safithri, 2010). Substansi yang lebih
berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di
atas (Miller, 2000).

Gambar 2.8 Gambaran alat sentrifugasi (Artika dan Safithri, 2010)

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Delignifikasi


Menurut Sumada dkk (2011), faktor- faktor yang mempengaruhi proses
delignifikasi yaitu :
1. Waktu pemasakan
Waktu pemasakan dipengaruhi oleh konsentrasi lignin. Semakin besar
konsentrasi lignin yang terdapat dalam bahan baku, maka semakin lama
waktu pemasakan.
2. Konsentrasi larutan pemasak
Konsentrasi larutan pemasak sebanding dengan kadar lignin. Kadar lignin
yang besar membutuhkan konsentrasi larutan pemasak yang besar.
3. Pencampuran bahan
Pencampuran bahan dapat dipengaruhi oleh pengadukan. Pengadukan
dapat meratakan campuran antara larutan dengan bahan baku yang akan
dipisahkan ligninnya.

11
4. Perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku
Semakin kecil perbandingan antara larutan pemasak dengan bahan baku,
maka lignin yang akan dipisahkan dari bahan baku juga akan semakin
kecil.
5. Ukuran bahan
Semakin besar ukuran bahan, maka semakin lama waktu prosesnya.
6. Suhu dan Tekanan
Suhu dan tekanan berbanding lurus dengan waktu proses. Apabila suhu
dan tekanan yang digunakan tinggi, maka waktu proses akan semakin
cepat. Tekanan optimum yang digunakan yaitu 1 atm dan suhu sekitar
100 – 110oC.

12
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat yang digunakan


Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah erlenmeyer 1000 ml,
erlenmeyer 250 ml 2 buah, pemanas listrik, tabung reaksi/kuvet, gelas kimia 1000
ml, gelas ukur 10 ml, gelas ukur (10 ml,100 ml, dan 250 ml), pipet tetes 2 buah,
oven, timbangan analitik, ayakan 18 mesh, corong dan kain.

3.2 Bahan yang digunakan


Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sabut sawit, asam
formiat, katalis HCl dan akuades.

3.3 Variabel Percobaan


Pada percobaan fraksionasi biomassa ini dilakukan dengan tiga variasi
waktu reaksi, yaitu 60, 90, 120 menit.

3.4 Prosedur kerja yang dilakukan


3.4.1 Persiapan Bahan Baku
1. Sabut sawit dipotong menjadi ukuran 2 cm.
2. Lalu dikeringkan dibawah sinar matahari hingga kering, setelah kering
ditentukan kadar air dengan megambil 2 gram sebagai sampel dan
dihaluskan dengan blender hingga melewati saringan.
3. Kemudian sampel dipanaskan di dalam oven dengan suhu 105 C selama 1
jam dan setiap 10 menit, lalu ditimbang beratnya. Dilakukan terus menerus
hingga beratnya konstan.
4. Dihitung kadar air sampel dengan rumus:
Berat biomassa awal-berat biomassa kering
% Kadar air dalam Biomassa = x 100%
berat biomassa awal

3.4.2 Pemrosesan Bahan Baku


1. Setelah penentuan kadar air biomassa, dihitung komposisi bahan baku dan
pelarut yang akan digunakan. Lalu dimasukkan bahan baku (sabut sawit),
larutan pemasak (asam formiat dan akuades) ke dalam erlenmeyer.
2. Kondensor reflux (erlenmeyer 250 ml) dipasang sebagai penutup reaktor

13
3. Kemudian pemanas diopersikan dan waktu dicatat sebagai awal proses
fraksionasi terjadi. Setelah cairan mulai mendidih (menghasilkan reflux),
katalis HCl dimasukkan ke dalam reaktor melalui bagian atas.
4. Setelah waktu reaksi yang ditentukan tercapai, pemanas dimatikan dan
reaktor didinginkan.
5. Hasil dari fraksionasi biomassa disaring dengan menggunakan kain dan
dibiarkan semua cairan pemasak turun. Dicatat volume black liquor yang
didapatkan.
6. Padatan dicuci dengan asam asetat dan diperas kembali sampai semua cairan
turun.
7. Filtrat yang didapat dari langkah 6 digunakan untuk percobaan recovery
lignin.
8. Padatan yang telah dicuci dari langkah 7, dibilas kembali dengan air sampai
filtratnya kelihatan jernih dan air bekas cucian dapat dibuang.
9. Kemudian padatan yang telah bersih diperas lagi sampai semua air turun
dan padatan dikeringkan diudara terbuka selama 24 jam.
10. Setelah run I selesai, dilanjutkan dengan run II dan run III. Prosedur yang
dilakukan sama dengan prosedur pada run pertama hanya memvariasikan
waktu 90 dan 120 menit.
11. Setelah ketiga hasil percobaan dikeringkan selama 24 jam.

Perhitungan perolehan pulp (selulosa):


Berat pulp kering
% Perolehan Pulp = Berat biomassa x 100%

3.4.3 Recovery Lignin


1. Black liquor dimasukkan kedalam kuvet dengan perbandingan black liquor
dan air yaitu 1:3
2. Kemudian dilakukan sentrifugasi selama 10 menit dan terbentuk dua fasa
3. Setelah selesai, padatan yang terbentuk dipisahkan dengan cara disaring
menggunakan kertas saring.

14
4. Padatan yang diperoleh dikeringkan dalam oven dengan suhu 105C selama
10 menit. Dilakukan terus menerus sampai beratnya konstan, dan diperoleh
berat lignin yang direcovery dari sampel black liquor.
Perhitungan perolehan lignin:
Volume Black Liquor
Berat Lignin Sampel x Volume Sampel
% Perolehan Lignin= x 100%
Berat Lignin dalam Bahan Baku

3.5 Rangkaian Alat

1 1. Eelemeyer 250 ml (penutup)


2. Erlemeyer 1000 ml (Reaktor)
2 3. Kabel penghubung daya listrik
4. Pemanas
3

Gambar 3.1 Rangkaian Alat

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Tabel 4.1 Hasil Percobaan
Kadar Run Waktu Berat Volume Volume
Air Reaksi Pulp Black Asam % %
Bahan (Menit) Kering Liqour Formiat Pulp Lignin
(gr) (ml) (ml)
I 60 9.91 126 124.5 49.55% 9.874%
3% II 90 9.64 133 124 48.2% 15.634%
III 120 9.37 123 127 46.85% 19.278%

4. 2 Pembahasan
4.2.1 Pengukuran Kadar Air Sabut Sawit
Pada proses ini, terlebih dahulu sabut sawit dipotong sepanjang ± 2 cm. Hal
ini dilakukan untuk memudahkan penguapan air yang terdapat didalam sabut
sawit. Kemudian sabut sawit dikeringkan dengan cara dijemur selama beberapa
hari sampai kering.
Setelah itu dilakukan pegukuran kadar air pada sabut sawit. Mula-mula
bahan dihaluskan sampai 18 mesh. Kemudian cawan porselin dikeringkan dengan
oven dan ditimbang sampai konstan. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan
kadar air yang terdapat pada cawan porselin. Selanjutnya, bahan yang sudah
dihaluskan dimasukkan kedalam cawan porselin dan dioven selama 1 jam untuk
mengurangi kadar air. Pengovenan dilanjutkan kembali sampai beratnya konstan.
Pada percobaan ini, kadar air yang terdapat pada bahan yaitu 3%, sehingga dapat
dilakukan proses fraksionasi.

4.2.2 Perhitungan Neraca Massa


Sebelum melakukan percobaan, terlebih dahulu dihitung volume cairan
pemasak asam formiat (HCOOH), katalis (HCl), dan aquades yang akan
ditambahkan pada proses fraksionasi biomassa. Nisbah cairan-padatan (C/P)
sebanyak 10:1 dengan berat bahan baku berupa sabut sawit sebanyak 20 gr dan

16
berat cairan yang digunakan sebanyak 80 gr yang terdiri dari cairan pemasak,
katalis, dan aquades. Konsentrasi asam formiat yang akan digunakan adalah 85%
dan HCl sebanyak 1.5%-wt. Dengan menggunakan neraca massa, maka diperoleh
berat tiap cairan yang akan ditambahkan sebesar 168.26 gr asam formiat; 0.291 gr
HCl; dan 24.225 gr aquades. Dengan menggunakan hubungan volume, massa,
dan massa jenis (), sehingga didapat volume tiap cairan yang akan ditambahkan
sebesar 138.42 ml asam formiat; 0.8598 ml HCl; dan 24.225 ml aquades.

4.2.3 Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Yield Selulosa


Pada percobaan ini dilakukan proses pencampuran bahan dengan larutan
asam formiat dan akuades. Asam formiat dipilih sebagai larutan pemasak karena
proses pemasakan dapat dilangsungkan pada suhu dan tekanan rendah maupun
tinggi, harganya murah, serta dapat dapat dilakukan dengan ataupun tanpa katalis
(Sarkanen 1990, Shukry dkk 1991, Parajo dkk 1993). Proses pemasakan bahan
baku dilakukan tiga kali run dengan variasi waktu reaksi yaitu 60, 90, dan 120
menit. Perbandingan nilai yield selulosa yang dihasilkan dari run I, run II, dan run
II dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

50

49.5 60;49.551
Yield Selulosa (%)

49

48.5
90;48.201
48

47.5

47
120;46.852
46.5
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)

Gambar 4.1 Perbandingan Kadar Pulp dari Variasi Waktu Reaksi

Berdasarkan grafik diatas dapat dinyatakan bahwa persen kadar pulp yang
diperoleh menurun seiring dengan lamanya waktu reaksi. Dimana, persen kadar
pulp tertinggi diperoleh pada waktu reaksi 60 menit dan persen kadar pulp
terendah diperoleh pada waktu reaksi 120 menit. Hasil yang diperoleh sesuai

17
dengan teoritis. Menurut Oktarizona dkk (2016) perbedaan waktu reaksi
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan perolehan pulp. Hal ini
disebabkan karena semakin lama waktu reaksi maka akan semakin banyak pula
lignin dan hemiselulosa yang terurai, sehingga kadar selulosa yang dihasilkan
lebih sedikit.

4.2.4 Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Kadar Lignin


Pada percobaan ini, filtrat yang dihasilkan dari penyaringan black liquor
akan dilakukan pemisahan dengan cara sentrifugasi dan perbandingan black liquor
dengan aquades adalah 1:3 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam kuvet sentrifugal
dan disentrifugasi dengan kecepatan putaran 2000 rpm selama 10 menit.
Selanjutnya disaring dengan kertas saring yang sudah dioven dan ditimbang
beratnya sampai konstan. Perbandingan persen kadar lignin yang dihasilkan pada
run I, run II, dan run III dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

25

20 120;19.278
Kadar Lignin (%)

15 90;15.634

10 60;9.874

0
0 50 100 150
Waktu (Menit)

Gambar 4.2 Perbandingan Kadar Lignin dari Variasi Waktu Reaksi

Dari grafik dapat dilihat bahwa kadar lignin yang diperoleh meningkat
seiring dengan lamanya waktu reaksi. Dimana kadar lignin terendah diperoleh
pada waktu reaksi 60 menit dan kadar lignin tertinggi diperoleh pada waktu reaksi
120 menit. Menurut Parajo dkk (1993) bahwa derajat delignifikasi meningkat
sebanding dengan meningkatnya waktu reaksi.

18
4.2.5 Neraca Massa Hasil
Tabel 4.2 Data Neraca Massa Hasil
Komposisi Sabut Input Output (gram)
Sawit (gram) Run I Run II Run III
Selulosa 6.86 9.91 9.64 9.37
Lignin 6.38 0.63 0.99 1.23
Hemiselulosa 5.44 4.93 4.93 4.93

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa massa selulosa yang diperoleh dari hasil
percobaan jauh lebih besar daripada komposisi sabut sawit yang masuk. Hal ini
dikarenakan lignin dan hemiselulosa tidak seluruhnya berhasil dipisahkan dari
pulp. Berdasarkan massa lignin dan hemiselulosa yang diperoleh dari percobaan
jauh lebih kecil daripada komposisi sabut sawit yang masuk. Hasil yang jauh lebih
kecil dikarenakan lignin dan hemiselulosa masih terdapat dalam massa pulp yang
diperoleh. Amraini dkk (2010) melakukan percobaan serupa dimana pada nisbah
cairan-padatan sebanyak 10:1 mengindikasikan reaksi delignifikasi tidak
sempurna, dimana kelebihan jumlah air dalam larutan pemasak mengakibatkan
lignin sulit dilarutkan media pemasak, sebagaimana sifat lignin yang akan
mengendap dalam air pada jumlah yang mencukupi.

19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Lama waktu reaksi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
hasil fraksionasi biomassa. semakin lama waktu reaksi, maka semakin
sedikit kadar pulp yang diperoleh, sedangkan kadar lignin yang diperoleh
semakin meningkat.
2. Yield pulp yang diperoleh dengan waktu reaksi 60, 90, 120 menit berturut-
turut sebesar 49.55%, 48.2% dan 46.85%. Sedangkan kadar lignin yang
diperoleh dengan waktu reaksi 60, 90, 120 menit berturut-turut sebesar
9.874%, 15.634% dan 19.278%.

5.2. Saran
1. Saat praktikum, praktikan harus menggunakan alat pelindung diri yang
lengkap.
2. Praktikan harus lebih teliti saat pemisahan padatan dengan black liquor.
3. Sebaiknya praktikum selanjutnya dapat menggunakan perlakuan dengan
variasi nisbah padatan-cairan yang lebih besar dengan menggunakan bahan
dan waktu pemasak yang sama dengan praktikum ini, agar ditemukan
kondisi proses yang optimum.

20
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. 2013. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia 1.
Pekanbaru : Universitas Riau
Artika, I. M dan Safithri, M. 2010. Diktat Kuliah Struktur dan Fungsi Subseluler.
Crawford, R. L. 1981. Lignin biodegradation and transformation. New York:
John Wiley and Sons. ISBN 0-471-05743-6.
Fadillah. 2008. Biodelignifikasi Batang Jagung dengan Jamur Pelapuk Putih.
Surakarta : Phanerochaete chrysosporium.
Fengel, D. dan Wegener, G. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur dan Reaksi -
reaksi. Yogyakarta : UGM Press.
Hendra, A. 1989. Teknik Pemisahan Dalam Analisis Biologis. Bogor: IPB Press.
Hermiati, E. D. Mangunwidjaja, T.C. Sunarti, O. Suparno dan Prasetya, B. 2010.
Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi
Bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian 29 (4): 121-130.
Koba, Y. dan Ayaaki, I. 1990. Chemical Composition of Palm Fiber and its
Feasibility as Cellulosic Raw Material for Sugar Production. Agric. Bio.
Chem. 54 (5) : 1183 - 1187
Miller, J. N. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, 4th ed.
Harlow: Prentice. Hall.
Muurinen, E. 2000. Organosolv pulping: a review and distilation study related to
peroxy acid pulping, PhD Thesis. Finland : University of Oulu.
Parajo, J. C., J. L. Alonzo, V. Santos. (1995) “Kinectic of Catalyzed Organosolv
Processing of Pine Wood.” Ind. Eng. Res 34:4333-4342.
Pine, S. H. 1998. Kimia Organik II. Bandung : ITB
Rahmawati, N. 1999. Struktur Lignin Kayu Daun Lebar dan Pengaruhnya
terhadap Laju Delignifikasi. Tesis. Bogor : Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor.
Robinson, J. R. 1975. Fundamental Of Acid-Base Regulation, 5th edition. Oxford:
Blackwell Scientific Publication.
Sa’id, E. G. 1994. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit.
Bogor : Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan.
Sarkanen, K. S. (1990) “Chemistry of Solvent Pulping.” Tappi Journal. 215-219.

21
Sumada, K., Tamara P.E. dan Alkani. F. 2011. Kajian Proses isolasi α-selulosa
dari limbah batang tanaman Manihot Esculenta Crants yang efisien. Jurnal
Teknik Kimia. 5 : 2.
Surono, U. B. 2010. Peningkatan Kualitas Pembakaran Biomassa Limbah
Tongkol Jagung sebagai Bahan Bakar Alternatif dengan Proses
Karbonisasi dan Pembriketan. Jurnal Rekayasa Proses. 4. (1) : 13-18
Vazquez, G., G. Antorrena, J. Gonzales. (1995) “Acetosolv Pulping of Eucalyptus
globulus Wood by Acetic Acid.” Holzforschung. 49:69-75.
Wistara, N. J. 2007. Kemampuan Teknologi Pulp dan Kertas Mutakhir dalam
Mewujudkan Suatu Green Industri. Bandung : IPB Press
Yokoyama, S. 2008. Buku Pedoman Biomassa Asia. Jepang : Japan Institude of
Energy.

22
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1 Neraca Massa


F1 F3
Bahan baku = 20 gr X air
Air 3%
F2 F5
As. Formiat 98% As. Formiat 85%
Air 2% HCl 1.5%
X Air
F4 F6
HCl 32% Berat kering = 19.4 gr
Air 68%
A.2 Neraca Massa Total
F1 + F2 + F3 + F4 = F5

A.3 Neraca Massa Komponen


 Massa Biomassa (Sabut Sawit) = F1 = 20 gram
 Berat air dalam Sabut Sawit
= kadar air × berat Sabut Sawit
3
= 100 × 20 gram

= 0.6 gram
 Berat kering biomassa = 20 gram – 0.6 gram
= 19.4 gram
A.4 Neraca Massa Output
 Solid : Liquid = 1 : 10
 Cairan pemasak = F5
F5 = Berat kering bahan baku × 10
= 19.4 gram × 10
= 194 gram

A.5 Komposisi Cairan


 Asam Formiat 98%
 Input = Output
F2 . X2 = F5 . X5
F2 × 0.98 = 194 × 0.85
F2 = 168.26 gram
 ρasam formiat 98% = (ρasam formiat murni × 98%) + (ρair × 2%)
= (1.22 gram/ml × 0.98) + (1 gram/ml × 0.02)
= 1.2156 gram/ml
168.26
 Volume asam formiat = (1.2156) = 138.42 ml

 HCl 32%
 Input = Output
F4 . X4 = F5 . X5
F4 × 0.32 = 194 × 0.015
F4 = 9.09375 gram

 ρHCL 32% = (ρHCL murni × 32%) + (ρair × 68%)


= (1.18 gram/ml × 0.32) + (1 gram/ml × 0.68)
= 1.0576 gram/ml
9.09375 gram
 Volume HCl = 1.0576 gram/ml = 8.598 ml

 Komposisi air
 Komposisi air = (100 – (85 + 1.5)) = 13.5%
 Neraca massa komponen air
F1 X air+ F2 . X air + F3 + F4 . X air = F5 . X air
(20×0.03)+(168.26×0.02)+F3+(9.09375×0.68) = (194×0.135)
0.6 + 3.3652 + F3 + 6.1837 = 26.19
F3 = 16.0418 gram
16.0418 gram
 Volume air tambahan = = 16.0418 ml
1 gram/cm

A.6 Perolehan Pulp


Berat pulp kering
% Perolehan 𝑝𝑢𝑙𝑝 = × 100%
berat biomassa

1. Run I
 Berat pulp kering (gram) = 9.91 gram
 Berat biomassa = 20 gram
9.91
 % 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑙𝑝 = × 100% = 49.55%
20
2. Run II
 Berat pulp kering (gram) = 9.64 gram
 Berat biomassa = 20 gram
9.64
 % 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑙𝑝 = × 100% = 48.2%
20

3. Run III
 Berat pulp kering (gram) = 9.37 gram
 Berat biomassa = 20 gram
9.37
 % 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑙𝑝 = × 100% = 46.85%
20

A.7 Recovery Lignin


Berat lignin bahan baku = 31.9 % × 20 gram = 6.38 gram

1. Run I
 Volume black liquor = 126 ml
 Volume sampel : aquades = 1 : 3
 Berat lignin = berat lignin setelah dioven – berat kertas saring kosong
= 0.7 – 0.68
= 0.02 gram
Volume Black Liquor
 Total perolehan lignin = Berat lignin sampel x Volume Saample
126
= 0.02 x 4

= 0.63 gram
Volume Black Liquor
Berat lignin sampel x
 Volume Saample
% Perolehan lignin = x 100%
Berat Lignin Dalam Bahan Baku
126 ml
0.02 gram x
4 ml
= x 100 %
6.38 gram

= 9.874%
2. Run II
 Volume black liquor = 133 ml
 Volume sampel : aquades = 1:3
 Berat lignin = berat lignin setelah dioven – berat kertas saring kosong
= 0.71 – 0.68
= 0.03 gram
Volume Black Liquor
 Total perolehan lignin = Berat lignin sampel x Volume Saample
133
= 0.03 x 4

= 0.9975 gram
Volume Black Liquor
Berat lignin sampel x
 % Perolehan lignin = Volume Saample
x 100%
Berat Lignin Dalam Bahan Baku
133 ml
0.03 gram x
4 ml
= x 100 %
6.38 gram

= 15.634%

3. Run III
 Volume black liquor = 123 ml
 Volume sampel : aquades = 1:3
 Berat lignin = berat lignin setelah dioven – berat kertas saring kosong
= 0.73 – 0.69
= 0.04 gram
Volume Black Liquor
 Total perolehan lignin = Berat lignin sampel x Volume Saample
123
= 0.04 x 4

= 1.23 gram
Volume Black Liquor
Berat lignin sampel x
 % Perolehan lignin = Volume Saample
x 100%
Berat Lignin Dalam Bahan Baku
123 ml
0.04 gram x
4 ml
= x 100 %
6.38 gram

= 19.278%
A8. Neraca Massa Hasil
1. Run I

F1
Selulosa 34.3%
Lignin 31.9%
Hemiselulosa 27.2%
Air 6.6% F3
Selulosa 4.63%
Lignin 0.294%
X. Hemiselulosa
X. Air
X. Asam Fomiat
X. HCl
F2
As. Formiat 85%
HCL 1.5%
Air 13.5%

 Neraca massa total:


F1 + F2 = F3
20 gram + 194 gram = F3
F3 = 214 gram

 % Berat Selulosa dan Lignin Hasil Praktikum:


%Selulosa = (9.91 : 214) × 100% = 4.631%
%Lignin = (0.64 : 214) × 100% = 0.299%

 Neraca Massa Komponen Hemiselulosa:


(F1 × 0.272) = (F3 × X.Hemiselulosa)
(20 gram × 0.272) = (214 gram × X.Hemiselulosa)
X.Hemiselulosa = 0.02542

Massa Hemiselulosa= 194 gram x 0.02542


= 4.9315 gram

%Hemiselulosa = 2.542%

 Neraca Massa Komponen Air:


(F1 × 0.066) + (F2 × 0.135) = (F3 × X.Air)
(20 gram × 0.066) + (194 gram × 0.135) = (214 gram × X.Air)
X.Air = 0.12855
%Air = 12.855 %

 Neraca Massa Komponen Asam Formiat:


(F2 × 0.85) = (F3 × X.Asam Formiat)
(194 gram × 0.85) = (214 gram × X.Asam formiat)
X.Asam formiat = 0.77056
%Asam formiat = 77.056%

 Neraca Massa Komponen HCl:


(F2 × 0.015) = (F3 × X.HCl)
(194 gram × 0.015) = (214 gram × X.HCl)
X.HCl = 0.0136
%HCl = 1.36%

2. Run II

F1
Selulosa 34.3%
Lignin 31.9%
Hemiselulosa 27.2%
Air 6.6% F3
Selulosa 4.505%
Lignin 0.466%
X. Hemiselulosa
X. Air
X. Asam Fomiat
X. HCl
F2
As. Formiat 85%
HCL 1.5%
Air 13.5%

 Neraca massa total:


F1 + F2 = F3
20 gram + 194 gram = F3
F3 = 214 gram
 % Berat Selulosa dan Lignin Hasil Praktikum:
%Selulosa = (9.64 : 214) x 100% = 4.505%
%Lignin = (0.9975 : 214) x 100% = 0.466%

 Neraca Massa Komponen Hemiselulosa:


(F1 × 0.272) = (F3 × X.Hemiselulosa)
(20 gram × 0.272) = (214 gram × X.Hemiselulosa)
X.Hemiselulosa = 0.02542

Massa hemiselulosa = 194 gram x 0.02542


= 4.93148 gram

%Hemiselulosa = 2.542%

 Neraca Massa Komponen Air:


(F1 × 0.066) + (F2 × 0.135) = (F3 × X.Air)
(20 gram × 0.066) + (194 gram × 0.135) = (214 gram × X.Air)
X.Air = 0.12855
%Air = 12.855%

 Neraca Massa Komponen Asam Formiat:


(F2 × 0.85) = (F3 × X.Asam Formiat)
(194 gram × 0.85) = (214 gram × X.Asam formiat)
X.Asam formiat = 0.77056
%Asam formiat = 77.056%

 Neraca Massa Komponen HCl:


(F2 × 0.015) = (F3 × X.HCl)
(194 gram × 0.015) = (214 gram × X.HCl)
X.HCl = 0.0136
%HCl = 1.36%
3. Run III

F1
Selulosa 34.3%
Lignin 31.9%
Hemiselulosa 27.2%
Air 6.6% F3
Selulosa 4.378%
Lignin 0.575%
X. Hemiselulosa
X. Air
X. Asam Fomiat
X. HCl
F2
As. Formiat 85%
HCL 1.5%
Air 13.5%

 Neraca massa total:


F1 + F2 = F3
20 gram + 194 gram = F3
F3 = 214 gram

 % Berat Selulosa dan Lignin Hasil Praktikum:


%Selulosa = (9.37 : 214) x 100% = 4.378%
%Lignin = (1.23 : 214) x 100% = 0.575%

 Neraca Massa Komponen Hemiselulosa:


(F1 × 0.272) = (F3 × X.Hemiselulosa)
(20 gram × 0.272) = (214 gram × X.Hemiselulosa)
X.Hemiselulosa = 0.02542

Massa Hemiselulosa= 194 gram x 0.02542


= 4.93148 gram
%Hemiselulosa = 2.542%

 Neraca Massa Komponen Air:


(F1 × 0.066) + (F2 × 0.135) = (F3 × X.Air)
(20 gram × 0.066) + (194 gram × 0.135) = (214 gram × X.Air)
X.Air = 0.12855
%Air = 12.855%
 Neraca Massa Komponen Asam Formiat:
(F2 × 0.85) = (F3 × X.Asam Formiat)
(194 gram × 0.85) = (214 gram × X.Asam formiat)
X.Asam formiat = 0.77056
%Asam formiat = 77.056%

 Neraca Massa Komponen HCl:


(F2 × 0.015) = (F3 × X.HCl)
(194 gram × 0.015) = (214 gram × X.HCl)
X.HCl = 0.0136
%HCl = 1.36%

Anda mungkin juga menyukai