Fraksionasi Fix
Fraksionasi Fix
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui pross fotosintetik,
baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah
tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan
kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan
ternak, miyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga digunakan
sebagai sumber energi (bahan bakar). Umum yang digunakan sebagai bahan bakar
adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah
diambil produk primernya (Ahmad, 2013).
Dalam industri kimia, biomassa banyak digunakan sebagai bahan baku.
Selulosa merupakan komponen terbesar dalam biomassa dan dapat dijadikan
sebagai bahan baku pembuatan kertas, tisu, fiber dll. Sedangkan lignin yang
terdapat dalam biomassa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat, perekat,
pengisi, surfaktan, produk polimer, dispersan, dan sumber bahan kimia lainnya
(Hermiati, 2010).
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Beberapa Biomassa
Biomassa Selulosa Hemiselulosa Lignin
(Lignoselulosa) (%-berat) (%-berat) (%-berat)
Kayu keras 38-49 19-26 23-30
Kayu lunak 40-45 7-14 26-34
Bambu 26-43 16-26 21-31
Batang jagung 35-45 20-28 14-34
Ampas tebu 32-44 27-32 19-24
Jerami gandum 29-35 26-32 16-21
Jerami padi 28-36 23-28 12-16
Sabut kelapa 30,6 19,9 38,9
Sabut sawit 34,3 27,2 31,9
Batang sawit 45,8 25,9 22,6
Pelepah sawit 37-45 23-25 18-20
Tandan kosong sawit 36-42 25-27 15-17
(Sumber : Ahmad, 2013)
2
2.2 Komponen Kimiawi Biomassa
Didalam biomassa terdiri dari beberapa komponen penyusun, yaitu
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Oleh karena itu biomassa sering disebut sebagai
bahan berlignoselulosa.
2.2.1 Selulosa
Selulosa merupakan komponen kimia biomassa yang paling banyak,
jumlahnya mencapai hampir setengah bagian biomassa dan sebagai struktur dasar
pada dinding sel tanaman. Selulosa terdapat pada semua tanaman, organisme
tumbuhan yang primitif dan pada binatang jenis tunicin
(Fengel dan Wegener, 1985). Selulosa merupakan senyawa organik dengan rumus
(C6H10O5)n, sebuah polisakarida yang terdiri dari rantai linier dari beberapa ratus
hingga lebih dari sepuluh ribu ikatan β(1→4) unit D-glukosa (Crawford, 1981).
Selulosa digunakan secara luas dalam industri tekstil, deterjen, pulp dan
kertas. Selulosa juga digunakan dalam pengolahan kopi dan dalam industri
farmasi sebagai zat untuk membantu sistem pencernaan serta proses fermentasi
dari biomassa menjadi biofuel, seperti bioetanol (Pine, 1998).
2.2.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah bagian dari kelompok polisakarida yang memiliki
rantai pendek dan bercabang. Pada tumbuhan, hemiselulosa berfungsi sebagai
bahan pendukung dinding sel. Hemiselulosa juga merupakan senyawa polimer
yang terdapat pada biomassa. Pada berbagai jenis tanaman, jumlah dan jenis
monomer penyusun hemiselulosa berbeda-beda. Hemiselulosa mirip dengan
selulosa yang merupakan polimer gula. Namun, perbedaannya yaitu selulosa
hanya tersusun dari glukosa, sedangkan hemiselulosa tersusun dari bermacam-
macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer
3
gula yang memiliki 5-6 atom karbon (C-5 sampai C-6), misalnya: xilosa,
mannosa, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam
glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturonat (Yokoyama, 2008).
2.2.3 Lignin
Menurut (Hermiati, 2010) Lignin adalah molekul kompleks yang tersusun
dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin
berfungsi sebagai pengikat matrik selulosa. Lignin dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu lignin guasil dan lignin siringil. Lignin guasil dapat ditemukan
pada kayu lunak sebagai produk polimerisasi dari koniferil alkohol. Sedangkan
lignin siringil terdapat pada kayu keras sebagai hasil polimerisasi sinapil alkohol.
Unit-unit pembentuk lignin terdiri dari p-koumaril alkohol, koniferil alkohol, dan
sinapil alkohol yang merupakan senyawa induk pembentuk makromolekul lignin
4
dan terikat satu sama lain baik dengan ikatan ester maupun dengan ikatan karbon
(Gambar 2.4).
Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari
selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif. Lignin adalah gabungan beberapa senyawa
yang hubungannya erat satu sama lain, mengandung karbon, hidrogen dan
oksigen, namun proporsi karbonnya lebih tinggi dibanding senyawa karbohidrat.
Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui diantaranya adalah kadar lignin
dan reaktifitasnya. Lignin secara fisik membungkus mikrofibril selulosa dalam
suatu matriks hidrofobik dan terikat secara kovalen baik pada selulosa maupun
hemiselulosa. Lignin ada di dalam dinding sel maupun di daerah antar sel
(lamela tengah) dan menyebabkan kayu menjadi keras dan kaku sehingga mampu
menahan tekanan mekanis yang besar. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam
dinding sel yaitu pada bagian lamela tengah dan akan semakin mengecil pada
lapisan di dinding sekunder. Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang
berbeda sangat bervariasi (Crawford, 1981).
5
Gambar 2.5 Sabut Sawit (Sa’id, 1994).
6
dengan tanpa banyak merusak ataupun mengubah ketiga komponen tersebut
menjadi senyawa lain. Selanjutnya hasil pemilahan tersebut dapat diolah dengan
berbagai proses menjadi senyawa ataupun produk yang bernilai jual. Fraksionasi
biomassa menggunakan pelarut organik banyak dikembangkan, karena lebih
murah dan relatif ramah lingkungan. Pelarutnya bisa direcorvery serta cocok
untuk proses skala tengah. Fraksionasi biomassa dengan pelarut organik juga
dikenal dengan organosolv proses yang menggunakan pelarut seperti alkohol,
asam organik, ester, fenol dan keton (Ahmad, 2013)
Pemisahan Produk
dan Lignin
Recorvery Pelarut
Hemiselulosa
7
menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa
dengan tingkat kemurnian tinggi (Muurinen, 2000).
Pembuatan pulp dengan organosolv (berdasarkan pemanfaatan pelarut
organik sebagai media delignifikasi) dapat digunakan sebagai teknologi
pemurnian biomassa, karena produk yang dihasilkan terdiri dari selulosa serta
liquor yang terdiri dari hemiselulosa dan lignin yang bebas dari belerang. Asam
hidrolisis dapat digunakan untuk menghidrolisis hemiselulosa menjadi monomer
pembentuk hemiselulosa (Muurinen, 2000).
Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah
berkembang pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu
proses pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses
acetocell (menggunakan asam asetat), dan proses organocell
(menggunakan metanol) (Wistara, 2007).
8
padatan selulosa dalam residu. Ketika air ditambahkan ke cairan, lignin
mengendap dan memisahkan dari cairan hitam. Setelah menghasilkan pulp, asam
formiat dapat direcycle dengan proses distilasi untuk digunakan kembali
(Wistara, 2007). Proses fraksionasi biomassa dengan pelarut asam formiat
ditunjukkan pada Gambar 2.7.
9
pulping ini dianggap memiliki keunggulan dalam recovery bahan kimianya.
Tetapi sampai saat ini proses ester pulping belum dikembangkan lebih lanjut
(Wistara, 2007).
2.6 Delignifikasi
Delignifikasi adalah proses penyisihan lignin dari biomassa. Proses
delignifikasi terjadi karena putusnya ikatan α-aril eter dalam makromolekul lignin.
Ikatan α-aril eter merupakan pengikat rantai-rantai polimer lignin pada
makromolekul lignoselulosa padatannya. Pemutusan ikatan lignin tersebut
disebabkan oleh adanya ion hidrogen (H+) yang berasal dari cairan pemasak,
sehingga lignin yang lepas dari makromolekul lignoselulosa dapat larut dalam
larutan pemasak (Surono, 2010).
2.7 Sentrifugasi
Sentrifugasi adalah metode sedimentasi untuk memisahkan partikel-
partikel dari suatu fluida berdasarkan berat jenisnya dengan memberikan gaya
sentripetal (Robinson, 1975). Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan sel
menjadi organel-organel utama sehingga fungsinya dapat diketahui (Miller, 2000).
Dalam bentuk yang sederhana sentrifus terdiri atas sebuah rotor dengan lubang-
lubang untuk meletakkan wadah/tabung yang berisi cairan dan sebuah motor atau
alat lain yang dapat memutar rotor pada kecepatan yang dikehendaki. Semua
bagian lain yang terdapat pada sentrifus modern saat ini hanyalah perlengkapan
yang dimaksudkan untuk melakukan berbagai fungsi yang berguna dan
mempertahankan kondisi lingkungan dimana rotor tersebut bekerja. Penggunaan
sentrifius cukup luas, meliputi koleksi dari pemisahan sel, organel dan molekul
(Hendra, 1989).
10
Prinsip sentrifus bekerja seperti komedi putar. Prinsipnya yakni dengan
meletakkansampel pada suatu gaya dengan memutar sampel pada kecepatan
tinggi, sehingga terjadi pengendapan partikel, atau organel-organel sel
berdasarkan bobot molekulnya (Artika dan Safithri, 2010). Substansi yang lebih
berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di
atas (Miller, 2000).
11
4. Perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku
Semakin kecil perbandingan antara larutan pemasak dengan bahan baku,
maka lignin yang akan dipisahkan dari bahan baku juga akan semakin
kecil.
5. Ukuran bahan
Semakin besar ukuran bahan, maka semakin lama waktu prosesnya.
6. Suhu dan Tekanan
Suhu dan tekanan berbanding lurus dengan waktu proses. Apabila suhu
dan tekanan yang digunakan tinggi, maka waktu proses akan semakin
cepat. Tekanan optimum yang digunakan yaitu 1 atm dan suhu sekitar
100 – 110oC.
12
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
13
3. Kemudian pemanas diopersikan dan waktu dicatat sebagai awal proses
fraksionasi terjadi. Setelah cairan mulai mendidih (menghasilkan reflux),
katalis HCl dimasukkan ke dalam reaktor melalui bagian atas.
4. Setelah waktu reaksi yang ditentukan tercapai, pemanas dimatikan dan
reaktor didinginkan.
5. Hasil dari fraksionasi biomassa disaring dengan menggunakan kain dan
dibiarkan semua cairan pemasak turun. Dicatat volume black liquor yang
didapatkan.
6. Padatan dicuci dengan asam asetat dan diperas kembali sampai semua cairan
turun.
7. Filtrat yang didapat dari langkah 6 digunakan untuk percobaan recovery
lignin.
8. Padatan yang telah dicuci dari langkah 7, dibilas kembali dengan air sampai
filtratnya kelihatan jernih dan air bekas cucian dapat dibuang.
9. Kemudian padatan yang telah bersih diperas lagi sampai semua air turun
dan padatan dikeringkan diudara terbuka selama 24 jam.
10. Setelah run I selesai, dilanjutkan dengan run II dan run III. Prosedur yang
dilakukan sama dengan prosedur pada run pertama hanya memvariasikan
waktu 90 dan 120 menit.
11. Setelah ketiga hasil percobaan dikeringkan selama 24 jam.
14
4. Padatan yang diperoleh dikeringkan dalam oven dengan suhu 105C selama
10 menit. Dilakukan terus menerus sampai beratnya konstan, dan diperoleh
berat lignin yang direcovery dari sampel black liquor.
Perhitungan perolehan lignin:
Volume Black Liquor
Berat Lignin Sampel x Volume Sampel
% Perolehan Lignin= x 100%
Berat Lignin dalam Bahan Baku
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 2 Pembahasan
4.2.1 Pengukuran Kadar Air Sabut Sawit
Pada proses ini, terlebih dahulu sabut sawit dipotong sepanjang ± 2 cm. Hal
ini dilakukan untuk memudahkan penguapan air yang terdapat didalam sabut
sawit. Kemudian sabut sawit dikeringkan dengan cara dijemur selama beberapa
hari sampai kering.
Setelah itu dilakukan pegukuran kadar air pada sabut sawit. Mula-mula
bahan dihaluskan sampai 18 mesh. Kemudian cawan porselin dikeringkan dengan
oven dan ditimbang sampai konstan. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan
kadar air yang terdapat pada cawan porselin. Selanjutnya, bahan yang sudah
dihaluskan dimasukkan kedalam cawan porselin dan dioven selama 1 jam untuk
mengurangi kadar air. Pengovenan dilanjutkan kembali sampai beratnya konstan.
Pada percobaan ini, kadar air yang terdapat pada bahan yaitu 3%, sehingga dapat
dilakukan proses fraksionasi.
16
berat cairan yang digunakan sebanyak 80 gr yang terdiri dari cairan pemasak,
katalis, dan aquades. Konsentrasi asam formiat yang akan digunakan adalah 85%
dan HCl sebanyak 1.5%-wt. Dengan menggunakan neraca massa, maka diperoleh
berat tiap cairan yang akan ditambahkan sebesar 168.26 gr asam formiat; 0.291 gr
HCl; dan 24.225 gr aquades. Dengan menggunakan hubungan volume, massa,
dan massa jenis (), sehingga didapat volume tiap cairan yang akan ditambahkan
sebesar 138.42 ml asam formiat; 0.8598 ml HCl; dan 24.225 ml aquades.
50
49.5 60;49.551
Yield Selulosa (%)
49
48.5
90;48.201
48
47.5
47
120;46.852
46.5
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Berdasarkan grafik diatas dapat dinyatakan bahwa persen kadar pulp yang
diperoleh menurun seiring dengan lamanya waktu reaksi. Dimana, persen kadar
pulp tertinggi diperoleh pada waktu reaksi 60 menit dan persen kadar pulp
terendah diperoleh pada waktu reaksi 120 menit. Hasil yang diperoleh sesuai
17
dengan teoritis. Menurut Oktarizona dkk (2016) perbedaan waktu reaksi
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan perolehan pulp. Hal ini
disebabkan karena semakin lama waktu reaksi maka akan semakin banyak pula
lignin dan hemiselulosa yang terurai, sehingga kadar selulosa yang dihasilkan
lebih sedikit.
25
20 120;19.278
Kadar Lignin (%)
15 90;15.634
10 60;9.874
0
0 50 100 150
Waktu (Menit)
Dari grafik dapat dilihat bahwa kadar lignin yang diperoleh meningkat
seiring dengan lamanya waktu reaksi. Dimana kadar lignin terendah diperoleh
pada waktu reaksi 60 menit dan kadar lignin tertinggi diperoleh pada waktu reaksi
120 menit. Menurut Parajo dkk (1993) bahwa derajat delignifikasi meningkat
sebanding dengan meningkatnya waktu reaksi.
18
4.2.5 Neraca Massa Hasil
Tabel 4.2 Data Neraca Massa Hasil
Komposisi Sabut Input Output (gram)
Sawit (gram) Run I Run II Run III
Selulosa 6.86 9.91 9.64 9.37
Lignin 6.38 0.63 0.99 1.23
Hemiselulosa 5.44 4.93 4.93 4.93
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa massa selulosa yang diperoleh dari hasil
percobaan jauh lebih besar daripada komposisi sabut sawit yang masuk. Hal ini
dikarenakan lignin dan hemiselulosa tidak seluruhnya berhasil dipisahkan dari
pulp. Berdasarkan massa lignin dan hemiselulosa yang diperoleh dari percobaan
jauh lebih kecil daripada komposisi sabut sawit yang masuk. Hasil yang jauh lebih
kecil dikarenakan lignin dan hemiselulosa masih terdapat dalam massa pulp yang
diperoleh. Amraini dkk (2010) melakukan percobaan serupa dimana pada nisbah
cairan-padatan sebanyak 10:1 mengindikasikan reaksi delignifikasi tidak
sempurna, dimana kelebihan jumlah air dalam larutan pemasak mengakibatkan
lignin sulit dilarutkan media pemasak, sebagaimana sifat lignin yang akan
mengendap dalam air pada jumlah yang mencukupi.
19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Lama waktu reaksi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
hasil fraksionasi biomassa. semakin lama waktu reaksi, maka semakin
sedikit kadar pulp yang diperoleh, sedangkan kadar lignin yang diperoleh
semakin meningkat.
2. Yield pulp yang diperoleh dengan waktu reaksi 60, 90, 120 menit berturut-
turut sebesar 49.55%, 48.2% dan 46.85%. Sedangkan kadar lignin yang
diperoleh dengan waktu reaksi 60, 90, 120 menit berturut-turut sebesar
9.874%, 15.634% dan 19.278%.
5.2. Saran
1. Saat praktikum, praktikan harus menggunakan alat pelindung diri yang
lengkap.
2. Praktikan harus lebih teliti saat pemisahan padatan dengan black liquor.
3. Sebaiknya praktikum selanjutnya dapat menggunakan perlakuan dengan
variasi nisbah padatan-cairan yang lebih besar dengan menggunakan bahan
dan waktu pemasak yang sama dengan praktikum ini, agar ditemukan
kondisi proses yang optimum.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. 2013. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia 1.
Pekanbaru : Universitas Riau
Artika, I. M dan Safithri, M. 2010. Diktat Kuliah Struktur dan Fungsi Subseluler.
Crawford, R. L. 1981. Lignin biodegradation and transformation. New York:
John Wiley and Sons. ISBN 0-471-05743-6.
Fadillah. 2008. Biodelignifikasi Batang Jagung dengan Jamur Pelapuk Putih.
Surakarta : Phanerochaete chrysosporium.
Fengel, D. dan Wegener, G. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur dan Reaksi -
reaksi. Yogyakarta : UGM Press.
Hendra, A. 1989. Teknik Pemisahan Dalam Analisis Biologis. Bogor: IPB Press.
Hermiati, E. D. Mangunwidjaja, T.C. Sunarti, O. Suparno dan Prasetya, B. 2010.
Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi
Bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian 29 (4): 121-130.
Koba, Y. dan Ayaaki, I. 1990. Chemical Composition of Palm Fiber and its
Feasibility as Cellulosic Raw Material for Sugar Production. Agric. Bio.
Chem. 54 (5) : 1183 - 1187
Miller, J. N. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, 4th ed.
Harlow: Prentice. Hall.
Muurinen, E. 2000. Organosolv pulping: a review and distilation study related to
peroxy acid pulping, PhD Thesis. Finland : University of Oulu.
Parajo, J. C., J. L. Alonzo, V. Santos. (1995) “Kinectic of Catalyzed Organosolv
Processing of Pine Wood.” Ind. Eng. Res 34:4333-4342.
Pine, S. H. 1998. Kimia Organik II. Bandung : ITB
Rahmawati, N. 1999. Struktur Lignin Kayu Daun Lebar dan Pengaruhnya
terhadap Laju Delignifikasi. Tesis. Bogor : Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor.
Robinson, J. R. 1975. Fundamental Of Acid-Base Regulation, 5th edition. Oxford:
Blackwell Scientific Publication.
Sa’id, E. G. 1994. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit.
Bogor : Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan.
Sarkanen, K. S. (1990) “Chemistry of Solvent Pulping.” Tappi Journal. 215-219.
21
Sumada, K., Tamara P.E. dan Alkani. F. 2011. Kajian Proses isolasi α-selulosa
dari limbah batang tanaman Manihot Esculenta Crants yang efisien. Jurnal
Teknik Kimia. 5 : 2.
Surono, U. B. 2010. Peningkatan Kualitas Pembakaran Biomassa Limbah
Tongkol Jagung sebagai Bahan Bakar Alternatif dengan Proses
Karbonisasi dan Pembriketan. Jurnal Rekayasa Proses. 4. (1) : 13-18
Vazquez, G., G. Antorrena, J. Gonzales. (1995) “Acetosolv Pulping of Eucalyptus
globulus Wood by Acetic Acid.” Holzforschung. 49:69-75.
Wistara, N. J. 2007. Kemampuan Teknologi Pulp dan Kertas Mutakhir dalam
Mewujudkan Suatu Green Industri. Bandung : IPB Press
Yokoyama, S. 2008. Buku Pedoman Biomassa Asia. Jepang : Japan Institude of
Energy.
22
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
= 0.6 gram
Berat kering biomassa = 20 gram – 0.6 gram
= 19.4 gram
A.4 Neraca Massa Output
Solid : Liquid = 1 : 10
Cairan pemasak = F5
F5 = Berat kering bahan baku × 10
= 19.4 gram × 10
= 194 gram
HCl 32%
Input = Output
F4 . X4 = F5 . X5
F4 × 0.32 = 194 × 0.015
F4 = 9.09375 gram
Komposisi air
Komposisi air = (100 – (85 + 1.5)) = 13.5%
Neraca massa komponen air
F1 X air+ F2 . X air + F3 + F4 . X air = F5 . X air
(20×0.03)+(168.26×0.02)+F3+(9.09375×0.68) = (194×0.135)
0.6 + 3.3652 + F3 + 6.1837 = 26.19
F3 = 16.0418 gram
16.0418 gram
Volume air tambahan = = 16.0418 ml
1 gram/cm
1. Run I
Berat pulp kering (gram) = 9.91 gram
Berat biomassa = 20 gram
9.91
% 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑙𝑝 = × 100% = 49.55%
20
2. Run II
Berat pulp kering (gram) = 9.64 gram
Berat biomassa = 20 gram
9.64
% 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑙𝑝 = × 100% = 48.2%
20
3. Run III
Berat pulp kering (gram) = 9.37 gram
Berat biomassa = 20 gram
9.37
% 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑙𝑝 = × 100% = 46.85%
20
1. Run I
Volume black liquor = 126 ml
Volume sampel : aquades = 1 : 3
Berat lignin = berat lignin setelah dioven – berat kertas saring kosong
= 0.7 – 0.68
= 0.02 gram
Volume Black Liquor
Total perolehan lignin = Berat lignin sampel x Volume Saample
126
= 0.02 x 4
= 0.63 gram
Volume Black Liquor
Berat lignin sampel x
Volume Saample
% Perolehan lignin = x 100%
Berat Lignin Dalam Bahan Baku
126 ml
0.02 gram x
4 ml
= x 100 %
6.38 gram
= 9.874%
2. Run II
Volume black liquor = 133 ml
Volume sampel : aquades = 1:3
Berat lignin = berat lignin setelah dioven – berat kertas saring kosong
= 0.71 – 0.68
= 0.03 gram
Volume Black Liquor
Total perolehan lignin = Berat lignin sampel x Volume Saample
133
= 0.03 x 4
= 0.9975 gram
Volume Black Liquor
Berat lignin sampel x
% Perolehan lignin = Volume Saample
x 100%
Berat Lignin Dalam Bahan Baku
133 ml
0.03 gram x
4 ml
= x 100 %
6.38 gram
= 15.634%
3. Run III
Volume black liquor = 123 ml
Volume sampel : aquades = 1:3
Berat lignin = berat lignin setelah dioven – berat kertas saring kosong
= 0.73 – 0.69
= 0.04 gram
Volume Black Liquor
Total perolehan lignin = Berat lignin sampel x Volume Saample
123
= 0.04 x 4
= 1.23 gram
Volume Black Liquor
Berat lignin sampel x
% Perolehan lignin = Volume Saample
x 100%
Berat Lignin Dalam Bahan Baku
123 ml
0.04 gram x
4 ml
= x 100 %
6.38 gram
= 19.278%
A8. Neraca Massa Hasil
1. Run I
F1
Selulosa 34.3%
Lignin 31.9%
Hemiselulosa 27.2%
Air 6.6% F3
Selulosa 4.63%
Lignin 0.294%
X. Hemiselulosa
X. Air
X. Asam Fomiat
X. HCl
F2
As. Formiat 85%
HCL 1.5%
Air 13.5%
%Hemiselulosa = 2.542%
2. Run II
F1
Selulosa 34.3%
Lignin 31.9%
Hemiselulosa 27.2%
Air 6.6% F3
Selulosa 4.505%
Lignin 0.466%
X. Hemiselulosa
X. Air
X. Asam Fomiat
X. HCl
F2
As. Formiat 85%
HCL 1.5%
Air 13.5%
%Hemiselulosa = 2.542%
F1
Selulosa 34.3%
Lignin 31.9%
Hemiselulosa 27.2%
Air 6.6% F3
Selulosa 4.378%
Lignin 0.575%
X. Hemiselulosa
X. Air
X. Asam Fomiat
X. HCl
F2
As. Formiat 85%
HCL 1.5%
Air 13.5%