Anda di halaman 1dari 10

Penerapan system Lingko atau Lodok pada Tatanan Rumah Adat

di Desa Waerebo Kabupaten Manggarai

NAMA : SIMPLISIUS S.DURHUBIN


NIM :1822037

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2019
A. LATAR BELAKANG
Kearifan Lokal merupakan sesuatu yang patut dijaga dan dilestarikan
keberadaannya mengingat banyaknya kebudayaan di Indonesia yang telah
hilang dimakan zaman. Salah satu kategori kearifan lokal yang telah banyak
punah adalah berupa karya arsitektur tradisional. Berdasarkan kamus, kata
arsitektur (architecture), berarti seni dan ilmu membangun bangunan. Menurut
asal kata yang membentuknya, yaitu Archi = kepala, dan techton = tukang,
maka architecture adalah karya kepalatukang. "Arsitektur adalah segala macam
pembangunan yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah lingkungan fisik
dan menyesuaikannya dengan skemaskema tata cara tertentu lebih menekankan
pada unsur sosial budaya" (Amos Rapoport). Dalam artian yang lebih luas,
Istilah ini mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan
binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan,
lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan
desain produk. Manusia membutuhkan ruang untuk menikmati kehidupannya
sendiri tanpa mendapat gangguan dari luar, oleh karena itu manusia
membutuhkan rumah. Kebutuhan akan sebuah bangunan merupakan salah satu
motivasi untuk mengembangkan kehidupan yang lebih tinggi, di samping
kebutuhan jasmani lainnya, yaitu sandang, pangan dan kesehatan. Rumah
merupakan suatu ruang yang betul-betul menjadi milik seseorang yang bisa
diatur menurut selera dan kehendak yang memilikinya. Pada jaman dahulu,
manusia purba menggunakan gua-gua sebagai rurnah, supaya terlindungi dari
binatang-binatang buas serta gangguan-gangguan alam lainnya, seperti
misalnya hujan, angin, panas, dan sebagainya. Dengan berkembangnya jaman,
melalui berbagai tahapan arsitektur semakin berkembang, bentuk rumah
semakin berkembang juga, sehingga akhirnya mencapai tahap seperti sekarang,
mempunyai dinding serta atap yang kuat, sejalan dengan perkembangan fungsi
dan teknologi, yang merupakan cerminan dari budaya dan lingkungannya.
Sejalan dengan kebutuhan manusia penghuninya, maka sebuah rumah harus
memenuhi tiga fungsi utamanya, yaitu: Rumah sebagai tempat tinggal, tempat
di mana seseorang bermukim (menetap), dan mendapatkan ketenangan fisik dan
mental. Rumah merupakan mediasi antara manusia dengan dunia. Dengan
mediasi ini terjadi suatu dialektik antara manusia dengan dunianya. Dari
keramaian dunia manusia menarik diri de dalam rumahnya dan tinggal dalam
suasana ketenangannya, untuk kemudian keluar lagi menuju dunia luar untuk
bekerja dan berkarya.

Rumah panggung merupakan bentuk yang paling umum dari rumah-


ruamh tradisional yang terdapat di Indonesia, hal ini disebabkan oleh tujuan
masyarakat Indonesia lampau dalam pembangunan rumah untuk menghindari
serangan hewan buas dengan bentuknya yang tinggi. Rumah panggung Mbaru
Niang tidak hanya sekedar rumah sebagai tempat berlindung. Rumah Mbaru
Niang memiliki filosofi yang mencerminkan sifat dan kebijaksanaan suku
Manggarai dalam memperlakukan alam sekitarnya. Ditempat ini pula terjadi
proses alamiah dari kelahiran dan praktik kegiatan religius dari suku Manggarai.
Keunikan dari rumah Mbaru Niang suku Manggarai adalah rumah ini tidak
dipengaruhi oleh kebudayaan lain yang pernah datang ke Indonesia. Bentuk
fisik dan filosofi rumah Mbaru Niang adalah murni kebudayaan asli suku orang
Indonesia bagian timur. Bentuk denah lingkaran sudah menjadi ciri khas bentuk
rumah masyarakat timur. Namun rumah suku manggarai menjadi lebih unik
dengan bentuknya yang terus mengecil hingga puncaknya sehingga
menimbulkan bentuk mengerucut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dirumuskan rumusan


masalahnya sebagai berikut

 Bagaimana historis lodok atau lingko di daerah Manggarai yang


berpengaruh pada tatanan rumah adat di desa waerebo

 Bagaimana hubungan antara konsep serta penerapan lodok atau


lingko dengan tatanan rumah adat di desa Waerebo

C. TEORI
Pada pembahasan teori dan konsep dielaskan terkait teori – teori mengenai
system lodok dan kawasan rumah adat desa Waerebo.

1. Lodok atau Lingko

Lingko atau lodok merupakan sistem pembagian sawah


masyarakat Kabupaten Manggarai, yang berbentuk seperti jaring
laba-laba, merupakan tanah adat yang dimiliki secara komunal untuk
memenuhi kebutuhan bersama masyarakat adat yang pembagiannya
dilakukan oleh ketua adat. Sawah berbentuk jaring laba-laba ini
tidak lepas dari sejarah yang membentuknya.Kepala Dinas
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif provinsi NTT yang berasal dari
Manggarai, menyebut sistem pembagian lahan sawah oleh leluhur
Manggarai dilakukan secara berpusat. Dimana titik nolnya berada di
tengah-tengah lahan ulayat yang akan dibagi-bagi.Polanya dengan
menarik garis panjang dari titik tengah yang dalam bahasa
Manggarai disebut lodok hingga ke bidang terluar
atau cicing. Filosofinya mengikuti bentuk sarang laba-laba, dimana
lodok, bagian yang kecil berada di bagian dalam (tengah) dan
keluarnya makin lama semakin berbentuk lebar.“Kewenangan untuk
membagi tanah komunal ada pada Tu’a Teno (ketua adat), awal
pembagiannya dilakukan melalui ritual adat Tenteatau
menancapkan kayu teno di titik episentrum lodok. Saat darah
kambing ditumpahkan diatas kayu teno, menandakan pembagian
lahan tersebut sudah sah secara adat. Sawah bentuk lodok,
merupakan satu-satunya di dunia, dan suatu keunikan budaya
Manggarai yang perlu terus dijaga.Gregorius Kabor, seorang warga
menjelaskan, Tu’a Teno atau ketua adat dan Tu’a Golo atau tua
kampung umumnya akan mendapatkan bagian luas sawah yang
lebih besar. Konon pembagian tanah ulayat mengikuti rumusmoso
(jari tangan) disesuaikan dengan jumlah penerima tanah warisan dan
keturunannya.(https://www.google.com/search?q=lodok+manggara
i&oq=lodok+&aqs=chrome.2.69i57j0l5.5541j0j7&sourceid=chrom
e&ie=UTF-8)
Sawah jaring laba-laba, Kabupaten Manggarai Provinsi NTT

2. Rumah adat di Desa Waerebo

Lokasi Wae Rebo adalah sebuah kampung tradisional di dusun


terpencil. Warga sekecamatan saja masih banyak yang belum
mengenal kampung itu. Warga sedesa juga masih banyak yang
belum mengunjungi Wae Rebo, padahal pengunjung asing sudah
banyak menghabiskan waktu liburannya di kampung terudik ini.
Wae Rebo bolah dibilang dusun internasional yang semakin banyak
digemari oleh wisatawan asing yang berbakat khusus. Wae Rebo
terletak di desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat,
Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Hawanya
cukup dingin, berada di ketinggian C. a m di atas permukaan air laut.
Kampung Wae Rebo diapiti oleh gunung, hutan lebat dan berada
jauh dari kampung kampung tetangga. Kampung Wae Rebo
dikukuhkan oleh Enklave sejak masa penjajahan Belanda. Meski
letak desa ini jauh terpencil, herannya, setiap tahun turis dari
berbagai negara rela menempuh jalan panjang demi
mengunjunginya. Di desa yang terletak di Kabupaten Manggarai,
Provinsi Nusa Tenggara Timur ini terdapat harta karun Nusantara,
berupa rumah adat yang unik dan kebudayaan yang masih terjaga.
Letaknya tak terlihat dari keramaian dengan pegunungan hujan
tropis dan lembah hijau yang mendekap hangat dusun ini. Adalah
Wae Rebo, sebuah dusun yang menjadi satu-satunya tempat
mempertahankan sisa arsitektur adat budaya Manggarai yang
semakin hari semakin terancam ditinggalkan pengikutnya. Mengapa
berbentuk kerucut dan dari mana asal muasalnya masih sebuah tanda
tanya besar, kecuali secuil informasi dari tradisi penuturan
masyarakatnya sendiri yang merupakan generasi ke-18. Wae Rebo
berada di Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Satarmese
Barat, Desa Satar Lenda. Di sini, satu desa dengan desa yang lainnya
jauh terpisah lembah yang menganga di antara bukit-bukit yang
berkerudung kabut di ujung pohonnya. Dusun Wae Rebo begitu
terpencil sehingga warga desa di satu kecamatan masih banyak yang
tak mengenal keberadaan dusun ini. Seperti Kampung Denge, desa
terdekat ke Wae Rebo belum seutuhnya menjadi desa tetangga
karena belum semua pernah ke Wae Rebo. Sementara warga
Belanda, Perancis, Jerman, hingga Amerika dan beberapa negara
Asia sudah sangat terperangah keindahan kampung yang rumahnya
seperti payung berbahan daun lontar atau rumbia yang disebut
mbaru niang. ( MAKALAH ANALISIS RUMAH ADAT MBARU
NIANG SUKU WAEREBO NUSA TENGGARA TIMUR
ARSITEKTUR NUSANTARA)
Desa Waerebo Kabupaten Manggarai NTT

Berdsarkan kedua teori yang sudah dielaskan terkait Lodok\


Lingko maka penalaran deduktifnya ( suatu penalaran yang berpangkal
pada suatu peristiwa umum yang kebenarannya telah diketahui atau
diyakini dan berakhir pada kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat lebih khusus ) yakni sebagai berikut

 Lodok atau lingko merupakan bagian dari kebudayaan


Manggarai yang menampilkan system prilaku masyarakat dalam
pembagian hak warisan seperti sawah dan ladang. System ini
sudah berlaku sejak zaman nenek moyang hingga sekarang
(turun temurun). Penerapan system lodok ini juga telah diadopsi
oleh masyarakat Manggarai sebagai acuan dalam pembagian dan
penataan rumah adat di Manggarai khususnya di Desa Waerebo.

 Dalam system lodok atau lingko dikenal istilah Teno sebagai


epicenntrum lodok yang telah diadopsikan pada rumah adat di
desa Waerebo yakni Compang sebagai tempat sesajen nenek
moyang masyarakat Manggarai. Selain itu Cicing ( bagian sawah
terluar yang terdapat pada system lodok ) diadopsikan menjadi
deretan rumah adat yang berbentuk melingkar.

D. Perumusan Hipotesis
Perumusan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang dimana telah diuraikan sebelumnya yakni sebagai berikut

1) Histori Lodok atau lingko

Lingko atau lodok merupakan sistem pembagian sawah


masyarakat Kabupaten Manggarai, yang berbentuk seperti
jaring laba-laba, merupakan tanah adat yang dimiliki secara
komunal untuk memenuhi kebutuhan bersama masyarakat
adat yang pembagiannya dilakukan oleh ketua adat. Sawah
berbentuk jaring laba-laba ini tidak lepas dari sejarah yang
membentuknya.Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif provinsi NTT yang berasal dari Manggarai,
menyebut sistem pembagian lahan sawah oleh leluhur
Manggarai dilakukan secara berpusat. Dimana titik nolnya
berada di tengah-tengah lahan ulayat yang akan dibagi-
bagi.Polanya dengan menarik garis panjang dari titik tengah
yang dalam bahasa Manggarai disebut lodok hingga ke
bidang terluar atau cicing. Filosofinya mengikuti bentuk
sarang laba-laba, dimana lodok, bagian yang kecil berada di
bagian dalam (tengah) dan keluarnya makin lama semakin
berbentuk lebar.

2) Hubungan Konsep serta penerapan Lingko atau lodok


dengan tatanan rumah adat di desa Waerebo

Lodok atau lingko merupakan system pembagian


sawah berbentuk jaring laba-laba yang memiliki pusat
sebagai patokan pembagian sawah yang disebut teno. Bagian
terluar lodok disebut Cicing sebagai pembatas terluar.

Dalam tatanan rumah adat di desa waerebo juga tidak


jauh berbeda dengan system lodok yang memiliki
epicentrum yaitu compang sebagai tempat sesaji terhadap
leluhur (nenek moyang) dan bagian terluar rumah adat yang
berbentuk bulat sebagai batas terluar dari tatanan tersebut.

E. Identifikasi Klasifikasi dan Defenisi Variabel

1. Identifikasi Variabel

a. Teno yaitu sebagai titik pusat dalam pembagian ladanng


atau sawah di Manggarai

b. Cicing yaitu sebutan untuk batas terluas dalam system lodok


atau lingko

c. Compang yaitu tempat sesai yang sesai atau persembahan


kepada nenek moyang dalam adat manggarai

2. Klasifikasi

Yaitu segala sesuatu yang akan menjadi obek


pengamatan penelitia. Obek penelitian yaitu tatanan rumah adat
di desa Waerebo Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara
Timur.

3. Defenisi Variabel

System lingko atau lodok bukan hanya mengenai bentuk


sebuah sawah seperti jarring laba-laba melainkan
menggambarkan tentang hubungan kekeluargaan yang erat
,gotong royong, dan kerja keras.

F. Kesimpulan
Objek penelitian yang di kaji tentang praktek, atau penerapan system lingko
atau lodok di desa Waerebo kabupaten Manggarai, merupakan salah satu cara
merkonstruksi masa, lampau yang systematis dan objektiv serta merepresentasikan
,makna dari system lo,dok atau lingko tersebut di kehidupan masyarakat manggarai
saat ini.

Anda mungkin juga menyukai