PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
banyak pihak terus berusaha memeranginya dengan berbagai macam cara. Salah
satu satu dasarnya adalah dengan cara memahami aspek cybercrime dari semua
perspektif hukum pidana dan kriminologi. Hal ini didasarkan pada pola pemikiran
bahwa tidak mungkin memerangi sesuatu dapat sukses, tanpa memahami sesuatu
bervariasi. Kasus hacking dan cracking (sebagai salah satu bentuk cybercrime)
yang terjadi di beberapa situs milik lembaga negara di Indonesia dan di luar
1
Widodo, Memerangi Cybercrime Karakteristik Motivasi dan Srategi Penangananya
dalam Perspektif Kriminologi, Aswaja Pressindo, Jakarta, 2013, Halaman 1.
bahkan rasa aman. Sasaran dan alat penyerangan bukan hanya dengan komputer
portable lainya.
penggunaan kartu kredit oleh pihak lain secara tidak sah (carding), pembobolan
(domain name). Selain itu, kasus kejahatan lain yang menggunakan komputer di
2
Aloysius Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan
Penyalahgunaan Komputer, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1999, Halaman 148.
Sedangkan kasus kejahatan terhadap sistem atau jaringan komputer antara lain
bentuk, modus, dan latar belakang kejahatan tersebut terus berkembang seiring
perusakan data dan software menjadi ancaman stabilitas keamanan dan ketertiban
sebagaimana dimuat dalam internet security threat report volume 17, Indonesia
sepanjang tahun 2011, artinya 2,4% kejahatan cyber di dunia berasal dari
Indonesia. Persentase ini naik 1,7% dibandingkan tahun 2010, karena saat itu
peringkat 6 di dunia dalam kategori program jahat spam zombie. Padahal pada
2010, Indonesia masih menempati peringkat 28 untuk spam zombie. Para pelaku
spam zombie menyebarkan spam zombie agar dapat mengendalikan sebuah nomor
informasi, di tahun 2011 Indonesia berada pada posisi 27 setelah tahun 2010 lalu
dapat dilakukan di mana saja, baik dalam ruang nyata maupun ruang maya
(cyberspace). Hal ini terjadi karena era globalisasi membuka beberapa peluang
internet. Penipuan sudah ada dikenal sejak dahulu, tetapi dengan media teknologi
berupa ancaman terhadap eksistensi hak pribadi seseorang untuk tejadinya suatu
dengan sangat mudah di langgar, dimodifikasi dan digandakan. Selain itu data dan
hak pribadi seseorang di internet juga menjadi objek pelanggaran terus menerus di
internet, hal yang terakhir ini bahkan sering kali berkembang menjadi perbuatan
off) dan penyesatan informasi. Belum lagi masalah pornografi dan pornoaksi yang
3
“Aktivitas Kejahatan Cyber di Indonesia Meningkat Tajam”, sebagaimana dimuat dalam
http://tekno.kompas.com, diakses pada 8 juli 2014.
Kerugian atas kejahatan tersebut sangat banyak, baik bersifat material maupun
tersebut semakin serius karena modusnya semakin bervariasi yang kadang sulit
diprediksi. Kuantitas dan kualitas cybercrime semakin tinggi, antara lain karena
perangkat alat komunikasi mobile lainya. Selain itu, secara kriminologis, semakin
masyarakat dan apabila hal tersebut dikaji dengan menggunakan kriteria peraturan
hukum pidana konvensional, maka dari segi hukum kejahatan komputer dan
dalam peraturan hukum pidana konvensional, maka perbuatan pidana yang dapat
dan perusakan, yang pada pokoknya kejahatan tersebut dilakukan secara langsung
(dengan menggunakan bagian tubuh secara fisik dan pikiran) oleh si pelaku.
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Untuk itu penulis
Kriminologi”
B. Rumusan Masalah
internet?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti agar
penelitian tersebut memiliki arahan dan pedoman yang pasti. Tujuan penelitian
pada prinsipnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti sebagai
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
internet.
internet.
kriminologi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
kejahatan tersebut.
4
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan III, UI-Press, Jakarta, 2006,
Halaman 29.
2. Manfaat Praktis
bagi penegak hukum dalam memberantas kejahatan baru ini, serta menyadarkan
masyarakat dalam peran serta untuk lebih peka atas kasus-kasus yang terjadi di
E. Keaslian Penulisan
yang masi baru dan belum ada tulisan lain dalam bentuk skripsi yang membahas
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum
pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti.
Maka penulisan skripsi ini masih orisinil dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
F. Tinjauan Kepustakaan.
yang merupakan produk dari modernitas telah mengalami lompatan yang luar
biasa. Oleh karena sedemikian pesatnya, pada giliranya manusia, sang kreator
sanksi oleh negara. Meskipun dunia cyber ialah dunia virtual, hukum tetap
diperlukan untuk mengatur sikap tindak masyarakat setidaknya karena dua hal,
pertama masyarakat yang ada di dunia virtual ialah masyarakat yang berasal dari
dunia nyata, masyarakat memiliki nilai dan kepentingan baik secara sendiri-
dunia virtual, transaksi yang dilakukan oleh masyarakat memiliki pengaruh dalam
pada tahun 2007 mendalilkan perlunya dikembangkan sintesa dari kedua teori
tersebut yang dapat digunakan dalam pembentukan regulasi, dalam bagian ini
landasan pola pikir untuk memahami teknologi dan hukum yang dapat diterapkan
cybercrime.
5
Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrime Cyberlaw, PT.Tatanusa, Jakarta, 2012,
Halaman. 38.
a. Teori Instrumental
kebutuhan yang rasional bagi masyarakat. Oleh karena itu, teknologi bersifat
netral (tidak bersifat baik atau buruk) dan terpisah dari proses ekonomi, politik,
sosial dan budaya. Produktifitasnya dapat diukur secara objektif, terlepas dari
budaya, sehingga teknologi dapat dialihkan dari suatu masyarakat lain, atau
dengan kata lain teknologi dapat diterapkan secara universal. Dalam hal ini terjadi
suatu penyalahgunaan teknologi, teori istrumental melihat bahwa guns don’t kill
people-peple kill people. Pihak yang harus dipersalahkan ialah orang yang
b. Teori Substantif
teknologi berkaitan erat dengan kepentingan dari subjek yang membuat teknologi
kebutuhan perang. Oleh karena itu teknologi dapat menjadi sesuatu alat yang
dibuatnya. Lebih dari itu, teknologi memberi dampak bagi masyarakat baik yang
makhluk otonom. Penganut teori substansif juga melihat bahwa dibalik rantai
produksi, distribusi, dan konsumsi teknologi, ada struktural sosial yang kompleks.
Kekompleksan struktural sosial ini tidak dilihat oleh teori instrumental. Kedua
teori tersebut dapat diterapkan dalam pembuatan kebijakan dan regulasi. Teori
law). Teori substantif memberikan pendekatan yang fleksibel, liberal, dan melihat
technology).
substansif dan teori teori instrumental). Mereka menyadari bahwa baik teori
nilai yang telah diatur oleh hukum yang ada. Hal ini dilakukan dengan
tersebut dengan menggunakan hukum serta doktrin-doktrin hukum yang telah ada
pendekatan backward looking yaitu melihat bahwa hukum yang telah ada cukup
analisa di atas pembuat regulasi meyakini bahwa kepentingan atau nilai yang telah
dilindungi hukum yang tidak terngangu maka pembuat regulasi tidak perlu
dikhawartikan itu.
pembuat regulasi perlu melakukan tahap kedua yaitu memeriksa dengan cermat
ruang lingkup teknologi yang berubah itu dan dampak yang mungkin ditimbulkan
oleh teknologi tesebut terhadap kepentingan atau nilai yang telah diatur hukum
yang ada dan membentuk regulasi untuk melindungi kepentingan atau nilai itu,
dengan tetap diusahakan sedapat mungkin selaras dengan hukum yang telah ada.
kepentingan atau nilai yang telah dan akan dilindungi; dan hukum yang akan
diperlukan.
d. Implementasi
yang digunakan oleh banyak negara. 6 Dalam CoC diatur mengenai dua jenis
cybercrime, yaitu cybercrime dalam arti computer crime dan dalam arti computer-
related crime.
2. Convention on Cybercrime
baru mulai berlaku pada tahun 2004. Sampai saat ini, telah ada 43 negara anggota
6
CoC telah diratifikasi atau diaksesi oleh 30 negara baik dari negara baik negara Uni
Eropa maupun di luar wilayah tersebut, dan telah ditandatangani oleh 16 negara lainya meskipun
belum diratifkasi, sebagaimana dimuat dalam http://conventions.coe.int/Treaty/Commun/ChercheS
ig.asp?NT=185&CL=NG, diakses pada 8 juli 2014.
memerlukan penanganan yang khusus secara bersama. Oleh karena itu, konvensi
ini mengatur 3 bagian penting yaitu beberapa definisi yang digunakan dalam
konvensi, hukum pidana materil dan hukum pidana formil, serta kerja sama
internasional.
konvensi baik dari dalam maupun dari luar Council of Europe, dapat dikatakan
Sebagian besar dari materi dalam konvensi ini telah di terapkan, jika tidak dapat
selanjutnya. Oleh karena itu, penting dalam bagian berikut untuk diulas secara
terminologi yang digunakan dalam konvensi, ruang lingkup tindak pidana cyber,
hukum acara yang digunakan dalam penyidikan atau proses pengadilan pidana
mengenai perangkat, yang diatur dalam CoC ialah sistem komputer, komputer
data, dan data trafik, sedangkan penyelengara yang dimaksud dalam CoC ialah
terbatas, tetapi terminologi yang digunakan dalam CoC ialah istilah umum pada
b. Pengaturan Pidana
tersebut telah di atur dalam hukum pidana konvensional, sedangkan yang lain
bagian ini adalah untuk melindungi dan menjaga kerahasiaan, integritas, dan
cybercrimes dalam arti luas (computer related crimes). Tindak pidana yang
gambar anak di bawah umur, seseorang yang tampak sebagai anak di bawah
4. Tindak pidana yang terkait dengan pelanggaran hak cipta dan hak yang
tindak pidana ini juga merupakan bagian dari cybercrimes dalam arti luas.
penyelengara jasa, mereka yang tidak memiliki tujuan untuk melakukan tindak
perbuatan yang terjadi melalui layanannya. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban
bagi penyelengara jasa untuk memonitor konten secara terus menerus dalam
d. Pengaturan Prosedural
dalam konvensi ini diatur hukum acara pidana yang harus diterapkan oleh negara
komputer
aparat penegak hukum untuk bekerjasama dengan aparat penegak hukum dari
maupun proses peradilan pidana lainya terkait dengan sistem komputer dan data
komputer serta pengumpulan alat bukti elektronik. Secara umum, kerja sama yang
dimaksud ialah dalam bidang ekstradisi dan dalam bidang bantuan timbal balik
(mutual assistance).
(orang dewasa dan anak). Belum adanya perhatian dan pelayanan terhadap korban
kejahatan suatu masyarakat merupakan tanda belum atau kurang adanya keadilan
bahwa citra mengenai sesama manusia dalam masyarakat tersebut masih juga
seutuhnya. 7
Akibatnya, pada saat pelaku kejahatan dijatuhi sanksi pidana oleh pengadilan,
jaksa) sering kali dihadapkan pada kewajiban untuk melindungi dua kepentingan
yang terkesan saling berlawanan, yaitu kepentingan korban yang harus dilindungi
bersalah, tetapi dia tetap sebagai manusia yang memiliki hak asasi yang tidak
boleh dilanggar. Terlebih apabila atas perbuatanya itu belum ada putusan hakim
yang menyatakan bahwa pelaku bersalah. Oleh karena itu, pelaku harus dianggap
7
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, UniversitasTrisakti, Jakarta
, 2007, Halaman. 17.
8
Dikdik, M. Arief Mansur, Urgensi perlindugan Korban Kejahatan Antara Norma dan
Realita, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, Halaman. 24.
bukti yang memberi keterangan yaitu hanya sebagai saksi sehingga kemungkinan
adalah kecil.
Hukum pidana materil dan hukum pidana formal (KUHAP) lebih menitik
beratkan perhatian pada pembuat korban (pelaku kejahatan) dari pada korban,
KUHAP) harus dilaksanakan sesuai dengan isi ketentuan hukum pidana nasional
tersebut, yang telah diatur secara tegas tanpa memerhatikan kedudukan dan
bersifat rutin namun tanpa makna ketika harus berhadapan dengan pentingnya
perlindungan korban kejahatan, Jika hukum pidana nasional berlaku secara umum
undang berubah menjadi mayat hidup, robot, dan mesin dengan remote control
undang kejahatan. 9
9
Ibid, Halaman. 30.
untuk diberikan perhatian khusus, selain sebagai saksi yang mengetahui terjadinya
suatu kejahatan juga karena kedudukan korban sebagai subjek hukum yang
atas dasar belas kasihan dan hormat atas martabat korban (compassion and respect
akibat tindakan orang lain yan mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau
orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita,
kelompok yang menderita secara fisik, mental, dan sosial karena tindakan
pelaku di pengadilan.
G. Metode Penelitian
meliputi:
1. Spesifikasi penelitian
undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul skiripsi ini yaitu
mengenai hubungan antara faktor sosiologis dan faktor yuridis. Faktor sosiologis
para pengguna internet dan masyarakat luas pada umumnya. Sedangkan faktor
upaya penanggulanganya.
2. Bahan Hukum
primer, sekunder dan bahan tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan
primer dalam skripsi ini terdiri dari peraturan perundang-undangan antara lain
terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Bahan hukum sekunder
adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku, pendapat para sarjana dan kasus-
kasus hukum yang terkait dengan pembahasan judul skripsi ini yaitu Perlindugan
hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan
bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
buku-buku, majalah surat kabar, situs internet maupun bahan bacaan lainya yang
4. Analisis Data
dianalisis dengan menggunakan metode dekdutif yang ada yang pada akhirnya
akan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap