Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini penduduk yang berusia lanjut (> 60 tahun) di Indonesia terus
meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2010-2015 diperkirakan akan
menyamai jumlah balita yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau
sekitar 19 juta jiwa. Kondisi ini merupakan suatu tantangan untuk
mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lanjut usia agar tidak
menjadi beban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat. Dari jumlah itu,
sekitar 15% diantaranya mengalami demensia atau pikun, di samping
penyakit degeneratif lainnya seperti penyakit kanker, jantung, reumatik,
osteoporosis, katarak. (Prodia, 2007).
Menurut Hendrie dkk. yang melakukan penelitian di tahun 1995,
meskipun faktor genetik memegang peranan yang penting terjadi demensia,
nampaknya faktor lingkungan juga memberikan sumbangan besar pada faktor
resikonya. Faktor lingkungan tersebut berkaitan dengan gaya hidup. Menurut
penulis, gaya hidup yang tidak sehat yang Hartati dan Widayanti, Clock
Drawing: Asesmen untuk Demensia(Studi Deskriptif Pada Orang Lanjut Usia 3
di Kota Semarang)
Dengan bertambahnya umur nampaknya faktor resiko menderita
demensia juga akan meningkat. Orang yang berumur 65 tahun keatas akan
mempunyai resiko 11% dan umur 85 tahun keatas resiko semakin besar yaitu
25% - 47%. Selain itu, bertambah majunya bidang ilmu farmakologi untuk
penderita 4 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010.

B. Tujuan
- Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan
demensia.
- Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi Dimensia
2. Untuk mengetahui etiologi Dimensia
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Dimensia
4. Untuk mengetahui klasifikasi Dimensia
5. Untuk mengetahui patofisiologi Dimensia
6. Untuk mengetahui komplikasi Dimensia
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Dimensia
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Dimensia
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Dimensia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Demensia
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-
Darmojo, 2009).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku (Kusumawati, 2007).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori
yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali
menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak
menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit
biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian. Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari
berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak
terdapat perawatan khusus untuk demensia, namun perawatan untuk
menangani gejala boleh dilakukan.

B. Etiologi

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan


menjadi 3 golongan besar yaitu :

o Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal


kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi
pada system enzim, atau pada metabolism
o Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya : Penyakit
degenerasi spino – serebelar, Subakut leuko-esefalitis sklerotik fan
bogaert, dan Khorea Hungtington
o Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantranya : Penyakit cerrebro kardiovaskuler, penyakit –
penyakit metabolik, gangguan nutrisi dan akibat intoksikasi menahun.

C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien
dengan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit.
Gejala klinik dari dEmensia Nugroho (2009) menyatakan jika dilihat secara
umum tanda dan gejala demensia adalah :
1) Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2) Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.
3) Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
4) Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5) Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.

D. Klasifikasi
Klasifikasi demensia antara lain :
1) Demensia karena kerusakan struktur otak
Demensia ini ditandai dengan gejala, penurunan fungsi kognitif
dengan onset bertahap dan progresif, daya ingat terganggu, ditemukan
adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif, tidak
mampu mempelajari/mengingat informasi baru, perubahan kepribadian
(depresi, obsesitive, kecurigaan), kehilangan inisiatif.
2) Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah
di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat
terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di
otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat
diduga sebagai demensia vascular.
3) Demensia menurut umur:
- Demensia senilis ( usia > 65 tahun)
- Demensia prasenilis (usia < 65 tahun)
4) Demensia menurut perjalanan penyakit :
- Reversibel (mengalami perbaikan)
- Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma
5) Menurut menurut sifat klinis:
- Demensia proprius
- Pseudo-demensia

E. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya
demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan
biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak
sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor
etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat
mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya,
serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak
langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui
mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga
jumlah neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun
subkortikal. Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan
untuk proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan
gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan
sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi
yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau
subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda.
Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Boedhi-Darmojo, 2009)

F. Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada
demensia adalah:
1. Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
a) Ulkus diabetikus
b) Infeksi saluran kencing
c) Pneumoni
2. Thromboemboli, infarkmiokard
3. Kejang
4. Kontraktur sendi
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan
peralatan

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Asosiasi Alzheimer Indonesia tahun
20013 adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang
demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal,
pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia
walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik
dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium
lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan
panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis
(+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetik
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4.
setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya
frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan
lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon
4 sebagai penanda semakin meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologi
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental,
aktivitas sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi
Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk
sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan
untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa,
konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan
neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan
untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya
syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan
demensia.
7. Pemeriksaan fungsi kognitif Status Mental Mini (MMSE)
Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan adalah test Status Mental
Mini (MMSE) yang paling banyak dipakai, tetapi sensitif untuk mendeteksi
gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003).
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling
sering dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik
dalam mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan
memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah
27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang
signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai
berikut :
1) Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
- Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,
Memantine
- Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti
Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke
otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
- Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang
berhubungan dengan stroke.
- Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
- Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang
bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-
psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone)
2) Dukungan atau Peran Keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu
penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang
terang.
3) Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi
simtomatik, meliputi :
- Diet
- Latihan fisik yang sesuai
- Terapi rekreasional dan aktifitas
- Penanganan terhadap masalah-masalah
4) Pencegahan dan perawatan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya
demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan
senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
- Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
- Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
- Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
: Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
- Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi
- Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subyektif :
- Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi.
- Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan
waktu.
b. Data obyektif :
- Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat
dan objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana
kekeluargaannya.
- Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa
telah menceritakannya.
- Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita
menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan
kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata
yang tepat.
2. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuronal
dan demensia progresif.
2) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan defisit sensori dan
motorik
3. Intervensi Keperawatan
1) Perubahan proses pikir b/d degenerasi neuronal dan demensia progresif.
Tujuan : Setelah diberi askep 3×24 jam diharapkan pasien mampu
memelihara fungsi kognitif yang optimal dengan kriteria :
- Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal.
- Memperlihatkan penurunan dalam prilaku yang bingung.
- Menunjukkan orientasi optimal terhadap waktu, tempat dan orang.
Intervensi :
a. Kurangi konfusi lingkungan.
- Dekati pasien dengan cara menyenangkan dan kalem.
- Cobalah agar mudah ditebak dalam sikap dan percakapa
perawat.
- Jaga lingkungan tetap sederhana dan menyenagkan.
- Pertahankan jadwal sehari-hari yang teratur.
- Alat bantu mengingat sesuai yang diperlukan.
Rasional : Stimuli yang sederhana dan terbatas akan memfasilitasi
interpretasi dan mengurangi distorsi input; perilaku yang dapat ditebak
kurang mengancam disbanding perilaku yang tidak dapat ditebak; alat
bantu ingatan akan membantu pasien untuk mengingat.
b. Tingkatkan isyarat lingkungan
- Perkenalkan diri perawat ketika berinteraksi dengan pasien.
- Panggil pasien dengan menyebutkan namanya.
- Berikan isyarat lingkungan untuk orientasi waktu, tempat dan
orang.
Rasional : Isyarat lingkungan akan meningkatkan orientasi terhadap
waktu, tempat dan orang dan individu akan mengisi kesenjangan
ingatan dan berfungsi sebagai pengingat.
2) Risiko terhadap cedera b/d defisit sensori dan motorik.
Tujuan : Setelah diberi askep 3×24 jam diharapkan pasien mampu
mempertahankan keselamatan fisik dengan kriteria :
- Mematuhi prosedur keselamatan.
- Dapat bergerak dengan bebas dan mandiri disekitar rumah.
- Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindungi.
Intervensi Keperawatan :
- Kendalikan lingkungan.
- Singkirkan bahaya yang tampak jelas.
- Kurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur..
- Pantau regimen medikasi.
- Ijinkan merokok hanya dalam pengawasan.
- Pantau suhu makanan.
- Awasi semua aktivitas diluar rumah.
Rasional :Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi risiko cedera
dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan.
4. Implemestasi
a. Perubahan proses pikir b/d degenerasi neuronal dan demensia
progresif
- Mengurangi konfusi lingkungan.
- Mendekati pasien dengan cara menyenangkan dan kalem.
Mencobalah agar mudah ditebak dalam sikap dan percakapa
perawat.
- Menjaga lingkungan tetap sederhana dan menyenagkan.
- Mempertahankan jadwal sehari-hari yang teratur.
- Alat bantu mengingat sesuai yang diperlukan.
b. Risiko terhadap cedera b/d defisit sensori dan motorik.
- Mengendalikan lingkungan.
- Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas.
- Mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur..
- Memantau regimen medikasi.
- Mengijinkan merokok hanya dalam pengawasan.
- memantau suhu makanan.
- mengawasi semua aktivitas diluar rumah.
5. Evaluasi
a. Perubahan proses pikir b/d degenerasi neuronal dan demensia
progresif
- Mampu menyebutkan hari, tanggal dan tahun sekarang dengan
benar.
- Mampu menyebutkan nama orang yang dikenal.
- Mampu menyebutkan tempat dimana pasien berada saat ini.
- Mampu melakukan kegiatan harian sesuai jadwal.
- Mampu mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan.
b. Risiko terhadap cedera b/d defisit sensori dan motorik.
- Menyebutkan dengan bahasa sederhana faktor-faktor yang
menimbulkan cedera Menggunakan cara yang tepat untuk mencegah
cedera.
- Mengontrol aktivitas sesuai kemampuan.

.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.Demensia adalah gangguan kronis
dengan awitan lambat dan biasanya berprognosis buruk. Demensia adalah
keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat
dan daya ingat dan daya pikir dan kemampuan kemampun tersebut
menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari.Demensia
dikenal sebagai keadaan organik kronika atau sindroma otak kronika atau
kegagalan otak.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di
negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler
penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia
lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 %
demensia akibat penyakit Alzheimer.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan lebih mengetahui
dan memahami mengenai Dimensia. Makalah ini dibuat untuk menambah
wawasan pembaca.
Sebagai mahasiswa dan calon tenaga medis kita mampu menerapkan
asuhan keperawatan kepada klien sehingga jumlah kasus Dimensia di
Indonesia dapat menurun.
Sebagai tenaga kesehatan diharapkan dapat melaksanakan tugas
sebagai perawat dalam merawat lansia terutama dalam menangani Dimensia
pada lansia.

Anda mungkin juga menyukai