Konsep Dari Hak Atas Lahan
Konsep Dari Hak Atas Lahan
Hak Kepemilikan Lahan adalah instrument paling sederhana dalam kebijakan pembangunan yang
berfungsi baik untuk memfasilitasi maupun objeknya. Hal tersebut berkaitan langsung dengan
ekonomi perkotaan.
Dalam mencari sistem kepemilikian yang tepat, dapat diartikan juga bagaimana pengaturan yang
paling mampu untuk mempertemukan kontradiksi dari kedua sifat tersebut:
Tujuan dari kepemilikan lahan adalah efisiensi, keadilan, kesesuaian, dan keberlanjutan
Secara internasional kepemilikan lahan muncul dalam berbagai macam bentuk. Bentuk
anglo-amerika yang menggunakan sekumpulan hak memiliki hingga 50 macam hak atas
tanah, sedangkan di Afrika masih banyak termaknai oleh konsep hak adat suku.
Kategori Kepemilikan Sederhana:
o Nonformal, defacto
o Hak milik individu
o Hak guna individu
o Hak milik publik
o Hak guna publik
o Kepemilikan bersama
Kepemilikan Lahan sendiri terbagi atas:
o Luas Lahan
o Lahan dan Penambahan Nilai
o Pembangunan dan Penggunaan Lahan
Kepemilikan Lahan
Kepemilikan Lahan berkaitan erat dengan hukum, adat, dan praktik yang mengelola
hubungan dengan lahan tersebut.
Dampak dari kolonialisme sebagai satu paham yang berpaku pada kepemilikan terlupanya
hak-hak kaum miskin. Terbentuknya gap keruangan dimana kaum miskin tergusur ke
pinggiran kota denga nasib yang lebih buruk.
o Di kenya menyebabkan timbulnya hukum yang mendukung/berpihak pada yang
kaya
o Di Nairobi perumahan Rakyat diisi oleh kelas menengah dan kelas pendapatan
tinggi;
o Di Hong Kong terjadi penggusuran rumah penduduk untuk kepentingan komersil dan
industri;
o Trend yang sama terjadi di Maroko, dimana mayoritas lahan diisi oleh elit sebagai
dampak penggunaan zonasi Prancis.
Salah satu isu penting yang terjadi adlaah urbanisasi dan modernisasi dari tradisonal
pedesaan pola kepemilikan lahan dan akusisinya untuk pembangunan.
Secara umum, terdapat dua bentuk kepemilikan lahan yang terbagi ke seluruh dunia:
o Sistem yang memberikan kepemilikan dan hak atas tanah dari hukum Roman
o Sistem yang memberikan kepemilikan dan hak atas tanah dengan terbatas (seperti
pemberian hak guna kepada individu, tetapi kepemilikan masih di negara. Hal ini
menjadi salah satu cara untuk membatasi kepemilikan absolut pada tanah oleh
individu.
Di dalam Islam, satu-satunya alasan yang dapat diterima dalam kepemilikan pribadi lahan
adalah dimanfaatkan untuk suatu hal. Apabila pemanfaatan tersebut sudah berakhir maka
kepemilikannya kembali kepada komunal.
Selain itu, dipahami juga bahwa lahan mati dikembalikan kepada negara dan dapat
dialokasikan atau didonasikan oleh penguasa kepada individu. Apabila dialokasikan harus
ditujukan untuk suatu kepentingan tertentu. Donasi/hibah ini pun dilakukan dengan
moderasi.
Pengelolaan lahan seperti ini dilakukan melalui kepercayaan. Berdasarkan pemahaman,
kepercayaan ini berdampak pada pengaturan lahan secara umum:
o Di Nigeria para emir yang secara tradisional mengalokasikan lahan, memiliki
kekuatan yang tidak resmi terhadap lahan tersebut;
o Di India kepercayaan tersebut menguatkan keingingan untuk mengatur dan
menegakkan pengelolaan lahan;
Pengaturan pusat kota juga menjadi pertimbangan dalam mengatur kepemilikan lahan. Hal
tersebut dikarenakan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Tantangan lainnya dalam penegakkan kebijakan pengelolaan lahan adalah tiga institusi:
pemilik gereja, rel kereta api, dan militer.
o Di amerika lati, kepemilikan gereja sering terjadi pada lokasi-lokasi strategis
sehingga sulit untuk mengatur penggunaan lahan dalam kota;
o Konflik juga terjadi pada lahan yang dimiliki di sekitar rel kereta api. Di mana
pengelola kereta ingin meningkatkan penghasilan dengan menjual lahan sempadan
relnya sedangkan daerah dan perencana ingin mengaturnya;
o Dalam negara dunia ketiga, militer menjadi bentuk lain. Di India pada era kolonial,
memiliki kebijakan untuk memberikan diskresi pada pendirian markas polisi/militer
dan pemerintah pusat memberikan kekuasaan penuh untuk pengaturan guna
lahannya dari pemerintah kota.
Konsep nasionalisasi maupun sosialisasi kepemilikan lahan dapat mengimbangi kepemilikan
privat terhadap lahan, namun dapat mengurangi rasa kemaanan individu dalam
kepemilikan.
Kepemilikan lahan merupakan konsep keadilan dan efisiensi yang dilihat berbeda oleh
masyarakat yang berbeda.
Seluruh kebijakan dan hukum kepemilikan lahan harus dapat menyeimbangkan seluruh
kebutuhan tersebut.
Salah satu bentuk instrumen dalam pengelolaan lahan adalah hukum perencanaan. Pada
umumnya, hukum ini digunakan oleh pemerintah untuk mengelola pembangunan yang
terjadi.
Namun, “hukum perencanaan” sendiri memiliki banyak penafsiran dan tidak semua negara
memiliki terminologi tersebut. Pada umumnya yang dimaksud dengan hukum tersebut
mencakup:
o Pemberlakuan urusan pekerjaan umum bentuk pelaksanaan hukum akuisisi lahan
o Pelarangan beberapa bentuk kegiatan
o Pengendalian pewarisan;
o Pengaturan untuk perlindungan dari bencana;
Sasaran dari hukum perencanaan tersebut juga beragam, mencakup:
o Kepada para pemilik lahan;
o Kepada para pengguna, pemilik hak guna, dan pengguna bagian dari bangunan;
o Kepada para penduduk dari lahan atau bangunan;
“Pemilik lahan” yang dimaksud sendiri merupakan konsep yang tidak sederhana dan dibatasi
oleh beberapa hal: 1) keberadaan kontrak individu; dan 2) kontrol publik.
o Bentuk kontrak individu yang dimaksud berupa regulasi-regulasi yang mengatur
kepemilikannya, seperti kepemilikan yang ada hanya ketika ia masih hidup;
o Bentuk kontrol sosial adalah bentuk pengaturan yang memberikan manfaat
maksimal pada lahan sekitar.
Refleksi dari peraturan peradaban barat saat ini:
Perubahan pemahaman pada abad 19 menjadi latar belakang terjadinay isu nasionalisasi
lahan (pengembalian kepemilikan pada negara) dan menjadi dasar untuk memberikan pajak
lahan karena: pemilik lahan privat mendapatkan keuntungan dengan bebas dan tidak
memiliki kesadaran sosial.
o Di Itali a dan irlandia terdapat kontroversi mengenai kepemilikan lahan dan
hancurnya pedesaan. Bersamaan kesadaran mengenai urbanisasi kesadaran
terhadap pengendalian pembangunan dan perencanaan itu sendiri ikut
berkembang. Namun, di waktu yang sama banyak pengusaha yang menjadi pemilik
lahan pun ikut bergabung menjadi bagian diskursus tersebut. Sehingga pada waktu
itu sebagain diskusi menghasilkan bagaimana untuk turut mengakomodasi elemen
wirrausaha.
o Di Amerika, meskipun pemerintah negara bagian mengatur dirinya sebagai pemilik
lahan di dalam negara. Namun, untuk beberapa tahun, tujuan tersebut bermaksud
untuk membuat sejumlah industri pertanian yang besar. Hal tersebut juga
disebabkan dengan keberadaan rel kereta api yang dikelola oleh privat. Hingga pada
tahun 1880 kesadaran perencanaan kembali muncul utamanya pada bagian
kemanan dan kesehatan publik.
o Dalam kebijakan inggris, secara empiris merumuskan metode yang ebrbeda. Setelah
tahun 1945 korporasi adhoc diarahkan untuk mendirikan kota-kota baru. Akusisi
lahan dalam kebijakan ini digunakan sebagai metode khusus untuk suatu urusan
ketimbang pengendalian pembangunan.
Metode dalam pengendalian pembangunan ini diantaranya: hukum dalam akuisisi lahan,
hukum yang berhubungan dengan perpajakan lahan, dan pertimbangan lain dalam
memberikan hak lahan.
Akusisi Lahan Publik
o Berdasarkan Town and Country Planning Act 1947 di UK membedakan antara nilai
guna yang ada dan nilai pembangunan yang mungkin terhadi. Untuk menggunakan
nilai pembangunan (development value) maka dibutuhkan perizinan perencanaan
dari pihak berwajib yang mengerti nilainya. Maka didesain skema dengan dua tahap:
Seluruh nilai pembangunan dinasionalisasikan pada waktu tertentu dan
kompensasinya akan diberikan pada waktu tersebut., mendesain situasi
dimana para pengembang tidak akan dirugikan dari penolakan perizinannya
(dan tidak mengetahui nilainya).
Untuk seluruh orang yang mendapatkan izin pembangunan maka, wajib
membayar dan dapat menyadari nilai pembangunan yang ada.
o Skema ini tidak berjalan dengan baik karena tidak relevan dengan tidak
mempertimbangkan beberapa hal:
Tidak mempertimbangkan kondisi yang penting untuk diwujudkan di masa
yang akan datang;
Skema ini bergantung pada proses valuasi berdasarkan data yang hanya
dapat didapatkan dari informasi statistik dan valuasi khusus;
Skema ini tidak mempertanyakan bagaimana seharusnya lahan digunakan.
o Pada skema untuk perusahaan kota baru dinilai sukses dengan pertimbangan bahwa
mudah untuk memprediksi dan menghadapi masalah masa depan (karena
sekimpulan area yang spesifik) dan permasalahan kebijakan dan personel dapat
diatasi.
o Peraturan yang ada kemudian diganti dengan Community Land Ac. Kesalahan dapat
terjadi apabila publik fokus tentang kepemilikan publik adalah hal yang utama.
Namun, masalah yang terjadi akan lebih jauh lagi: bagaimana memutuskan
penggunaan lahan dan bagaimana suatu organisasi publik dapat melaksanakan hal
tersebut.
Hukum Perpajakan Lahan
o Lahan berperan erat dalam pembiayaan publik dengan berbagai cara. Pada
umumnya variasi perpajakan yang menjadi elemen untuk pendapatan pemerintah
ini digunakan untuk mempengaruhi cara pemanfaatan lahan.
o Terdapat beberapa miskonsepsi:
Fakta bahwa dorongan untuk mempromosikan jenis penggunaan lahan
tertentu ada tidak berarti bahwa ada kebijakan penggunaan lahan yang
tepat dalam arti yang lebih luas.
Pemercepatan pembangunan tidak selalu memunculkan situasi yang
diharapkan, dan dapat menyebabkan pembanunan yang prematur.
Mudah terjadi kebingungan dalam penggunaan pajak. Apabila ia menjadi
alat yang bagus untuk kebijakan perencanaan maka, bisa jadi bukan alat
untuk penambah pendapatan. Begitu pula sebaliknya.
o Miskonsepsi ini menyebabkan pemanfaatan pajak tanpa pemahaman yang koheren.
Hal-hal lain yang mempengaruhi Guna Lahan
o Hubungan antara penyewa dan pemilik lahan terapat kecenderungan karena
kewenangan pemilik lahan harga sewa dapat melonjak dari yang diizinkan. Oleh
karena itu dibutuhkan sebuah pengaturan dan pembatasan. Namun, pengadaan
perumahan sendiri merupakan hal yang rumit dan jangka panjang sehingag
diperlukan organisasi dan pengadaan dengan sumber daya finansial yang sesuai.
o Dinamika kelembagaan hal tersebut menjadi pertimbangan apabila pembagunan
mengarah pada hal yang belum memuaskan entah positif maupun negatif. Untuk
mengembangkannya dibutuhkan cara dengan menafaatakn institusi yang sudah ada
atau mendesain institusi baru.
Sudut Pandang Kritis dalam Kepemilikan Lahan Umum
o Kepemilikan publik adalah bentuk kepemilikan real estat di atas kepentingan umum.
Dalam bentuk kepemilikan publik ini diajukan 4 macam alternatif: land banking
dengan pengaturan hak guna, akuisisi hak pengembangan, kepemilikan sementara
untuk pembangunan ulang, dan akusisi untuk ditata kembali.
o Tujuan dari kepemilikan lahan sendiri adalah: pengendalian harga lahan, pemberian
kompensasi pembangunan yang lebih baik, perencanaan lahan yang membaik;
Kepemilikan publik (kepemilikan yang dikelola oleh yang berwajib) dapat
mengurangi nilai lahan dan mengendalikan kecepatan pertamabahan nilai
lahan dengan penyediaan yang stabil. Dengan draft penggunaan yang
didesain dengan baik spekulan lahan dapat diatasi.
Maslaah kompensasi merupakan hal yang membingungkan. Kesulitan yang
ada adlaah belum ada metode yang layak dalam mengukur dan memisahkan
porsi nilai yang ada di individu dan untuk publik. Dengan kepemilikan publik
hal ini tidak akan terpecahkan. Dan malah menyebabkan penekanan pada
salah satu pihak.
Sedangkan untuk perencanaan yang baik, hal ini disetujui karena pihak yang
berwajib dapat mengaplikasikan alat pengaturan untuk mengelola
perencanaan yang diinginkan.
o Kriteria dalam evaluasinya adalah: 1) apakah tujuannya dapat tercapai? 2) apakah
prosesnya bisa efisien
o Dalam hal ini kritik terhadap konsep tersebut adalah
Apabila kepemilikan publik dinilai berdasarkan efisiensi harga, hal tersebut
belum terbukti dikarenakan proses tersebut memerlukan pengendalian
pada keseluruhan komoditas. Yang mana mustahil untuk dilakukan,
Kepemilikan publik dapat mengurangi harga lahan, namun tidak dapat
mengurangi nilai lahan.
Kepemilikan publik juga tidak akan membuat perencanaan semakin baik.
Tetapi akan memperbanyak perencanaan. Dengan dimilikinya oleh publik
dan beberapa program penggunaan maka tidak dapat dijamin bahwa tidak
ada keterlibatan politis dalam pertimbangan perencanana.
Draft penggunaan yang didesain dengan baik untuk pengendalian
pembangunan dapat memberikan masalah. Hal tersebut disebabkan apabila
penggunaan berulang diinginkan di suatu lahan. Akan menambah biaya
perencanaan, biaya penyewaan/pembelian ulang lahan/desain lahan dst,
Spekulasi publik juga dinilai bentuk keuntungan yang diakui dikarenakan
penilaian lahan yang terpisah berasal dari keputusan publik
Apabila diasumsikan publik memiliki pemanfaatan yang lebih baik untuk
keuntungan, hal ini akan menguatkan bahwa spekulasi lahan, pendapatan
yang tidak diambil, dan masalah kompensasi itu ada meskipun di dalam
sistem kepemilikan publik.
o Terdapat banyak metode perencanaan, maka yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana mekanisme harga dan perencanaan tersebut dapat menguntungkan
komunitas sebelum dimanfaatkan