3.2 Konsep Dari Hak Atas Lahan - Kelompok 3 PDF
3.2 Konsep Dari Hak Atas Lahan - Kelompok 3 PDF
Dalam mencari sistem kepemilikian yang tepat, dapat diartikan juga bagaimana pengaturan yang
paling mampu untuk mempertemukan kontradiksi dari kedua sifat tersebut:
Kepemilikan Lahan
• Kepemilikan Lahan berkaitan erat dengan hukum, adat, dan praktik yang mengelola hubungan
dengan lahan tersebut.
• Dampak dari kolonialisme sebagai satu paham yang berpaku pada kepemilikan → terlupanya
hak-hak kaum miskin. Terbentuknya gap keruangan dimana kaum miskin tergusur ke
pinggiran kota denga nasib yang lebih buruk.
o Di kenya menyebabkan timbulnya hukum yang mendukung/berpihak pada yang kaya
o Di Nairobi perumahan Rakyat diisi oleh kelas menengah dan kelas pendapatan tinggi;
o Di Hong Kong terjadi penggusuran rumah penduduk untuk kepentingan komersil dan
industri;
o Trend yang sama terjadi di Maroko, dimana mayoritas lahan diisi oleh elit sebagai
dampak penggunaan zonasi Prancis.
• Salah satu isu penting yang terjadi adlaah urbanisasi dan modernisasi dari tradisonal pedesaan
pola kepemilikan lahan dan akusisinya untuk pembangunan.
• Secara umum, terdapat dua bentuk kepemilikan lahan yang terbagi ke seluruh dunia:
o Sistem yang memberikan kepemilikan dan hak atas tanah → dari hukum Roman
o Sistem yang memberikan kepemilikan dan hak atas tanah dengan terbatas (seperti
pemberian hak guna kepada individu, tetapi kepemilikan masih di negara. Hal ini
menjadi salah satu cara untuk membatasi kepemilikan absolut pada tanah oleh
individu.
• Di dalam Islam, satu-satunya alasan yang dapat diterima dalam kepemilikan pribadi lahan
adalah dimanfaatkan untuk suatu hal. Apabila pemanfaatan tersebut sudah berakhir maka
kepemilikannya kembali kepada komunal.
• Selain itu, dipahami juga bahwa lahan mati dikembalikan kepada negara dan dapat
dialokasikan atau didonasikan oleh penguasa kepada individu. Apabila dialokasikan harus
ditujukan untuk suatu kepentingan tertentu. Donasi/hibah ini pun dilakukan dengan
moderasi.
• Pengelolaan lahan seperti ini dilakukan melalui kepercayaan. Berdasarkan pemahaman,
kepercayaan ini berdampak pada pengaturan lahan secara umum:
o Di Nigeria para emir yang secara tradisional mengalokasikan lahan, memiliki kekuatan
yang tidak resmi terhadap lahan tersebut;
o Di India kepercayaan tersebut menguatkan keingingan untuk mengatur dan
menegakkan pengelolaan lahan;
• Pengaturan pusat kota juga menjadi pertimbangan dalam mengatur kepemilikan lahan. Hal
tersebut dikarenakan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
• Tantangan lainnya dalam penegakkan kebijakan pengelolaan lahan adalah tiga institusi:
pemilik gereja, rel kereta api, dan militer.
o Di amerika lati, kepemilikan gereja sering terjadi pada lokasi-lokasi strategis sehingga
sulit untuk mengatur penggunaan lahan dalam kota;
o Konflik juga terjadi pada lahan yang dimiliki di sekitar rel kereta api. Di mana pengelola
kereta ingin meningkatkan penghasilan dengan menjual lahan sempadan relnya
sedangkan daerah dan perencana ingin mengaturnya;
o Dalam negara dunia ketiga, militer menjadi bentuk lain. Di India pada era kolonial,
memiliki kebijakan untuk memberikan diskresi pada pendirian markas polisi/militer
dan pemerintah pusat memberikan kekuasaan penuh untuk pengaturan guna
lahannya dari pemerintah kota.
• Konsep nasionalisasi maupun sosialisasi kepemilikan lahan dapat mengimbangi kepemilikan
privat terhadap lahan, namun dapat mengurangi rasa kemaanan individu dalam kepemilikan.
• Kepemilikan lahan merupakan konsep keadilan dan efisiensi yang dilihat berbeda oleh
masyarakat yang berbeda.
• Seluruh kebijakan dan hukum kepemilikan lahan harus dapat menyeimbangkan seluruh
kebutuhan tersebut.
Kepemilikan : Alam, Batasan dan Tipe
Jenis Kepemillikan
Jenis Kepemilikan real estat secara sederhana dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Hak Milik
(Freeholds) dan Hak Guna (Less than Freeholds).
1. Hak Milik (Freeholds) – asalnya merupkan dari sistem feodal yang terdiri tadi Fee simple,
qualified fee, dan fee tail). Hak Milik dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
o Hak Milki karena turun temurun (Freeholds of inheritence)
o Hak Milik bukan karena keturunan (Freeholds not of inheritence)
2. Hak Guna (Less than Freeholds) – Hak Guna (Leasehold) adalah bukan hak milik atas suatu
real properti namun properti perseorangan yang diberikan hak untuk menggunakan properti
untuk jangka waktu tertentu.
o Estate for years – Yaitu suatu hak guna dengan kurang dari setahun dimana jika
waktunya telah habis maka secara otomatis hak guna berakhir
o Tenancy from Period to Period – Yaitu Hak Guna dengan jangka waktu tertentu yang
penjanjiannya dapat diperbaharui
Entitas Kepemilikan
Penamaan Kepemilikan dapat dibagi menjadi beberapa berikut ini antara lain:
• Kepemilikan atas nama Individu – merupakan dengan jumlah yang paling banyak, mayoritas
properti dimiliki oleh individu dengan namanya sendiri dan kemungkinan bisa kepemilikan
satu atau dua orang (joint tenant)
• Kepemilikan atas nama perusahaan - kepemilikan atas nama badan hukum perusahaan.
Properti dimiliki oleh perusahaan. Dimana Para pemegang saham tidak memilki asset dari
perusahaan tersebut.
• Kepemilikan bersama - suatu asosiasi dua atau lebih orang untuk berasosiasi dengan tujuan
keuntungan. Perjanjian kerjasama bisa tertulis ataupun lisan namun sebaiknya tertulis formal
secara legal.
• Syndication - Bukan secara real kepemilikan, hanya mengumpulkan modal seperti joint
venture
• Investasi Properti (Real Estate Invesment Trust) - Investasi dalam real estate, mortgage REIT,
Equity REITs, Hybrib REITs
• Kondominium/Apartement (Condominium) - dibagi berdasarkan kepemilikan banyak orang
berupa ruang tiga dimensi
• Koperasi (Cooperative) - dibagi berdasarkan kepemilikan saham banyak orang bisa freehold
and leasehold
Taking Title
• Tenancy by the Entirety – Terkait Kepemilikan bersama suami dan istri. Jika cerai maka disebut
tenancy in common.
The Changing Nature of Ownership Interest
• Sources and Uses of Police Power – digunakan atas nama hukum untuk terkait health and
safety (housing codes dan building codes), moral dan kesejahteraan masyarakat.
• Land Use Control – Pengendalian Tata Guna Lahan dan peraturan zonasi
Selain pembatasan hak publik yang diterbitkan oleh badan pemerintah, banyak pemiliki properti juga
menerima beberapa batasan dalam kepemilikan
• Easements – Hak tanpa ada kepemilikan dimana hanya diijinkan menggunakan secara
terbatas lahan milik orang lain.
Easement appurtenant terjadi pada suatu petak lahan yang bermanfaat untuk lainnya.
Manfaat easement appurtenant dimiliki yang memiliki dominant tenement, yang tidak
dapat dipindahkan dan dipisahkan. Adapun jika ada dapat dipindahkan maka hal tersebut
terkait transfer kepemlikan dominant tenement. Dengan demikian easement appurtenant
dikatakan “run with the land” berkaitan dengan lahannya. Land reaping
Easement in gross – penggunaan dapat diperjual belikan dan dipindahtangankan, kecuali jika
dalam perjanjian terdapat batasan-batasan tertulis termasuk larangan untuk
memindahtangankan.
• Hak Milik (Ps 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, & 27)
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atas tanah. Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hanya warga
negara Indonesia dapat mempunyai hak miliki. Badan-badan hukum yang ditetapkan
Pemerintah dengan syarat-syaratnya. Hak milik menurut hukum adat diatur dalam
Peraturan Pemerintah
• Hak Guna Usaha (Ps 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34)
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara, dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan. Hak Guna Usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5
hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai
investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan
perkembangan zaman. Hak Guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Hak Guna Usaha diberikan untuk paling lama 25 tahun. Untuk perusahaan yang
memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk paling lama
35 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaan jangka
waktu dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.
• Hak Guna Bangunan (Ps 35, 36, 37, 38, 39, 40)
Hak Guna Bangunan terjadi: Mengenai tanah yang dikuasi langsung oleh Negara : karena
penetapan pemerintah, dan Mengenai hak milik : karena perjanjian yang berbentuk
otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperolah hak
guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut. Hak Guna Bangunan
dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu
asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.
Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia
berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan
membayar kepada sejumlah uang sebagai sewa
• Hak Membuka Tanah (Ps 46) & Hak Memungut hasil hutan (Ps 46)
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga
negara Indonesia dan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dengan mempergunakan
hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas
tanah itu.
• Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan
undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
Transfer Lahan
Peran Pemerintah - Permasalahan pemindahtangan lahan memerlukan peran pemerintah dalam
transaksi pasar. Peran pemerintah ada empat kunci yaitu:
• Apakah berperan secara netral, membuat kebijakan secara bersama-sama dan menyediakan
forum untuk penyelesaian konflik antara pihak-pihak terkait?
• Apakah berperan secara aktif dengan menyediakan suatu sistem – aparat dan biaya cukup
oleh pemerintah – untuk registrasi atau pencatatan siapa yang memiliki lahan?
• Apakah pemerintah menyediakan dana atau hutang untuk para pembeli melalui bank rumah
dan perusahaan kredit rumah, pemerintah atau swasta?
• Apakah pemerintah berperan sebagai regulator, dengan kondisi tertentu tergantung transfer
lahan seperti apa?
• India – Provinsi Tamil Nadu, satu keluarga maksimum 500 meter persegi, karena secara
perlahan menghilangkan pengembang swasta kemudian diubah menjadi 2000 meter persegi.
• Sri Langka - Undang-undang batas atas perumahan melarang setiap orang untuk memiliki
lebih dari satu rumah. Tidak lama setelah undang-undang in disahkan ribuan rumah di
Colombo menjadi milik pemerintah, dan mayoritas yang tinggal ditempat tersebut dibebaskan
dari membayar sewa. Suatu Badan Amenitas bersama yang terbentuk mengambil alih
perawatan dari property yang sebelumnya dimiliki oleh pemiliknya.
• Libya - menasionalisasikan semua lahan perkotaan di Tahun 1978, setiap orang dilarang untuk
memiliki lebih dari satu petak lahan. Pemilik beberapa petak lahan harus mengembalikan
kelebihan petak lahan tersebut dan diberikan kompensiasi. Sementara semua warga kota
berhak untuk mendapatkan satu plot dari pemerintah, siapa yang membeli satu petak dari
orang lain maka akan kehilangan haknya untuk mendapat hibah dari pemerintah.
• Di Yugoslavia – Lahan perkotaan sudah dinasionalisasikan dan tanah pedesaan memiliki harga.
Mereka mengklaim bahwa telah mengurang spekulasi tanah
• Di Slovenia – tidak ada pasar lahan untuk perumahan, namun terdapat pasar lahan yang tidak
terkendali untuk memiliki dapat memilik lahan pribadi sehingga harga naik hingga 20-25%.
Terdapatnya kekurangan lahan dekat dengan pusat kota, illegal perumahan adalah biasa
digunakan dan bahkan diperjualbelikan.
• Di Polandia – Lahan perkotaan dimiliki oleh pemerintah dan Pedesaan dimiliki oleh para
petani, terjadinya tidak terkendali bangunan perumahan (bahkan rumah kedua menjadi
banyak). Sangat kurang, pengendalian dari harga jual beli lahan antara petani, gabungan
pekerja petani, dan pembeli perseroangan.
• Di Uni Soviet – semua lahan telah dinasionalisasi, bahwa terdapat pasar swasta yang
menyewakan akomodasi, dimana pajak sangat tinggi maka transaksi tidak selalu dilaporkan
kepada yang berwenang.
Alokasi Pemerintah
Alokasi di Dunia Ketiga lebih baik bahkan dari Inggris. Birokrasi yang tidak kompeten dan bersamaan
dengan korupsi, yang membuat alokasi public menjadi alokasi pasar. Dimana yang dapat membeli
lebih tinggi mendapatkan pilihan lahan.
• Satu faktor penting adalah pasar versus alokasi berada ada di satu pasar lahan yang sama,
dijalankan oleh professional secara legal, yang dapat menggantikan system administrasi
secara terpusat. Tetapi di Dunia Ketiga terdapat banyak pasar lahan dari yang legal, semi legal
hingga pasar illegal di permukiman kumuh.
• Perubahan pemahaman pada abad 19 menjadi latar belakang terjadinay isu nasionalisasi
lahan (pengembalian kepemilikan pada negara) dan menjadi dasar untuk memberikan pajak
lahan karena: pemilik lahan privat mendapatkan keuntungan dengan bebas dan tidak memiliki
kesadaran sosial.
o Di Itali a dan irlandia terdapat kontroversi mengenai kepemilikan lahan dan hancurnya
pedesaan. Bersamaan kesadaran mengenai urbanisasi kesadaran terhadap
pengendalian pembangunan dan perencanaan itu sendiri ikut berkembang. Namun,
di waktu yang sama banyak pengusaha yang menjadi pemilik lahan pun ikut
bergabung menjadi bagian diskursus tersebut. Sehingga pada waktu itu sebagain
diskusi menghasilkan bagaimana untuk turut mengakomodasi elemen wirrausaha.
o Di Amerika, meskipun pemerintah negara bagian mengatur dirinya sebagai pemilik
lahan di dalam negara. Namun, untuk beberapa tahun, tujuan tersebut bermaksud
untuk membuat sejumlah industri pertanian yang besar. Hal tersebut juga disebabkan
dengan keberadaan rel kereta api yang dikelola oleh privat. Hingga pada tahun 1880
kesadaran perencanaan kembali muncul utamanya pada bagian kemanan dan
kesehatan publik.
o Dalam kebijakan inggris, secara empiris merumuskan metode yang ebrbeda. Setelah
tahun 1945 korporasi adhoc diarahkan untuk mendirikan kota-kota baru. Akusisi
lahan dalam kebijakan ini digunakan sebagai metode khusus untuk suatu urusan
ketimbang pengendalian pembangunan.
• Metode dalam pengendalian pembangunan ini diantaranya: hukum dalam akuisisi lahan,
hukum yang berhubungan dengan perpajakan lahan, dan pertimbangan lain dalam
memberikan hak lahan.
• Akusisi Lahan Publik
o Berdasarkan Town and Country Planning Act 1947 di UK membedakan antara nilai
guna yang ada dan nilai pembangunan yang mungkin terhadi. Untuk menggunakan
nilai pembangunan (development value) maka dibutuhkan perizinan perencanaan
dari pihak berwajib yang mengerti nilainya. Maka didesain skema dengan dua tahap:
▪ Seluruh nilai pembangunan dinasionalisasikan pada waktu tertentu dan
kompensasinya akan diberikan pada waktu tersebut., mendesain situasi
dimana para pengembang tidak akan dirugikan dari penolakan perizinannya
(dan tidak mengetahui nilainya).
▪ Untuk seluruh orang yang mendapatkan izin pembangunan maka, wajib
membayar dan dapat menyadari nilai pembangunan yang ada.
o Skema ini tidak berjalan dengan baik karena tidak relevan dengan tidak
mempertimbangkan beberapa hal:
▪ Tidak mempertimbangkan kondisi yang penting untuk diwujudkan di masa
yang akan datang;
▪ Skema ini bergantung pada proses valuasi berdasarkan data yang hanya dapat
didapatkan dari informasi statistik dan valuasi khusus;
▪ Skema ini tidak mempertanyakan bagaimana seharusnya lahan digunakan.
o Pada skema untuk perusahaan kota baru dinilai sukses dengan pertimbangan bahwa
mudah untuk memprediksi dan menghadapi masalah masa depan (karena sekimpulan
area yang spesifik) dan permasalahan kebijakan dan personel dapat diatasi.
o Peraturan yang ada kemudian diganti dnegan Community Land Ac. Kesalahan dapat
terjadi apabila publik fokus tentang kepemilikan publik adalah hal yang utama.
Namun, masalah yang terjadi akan lebih jauh lagi: bagaimana memutuskan
penggunaan lahan dan bagaimana suatu organisasi publik dapat melaksanakan hal
tersebut.
• Hukum Perpajakan Lahan
o Lahan berperan erat dalam pembiayaan publik dengan berbagai cara. Pada umumnya
variasi perpajakan yang menjadi elemen untuk pendapatan pemerintah ini digunakan
untuk mempengaruhi cara pemanfaatan lahan.
o Terdapat beberapa miskonsepsi:
▪ Fakta bahwa dorongan untuk mempromosikan jenis penggunaan lahan
tertentu ada tidak berarti bahwa ada kebijakan penggunaan lahan yang tepat
dalam arti yang lebih luas.
▪ Pemercepatan pembangunan tidak selalu memunculkan situasi yang
diharapkan, dan dapat menyebabkan pembanunan yang prematur.
▪ Mudah terjadi kebingungan dalam penggunaan pajak. Apabila ia menjadi alat
yang bagus untuk kebijakan perencanaan maka, bisa jadi bukan alat untuk
penambah pendapatan. Begitu pula sebaliknya.
o Miskonsepsi ini menyebabkan pemanfaatan pajak tanpa pemahaman yang koheren.
• Hal-hal lain yang mempengaruhi Guna Lahan
o Hubungan antara penyewa dan pemilik lahan → terapat kecenderungan karena
kewenangan pemilik lahan harga sewa dapat melonjak dari yang diizinkan. Oleh
karena itu dibutuhkan sebuah pengaturan dan pembatasan. Namun, pengadaan
perumahan sendiri merupakan hal yang rumit dan jangka panjang sehingag
diperlukan organisasi dan pengadaan dengan sumber daya finansial yang sesuai.
o Dinamika kelembagaan →hal tersebut menjadi pertimbangan apabila pembagunan
mengarah pada hal yang belum memuaskan entah positif maupun negatif. Untuk
mengembangkannya dibutuhkan cara dengan menafaatakn institusi yang sudah ada
atau mendesain institusi baru.
• Sudut Pandang Kritis dalam Kepemilikan Lahan Umum
o Kepemilikan publik adalah bentuk kepemilikan real estat di atas kepentingan umum.
Dalam bentuk kepemilikan publik ini diajukan 4 macam alternatif: land banking
dengan pengaturan hak guna, akuisisi hak pengembangan, kepemilikan sementara
untuk pembangunan ulang, dan akusisi untuk ditata kembali.
o Tujuan dari kepemilikan lahan sendiri adalah: pengendalian harga lahan, pemberian
kompensasi pembangunan yang lebih baik, perencanaan lahan yang membaik;
▪ Kepemilikan publik (kepemilikan yang dikelola oleh yang berwajib) dapat
mengurangi nilai lahan dan mengendalikan kecepatan pertamabahan nilai
lahan dengan penyediaan yang stabil. Dengan draft penggunaan yang
didesain dengan baik spekulan lahan dapat diatasi.
▪ Maslaah kompensasi merupakan hal yang membingungkan. Kesulitan yang
ada adlaah belum ada metode yang layak dalam mengukur dan memisahkan
porsi nilai yang ada di individu dan untuk publik. Dengan kepemilikan publik
hal ini tidak akan terpecahkan. Dan malah menyebabkan penekanan pada
salah satu pihak.
▪ Sedangkan untuk perencanaan yang baik, hal ini disetujui karena pihak yang
berwajib dapat mengaplikasikan alat pengaturan untuk mengelola
perencanaan yang diinginkan.
o Kriteria dalam evaluasinya adalah: 1) apakah tujuannya dapat tercapai? 2) apakah
prosesnya bisa efisien
o Dalam hal ini kritik terhadap konsep tersebut adalah
▪ Apabila kepemilikan publik dinilai berdasarkan efisiensi harga, hal tersebut
belum terbukti dikarenakan proses tersebut memerlukan pengendalian pada
keseluruhan komoditas. Yang mana mustahil untuk dilakukan, Kepemilikan
publik dapat mengurangi harga lahan, namun tidak dapat mengurangi nilai
lahan.
▪ Kepemilikan publik juga tidak akan membuat perencanaan semakin baik.
Tetapi akan memperbanyak perencanaan. Dengan dimilikinya oleh publik dan
beberapa program penggunaan maka tidak dapat dijamin bahwa tidak ada
keterlibatan politis dalam pertimbangan perencanana.
▪ Draft penggunaan yang didesain dengan baik untuk pengendalian
pembangunan dapat memberikan masalah. Hal tersebut disebabkan apabila
penggunaan berulang diinginkan di suatu lahan. Akan menambah biaya
perencanaan, biaya penyewaan/pembelian ulang lahan/desain lahan dst,
▪ Spekulasi publik juga dinilai bentuk keuntungan yang diakui dikarenakan
penilaian lahan yang terpisah berasal dari keputusan publik
▪ Apabila diasumsikan publik memiliki pemanfaatan yang lebih baik untuk
keuntungan, hal ini akan menguatkan bahwa spekulasi lahan, pendapatan
yang tidak diambil, dan masalah kompensasi itu ada meskipun di dalam
sistem kepemilikan publik.
o Terdapat banyak metode perencanaan, maka yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana mekanisme harga dan perencanaan tersebut dapat menguntungkan
komunitas sebelum dimanfaatkan