Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau
marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Gangguan jiwa perilaku
kekerasan dapat terjadi pada setiap orang memiliki tekanan batin yang berupa kebencian
terhadap seseorang. Maka seseorang yang memiliki gangguan jiwa perilaku kekerasan
ini perlu mendapatkan perhatian khususnya dalam perawatan supaya resiko tindakan
yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain bisa diperkecil. (Yosep, 2007)
Resiko pelaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk dekstruktif dan masih terkontrol
(yosef,2007)
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk merupakan respon
kemarahan yang palin maladaftif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan
yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan (Keliat, 2010)
Tingkah laku amuk dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain model teori
importation yang mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau mengadopsi
nilai-nilai tertentu. Model teori yang kedua yaitu model situasionisme, amuk adalah
respon terhadap keunikan, kekuatan dan lingkungan rumah sakit yang terbatas yang
membuat klien merasa tidak berharga dan tidak diperlakukan secara manusiawi. Model
selanjutnya yaitu model interaksi, model ini menguraikan bagaimana proses interaksi
yang terjadi antara klien dan perawat dapat memicu atau menyebabkan terjadinya
tingkah laku amuk. Amuk merupakan respon marah terhadap adanya stress, cemas,
harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa dan ketidakberdayaan.
Respon ini dapat diekspresikan secara internal maupun eksternal.Secara internal
dapat berperilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat
berupa perilaku destruktif agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara
yaitu secara verbal, menekan dan menantang. (Keliat, 2010)
World health organization (WHO) Global Campaign for Violence Prevention tahun
2003, menginformasikan bahwa 1,6 juta penduduk dunia kehilangan hidupnya karena
tindak kekerasan dan penyebab utama kematian pada mereka yang berusi antara 15
hingga 44 tahun. Sementara itu, jutan anak-anak di dunia dianiaya dan ditelantarkan oleh
orangtua mereka atau yang seharusnya mengasuh mereka. Terjadi 57.000 kematian
karena tindak kekerasan terhadap anak di bawah usia 15 tahun pada tahun 2000, dan
anak berusia 0-4 tahun lebih dari dua kali lebih banyak dari anak berusia 5-14 tahun
yang mengalami kematian. Terdapat 4-6% lansia mengalami penganiayaan di rumah.
Defisir kapasitas mental tau retardasi mental 34%, disfungsi mental misalnya
kecemasan, depresi, dan sebagainya 16,2%, sedang disintegrasi mental atau psikosis
5,8%. (Hamid, 2009)

1
Menurut Yosep, Keliat, dan Hamid, perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, ataupun terhadap lingkungan sekitar.
RSJD Surakarta merupakan satu-satunya Rumah sakit jiwa di karesidenan
Surakarta, dan merupakan rumah sakit pendidikan.Serta memiliki pasien dari berbagai
daerah di Surakrta dan sekitarnya.Dampak perkembangan zaman dan dewasa ini juga
menjadi faktor peningkatan permasalahan kesehatan yang ada, menjadikan banyaknya
masalah kesehatan fisik juga masalah mental/spiritual.Kesehatan jiwa (mental health)
menurut Undang-Undang No.3 tahun 1996 adalah suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan psikis, intelektual dan emosional yang optimal.
Perbandingan gangguan jiwa perilaku kekerasan yang ada di RSJD Surakarta
kurang lebih 34%, jika dibandingkan dengan ganggua jiwa lainnya. Diantaranya
halusinasi 42%, harga diri rendah 14,5%, defisit perawatan diri 5,6% dan menarik diri
3,9%. Gangguan perilaku kekerasan yang terjadi dikarenakan anggapan sebagian orang
merupakan pengaruh magis.Sehingga masyarakat lebih percaya dengan memanfaatkan
pengobatan supranatural atau dukun dibandingkan dengan pengobatan medis.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis ingin memberikan
asuhan keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan dengan pelayanan secar holistik
dan komunikasi terapeutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta mencapai tujuan
yang diharapkan.
Menurut hasil survey Kesehatan Mental 1995 ditemukan 185 per 1000 penduduk di
Indonesia menunjukan adanya gejala gangguan jiwa. Hal ini didukung data dari depkes
RI yang melaporkan bahwa di Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat sekitar 6
juta orang atau sekitar 2,5% dari total penduduk Indonesia. Perilaku kekerasan
merupakan salah satu penyakit jiwa yang ada di Indonesia, dan hingga saat ini
diperkirakan jumlah penderitanya mencapai 2 juta orang.Hal ini didukung oleh data dari
catatan medical record RSJD Surakarta pada tahun 2002.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian pelaku kekerasan?
2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan pelaku kekerasan pada pasien gangguan jiwa?
3. Apa tanda dan gejala perilaku kekerasan?
4. Apa mekanisme kooping pelaku kekerasan?
5. Apa perilaku pasien pada pelaku kekerasan?
6. Apa strategi pertemuan perilaku kekerasan?
7. Apa tinjauan kasus pelaku kekerasan?

2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian pelaku kekerasan
2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pelaku kekerasan pada
pasien gangguan jiwa
3. Mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan
4. Mengetahui mekanisme kooping pelaku kekerasan
5. Mengetahui perilaku pasien pada pelaku kekerasan
6. Mengetahui strategi pertemuan perilaku kekerasan
7. Mengetahui tinjauan kasus pelaku kekerasan

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada
kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang
kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb,
2003 dalam Purba, dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Perasaan marah normal bagi tiap individu. Namun, pada pasien perilaku kekerasan
mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan
maladaptif. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman
(Stuart & Sundeen, 1995). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas
sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat
biasanya ada kesalahan, yang mungkin nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga
tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau
melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka
akan terjadi perilaku agresif (Purba dkk, 2008).
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan. Pasif merupakan
respons lanjutan dari frustasi dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata. Agresif adalah perilaku
menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan
masih dapat terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa muka masam, bicara kasar,
menuntut, dan kasar disertai kekerasan. Amuk atau kekerasan adalah perasaan marah
dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Apabila marah tidak terkontrol sampai respons
maladaptif (kekerasan) maka individu dapat menggunakan perilaku kekerasan (Purba
dkk, 2008).

4
2.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan
Jiwa
2.2.1 Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter
juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses
impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau
flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap
stress.
c. Genetik
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
5
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif
dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak
kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap
rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun,
dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola
perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih
kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku
kekerasan setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2.2.2 Faktor Presipitasi

6
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

2.3 Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor

7
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2.4 Mekanisme Kooping


Perawat perlu mengidentifikasi mekanime koping pasien, sehingga dapat
membantu pasien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan masalahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement (dapat menggungkapkan kemarahan
pada objek yang salah, misalnya pada saat marah pada dosen, mahasiswa
mengungkapkan kemarahan dengan memukul tembok). Proyeksi yaitu kemarahan
dimana secara verbal mengalihkan kesalahan diri sendiri pada orang lain yang dianggap
berkaitan, misalnya pada saat nilai buruk seorang mahasiswa menyalahkan dosennya
atau menyalahkan sarana kampus atau menyalahkan administrasi yang tidak becus
mengurus nilai. Mekanisme koping yang lainnya adalah represi, dimana individu
merasa seolah-olah tidak marah atau tidak kesal, ia tidak mencoba menyampaikannnya
8
kepada orang terdekat atau ekpress feeling, sehingga rasa marahnya tidak terungkap dan
ditekan sampai ia melupakannya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan
dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri
rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain.
Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul
halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak
terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan. Selain diakibatkan
oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik untuk
menghadapi keadaan pasien mempengaruhi perkembangan pasien (koping keluarga
tidak efektif), hal ini tentunya menyebabkan pasien akan sering keluar masuk rumah
sakit dan timbulnya kekambuhan pasien karena dukungan keluarga tidak maksimal
(Fitria, 2009).

2.5 Perilaku Pasien


Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. (Skiner, 1939 dalam Notoatmodjo, 2007) dirumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Blom
(1908 dalam Notoatmodjo, 2007) membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain,
ranah atau kawasa, yaitu kognitif, afektif, psikomotor. Selanjutnya ketiga ranah tersebut
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yang lebih dikenal sebagai
pengetahuan, sikap, dan praktek atau tindakan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan akan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh
manusia melalui mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada pengerahuan yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,
2007)
Perilaku yang dipelajari oleh pasien untuk mengendalikan perilaku kekerasan
dengan memberikan pengetahuan tentang perilaku kekerasan (pasien mengenal perilaku
kekerasan), meliputi penyebab, tanda dan gejala, akibat perilaku kekerasan. Selain itu
pasien diajarkan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik (tarik nafas
dalam), latihan fisik II (pukul kasur & bantal), cara verbal, cara spiritual, dan patuh
minum obat. Agar pasien mampu mengendalikan perilaku kekerasannya secara mandiri
9
perlu dilakukan latihan setiap hari secara terjadwal sehingga tindakan yang dilakukan
menjadi budaya pasien untuk mengendalikan perilaku kekerasan disaat perilaku
kekerasan muncul. Jadwal yang telah ditetapkan bersama pasien akan dievaluasi oleh
perawat secara terus menerus hingga pasien mampu melakukan secara mandiri (Keliat,
2001).
Perubahan perilaku yang diharapkan pada pasien perilaku kekerasan adalah pasien
mampu melakukan apa yang diajarkan untuk mengendalikan perilaku kekerasannya.
Pembelajaran tentang perilaku sehat pasien tentang cara mengendalikan perilaku
kekerasan dilakukan perawat melalui asuhan keperawatan yang diberikan. Asuhan akan
diberikan dalam lima kali pertemuan dan pada setiap pertemuan pasien akan
memasukkan kegiatan yang telah dilatih kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
Diharapkan pasien melatih kegiatan yang telah diajarkan untuk mengatasi masalah
sebanyak 2-3 kali sehari. Jadwal kegiatan akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan
selanjutnya. Melalui jadwal yang telah dibuat akan dievaluasi tingkat kemampuan
pasien mengatasi masalahnya. Tingkat kemampuan pasien akan dikelompokkan
menjadi 3 yaitu mandiri, jika pasien melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan
disuruh; bantuan, jika pasien mengetahui dan melaksanakan kegiatan tapi belum
sempurna atau melaksanakan kegiatan dengan diingatkan; dan tergantung, jika pasien
tidak mengetahui dan tidak melaksanakan kegiatan (Keliat, 2001).
Pasien dikatakan telah memiliki kemampuan mengendalikan perilaku kekerasan
bila telah memiliki kemampuan psikomotor. Pasien dikatakan mampu mengontrol
perilaku kekerasan jika pasien telah mengenal perilaku kekerasan yang dialaminya,
mampu menyebutkan kelima cara mengendalikan perilaku kekerasan, mampu
mempraktekkan kelima cara yang telah diajarkan, dan melakukan latihan sesuai jadwal
(Keliat, 2001).
2.6 Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan
1. Definisi
Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal
yang diterapkan pada pasien dan keluarga pasien yang bertujuan untuk mengurangi
masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Purba dkk, 2008).
2. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.

10
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
f. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan
dengan terapi psikofarmaka.
3. Tindakan
a. Hubungan saling percaya
- Mengucapkan salam terapeutik
- Berjabat tangan
- Menjelaskan tujuan interaksi
- Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu.
c. Diskusikan perasaan paien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara:
- Sosial/verbal
- Terhadap orang lain
- Terhadap diri sendiri
- Terhadap lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikkan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
- Fisik: pukul kasur dan bantal, tarik napaas dalam
- Obat
- Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
- Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
g. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
- Latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal
- Susun jadwal latihan napas dalam dan pukul kasur bantal
h. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
- Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
11
- Latihan mengungkapan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
- Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
i. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
- Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
- Latihan sholat dan berdoa
- Buat jadwal latihan sholat/berdoa
j. Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
- Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar dosis obat)
disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
- Susun jadwal minum obat secara teratur
k. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan
perilaku kekerasan (Keliat & Akemat, 2009).

4. Pembagian Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan


SP 1 pasien: membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik I (latihan napas dalam).
SP 2 pasien: membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik II (evaluasi latihan napas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik II [pukul kasur dan bantal], menyusun jadwal kegiatan harian cara
kedua).
SP 3 pasien: membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal kegiatan harian tentang kedua cara fisik
mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara
verbal [menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik], susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal).
SP 4 pasien: Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/
verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa).
SP 5 pasien: Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
obat (bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar [benar nama

12
pasien/ pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat,
dan benar dosis obat] disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat,
susun jadwal minum obat secara teratur).
5. Evaluasi
a. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasaan,
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan.
b. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur
sesuai jadwal:
- Secara fisik
- Secara sosial/verbal
- Secara spiritual
- Dengan terapi psikofarmaka (penggunaan obat).

13
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn ”H“

DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DI RUANG ANGSOKA RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


Hari/ tanggal pengkajian : Rabu, 10 Februari 2016
Ruang : Angsoka
Hari/tanggal di rawat : Selasa, 26 Januari 2016

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn “H”
Insial : Laki-laki
Umur : 33 Tahun
Alamat : Batukliang, Lombok Tengah
Agama : Islam
Informan : Klien
No RM : 41542563

II. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT


Mengamuk, suka mengancam, berbicara keras.
-Keluhan utama ( saat di kaji ) :
Klien mengatakan cepat tersinggung dan ingin mengamuk, emosi labil.
Masalah Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan

III. FAKTOR PREDIPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? (Ya)
Klien mengatakan pernah masuk Rumah sakit jiwa 2 kali
2. Pengobatan sebelumnya ( Kurang berhasil )
Klien mengatakan sepulang dari Rumah sakit, klien tidak meminum

14
obat dengan teratur.
3. Aniaya fisik
Klien mengatakan pernah melakukan aniaya fisik seperti aniaya kekerasan
dalam keluarga dan pernah memukul orang lain karena sering diejek.
Masalah keperwatan : Resiko Perilaku Kekerasan
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : ( Tidak Ada )
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
seperti yang di alami dirinya
Masalah keperawatan : Tidak Ada
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan tidak pernah mengalami masa lalu yang tidak menyenagkan,
namun menurut klien hal yang paling tidak menyenagkan adalah jauh dari
keluarganya, terutama ibunya.

IV. FISIK
1. Tanda-tanda vital
 TD = 110/90 mmHg
 N = 96 x/m
 S = 370C
 RR = 20 x/m
2. Keluhan fisik ( Tidak Ada )
Masalah keperawatan : Tidak Ada

15
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Klien
Garis perkawinan
Garis keturunan
Meninggal (Laki)
Meninggal (Pr)
tinggal serumah

Penjelasan :
Klien mengatakan kalau kakek dan neneknya telah meninggal dunia. Klien tinggal serumah
bersama orang tuanya. Klien merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara.

2. Konsep diri:
a. Citra tubuh
Klien mengatakan anggota tubuhnya baik dan klien menyukai
tubuhnya apa adanya
b. Identitas diri
16
Klien mengatakan anak terakhir dari 6 bersaudara. Klien bersekolah
hanya sampai SD, lalu bekerja sebagai buruh tani.
c. Peran
Klien mengatakan berperan sebagai anak ke-6 dalam keluarga. Klien
belum menikah. Biasanya klien membantu pekerjaan ibunya di rumah
seperti mencuci, menyapu dan membantu ayahnya dalam beraktivitas
karena ayahnya dalam kondisi buta.
d. Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang berkumpul
bersama keluarganya dan bekerja serta menikah
e. Harga diri
Klien mengatakan merasa malu dengan orang lain
Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah

3. Hubungan social
a) Orang yang terdekat
Klien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah ibunya.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien ikut berperan aktif dalam kegiatan kelompok.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan memiliki hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain karena merasa malu, dan tidak pandai dalam memulai
percakapan.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
4. Spriritual
a. Nilai dan keyakinan
Nilai dan keyakinan yang dipegang oleh klien adalah nilai – nilai islam
dan klien mengatakan shalat itu wajib.
b. Kegiatan Ibadah
Kegiatan ibadah klien adalah shalat, dan tidak pernah lalai untuk shalat
Masalah Keperawatan : Tidak Ada.

17
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan klien cukup rapi, rambut lurus, kemudian menggunakan baju
yang seharusnya, dan mandi 2 kali dalam sehari. Klien cukup
memperhatikan penampilannya.
2. Pembicaraan
Klien berbicara dengan keras, agak kacau serta terlihat cepat tersinggung
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
3. Aktivitas motorik
Klien terlihat sehat dan selalu mengikuti kegiatan yang ada di rumah sakit
4. Alam perasaan
Klien mengatakan merasa senang dan bahagia tinggal di Rumah Sakit.
5. Afek
Afek klien labil, cepat marah dan tersinggung.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

6. Interaksi selama wawancara


Interaksi selama wawancara klien baik, namun kontak mata tajam.
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
7. Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah mendengar bisikan-bisikan aneh ataupun
melihat bayangan-bayangan aneh juga.
8. Proses pikir
Proses fikir klien adalah flight of ideas karena sering megganti topic
pembicaraan tanpa menyelesaikan topic pertama.
9. Isi Pikir
Klien mengatakan dirinya memiliki suatu ilmu, pernah bekerja di luar daerah,
serta menganggap dirinya memiliki kekuatan
10. Tingkat kesadaran
Compos mentis (Klien sadar akan dirinya)
Tingkat kesadaran klien baik dan klien tidak mengalami disorientasi
terhadap waktu, tempat dan orang. Buktinya klien masih mengingat
tanggal masuk rumah sakit dan dia tahu berada di ruang Angsoka.
11. Memori
18
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat karena klien mampu
menjelaskan kegiatan sehari-hari dan juga menceritakan pengalaman-
pengalaman saat sebelum masuk rumah sakit.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi Klien baik karena masih dapat berhitung dan dapat
menjawab perhitungan sederhana yang diberikan perawat.
13. Kemampuan penilaian
Kemampuan penilaian klien mengalami gangguan penilaian ringan. Klien
bisa tidak bisa memilih antara dua pilihan.
14. Daya tilik diri
Klien mengatakan dirinya sehat dan tidak semestinya dibawa ke Rumah Sakit.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Klien makan 3 kali sehari dengan tanpa bantuan.
2. BAK/BAB
Klien dapat defekasi atau berkemih tanpa bantuan dengan frekueansi
kurang lebih 4x sehari.
3. Mandi
Klien bisa mandi 2 kali sehari pagi dan sore hari tanpa bantuan orang lain
4. Berpakaian/berhias
Klien dapat berpakaian dengan rapi tanpa bantuan orang lain.
5. Istirahat dan tidur
Klien tidak mengalami gangguan tidur. Klien tidur siang 4-5 jam dan
untuk tidur malam 8-9 jam. Aktivitas sebelum tidur biasanya pasien
hanya berjalan-jalan dan mengobrol bersama teman sekamar maupun
perawat.
6. Penggunaan obat
Untuk pengguanaan obat Klien tidak membutuhkan bantuan karena
Klien bisa melakukannya sendiri dan mengetahui obat-obat yang di
konsumsi
7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan jarang pergi ke pusat kesehatan untuk memeriksakan

19
diri.
8. Aktivitas di dalam rumah
Klien mampu melakukan kegiatan rumahan dengan baik misalnya,
mononton TV, menyiapkan makanan ataupun menjaga kerapian rumah.
9. Aktivitas di luar rumah
Klien masih dapat melakukan aktivitas diluar rumah secara mandiri
seperti berkendaraan ataupun berjalan-jalan dan mengobrol dengan
keluarganya.
VIII. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping maladaptif karena klien mengatakan saat dia
mengalami masalah biasanya klien merusak barang-barang di sekitarnya
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


a. Masalah dukungan kelompok
Klien mengatakan keluarga dan saudaranya mendukung untuk
kesembuhannya
b. Masalah hubungan dengan lingkungan
Klien megatakan mengalami masalah dengan lingkungan karena
sering diejek dan ingin memukul orang-orang yang mengejeknya.
c. Masalah dengan pendidikan
Klien mengatakan putus sekolah sejak kelas 5 SD.
d. Masalah dengan pekerjaan
Klien tidak mengalami masalah dalam bekerja
e. Masalah ekonomi
Klien mengatakan hidupnya dan keluarganya masih mampu dan
berkecukupan.
X. KURANG PENGETAHUAN TENTANG
Klien kurang mampu menahan diri untuk memukul orang karena orang-
orang sekitarnya selalu mengejeknya.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
XI. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik : Skizofrenia paranoid
Terapi medik : - Risperidon 2 x 1 mg
20
XII. ANALISA DATA
NO DATA MASALAH KEPERAWATAN
1 DS : Klien mengatakan cepat
tersinggung, ingin mengamuk, pernah
memukul orang lain serta
mengungkapkan keinginan memukul Resiko Perilaku Kekerasan
orang-orang yang mengejeknya.
DO : Klien berbicara keras, agak
kacau, cepat tersinggung, emosi labil,
kontak mata tajam.
2 DS: Klien merasa malu dengan orang
lain
DO: Menyendiri, lebih banyak Harga diri rendah
menghabiskan waktu di kamar.

3 DS :Klien mengatakan dirinya


memiliki suatu ilmu, pernah bekerja di
luar daerah, serta menganggap dirinya
Waham kebesaran
memiliki kekuatan
DO : Proses fikir flight of ideas,
berkata tidak sesuai kenyataan, cepat
tersinggung.

XIII. POHON MASALAH

Perilaku Kekerasan

Resiko perilaku kekerasan

Waham : Kebesaran

Harga Diri Rendah

21
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko Prilaku Kekerasan


2. Waham : Kebesaran
3. Harga Diri Rendah

C. INTERVENSI

Tgl Dx Perencanaan Paraf


Kepera Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
watan
11/0 Resiko TUM: klien tidak
2/20 Perilaku menunjukan
16 Kekeras resiko perilaku
an kekerasan
TUK:
1. Klien dapat 1. Klien 1. Bina hubungan saling
membina menunjukkan percaya dengan:
hubungan tanda-tanda o Beri salam setiap
saling percaya kepada berinteraksi
percaya perawat: o Perkenalkan nama,
o Wajah cerah, nama panggilan
tersenyum perawat dan tujuan
o Mau perawat berkenalan
berkenalan o Tanyakan dan panggil
o Ada kontak nama kesukaan klien
mata o Tunjukkan sikap
o Bersedia empati, jujur dan
menceritakan menepati janji setiap
perasaan kali berinteraksi
o Tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang dihadapi klien

22
o Buat kontrak interaksi
yang jelas
o Dengarkan dengan
penuh perhatian
ungkapan perasaan
klien
2. Klien dapat 2. Klien 2. Bantu klien
mengidentifikasi menceritakan mengungkapkan
penyebab penyebab perilaku perasaan marahnya:
perilaku kekerasan yang o Motivasi klien untuk
kekerasan yang dilakukannya: menceritakan
dilakukannya o Menceritakan penyebab rasa kesal
penyebab atau jengkelnya
perasaan o Dengarkan tanpa
jengkel/kesal menyela atau
baik dari diri memberi penilaian
sendiri setiap ungkapan
maupun perasaan klien
lingkunganny
a
3. Klien dapat 3. Klien 3. Bantu klien
mengidentifikasi menceritakan mengungkapkan tanda-
tanda-tanda keadaan tanda perilaku kekerasan
perilaku o Fisik : mata yang dialaminya:
kekerasan merah, o Motivasi klien
tangan menceritakan kondisi
mengepal, fisik saat perilaku
ekspresi kekerasan terjadi
tegang, dan o Motivasi klien
lain-lain. menceritakan kondisi
o Emosional : emosinya saat terjadi
perasaan perilaku kekerasan
marah,

23
jengkel, o Motivasi klien
bicara kasar. menceritakan kondisi
o Sosial : psikologis saat terjadi
bermusuhan perilaku kekerasan
yang dialami saat o Motivasi klien
terjadi perilaku menceritakan kondisi
kekerasan. hubungan dengan
orang lainh saat
terjadi perilaku
kekerasan
4. Klien dapat 4. Klien 4. Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi menjelaskan: perilaku kekerasan yang
jenis perilaku o Jenis-jenis dilakukannya selama ini:
kekerasan yang ekspresi o Motivasi klien
pernah kemarahan menceritakan jenis-
dilakukannya yang selama jenis tindak kekerasan
ini telah yang selama ini
dilakukannya permah dilakukannya.
o Perasaannya o Motivasi klien
saat menceritakan
melakukan perasaan klien setelah
kekerasan tindak kekerasan
o Efektivitas tersebut terjadi
cara yang o Diskusikan apakah
dipakai dengan tindak
dalam kekerasan yang
menyelesaika dilakukannya masalah
n masalah yang dialami teratasi.
5. Klien dapat 5. Klien 5. Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi menjelaskan akibat akibat negatif (kerugian)
akibat perilaku tindak kekerasan cara yang dilakukan pada:
kekerasan yang dilakukannya o Diri sendiri
o Orang lain/keluarga

24
o Diri sendiri : o Lingkungan
luka, dijauhi
teman, dll
o Orang
lain/keluarga
: luka,
tersinggung,
ketakutan, dll
o Lingkungan :
barang atau
benda rusak
dll
6. Klien dapat 6. Klien : 6. Diskusikan dengan
mengidentifikasi o Menjelaskan klien:
cara konstruktif cara-cara o Apakah klien mau
dalam sehat mempelajari cara
mengungkapkan mengungkap baru mengungkapkan
kemarahan kan marah marah yang sehat
o Jelaskan berbagai
alternatif pilihan
untuk
mengungkapkan
marah selain perilaku
kekerasan yang
diketahui klien.
o Jelaskan cara-cara
sehat untuk
mengungkapkan
marah:
 Cara fisik: nafas
dalam, pukul
bantal atau
kasur, olah raga.

25
 Verbal:
mengungkapkan
bahwa dirinya
sedang kesal
kepada orang
lain.
 Sosial: latihan
asertif dengan
orang lain.
 Spiritual:
sembahyang/doa
, zikir, meditasi,
dsb sesuai
keyakinan
agamanya
masing-masing
7. Klien dapat 7. Klien 7. 1. Diskusikan cara yang
mendemonstrasik memperagakan mungkin dipilih dan
an cara cara mengontrol anjurkan klien memilih
mengontrol perilaku cara yang mungkin untuk
perilaku kekerasan: mengungkapkan
kekerasan o Fisik: tarik kemarahan.
nafas dalam, 7.2. Latih klien
memukul memperagakan cara yang
bantal/kasur dipilih:
o Verbal: o Peragakan cara
mengungkapk melaksanakan cara
an perasaan yang dipilih.
kesal/jengkel o Jelaskan manfaat cara
pada orang tersebut
lain tanpa o Anjurkan klien
menyakiti menirukan peragaan
yang sudah dilakukan.

26
o Spiritual: o Beri penguatan pada
zikir/doa, klien, perbaiki cara
meditasi yang masih belum
sesuai sempurna
agamanya 7.3. Anjurkan klien
menggunakan cara yang
sudah dilatih saat
marah/jengkel
8. Klien 8. Klien 8.1. Jelaskan manfaat
menggunakan menjelaskan: menggunakan obat secara
obat sesuai o Manfaat teratur dan kerugian jika
program yang minum obat tidak menggunakan obat
telah ditetapkan o Kerugian 8.2. Jelaskan kepada klien:
tidak minum o Jenis obat (nama,
obat wanrna dan bentuk
o Nama obat obat)
o Bentuk dan o Dosis yang tepat untuk
warna obat klien
o Dosis yang o Waktu pemakaian
diberikan o Cara pemakaian
kepadanya o Efek yang akan
o Waktu dirasakan klien
pemakaian 8.3. Anjurkan klien:
o Cara o Minta dan
pemakaian menggunakan obat
o Efek yang tepat waktu
dirasakan o Lapor ke
o menggunakan perawat/dokter jika
obat sesuai mengalami efek yang
program tidak biasa
o Beri pujian terhadap
kedisplinan klien
menggunakan obat.

27
Tgl Dx 2 Perencanaan Paraf
Kepera
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
watan
02/01 Ganggu TUM : Klien dapat 1.1 Setelah ... X 1.1 Bina hubungan 1.2
/2016 an mengontrol interaksi klien : saling percaya
proses wahamnya a. Mau menerima dengan klien
pikir : TUK : kehadiran perawat a. Beri salam
waham 1. Klien dapat disampingnya b. Perkenalkan diri,
membina b. Mengatakan mau Tanyakan nama,
hubungan menerima bantuan serta nama panggilan
saling percaya perawat yang disukai
dengan c. Tidak menunjukkan c. Jelaskan tujuan
perawat tanda-tanda curiga interaksi
d. Mengijinkan duduk d. Yakinkan klien
disamping dalam keadaan aman
dan perawat siap
menolong dan
mendampinginya
e. Yakinkan bahwa
kerahasiaan klien
akan tetap terjaga
f. Tunjukkan sikap
terbuka dan jujur
g. Perhatikan
kebutuhan dasar dan
bantu pasien
memenuhinya
TUK : 1.2 Setelah ... X 1.2 Bantu klien untuk 1.3
Klien dapat interaksi Klien : mengungkapkan
mengidentifikasi

28
perasaan yang a. Klien menceritakan perasaan dan
muncul secara ide-ide dan pikirannya
berulang dalam perasaan yang a. Diskusikan
pikiran klien muncul secara dengan klien
berulang dalam pengalaman yang
pikirannya dialami selama
ini termasuk
hubungan
dengan orang
yang berarti,
lingkungan kerja,
sekolah, dsb
b. Dengarkan
pernyataan klien
dengan empati
tanpa
mendukung atau
menentang
pernyataan
wahamnya
c. Katakan perawat
dapat memahami
apa yang
diceritakan klien
TUK : 1.3 Setelah ... X 1.3 Bantu klien 1.4
Klien dapat interaksi klien mengidentifikasi
mengidentifikasi a. Dapat menyebutkan kebutuhan yang
stresor atau kejadian sesuai tidak terpenuhi serta
pencetus dengan urutan kejadian yang
wahamnya waktu serta harapan menjadi faktor
atau kebutuhan pencetus wahamnya

29
dasar yang tidak a. Diskusikan dengan
terpenuhi seperti klien tentang
harga diri, rasa kejadian-kejadian
aman, dsb traumatik yang
b. Dapat menyebutkan menimbulkan rasa
hubungan antara takut, ansietas
kejadian traumatik maupun perasaan
kebutuhan tidak tidak dihargai
terpenuhi dengan b. Diskusikan
wahamnya kebutuhan atau
harapan yang belum
terpenuhi
c. Diskusikan cara-cara
mengatasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi
dan kejadian
traumatik
d. Diskusikan dengan
klien antara
kejadian-kejadian
tersebut dengan
wahamnya
TUK : 1.4 Setelah ... X 1.4 Bantu klien 1.5
Klien dapat interaksi klien mengidentifikasi
mengidentifikasi menyebutkan keyakinan yang
wahamnya perbedaan salam tentan situasi
pengalaman nyata yang nyata (bila
dengan pengalaman klien sudah siap)
wahamnya a. Diskusikan
dengan klien
pengalaman

30
wahamnya tanpa
berargumentasi
b. Katakan kepada
klien akan
keraguan
perawat tehadap
pernyataan klien
c. Diskusikan
dengan klien
respon perasaan
terhadap
wahamnya
d. Diskusikan
frekuensi,
intensitas dan
durasi terjadinya
waham
e. Bantu klien
membedakan
situasi nyata
dengan situasi
yang
dipersepsikan
salah oleh klien
TUK: 1.5 Setelah ... X 1.5 Diskusikan tentang 1.8
Klien dapat interaksi klien pengalaman-
mengidentifikasi menjelaskan pengalaman yang
konsekuensi dari gangguan fungsi tidak
wahamnya hidup sehari-hari menguntungkan
yang diakibatkan sebagai akibat dari
ide-ide atau wahamnya seperti

31
pikirannya yang :Hambatan dalam
tidak sesuai dengan berinteraksi dengan
kenyataan seperti : keluarga, Hambatan
a. Hubungan dengan dalam interaksi
keluarga dengan orang lain
b. Hubungan dengan dalam melakukan
orang lain aktivitas sehari-hari
c. Aktivitas sehari- 1.6 Ajak klien melihat
hari bahwa waham
d. Pekerjaan tersebut adalah
e. Sekolah masalah yang
f. Prestasi, dsb membutuhkan
bantuan dari orang
lain
1.7 Diskusikan dengan
klien tentang orang
atau tempat ia dapat
meminta bantuan
apabila wahamnya
timbul atau sulit di
kendalikan

TUK 1.6 Setelah ...X 1.8 Diskusikan hobi atau 1.1


Klien dapat interaksi klien aktivitas yang
melakukan teknik melakukan aktivitas disukainya
distraksi sebagai yang konstruktif 1.9 Anjurkan klien
cara menghentikan sesuai dengan memilih dan
pikiran yang minatnya yang melakukan aktivitas
terpusat pada dapat menglihkan yang membutuhkan
wahamnya fokus klien dari perhatian dan
wahamnya keterampilan

32
1.10 Ikut sertakan
klien dalam aktivitas
fisik yang
membutuhkan
perhatian sebagai
pengisi waktu luang
1.11 Libatkan klien
pada topik-topik
yang nyata
1.12 Anjurkan klien
untuk bertanggung
jawab secara
personal dalam
mempertahankan
atau meningkatkan
kesehatan dan
pemulihannya
1.13 Beri
penghargaan bagi
setiap upaya klien
yang positif
TUK 1.7 Setelah ... X 1.14 Diskusikan 1.18
Klien dapat interaksi dengan dengan klien tentang
memanfaatkan klien, dapat manfaat dan
obat dengan baik mendemonstrasikan kerugian tidak
penggunaan obat minum obat
dengan baik 1.15 Pantau klien saat
1.8 Setelah ... X penggunaan obat,
interaksi klien beri pujian jika klien
menyebutkan akibat menggunakan obat
berhenti minum dengan benar

33
obat tanpa 1.16 Diskusikan
konsultasi dengan akibat klien berhenti
dokter minum obat tanpa
konsultasi dengan
dokter
1.17 Anjurakan klien
untuk konsultasi jika
terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.

34
Tgl No. Diagnosa Rencana Keperawatan Paraf
Dx Kep
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

11/02/ 3 Gangguan TUM :


Pasien
2016 konsep diri
mempunyai
: Harga diri harga diri
rendah
TUK : 1. 1.Setelah 4 kali
1. Pasien bisa interaksi, pasien 1. Bina hubungan
membina menunjukkan saling percaya
hubungan ekspresi wajah dengan
saling bersahabat, menggunakan
percaya memperlihatkan rasa prinsip
dengan senang, ada kontak komunikasi
perawat mata, mau berjabat terapeutik :
tangan, mau  Sapa pasien
menyebutkan dengan ramah,
namanya, mau baik verbal
menjawab salam, maupun non
pasien mau duduk verbal
berdampingan  Perkenalkan diri
dengan perawat, mau dengan sopan
mengutarakan  Tanyakan nama
masalah yang lengkap dan
dihadapi nama panggilan
yang disukai
Residen
 Jelaskan tujuan
pertemuan
 Jujur dan
menepati janji
 Tunjukkan
empati dan
menerima pasien
apa adanya

 Beri perhatian
dan perhatikan
kebutuhan dasar
pasien

2. Pasien dapat 1.Setelah 4 kali 1. Diskusikan


mengidentifi interaksi pasien dengan pasien
kasi aspek menyebutkan : tentang :
positif dan  Aspek positif dan  Aspek positif
kemampuan kemampuan yang yang dimiliki
yang dimiliki dimiliki pasien pasien, keluarga
 Aspek positif dan lingkungan
keluarga  Kemampuan
 Aspek positif yang dimiliki
lingkungan pasien pasien

35
2. Bersama pasien
buat daftar
tentang :
 Aspek positif
pasien, keluarga,
lingkungan
 Kemampuan
yang dimiliki
pasien
3. Beri pujian yang
realistis,
hindarkan
memberi
evaluasi negatif

3. Pasien dapat 3.Setelah 4 kali 1. Diskusikan


menilai interaksi pasien dengan pasien
kemampuan menyebutkan kemampuan
yang dimiliki kemampuan yang yang dapat
untuk dapat dilaksanaan dilaksanakan
dilaksanakan 2. Diskusikan
kemampuan
yang dapat
dilanjutkan
pelaksanaannya

4. Pasien dapat 4. Setelah 4 kali 1. Rencanakan


merencanaka interaksi pasien bersama pasien
n kegiatan membuat rencana aktifitas yang
sesuai kegiatan harian dapat dilakukan
dengan tiap hari sesuai
kemampuan kemampuan
yang dimiliki pasien :
2. Tingkatkan
kegiatan sesuai
kondisi pasien
3. Beri contoh cara
pelaksanaan
kegiatan yang
dapat pasien
lakukan
5. Pasian dapat 5. Setelah 4 kali 1.Anjurkan pasien
melakukan interaksi pasien untuk

36
kegiatan melakukan melaksanakan
sesuai kegiatan sesuai kegiatan yang
rencana yang jadwal yang telah direncanakan
dibuat dibuat 2.Pantau kegiatan
yang dilaksanakan
pasien
3.Beri pujian
4.Diskusikan
kemampuan
pelaksanaan
kegiatan setelah
pulang

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

1. Nama Pasien : Tn"H”


2. Umur : 33 Tahun
3. Diagnosa Medis : Skizofrenia Paranoid
4. Ruangan : Angsoka Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma
5. No. RM :

TANGGA CATATAN EVALUASI


L PERKEMBANGAN
11-02-2016 DS:Klien mengatakan S : Klien mengatakan merasa senang
cepat tersinggung, dan sedikit tenang setelah
mengamuk, pernah berkenalan, mengungkapkan
memukul orang lain, keinginan memukul orang yang
merasa malu dengan mengejeknya.
orang lain, dirinya
memiliki ilmu, pernah O : - Klien mampu pukul kasur/
bekerja di luar daerah, bantal
menganggap dirinya - Klien
memiliki kekuatan. mampu
DO :Tatapan tajam, berdiskusi
berbicara keras dan tentang

37
kacau, menyendiri, flight kebuthan
of ideas, banyak yang tidak
enghabiskan waktu di terpenuhi
kamar. - Klien
Diagnosa keperawatan : mampu
RPK, Waham: melatih
Kebesaran, HDR kemampuan
Kemampuan : positif satu
Klien mampu nafas yaitu
dalam. menggamba
Tindakan : r
 Melatih pukul
kasur/ bantal A : RPK masih ada, Waham masih
 Melatih ada, HDR masih ada.
kemampuanpositi
f satu P:
 Berdiskusi  latihan pukul kasur bantal
tentang kebutuhan 2x/hari dan saat ingin marah
klien yang tidak  latihan menggambar 2x/hari
terpenuhi.
Rencana tindak lanjut:
Latih mengontrol marah
secara verbal, latih
kemampuan positif
kedua.
12-02-2016 DS : Klien mengatakan S :Klien merasa senang dan sedikit
terkadang masih cepat tenang setelah berlatih
tersinggung, mengamuk, O :
merasa malu dengan  Klien belum mampu
orang lain, mengatakan mengontrol marah secara
dirinya kuat. verbal

38
DO : Tatapan masih  Klien mampu melatih
tajam, berbicara sedikit kemampuan positif kedua:
keras, menyendiri, flight Merapikan tempat tidur
of ideas. A :RPK masih ada, waham masih
Diagnosa Keperawatan ada, HDR berkurang
: P:
RPK, Waham: kebesaran,  Latihan mengontrol marah
HDR secara verbal 2x/hari dan saat
Kemampuan : ingin marah
Klien mampu nafas  Latihan merapikan tempat
dalam, pukul kasur bantal, tidur 2x/ hari
menggambar
Tindakan :
 Melatih
mengontrol marah
secara verbal
 Melatih
kemampuan
positif kedua.
Rencana Tindak Lanjut
:
Latih mengontrol marah
secara spiritual

39
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan perasaan
marah dan bermusuhan sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang
tidak terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu
bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic).
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu
rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan (violence) di sisi yang lain.Perilaku yang berkaitan dengan perilaku
kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3. Memberontak (acting out)
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat kami buat yaitu untuk
lebih memperdalam lagi tentang asuhan keperawatan dengan resiko perilaku
kekerasan dan perilaku kekerasan karena dalam makalah kami tentunya masih
banyak kekurangannya. Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan
pada klien dengan masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien
dan keluarga dalam mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku
kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan,
intervensi dan evaluasi.

40
DAFTAR PUSTAKA
(http://www.Jurnal Penelitian Sains & Teknologi.com, diakses tanggal 7 Juni 2011)
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa,
Jakarta; EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC

41

Anda mungkin juga menyukai