Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D DENGAN STROKE NON


HEMORAGIK
(Di Ruangan Komodo RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang)

OLEH

Kelompok 3 Medikal:
1. Maria Beatrix Tenoa Bayo
2. Norce Novita Boymau
3. Stefania Anggraini
4. Dicky Prayoga Sinlaeloe

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2019

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit pada otak berupa gangguan fungsi
syaraf lokal atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat.
Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut
menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota
badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan
kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain (Riskesdas, 2013).
Pasien stroke akan mengalami gangguan-gangguan yang
bersifat fungsional. Gangguan sensoris dan motorik post stroke
mengakibatkan gangguan keseimbangan termasuk kelemahan otot,
penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik
dan sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol motorik pada
pasien stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya
kemampuan keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan untuk
mempertahankan posisi tertentu) (Irfan, 2010).
Pola hidup yang tidak sehat seperti makan makanan instan,
junk food, merokok dan minum kopi yang berlebihan, tidak pernah
melakukan olahraga serta gaya hidup yang selalu identik dengan
narkoba dan alkohol maka segala penyakit akan datang menyerang.
Bermula dari kelebihan kolesterol, kelelahan karena kurang istirahat,
tingkat stres yang tinggi dan hipertensi maka menimbulkan penyakit
seperti stroke (Tarwoto, 2008).
Selain stress, faktor pencetus terjadinya stroke bisa berupa
merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke hingga 3,5% dan
resiko itu akan menurun seketika setelah berhenti merokok dan dapat
terlihat jelas dalam priode 2-4 tahun setelah seseorang berhenti
merokok (Dinkes Kebumen, 2013).
Penyakit hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk
terjadinya stroke, yang sering disebut sebagai the silent killer karena
hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 6 kali.
Dikatakan hipertensi jika memiliki tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg. Semakin tinggi tekanan darah pasien makan semakin tinggi
pula risiko untuk mengalami stroke. Kejadian hipertensi bisa merusak
dinding pembuluh darah yang bisa dengan mudah akan menyebabkan
penyumbatan bahkan pecahnya pembuluh darah di otak (Junaidi, 2011)
Penyakit Diabetes mellitus dapat menimbulkan perubahan pada
sistem vaskular (pembuluh darah dan jantung). Diabetes mellitus
mempercepat terjadinya aterosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar,
sehingga risiko penderita stroke meninggal lebih besar (Burhanuddin,
dkk, 2012).
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup
serius karena angka kematian dan kesakitannya yang tinggi serta
dampaknya yang dapat menimbulkan kecatatan yang berlangsung
kronis dan bukan hanya terjadi pada orang lanjut usia, melainkan juga
pada usia muda. Menurut Kemenkes RI (2013) stroke adalah penyakit
pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau global,
munculnya mendadak, progresif dan cepat. Gangguan fungsi syaraf
pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik.
Menurut laporan World Health Organization (WHO), kematian
akibat penyakit degeneratif diperkirakan akan terus meningkat diseluruh
dunia. Peningkatan terbesar akan terjadi dinegara – negara
berkembang dan negara miskin. Dalam jumlah total, pada tahun 2030
diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun atau naik 14 juta
jiwa dari 38 juta jiwa pada tahun ini. Lebih dari dua per tiga (70%) dari
populasi global akan meninggal akibat penyakit degeneratif (Bulletin
Kesehatan, 2011).
Data di Amerika Serikat menunjukan, kurang lebih lima juta
orang pernah mengalami stroke. Sementara di Inggris terdapat 250 ribu
orang hidup dengan kecacatan karena stroke. Di Asia khususnya, di
Indonesia stroke merupakan penyakit nomer tiga yang mematikan
setelah jantung dan kanker.. Hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdes,2016) menunjukan bahwa angka kejadian stroke di
Indonesia sebesar 6% atau 8,3 per 1000 peduduk yang telah di
diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Di
Indonesia, setiap 1000 orang, delapan orannya terkena stroke non
hemoragik (Depkes, 2017)..
Angka kejadian penyakit strok di NTT sendiri sebanyak 6,1 %
atau sekitar 12.777 jiwa atau orang
Stroke akan mengakibatkan dampak yang fatal bagi tubuh
seseorang diantaranya seperti penurunan aktifitas atau gangguan
mobilisasi. Sumbatan pada darah akan mengakibatkan penurunan
suplai oksigen dan nutrisi sehingga mengakibatkan gangguan pada
sistem saraf pusat. Saraf yang kekurangan nutrisi lama-kelamaan akan
kehilangan fungsinya. Seperti contohnya apabila yang diserang adalah
bagian pengendali otot maka tubuh akan mengalami penurunan otot
volunter yang berdampak pada gangguan mobilisasi. Dan dianjurkan
bagi penderita untuk melakukan latihan aktifitas sedikit demi sedikit
sesuai dengan kemampuan pasien agar otot tidak mengalami
kekakuan, otot yang dilatih terus menerus dapat meningkatkan fungsi
otot yang telah menurun.
Cara mengatasi masalah ini diperlukan strategi penanggulangan
stroke yang mencakup aspek promotive, preventif, kuratif dan
rehabilitative dengan menggunakan system asuhan keperawatan yang
kompherensif dan berkesenambungan. Aspek promotive antara lain
seperti tindakan penyuluhan tentang stroke. Penyebab dan tanda geja.
Untuk tindakan presensif yaitu bisa dilakuakn dengan menyerankan
kepada masyarakat supaya meningkatkan pola hidup sehat dan rajin
cek tekanan darah. Tindakan kuratif yaitu penangan stroke yang cepat,
tepat dan akurat di rumah sakit yang maksimal dan untuk tindakan
rehabilitas yaitu pemulihan aktivitas pasca stroke yang bisa
berkolaborasi dengan tim fisioterapi.
Berdasarkan alasan tersebut diatas penulis mengangkat kasus
tentang perawatan klien dengan stroke sebagai bahan karya tulis ilmiah
dengan dengan Diagnosa Medis SNH (Stroke Non Hemoragik)” di
Ruang Komodo RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep proses keperawatan dan konsep asuhan
keperawatan dewasa pada klien dengan penyakit Stroke Non
Hemoragik
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian Store Non
Hemoragik
2) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi Store Non
Hemoragik.
3) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Store Non
Hemoragik.
4) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi pathway dan
respon masalah keperawatan pada penyakit Store Non
Hemoragik
5) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis Store
Non Hemoragik
6) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang komplikasi Store Non
Hemoragik
7) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik
Store Non Hemoragik
8) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan Store
Non Hemoragik
9) Mahasiswa dapat menjelaskan pengkajian keperawatan pada
klien dewasa dengan Store Non Hemoragik
10) Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa keperawatan pada klien
dewasa dengan Store Non Hemoragik
11) Mahasiswa dapat menjelaskan perencanaan keperawatan pada
klien dewasa dengan Store Non Hemoragik
12) Mahasiswa dapat menjelaskan pelaksanaan keperawatan pada
klien dewasa dengan Store Non Hemoragik
13) Mahasiswa dapat menjelaskan evaluasi keperawatan pada klien
dewasa dengan Store Non Hemoragik

1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
adalah:
1. Bagi Penulis
Untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan bagi
penulis tetang asuhan keperawatan dengan masalah stroke non
hemoragik.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat penulisan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai masukan
dan tambahan wacana pengetahuan, menambah wacana bagi
mahasiswa dan Sebagai bahan referensi untuk menambah
wawasan bagi mahasiswa Profesi Ners khususnya yang
berkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien penderita
Sroke Non Hemoragik.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai masukan
untuk menambah bahan informasi, referensi dan ketrampilan
dalam melakukan asuhan keperawatan sehingga mampu
mengoptimalkan pelayanan asuhan keperawatan kepada
masyarakat terutama dengan masalah strok non hemoragik.

1.4 Metode Penulisan


Dalam penulisan laporan studi kasus ini penulis menggunakan
metode yaitu pendekatan proses keperawatan, teknik yang
digunkana dalam pengumpulan data yaitu dengan wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik dan melakuakn asuhan keperawatan.
Sumber data diperoleh atau digunakan adalah primer yang
didapatkan langsung dari pasien dan data sekunder yang didapat
dari keluarga, tenaga kesehatan dan dokumentasi hasil pemeriksaan
penunjang lainnya unruk melakuakan asuhan keperawatan,
sedangkan studi kepustakaan adalah mempelajari buku-buku
sumber yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang
diberikan pada pasien.
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN STROKE NON
HEMORAGIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadinya gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian ( Batticaca, 2012).
Stroke Non Hemoragik (iskemik) merupakan suatu keadaan yang
timbul akibat terjadinya penyumbatan aliran darah arteri yang lama ke
bagian otak (Crowin, 2009).
Stroke Non Hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan (Muttaqin, 2008).

2. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik (SNH)


Berdasarkan kausal Stroke Non Hemoragik dibagi atas 2 yaitu
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density
Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang.
Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.

b. Stroke Emboli/Non Trombotik


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak (Crowin, 2009).
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan
perjalanan penyakitnya, yaitu:
a. TIA (Trans Ischemic Attack) : Yaitu gangguan neurologis sesaat,
beberapa menit atatu beberapa jam saja dan gejala akan hilang
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Rind (Reversile Ischemic Neurologis Defict) : Gangguan neurologis
setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu
dan maksimal 3 minggu

3. Etiologi SNH
a. Emboli
Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher
b. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus
aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.

4. Faktor Risiko
Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan
didasari oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat
dimodifikasi, dapat dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:
1) Tidak dapat dirubah :
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Ras
d) Genetik
2) Dapat dirubah :
a) Hipertensi
b) Merokok
c) Diabetes
d) Kelainan jantung
e) Hiperlipidemia
f) Terapi pengganti hormon
g) Nutrisi
h) Obesitas

5. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh
darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100
miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada
orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram)
dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan
50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan
otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak
adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri
karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus Willisi. Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja
di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-
cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak
terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik
yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa
keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan thrombosis, berkurangnya perfusi akibat gangguan
status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah.,
gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat
menjadikan terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian
otak mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat
terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih
jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Batticaca, 2012 ):
a. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan
disfagia

b. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
c. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan
visual, spesial dan kehilangan sensori.
d. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang
berlawanan).
e. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin
simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia
urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).

7. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang
juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum
nampak oleh pemindaian CT).
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia
dan posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi
dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya
impuls listrik dalam jaringan otak.
2) Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam
serum dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Khusus
Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya
diberikan:
1) Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel,
dipiridamol, cilostazol.
2) Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen
activator (rt - PA)
b. Terapi komplikasi
1) Antiedema: larutan Manitol 20%
2) Antibiotik, antidepresan, antikonvulsan : atas indikasi
3) Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.
c. Penatalaksanaan faktor risiko
1) Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
2) Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
3) Antidisl ipidemi : atas indikasi.
d. Terapi non medikamentosa
1) Operatif
2) Phlebotomi
3) Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik
4) Low Level Laser Therpahy (ekstravena/intravena)
5) Edukasi (aktifitas sehari - hari, latihan pasca stroke, diet)

6) Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Berhubungan dengan immobilisasi : infeksi pernafasan, nyeri
pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
b. Berhubungan dengan paralisis : nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
c. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala
d. Hidrocephalus (Batticaca, 2012 )

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.

5) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan.
6) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes melitus.
7) Pola Aktfitas Sehari-hari
Nutrisi : Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi,
tenggorokan, dysfagia
Aktifitas/Istirahat : Klien akan mengalami kesulitan aktivitas
akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi,
mudah lelah, dan susah tidur
Eliminasi : Inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung
kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
Peronal Higiene : mengalami gangguan akibat kesulitan
aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis,
hemiplegi (Doenges, 2009)
b. Pemeriksaan Fisik
Breathing (B1) : ketidakmampuan menelan, batuk, suara nafas:
whezing, ronchi.
Blood (B2) : peningkatan tekanan darah, takikardi
Brain (B3) : Vertigo, nyeri kepala, perubahan mendadak status
mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), afasia,
disartria, ataksia.
a) Saraf I : -
b) Saraf II : Gangguan penglihatan
(hemianopia atau monokuler) atau diplopia
c) Saraf III, IV, dan VI : Jika akibat stroke
mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d) Saraf V: Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi bilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf VII: Kelumpuhan wajah atau anggota badan
(biasanya himaparesis) yang timbul mendadak
f) Saraf VIII :-
g) Saraf IX dan X :Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut
h) Saraf XI :-
i) Saraf XII : Adanya paralisis pada saraf ini
sehingga menggangu motorik lidah
Bladder (B4) : inkontinentia urine, anuria, distensi kandung
kemih
Bowel (B5) : Perubahan kebiasaan BAB, distensi abdomen,
suara usus menghilang.
Bone and Integument (B6) : Kelemahan atau kelumpuhan
anggota gerak badan sebelah atau seluruh badan (Doenges,
2009).

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA 2015- 2018 diagnosa keperawatan yang mngkin
timbul pada klien yang mengalami Stroke non Hemoragik (SNH)
adalah
1) Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan penurunan pertukaran sel akibat gangguan aliran
darak otak yang ditandai dengan bicara tidak jelas,
perubahan kesadaran, sakit kepala
2) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan sistim saraf pusat yang ditandai dengan tidak
dapat bicara, afasia, disfasia, afonia, disartria
3) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler ditandai dengan
ketidakmampuan mengaskses kamar mandi, berpakaian,
menggunakan peralatan makan
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler yang ditandai dengan kesulitan membolak-
balik posisi, keterbatasan rentan gerak
5) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi fisik
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Nursing Interventions Clsifikasion (NIC) 2013 adalah sebagai berikut:

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (NIC)

1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Goal : klien akan mampu mendapatkan NIC Label 1 : Monitoring neurologis
Serebral berhubungan dengan perfusi jaringan serebral yang efektif selama
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi
gangguan aliran arteri dan vena dalam perawatan
dan bentuk pupil
Objectif : klien tidak akan mengalami 2. Monitor tingkat kesadaran klien
hambatan aliran darah arteri dan vena yang 3. Monitir tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
lebih lanjut selama dalam perawatan
muntah
Outcomes : 5. Monitor respon klien terhadap
pengobatan
NOC Label 1: Status sirkulasi 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
1. TD dalam rentang normal (120-140/70- 7. Observasi kondisi fisik klien
90 mmHg) NIC Label 2 : Terapi oksigen
2. Pupil seimbang dan reaktif, diameter
kanan kiri 2/2, +/+ 1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
3. Tidak kejang 2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
4. Kesadaran compos mentis 3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen
dan sistem humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur

2. Hambatan Komunikasi Verbal Goal : klien mampu berkomunikasi secara NIC Label 1 : Peningkatan Komunikasi :
berhubungan dengan perubahan verbal selama dalam perawatan Kurang Bicara
sistim saraf pusat yang ditandai
Objective : klien tidak akan mengalami 1. Monitor kecepatan bicara, tekanan,
dengan kesulitan bicara, pelo dan
perubahan sistem saraf pusat lebih lanjut kecepatan, kuantitas, volume dan
tidak dapat bicara
selama dalam perawatan diksi
2. Sediakan metode alternatif untuk
Outcomes : berkomunikasi dengan berbicara
NOC Label 1 : Komunikasi (misalnya menulis di meja,
menggunakan kartu, kedipan mata,
a. Menggunakan bahasa tertulis papan komunikasi dengan gambar
b. Menggunakan bahasa lisan dan huruf)
c. Menggunakan bahasa isyarat 3. Sesuaikan gaya komunikasi untuk
Indikator:
memenuhi kebutuhan klien
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu (misalnya berdiri di depan pasien
3. Cukup terganggu saat berbicara, mendengarkan
4. Sedikit terganggu dengan penuh perhatian, berbicara
5. Tidak terganggu dengan pelan untuk menghindari
berteriak
4. Modifikasi lingkungan untuk bisa
meminimalkan kebisingan
berlebihan dan menurunkan distres
emosi (misalnya pembatasan
kunjungan dan membatasi suara
dari alat yang berlebihan)
5. Instruksikan pasien untuk berbicara
6. Ungkapkan pertanyaan dimana
pasien dapat menjawab dengan
menggunakan jawaban sederhana
ya atau tidak
7. Kolaborasi bersama kelauarga dan
ahli/terapis bahasa patologis untuk
mengembangkan rencana agar bisa
berkomunikasi secara efektif
3. Hambatan Mobilitas Fisik Goal : Klien mampu melakukan mobilitas NIC Label 1 : Perawatan Tirah Baring
berhubungan dengan gangguan fisik secara mandiri selama dalam
1. Jelaskan alasan diperlukan tirah
neuromuskular yang ditandai perawatan
baring
dengan kesulitan membolak-balik
Objective : Klien tidak akan mengalami 2. Hindari menggunakan linen kasur
posisi, keterbatasan rentang gerak
gangguan neuromuskuler yang lebih lanjut yang teksturnya kasar
selama dalam perawatan 3. Jaga linen kasur tetap bersih, kering
bebas kerutan
Outcomes: 4. Tinggikan teralis tempat tidur,
dengan cara yang tepat
NOC Label 1 : Pergerakan
5. Letakan alat untuk memposisikan
a. Keseimbangan tempat tidur dalam jangkauan yang
b. Gerakan otot mudah
c. Gerakan sendi 6. Letakan lampu panggilan berada
d. Cara berjalan dalam jangkauan
e. Berjalan dengan mudah 7. Balikan pasien sesuai dengan
f. kordinasi kondisi kulit
Indikator : 8. Balikan pasien yang tidak dapat
1. Sangat terganggu mobilisasi paling tidak setiap 2 jam,
2. Banyak terganggu sesuai dengan jadwal yang spesifik
3. Cukup terganggu 9. Monitor kondisi kulit pasien
4. Sedikit terganggu 10. Ajarkan latihan di tempat tidur
5. Tidak terganggu
dengan cara yang tepat
11. Monitor komplikasi dari tirah baring
(kehilangan tonus otot, nyeri
punggung, konstipasi, peningkatan
sters, infeksi saluran kemih,
pneumonia)
NIC Label 2 : Terapi Latihan Ambulasi

1. Beri pasien pakaian yang tidak


mengekang
2. Bantu pasien utnuk menggunakan
alas kaki yang memfasilitasi pasien
untuk berjalan dan mencegah
cedera
3. Sediakan tempat tidur berketinggian
rendah yang sesuai
4. Dorong untuk duduk di tempat tidur,
di samping tempat tidur (menjuntai)
atau di kursi, sebagaimana yang
dapat ditoleransi
5. Bantu pasien untuk duduk di sisi
tempat tidur untuk memfasilitasi
penyesuaian sikap tubuh
6. Konsultasi pada ahli terapi fisik
mengenai rencana ambulasi, sesuai
kebutuhan
7. Bantu pasien untuk perpindahan,
sesuai kebutuhan
8. Sediakan alat bantu (tongkat, walker
atau kursi roda) untuk ambulasi , jika
pasien stabil
9. Dorong ambulasi independen dalam
batas aman
NIC Label 3 : Bantuan Perawatan Diri

1. Pertimbangkan budaya pasien ketika


meningkatkan aktivitas perawatan
diri
2. Pertimbangkan usia pasien ketika
meningkatkan aktivitas perawatan
diri
3. Monitor kemampuan perawatan diri
secara mandiri
4. Monitor kebutuhan pasien terkait
dengan alat-alat kebersihan, alat
bantu untuk berpakian, berdandan,
eliminasi dan makan
5. Berikan lingkungan yang terapeutik
dengan memastikan lingkungan
yang hangat, santai, tertutup
6. Berikan peralatan kebersihan pribadi
(misalnya sabun, deodorant dan
sikat gigi)
7. Berikan bantuan sampai pasien
mampu melakukan perawatan diri
mandiri
8. Bantu pasien menerima kebutuhan
terkait dengan kondisi
ketergantungannya
9. Lakukan pengulangan yang
konsisten terhadap rutinitas
kesehatan yang dimaksud untuk
membangun perawatan diri
10. Dorong pasien untuk melakukan
aktivitas normal sehari-hari sampai
batas kemampuan pasien
11. Dorong kemandirian pasien, tapi
bantu ketika pasien tak mampu
melakukan perawatan diri
12. Ajarkan orangtua/keluarga untuk
mendukung kemandirian dengan
membantu hanya ketika pasien tak
mampu melakukan perawatan diri
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan sesuai rencana tindakan
keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
Dilakukan dengan 2 cara yakni evaluasi sumatif dan evaluasi
formatif. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah keperawatan
yang dihadapi klien.

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransica. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Bulletin Kesehatan 2011. Gambaran Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
Burhanuddin, Mutmainna, Wahiduddin, Jumriani, 2012, Faktor Risiko
Kejadian Stroke pada Dewasa Awal (18-40 Tahun) di Kota
Makassar Tahun 2010-2012, Jurnal, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Corwin, Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dinas Kesehatan Kebumen (2013). Apa Penyebab Stroke?. Kebumen.
http://www.dinkeskebumen.wordpress.ac.id diakses tanggal 03
November 2019.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Junaidi. I. 2011.Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta:PT Bhuana
Ilmu Populer Kelompok Gramedia
Kemenkes RI, 2013, Pedoman Pengendalian Stroke, Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Subdit Pengendalian
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC
Riskesdas 2016. Data Prevalensi Penyakit Stroke. Jakarta.
Tarwoto .2008 Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Sagungseto. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai