Anda di halaman 1dari 5

ESSAY Ujian Akhir Semester

Deadline : Jum’at 24 Mei 2019 Pukul 24.00

Nama : Bagus Surya Nugraha

Mata Kuliah : Ilmu Politik

Dosen : Asep Muhamad Iqbal, Ph.D.

Program Studi : S1 Ilmu Politik

Semester dan Tahun Akademik : 2, Genap TA 2018-2019

Tanggal dan jam pengiriman : 20 Mei 2019 Pukul 23.25 (Setengah dua belas kurang lima
menit)

Pernyataan Tidak Melakukan Plagiarisme

Saya menyatakan bahwa semua bahan yang saya tulis dalam essay ini adalah karya saya
sendiri. Hal-hal berupa gagasan, data, dan sebagainya yang bukan karya saya ditulis sebagai
kutipan (langsung atau tidak langsung) dengan rujukan yang benar kepada sumbernya. Saya
mengerti bahwa bila tugas ini diketahui mengandung unsur plagiarisme, maka saya
bersedia menanggung konsekwensinya.

Nama : Bagus Surya Nugraha

Tanggal : 20 Mei 2019

Soal yang saya Pilih :

A. Dalam hubungan kausalitas, banyak orang terjatuh pada penalaran hubungan


kausalitas yang keliru, yang disebut dengan Post hoc, Profter hoc. Menurut anda apa
yang dimaksud istilah tersebut dan bagaimana menghindari dari kesalahan
penalaran tersebut?
Menurut anda apa yang di maksud istilah Post hoc, Profter hoc. Dan bagaimana
menghindari dari kesalahan penalaran tersebut?

Oleh: Bagus Surya Nugraha

Menurut saya mengenai Post hoc dan Profter hoc dalam bahasa latin berarti “ Setelah
ini, Oleh karena itu, Karena ini” adalah kesesatan logis penyebab berbagai pertanyaan
diketahui keyakinan manusia akan hukum kausalitas sudah ada sejak dahulu kala. Bahwa
tidak ada satu pun peristiwa terjadi secara kebetulan, melainkan semuanya mempunyai sebab
akibat yang mendahuluinya, dapat kita telusuri sejak peradaban manusia tercatat dalam
sejarah. Bukti itu dapat kita temui pada abad kelima sebelum masehi, yaitu pada ucapan
seorang filosof Yunani Leucipos : Nihil fit sine causa ( tidak ada satu pun peristiwa yang
tidak mempunyai sebab ). Kemudian pengertian dari Post hoc sendiri adalah kesalahan yang
sangat menggoda karena urutan temporal tampaknya integral kausalitas, yaitu kesalahan
terletak datang ke suatu simpulan yang hanya berdasarkan urutan peristiwa dari pada
memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin mengingkirkan sambungan peristiwa
tersebut. Lain hal mengenai Profter hoc dimana dua hal atau peristiwa terjadi bersamaan
atau urutan kronologis tidak signifikan atau tidak dikenal, disebut juga penyebab palsu
korelasi kebetulan, atau korelasi tidak sebab akibat.

Sebab sebagai sesuatu yang melahirkan akibat mempunyai banyak pengetian. Kita
mengenal ada sebab yang mesti ( necessary causa ) dan sebab yang menjadikan ( sufficient
causa ).

Selanjutnya apakah sebab yang mengakibatkan lahirnya akibat satu atau banyak ?
kematian itu bisa disebabkan oleh penyakit, tertembak, kecelakaan, perkelahian, atau
keracunan. Bila kita berkeyakinan bahwa sebab yang berbeda akan membawa akibat yang
bebeda pula, maka sebab yang melahirkan akibat yang sama itu tidak banyak tetapi satu.
Seorang mati karena keracunan dan seorang lain mati karena kecelakaan. Kalau begitu
bukanlah sebab kematian itu tidak satu tetapi banyak ? bagi orang yang berkeyakinan bahwa
sesuatu yang berbeda maka sebab kematian itu adalah satu, hanya saja berbeda dalam gejala.
Sebab itu adalah satu yaitu sebagai penyebab kematian bukan penyebab kenaikan harga atau
penyebab kebodohan, sebaliknya bagi yang berkeyakinan bahwa sebab itu banyak, dilihat
dari segi individualnya, bukan akibat yang ditimbulkan. Kedua pandangan itu baik yang
berkeyakinan sebab itu satu ataupun sebab itu banyak pada hakikatnya tidak berbeda, kecuali
karena penggunaan istilah.

Apapun pendapat kita tentang ‘sebab’ pada pembicaraan ini kita khususnya pada
sebab yang menjadikan ( sufficient causa ), yaitu ada tidaknya sebab ini akan menentukan
ada dan tidaknya akibat. Induksi yang mendasarkan kepada aksioma sebab bila dirumuskan
berbunyi :

1. tidak ada sesuatu itu disebut sebab bagi suatu akibat bila ia tidak dijumpai pada
saat akibat terjadi.

2. tidak ada sesuatu itu disebut sebab bagi suatu akibat bila ia dijumpai pada saat
akibat terjadi.

Dua aksioma kausalitas di atas merupakan dasar bagi John Stuart Mill ( 1806-1873 )
seorang inggris untuk merumuskan empat metode induksi yang kemudian terkenal dengan
sebutan Metode Penyimpulan Induktif Mill.

 Metode Persetujuan

Maksud metode ini adalah : “Apabila ada dua macam peristiwa atau lebih pada gejala
yang diselidiki dan masing-masing peristiwa dan mempunyai faktor yang sama, maka faktor
itu nerupakan satu-satunya sebab bagi gejala yang diselidiki’.

 Metode Perbedaan

Maksud metode ini adalah : “jika sebuah peristiwa mengandung gejala yang
diselidiki dan sebuah peristiwa lain yang tidak mengandungnya, namun faktornya sama
kecuali satu, dan yang satu itu terdapat pada peristiwa pertama maka faktor satu-satunya itu
menyebabkan peristiwanya berbeda itu adalah faktor yang tidak bisa dilepaskan dari sebab
terjadinya gejala”.
 Metode Persamaan Variasi

Maksud metode ini adalah : “Apabila suatu gejala yang dengan sesuatu cara berubah
ketika gejala lain berubah dengan cara tertentu, maka gejala itu adalah sebab atau akibat dari
gejala lain, atau berhubungan secara sebab akibat”.

 Metode Sisasisihan

Maksud metode ini adalah : “ jika ada peristiwa dalam keadaan tertentu dan keadaan
tertentu ini merupakan akibat dari faktor yang mendahuluinya, maka sisa akibat yang
terdapat pada peristiwa itu pasti disebabkan oleh faktor lain”.

 Metode Gabungan Persetujuan dan Perbedaan

Maksud metode ini adalah : Jika ada sekumpulan peristiwa dalam gejala tertentu
hanya memiliki sebuah faktor yang bersamaan, sedangkan dalam beberapa peristiwa di mana
gejala itu tidak terjadi, dijumpai faktor-faktor lainnya yang juga dijumpai pada saat gejala
itu terjadi kecuali sebuah faktor yang bersamaan, maka faktor ini merupakan faktor yang
mempunyai hubungan kausal dengan gejala itu.

Kemudian menghindari dari kesalahan dalam penalaran yaitu mari kita kenali
kesalahan penalaran Induktif dan Deduktif

1. Kesalahan penalaran Induktif


 Generalisasi terlalu luas contohnya : Melihat orang bali pandai menari, kemudian
seorang tamu asing mengatakan semua orang bali pandai menari. Kesimpulan
generalisasi diatas adalah kurang tepat karena sampelnya terlalu kecil sehingga tidak
bisa mewakili populasi.
 Dasar analogi yang digunakan bukan merupakaan ciri esensial contohnya : Anto
akan menjadi presiden karena dia adalah anggota TNI. Kesimpulan analogi diatas
tidak relevan dalam pernyataan esensial.
 Kesalahan penilaian yaitu hubungan sebab dan akibat contoh : Berkat sabun Detol,
Toto menjadi juara kelas. Kesimpulannya pernyataan pertama tidak dapat diterima
karena penetuan sebab sangat mustahil, hal itu karena kebetulan saja.
2. Kesalahan penalaran Deduktif
 Premis mayor tidak dibatasi
 Penarikan kesimpulan dari dua premis
 Term tengah tidak merupakan bagian mayor pada premis mayor
Contoh : Rumah itu akan saya beli
Kalimat penalaran deduktif yang benar adalah
Saya akan membeli rumah itu / saya ingin membeli rumah itu

Referensi :

Nur Ibrahimi, Muhammad, 1962, Ilmu Mantiq, Pustaka Azam, Jakarta

Lanur, Alex. Logika Selayang Pandang. IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta

Wadjiz Anwar , 1969, Logika 1, Yayasan Al-Djamiyah, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai