Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan
secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan
berkembangnya teknologi informasi, komunikasi dan transformasi maka
modus kejahatan perdangan manusia semakin canggih. “ Perdagangan
orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir
(organized), dan lintas negara (transnational), sehingga dapat dikategorikan
sebagai transnational organized crime (TOC). (Capernito, Lyda Juall. 2012)
Perdagangan manusia atau dikenal juga dengan istilah human
trafficking merupakan bentuk perbudakan modern yang mengacu pada bentuk
eksploitasi seseorang. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) dalam Ana Sabhana Azmy (2012: 39-40), menyatakan
bahwa sebagaian besar daerah di Indonesia terindikasi sebagai daerah asal
korban trafficking, baik untuk dalam maupun di luar negeri. Daerah tersebut
meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Naggroe Aceh Darussalam,
Kalimantan dan beberapa wilayah lainnya. Adapun yang menjadi lokasi tempat
tujuan perdagangan manusia diantaranya Arab Saudi, Hongkong, Malaysia,
dan negara-negara maju lainnya.
Ditinjau dari aspek penawaran dan jasa secara global, kejahatan ini
tidak terlepas dari adanya ketimpangan antara kesejahteraan ekonomi di negara
maju dibandingkan dengan negara modern. Disatu sisi negara maju memiliki
nilai tukar mata uang yang jauh lebih lebih tinggi, teknologi yang relatif cangih,
dan tingkat pendidikan yang cukup merata dengan kualitas baik. Namun disisi
lain mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan ketenagakerjaan lokal, khusunya
pada jenis pekerjaan kasar seperti asisten rumah tangga, buruh kasar dan
pekerjaan-pekerjaan lain yang memerlukan banyak tenaga namun tidak terlalu
banyak menguras pikiran.
Seiring berjalanya waktu, pekerja-pekerja kasar dengan bayaran murah
semakin diperlukan di negara maju. Disini terdapat hubungan simbiosis yang
dianggap menguntungkan antara negara penyuplai dengan negara pengguna.
Upah yang dipandang rendah di negara maju adalah upah yang relatif tinggi di
negara berkembang. Sehingga, banyak pekerja kasar dari negara berkembang
kemudian memberanikan diri untuk mencari kehidupan yang lebih baik di
negara tujuannya. Harapan inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan
human trafficking untuk merekrut korban dan menjadikan mereka sebagai
budak atau properti yang dapat diperjualbelikan. Mereka menyadari bahwa
para pekerja pasar ini tidak memiliki kemampuan dalam bidang bahasa,
pendidikan yang rendah serta miskin terhadap pengalaman berkaitan dengan
negara asing. Selain itu, persoalan gender berupa kondisi korban perdagangan
manusia yang rata-rata adalah perempuan dan anak-anak menjadikan mereka
rentan untuk diperdaya. (Capernito, Lyda Juall. 2012)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari trafficking?
2. Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya trafficking?
3. Apa saja tanda dan gejala jika seseorang mengalami trafficking?
4. Bagaimna rentang respon dan pohon masalah terhadap trafficking?
5. Bagaimana diagnosa, intervensi untuk trafficking?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa pengertian dari trafficking
2. Untuk mengetahui dan memahami apa saja yang menjadi penyebab
terjadinya trafficking
3. Untuk mengetahui dan memahami apa saja tanda dan gejala jika seseorang
mengalami trafficking
4. Untuk mngetahui dan memahamibagaimna rentang respon dan pohon
masalah terhadap trafficking
5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana diagnosa, intervensi untuk
trafficking

Anda mungkin juga menyukai