Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

ENERGI TERBARUKAN

PENGERING TENAGA SURYA TIPE KABINET

Oleh :
Lukman Muharom
NIM A1C016049

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang dianugerahi sumber

energi matahari yang melimpah. Saat sekarang ini diperlukan terobosan untuk

mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar fosil dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemanfaatan sumber energi matahari yang

melimpah di Indonesia sebagai energi alternatif sangat perlu untuk dilakukan.

Selama ini proses pengeringan hasil pertanian termasuk limbah industri hasil

pertanian sebagian besar menggunakan energi surya secara langsung (penjemuran)

dan sebagian pengeringan menggunakan energi surya secara tidak langsung dengan

sistem pengering energi surya. Pengeringan energi surya secara langsung dipilih

karena murah dan tidak membutuhkan peralatan dan mesin yang rumit. Sedangkan

sistem pengering energi surya lebih mahal karena perlu biaya investasi di awal,

namun punya beberapa kelebihan antara lain produk lebih cepat kering dan produk

yang dikeringkan tidak perlu diangkat sewaktu turun hujan karena produk

terlindung di dalam ruang pengering.

Melihat berbagai kendala dalam pengeringan energi surya langsung maka

perlu penggunaan alat pengering energi surya tipe kabinet sangat diperlukan. Pada

praktikum kali ini, akan dijelaskan penggunaan alat pengering energi surya tipe

kabinet serta mekanisme kerjanya.


B. Tujuan

1. Mengetahui pemanfaatan energi surya.

2. Mengetahui bagian-bagian dan cara kerja pengering energi surya tipe kabinet.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Radiasi matahari adalah sinar yang dipancarkan dari matahari ke permukaan

bumi, yang disebabkan oleh adanya emisi bumi dan gas pijar panas matahari.

Radiasi dan sinar matahari dipengaruhi oleh berbagai hal sehingga pancarannya

yang sampai di permukaan bumi sangat bervariasi. Penyebabnya adalah kedudukan

matahari yang berubah-ubah, revolusi bumi, dan lain sebagainya. Walaupun cuaca

cerah dan sinar matahari tersedia banyak, besarnya radiasi tiap harinya selalu

berubah-ubah (Laktan, 2002).

Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi sangat bervariasi menurut

tempat dan waktu. Menurut tempat variasi ini umumnya disebabkan oleh perbedaan

letak lintang serta keadaan atmosfer terutama awan. Pada skala mikro arah lereng

sangat menentukan jumlah radiasi yang diterima. Perubahan jumlah penerimaan

radiasi surya menurut lintang disebabkan oleh sudut inklinasi bumi (66,50) yang

mengakibatkan perbedaan sudut datang. Di samping itu, jarak matahari bumi tidak

selalu tetap karena garis edar bumi mengelilingi matahari berupa elips sehingga

dikenal istilah jarak terdekat matahari (perihelion) yang terjadi pada tanggal 5 Juli

dan jarak terjauh (aphelion) pada tanggal 3-5 Januari. Perbedaan jarak ini

mengakibatkan perbedaan kerapatan fluks (intensitas) radiasi surya yang sampai di

permukaan bumi (Laktan, 2002).

Perbedaan menurut waktu dapat terjadi secara harian (diurnal) maupun

musiman. Perbedaan diurnal terjadi akibat gerak rotasi bumi. Sedangkan perbedaan

musiman disebabkan sudut inklinasi bumi yang mengakibatkan perbedaan sudut


datang pancaran radiasi surya pada lintang yang berbeda. Sedangkan akibat lain

dari adanya sudut inklinasi dan revolusi bumi adalah pergerakan semu matahari di

antara 23 ½ 0 LU dan 23 ½ 0LS (Apip, 2006).

Menurut Plafin (1998), radiasi adalah energi pancaran berupa gelombang

elektromagnetik. Berdasarkan sumbernya radiasi dapat dikelompokkan menjadi

tiga yaitu sebagai berikut:

1. Radiasi Solar

Radiasi solar merupakan radiasi yang berasal dari matahari, sekitar

99,9% dari radiasi solar merupakan gelombang elektromagnetik dengan

panjang gelombang antara 0,15µm - 0,4µm dengan persentase tertinggi pada

intensitas 0,4 µm – 0,7µm berupa cahaya dan selebihnya berupa gelombang

inframerah dan ultraviolet. Terdapat beberapa macam radiasi solar yang

mampu menembus lapisan atmosfer terendah yaitu:

a. Radiasi solar langsung yaitu radiasi solar yang datang dari sudut bulat

cakram matahari.

b. Radiasi solar global yaitu radiasi solar yang diterima oleh permukaan

horizontal berupa radiasi solar langsung dan radiasi yang dihamburkan ke

arah bawah sewaktu melewati lapisan atmosfer.

c. Sky radiasi yaitu radiasi solar yang dihamburkan ke arah bawah oleh

lapisan atmosfer (bagian kedua dari radiasi global).

d. Radiasi solar yang dipantulkan yaitu radiasi solar yang dipantulkan ke

arah atas oleh permukaan bumi dan dihamburkan oleh lapisan atmosfer

antara permukaan bumi dan titik pengamatan.


2. Radiasi Terrestrial

Radiasi terrestrial adalah radiasi yang dikeluarkan oleh planet bumi

termasuk atmosfernya, radiasi ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu radiasi

permukaan terrestrial adalah radiasi yang dikeluarkan oleh permukaan bumi

dan radiasi atmosfer adalah radiasi yang dikeluarkan oleh atmosfer.

3. Radiasi total

Radiasi total adalah jumlah radiasi solar dan terrestrial, radiasi ini dapat

dibedakan menjadi dua yaitu radiasi gelombang pendek (< 4 μm) dan radiasi

gelombang panjang (> 4 μm).

Pancaran energi surya atau bisa disebut dengan radiasi surya yang diterima di

setiap permukaan bumi berbeda-beda menurut ruang dan waktunya. Artinya

pancaran energi matahari akan sangat bergantung pada waktu, tempat dan keadaan

lingkungan dalam hal ini adalah kondisi iklim dan topografi masing-masing

wilayah. Radiasi diukur dalam satuan kW/m2, setiap satuan waktu radiasi yang

memancar dapat disebut dengan intensitas radiasi atau dengan kata lain intensitas

radiasi matahari ialah jumlah energi matahari yang jatuh pada suatu bidang

persatuan luas dalam satu satuan waktu. Dalam atmosfer bumi terdapat bermacam-

macam radiasi seperti (Bryan Yuliarto, 2007):

1. Direct Solar Radiation (S) yaitu radiasi langsung dari matahari yang sampai ke

permukaan bumi.

2. Radiation Difus (D) yang berasal dari pantulan-pantulan oleh awan dan

pembauran-pembauran oleh partikel-partikel atmosfer.


3. Surface Raflectivity (r) yaitu radiasi yang berasal dari pantulan-pantulan oleh

permukaan bumi.

4. Out Going Terrestial radiation (O), yaitu radiasi yang berasal dari bumi yang

berupa gelombang panjang.

5. Back Radiation (B) yaitu radiasi yang berasal dari awan-awan dan butir-butir

uap air dan CO2 yang terdapat dalam atmosfer.

6. Global (total) Radiation (Q), dan

7. Net Radiation (R)

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (2007), jenis radiasi

yang bermacam-macam mengakibatkan alat pengukur radiasi pun bermacam-

macam, di antaranya sebagai berikut:

1. Pyrheliometer untuk mengukur radiasi langsung (S)

Pyrheliometer terdiri dari 2 bagian pokok, yaitu sensor yang

menghasilkan gaya gerak listrik dan recorder yang berisi battery,

galvanometer dan amperemeter. Sensor berada di dalam sebuah tabung/silinder

logam yang dapat diputar horizontal dan vertikal. Tabung diputar mengikuti

gerakan matahari sehingga sinar selalu jatuh tegak lurus ke permukaan sensor.

Pada bagian ujung/ muka tabung terdapat tutup yang dapat diputar terhadap

permukaan silinder. Penutup ini berfungsi sebagai pelindung sensor terhadap

matahari dan juga sebagai pemutus dan penghubung kontak listrik.

2. Solarimeter dan Pyranometer untuk radiasi total (Q)

Solarimeter dihubungkan ke sebuah alat pencatat yang dinamakan chart

recorder untuk menjaga kekontinyuan hasil pengukuran. Chart recorder


memiliki sifat self balancing potentiometric yaitu suatu recorder yang

bekerjanya berdasarkan keseimbangan antara tenaga listrik dari solarimeter

yang bertindak sebagai sinyal dengan tenaga listrik dari power supply. Gerakan

dan kedudukan pena ditentukan oleh keseimbangan kedua unsur tersebut.

Recorder dari alat ini sangat pekak, sehingga ketika beroperasi harus

dihindarkan dari getaran.

3. Pyrgeometer untuk mengukur radiasi bumi (O)

4. Net Pyradiometer untuk mengukur radiasi total (R)

Pada prinsipnya sensor alat pengukur intensitas radiasi matahari dibagi 2 jenis

yaitu:

a) Sensor yang dibuat dari bimetal yaitu 2 jenis logam yang mempunyai koefisien

muai panjang yang berbeda dan diletakkan satu sama lainnya. Alat yang

memakai sensor jenis ini ialah actinograph.

b) Sensor yang dibuat dari thermopile seperti yang terdapat pada solarimeter,

pyranometer dan lain-lain.

Proses pengeringan yang umumnya digunakan pada bahan pangan ada dua

cara yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengering.

Kelemahan dari penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah

terkontaminasi oleh kotoran atau debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir

produk yang dikeringkan. Di sisi lain, pengeringan yang dilakukan dengan

menggunakan alat pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan

yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminasi dari debu, serangga,

burung dan tikus dapat dihindari (Buckle, 1985).


Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan massa uap air secara

simultan yang memerlukan energi panas, untuk menguapkan kandungan massa uap

air yang dipindahkan dari permukaan bahan ke udara pengering dalam media

pengering. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara

pengering karena perbedaan kandungan uap air pada udara pengering dengan

kandungan uap air dari bahan yang dikeringkan. Proses pindah panas dan massa

uap air ini dapat terjadi karena kandungan uap air udara pengering lebih sedikit atau

dengan kata lain udara mempunyai kelembaban relatif yang lebih rendah sehingga

terjadi penguapan (Tim Asisten, 2018).

Suatu proses pengeringan terdiri dari tiga periode laju pengeringan, yaitu:

periode laju pengeringan naik, periode laju pengeringan konstan, dan periode laju

pengeringan menurun. Laju pengeringan optimal adalah suatu kondisi di mana laju

difusivitas air dari dalam produk sampai pada permukaan, sama dengan laju

penguapan uap air dari permukaan (Tim Asisten, 2018).

Prinsip kerja pengering energi surya adalah sinar matahari memanasi kolektor

yang menyebabkan suhu di dalam ruang kolektor meningkat. Udara panas di dalam

ruang kolektor kemudian akan mengalir ke ruang pengering kemudian akan

mengeringkan bahan-bahan yang ada di dalamnya. Untuk pengering tenaga surya

sederhana, ruang kolektor menjadi satu dengan kotak pengering, sedangkan

pengering tenaga surya yang lebih kompleks, kotak kolektor ditempatkan terpisah

dengan ruangan pengering (Tim Asisten, 2018).


III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Pengering energi surya tipe kabinet

2. Termometer bola basah dan bola kering

3. Termometer inframerah dan air raksa

4. Nampan

5. Briket

B. Prosedur Kerja

Praktikum ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap persiapan

Alat pengering diletakkan di bawah sinar matahari langsung nampan diisi

dengan briket dari masing-masing kelompok.

2. Pelaksanaan Pengamatan

Mengukur intensitas radiasi surya, suhu kolektor, suhu udara di inlet, suhu

udara di outlet, suhu udara di dalam ruang pengering, suhu udara di luar alat

pengering. Pengukuran secara berkala setiap 15 menit selama 75 menit.

Kemudian dilakukan pengukuran kadar air basis basah sebelum dan sesudah

pengeringan, dan massa akhir produk setelah dikeringkan.


3. Perhitungan

Perhitungan yang dilakukan yaitu iradiasi surya.

Tabel 1. Tabel Pengamatan Praktikum


Suhu RH Suhu Suhu Suhu
Lingkungan Lingkungan Kolektor Udara Udara
Waktu
(°C) (%) (°C) Inlet Outlet
BK BB (°C) (°C)
0
15
30
45
60
75

Tabel 2. Data hasil praktikum


Suhu
Suhu Udara Suhu Bahan
Waktu Nammpan Cuaca
dalam (°C) (°C)
(°C)
0
15
30
45
60
75
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data hasil praktikum

Tabel 3. Data hasil Praktikum


Suhu RH Suhu Suhu Suhu
Lingkungan Lingkungan Kolektor Udara Udara
Waktu
(°C) (%) (°C) Inlet Outlet
BK BB (°C) (°C)
0 31 27 72 40 36,5 34,6
15 34 32 85,5 40,4 35,2 34,9
30 32 30 92 37,5 34,1 32,9
45 32 29 78 36,9 34,2 32,4
60 34 31 78 37 32,4 32,1
75 31 29 85 33,2 30,4 30,8

Tabel 4. Data hasil praktikum


Suhu
Suhu Udara Suhu Bahan
Waktu Nammpan Cuaca
dalam (°C) (°C)
(°C)
0 34 31,9 35 Berawan
15 35 32,4 43,6 Cerah berawan
30 34 34,7 40,2 Cerah berawan
45 34 31,2 34,1 Berawan
60 35 31,9 34,6 Cerah berawan
75 34 29,5 31,4 Berawan
2. Gambar dan fungsi bagian alat Pengering energi surya tipe kabinet

1) Gambar alat e c
a

b
d

Gambar 1. Pengering tenaga surya tipe kabinet

2) Alat pengering energi surya tipe kabinet terdiri dari beberapa bagian

yaitu :

a) Photovoltaic : menyerap eneergi panas untuk dikonvesi menjadi

listrik menggerakkan blower.

b) Kerangka : penopang konstruksi pengering

c) Pelindung : melindungi bahan dari mikroba yang berasal dari

udara luar.

d) Blower : saran mensirkulasikan udara

e) Kolektor : mengumpulkan panas untuk media pengeringan

f) Kabel : menyalurkan listrik dari photovoltaic ke blower

g) Termometer : mengukur temperatur udara dalam pengering

B. Pembahasan

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan

sebagian air dari bahan dengan menggunakan media pengering, sampai tingkat
kadar air kesetimbangan dengan kondisi air yang aman dari kerusakan

mikrobiologi, enzimatis dan kimiawi (Henderson dan Perry, 1976).

Menurut Tjahjadi dan Marta (2011), pengeringan merupakan suatu cara untuk

mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan

menggunakan energi panas Pengeringan adalah proses pengeluaran kadar air untuk

memperoleh kadar air yang aman untuk penyimpanan.

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan

sebagian besar air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas.

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih tahan lama disimpan dan

volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang

pengangkutan dan pengepakan. Di sisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli

bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan

tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi 1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan menggunakan alat

pengering energi surya tipe kabinet, yaitu:

1. Besarnya intensitas radiasi matahari. Semakin besar nilai intensitas matahari

maka akan semakin cepat proses pengeringan.

2. Cuaca. Jika cuaca cerah makan pengeringan akan berlangsung cepat. Akan

tetapi, jika keadaan mendung atau bahkan hujan maka pengeringan

membutuhkan waktu yang lama.

3. Jumlah kadar air pada bahan. Semakin besar jumlah kadar air pada bahan maka

semakin lama proses pengeringannya.


Teknologi yang ada saat ini untuk pengeringan menggunakan tenaga surya

salah satunya adalah alat pengering gabah menggunakan tenaga surya dari IRRI

“Bubble Solar Dryer” di lokasi lahan rawa lebak Kabupaten Banyuasin Sumatera

Selatan. Cara kerja alat pengering tenaga surya dibuat seperti cara pengeringan

yang biasa dilakukan petani dengan memanfaatkan energi sinar matahari.

Perbedaannya adalah pada cara petani gabah hanya dihamparkan di atas terpal

sedangkan pada alat ini pengeringan dilakukan didalam plastik panjang yang

digelembungkan. Alat ini memanfaatkan energi radiasi matahari untuk

menggerakan kipas yang mendorong udara di dalam ruang pengeringan, selain itu

penutup alat pengering yang terbuat dari bahan plastik polietilen yang transparan

juga mempercepat proses pengeringan. Aliran udara di dalam alat pengering akan

menghilangkan air dari dalam ruang pengering dan dikeluarkan melalui lubang

pengeluaran.

Adapun teknologi pengering yang lainnya yaitu:

1. Alat pengering tipe kabinet

2. Pengering hybrid

3. Alat pengering tipe rak

4. Solar dryer

Manfaat pengeringan di bidang pertanian antara lain:

1. Mengeringkan produk pertanian.

2. Mengawetkan produk pertanian.

3. Mengurangi kemungkinan adanya jamur pada produk hasil pertanian.

4. Mengurangi kadar air produk pertanian


. Pada praktikum pengeringan dengan alat pengering tenaga surya tipe kabinet

kemarin ada beberapa komponen yang diukur untuk diambil datanya, diantaranya

suhu lingkungan, suhu kolektro, suhu udara inlet, suhu udara outlet, suhu udara

dalam, suhu bahan, suhu nampan dan jenis cuaca. Pengambilan data dilakukan

selama 15 menit sekali dalam 75 menit. Kemudian didapat kesimpulan bahwa

selama 75 menit tersebut tidak ada perubahan yang signifikan, artinya ada

perubahan baik itu kenaikan maupun penurunan akan tetapi tidak ada dalam jarak

yang besar terutama pada suhu bahan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh kondisi

cuaca saat pengeringan tersebut. Hasil suhu bahan yang terbesar yaitu ada pada

menit ke-30 dengan cuaca cerah berawan yaitu 34,7 ºC.

Kekurangan dari alat yang digunakan saat praktikum yaitu, meskipun

menampun energi panas dari matahari tetap saja masih sangat mengandalkan panas

matahari dalam kebanyakan prosesnya, tidak ada penyimpangan energi untuk

menanggulangi ketika musim hujan tiba. Selain itu, keadaan cuaca yang berubah-

ubah tiap menitnya seperti kejadian saat praktikum kemarin membuat bahan yang

dikeringkan tidak mengering merata.

Ide yang menurut saya perlu untuk mengembangkan alat pengering yang

digunakan saat praktikum yaitu adanya penambahan PV (photovoltaic) untuk

menapung lebih banyak energi matahari, dan energi tersebut penuh untuk

menyalurkan panas kedalam alat serta untuk menyimpan energi yang nantinya bisa

digunakan untuk menghasilkan panas, sehingga alat masih bisa digunakan saat

cuaca tidak sesuai.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Keimpulan

1. Energi surya dapat dimanfaatkan untuk mengeringkan bahan pangan serta

sebagai sumber listrik. Hal ini dapat dilihat pada alat pengering energi surya

tipe kabinet.

2. Bagian-bagian dari pengering energi surya tipe kabinet yaitu ada penutup kaca,

kolektor panas, blower dan panel surya. Prinsip kerjanya yaitu sinar matahari

memanasi kolektor yang menyebabkan suhu di dalam ruang kolektor

meningkat. Udara panas di dalam ruang kolektor kemudian akan mengalir ke

ruang pengering kemudian akan mengeringkan bahan-bahan yang ada di

dalamnya.

B. Saran

Untuk praktikum pengeringan sendiri sudah berjalan dengan baik, hanya saja

banyak anak yang tidak melihat proses pengukuran dan pengamatan menyebabkan

anak-anak tersebut tidak mengerti dan paham terhadap yang sedan dilakukan.

Mungkin untuk kedepannya asisten dapat mengikutsertkan atau mengajak

praktikan untuk langsung melihat proses pengukuran.


DAFTAR PUSTAKA

Apip. 2006. Radiasi Surya sebagai Unsur Sumber Daya Iklim dan Sumber Energi
Sistem Perairan Darat. Warta Limnologi, No. 39. Puslit Limnologi LIPI.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2007. Peralatan Klimatologi (On-


line). Http://www.bmkgjateng.com. Diakses 6 Desember 2017.

Bryan, Yuliarto. 2007. “Keterkaitan Cuaca di Indonesia dengan Fenomena Bintik


Matahari (SUNSPOT)”. Jurnal Agromet Indonesia. Vol 21. No 1.

Buckle, K. A., dkk. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Afiono.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Handerson, S.M. and perry R.L,. 1976, “Agricultural Process Engineering. 3rd
Edition”. AVI publishing Co: New York.

Laktan, B. 2002. Dasar-dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta


173p.

Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi, IPB, Bogor.

Tim Asisten. 2017. Modul Praktikum Energi Terbarukan. Fakultas Pertanian,


Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Tjahjadi, C. dan Marta, H. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas


Padjadjaran, Jatinangor.

Tjahjadi, C., dkk. 2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.

Anda mungkin juga menyukai