Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Keberhasilan muhammad dalam membangun peradaban dunia dan kemudian ditambah


lagi dengan kegemilangan generasi para sahabat yang mewariskan sistem dan nilai luhur saat
tampil memegang tongkat kepemimpinan setelahnya merupakan torehan sejarah yang layak
dicatat dengan tinta emas.
Khulafaur Rasyidin adalah bukti dari suksesnya pewarisan sistem dan nilai tersebut,
wafatnya nabi tidak serta-merta menjadikan islam kehilangan mercusuar peradabannya karena
memang risalah ilahiyah ini tidak pernah bergantung pada satu namapun.
Ditangan empat khalifah yang pertama inilah islam telah mencapai puncak kejayaannya. Sebuah
prestasi yang belum berulang dua kali sampai hari ini. Hingga suatu hari datang dan merebaknya
fitnah yang disulut oleh kedengkian musuh-musuh islam.
Berikut ini adalah beberapa tema sederhana yang berkaitan langsung dengan sejarah
kepemimpinan dua khalifah terakhir yakni Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib.
Kami ketengahkan ini agar menjadi daya rangsang guna menggali dan mengkaji makna
kebijakan dari pejalanan kepemimpinan beliau berdua. Sehingga, siapapun akan bisa
mereguknya untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi sejarah yang kita
selami ini adalah tapak perjalanan dua pribadi agung yang langsung berinteraksi dengan
rasulullah. Mereka adalah orang-orang yang pertama sekali merasakan manisnya cucuran
hidayah dan kemudian berbuah prilaku yang baik dan elegan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Usman bin Affan Sebelum Masuk Islam

Utsman dilahirkan di mekkah pada tahun 573 masehi bertepatan dengan tahun ke enam
dari kelahiran nabi saw. Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah
bin Abdu Syams. Usman bin Affan berasl dari kabilah Bani Umayyah. Pada masa itu, Usman bin
Affan menjalankan kafilah dagang bersama kerabatnya dari Bani Umayyah.
Utsman adalah saudagar sukses yang berlimpah kekayaan harta. Namun, meski demikian beliau
dikenal sebagai sosok yang rendah hati, pemalu, dan dermawan sehingga beliau begitu dihormati
oleh masyarakat di sekelilingnya. Ketika itu ia sudah bersahabat dekat dengan Abu Bakar as-
siddiq. Sebagai sesama pedagang, mereka sering berhubungan dalam menjalankan usahanya.
B. Usman bin Affan Setelah Masuk Islam

Utsman bin Affan termasuk golongan yang awal masuk Islam atau as-sabiqunal
awwalun. Ia menerima ajaran islam berkat ajaran bu Bakar as-Siddiq. Dengan harta
kekayaannya, Usman bin Affan membantu perjuangan dakwah Islam. Ketika budak-budak yang
masuk Islam disiksa oleh tuannya, ia memerdekakan beberapa orang diantara mereka.
Dibandingkan sahabat-sahabat yang lain, Usman bin Affan memiliki sifat-sifat yang berbeda.
Sifat-sifat tersebut antara lain :

1. Rasa malu
Tidak seorang pun diantara sahabat Nabi Muhammad saw, yang memiliki rasa malu
seperti Usman bin Affan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim, Nabi Muhammad
saw, bersabda, ”Tidaklah engkau malu pada seorang lelaki di mana Malaikat pun sangat malu
kepadanya.”
2. Pemurah
Usman bin Affan adalah orang yang sangat dermawan. Tidak seorang pun dari orang
Quraisy yang lebih dermawan dari’nya.
Usman bin Affan menikah dengan dua putri Nabi Muhammad saw, yaitu Ruqayyah dan
Ummu Kalsum. Ia menikah dengan Ummu Kalsum setelah Ruqayyah meninggal. Oleh karena
itu Usman bin Affan mendapat julukan zu nurain atau memiliki dua cahaya.
Ketika tantangan kaum kafir Quraisy semakin berat, Nabi Muhammad saw memerintahkan kaum
muslimin kaum muslimin hijrah ke Habsyah. Pada waktu itu, Usman bin Affan juga berhijrah
dengan istrinya, Ruqayyah beserta sahabat-sahabat yang lain. Pada waktu kaum muslimin hijrah
ke Madinah, Usman bin Affan juga mengikutinya. Ia rela meninggalkan harta bendanya di
Mekkah utuk berhijrah ke Madinah. Setelah itu, ia tidak pernah tertinggaldalam perjuangan
membela Islam.
Pada tahun 6 H (627 M), Nabi Muhammad saw, menerima perintah untuk mengerjakan ibadah
haji. Kaum muslimin kemudian berangkat menuju Mekkah. Dalam perjalanan menuju Mekkah
terjadi kesalah pahaman. Kaum Quraisy Mekkah mengira bahwa kaum muslimin akan
menyerang meraka. Oleh karena itu, kaum Quraisy segera melakukan persiapan perang.
Mengetahui hal itu, Nabi Muhammad saw segera mengirimkan utusan untuk menjelaskan bahwa
kedatangan mereka bemaksud damai. Kaum muslimin semata-mata hanya ingin menunaikan
ibadah haji. Salah satu utusan itu adalah Usman bin Affan. Peperangan berhasil dihindarkan dan
Perjanjian Hudaibiyah yang sangat termasyhur.
Ketika terjadi Perang Tabuk pada tahun 631 M, Usman bin Affan menanggung sepertiga biaya
perang. Ketika itu, kaum Muslimin enggan untuk berangkat perang. Hal itu disebkan cuaca yang
panas dan terik. Usman bin Affan menyumbangkan 950 ekor unta, 50 ekor kuda, dan uang uang
1.000 dinar sebagai biaya perang. Akhirnya kaum muslimin berhsil memperoleh kemenangan
terbesar dalam perang tersebut. Nabi Muhammad saw. Kemudian bersabda, “Tidak ada yang
membahayakan Usman bin Affan, apa pun yang dia lakukan sesudah ini.”
Usman bin Affan ikut berperan penting dalam pemerintahan Abu Bakar as-Siddiq dan Khalifah
Umar bin Khattab. Ia merupakan penasihat yang utama dalam masa pemerintahan keduanya.
Usman bin Affan juga merupakan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat jaminan surga
dari Nabi muhammad saw. Beliau pernah bersabda, ”Sesungguhnya tiap nabi akan teman dan
temanKu di surga adalah Usman bin Affan.”
C. Masa Pemerintahan Usman bin Affan
Ketika Umar bin Khattab sedang sakit, ia menunjuk Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqas
untuk memilih saah satu di antara mereka sebagai khalifah. Pada waktu itu, Talhah bin
Ubaidillah tidak ada di rumah. Kelima orang itu bersepakat mengangkat Usman bin Affan
menjadi khalifah. Musyawarah itu berlangsung di rumah Abdurrahman bin Auf, pada waktu itu
Usman bin Affan berusia 70 tahun.
Secara umum, masa pemerintahan Usman bin Affan meliputi dua periode yang masing-masing
berlangsung selama enam tahun. Periode enam tahun pertama ditandai berbagai keberhasilan dan
kejayaan. Periode enam tahun kedua ditandai oleh perpecahan, pergolakan, dan pemberontakan
dalam negeri.
Pada tahun-tahun pemerintahannya Usman bin Affan meneruskan kebijaksanaan pendahulunya,
Umar bin Khattab. Ketika itu, Umar bin Khattab berpesan agar wali (gubernur) yang di
angkatnya jangan diganti atau dipindahkan dalam jangka waktu setahun. Hal itu dimaksudkan
agar tidak terjadi keguncangan dan gangguan keamanan. Berdasarkan pesan itu, Usman bin
Affan mengukuhkan beberapa gubernur di beberapa wilayah, yaitu :
1. Amru bin As Gubernur Mesir dan Syam;
2. Mu’awiyah bin Abu Sufyan sebagai Gubernur Irak yang juga meliputi wilayah Azerbaijan dan
Armenia;
3. Abu Musa al-Asy’ari sebagai Gubernur Iran yang mencakup Khurasan dan Basra.
Usman bin Affan benar-benar melaksanakan pesan Umar bin Khattab itu. Pada tahun berikutnya,
barulah Usman bin Affan mengganti atau memutasikan pejabat-pejabat bawahannya. Selain itu,
seiring berkembangnya wilayah Islam, Usman bin Affan juga mengangkat pejabat-pejabat baru.
Kecuali yang disebut diatas, pejabat-pejabat pada masa Usman bin Affan merupakan kerabatnya
dari Bani Umayyah. Yang paling terkemuka diantara mereka ialah Marwan bin Hakam, saudara
sepupu Usman bin Affan. Ia diangkat menjadi sekretaris negara.
Kebijakan itu telah mendapat tanggapan yang kurang baik. Hal itu dikarenakan Marwan bin
Hakam menjadi tokoh yang lebih menentukan dibanding Usman bin Affan sendiri. Usman bin
Affan seakan menjadi boneka didepannya.
Sejak itu, permasalan kebijakan perbandaharaan negara mulai muncul. Menurut Usman bin
Affan, khalifah mempunyai wewenang untuk menggunakan kekyaan umum bagi kemaslahatan
umat. Selama memangku jabatan, khalifah berhak mengatur kepentingan kaum muslimin. Sikap
ini membedakannya dari dua khalifah sebelumnya.
D. Perluasan Wilayah Islam
Pada masa Usman bin Affan, kaum muslimin melanjutkan penaklukan-penaklukan. Usman bin
Affan melanjutkan kebijakan Umar bin Khattab. Penaklukan itu berlangsung melewati jalur darat
dan laut.
Ancaman terbesar waktu itu datang dari Bizantium. Mereka sering kali menyerang daerah
perbatasan pantai muslim di Suriah dan Mesir. Pada tahun 646 M, pasukan Bizantium berhasil
menduduki Iskandariah. Akan tetapi Amr bin As yang menjabat sebagai gubernur Mesir berhasil
mengusir mereka kembali. Pada tahun 651 M, pasukan Bizantium kembali menyerbu Mesir.
Abdullah bin Abi Sarah yang menggantikan Amru bin As sebagai gubernur berhasil
mengalahkan mereka. Keadaan ini menyadarkan Usman bin Affan bahwa kaum muslimin
memerluakan sebuah angkatan laut yang kuat. Usman bin Affan kemudian memerintahkan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan untuk membentuk angkatan laut yang berkemampuan tinggi.
Dengan dukungan angkatan laut tersebut, kaum muslimin berhasil memperluas wilayahnya.
Beberapa panglima perang yang terlibat dalam perluasan wilayah Islam adalah sebagai berikut :
1. Abdullah bin Abi Sarah
Ia merupakan pengganti Amru bin As sebagai Gubernur Mesir. Ketika pasukan Bizantium
menyerbu Mesir pada tahun 651 M, ia berhasil mengusir mereka. Setahun berikutnya, Abdullah
bin Abi Sarah menyiapkan pasukan Bizantium. Ia berhasil merebut pangkalan mereka di Tarablis
(tripoli). Gubernur Bizantium disana yang bernama Gregorius berhasil di kalahkan pada tahun
652 M.
2. Mu’awiyah bin Abu Sufyan
Ia adalah putra dari Abu Sufyan bin Harb, seorang tokoh Quraisy yang terkenal dari Bani
Umayyah. Mu’awiyah bin Abu Sufyan berhasil membentuk angkatan laut yang tangguh. Ia
bertempur melawan pasukan Bizantium di Pantai Kalkilia. Perang itu merupakan perang laut
yang pertama bagi kaum muslimin dan terkenal dengan nama Perang Zatu Sawri. Dengan
bantuan Abdullah bin Abi Sarah, ia berhasil menguasai Amuriyah dan Pulau Siprus pada tahun
33 H (653 M). Dalam perang itu, Kaisar Konstantin terbunuh.
3. Umair bin Usman
Pada tahun 29 H (649 M), ia berhasil menguasai Fergana.
4. Abdullah al-Laisi
Ia berhasil menguasai Kabul.
5. Abdullah at-Tamimi
Ia memimpin pasukan muslim menguasai Hindustan. Daerah tersebut semula dikuasai orang-
orng Hindu.
6. Sa’id ibnu As
ia berhasil menguasai Jurjan.
7. Abdullah bin Amir
Ia memimpin pasukan muslimin menghadapi pemberuntakan Yazdajird. Ia ialah Kaisar Persia
yang dikalahkan Umar bin Khattab. Ia mengorbankan perlawanan di Kirman. Ketika terdesak ia
melarikan diri ke Khurasan. Akhirnya, Yazdajird terbunuh disana. Beberapa wilayah yang
melanggar kesepakatan dengan kaum musimin di tundukkan oleh Abdullah bin Amir.
E. Menyusun Mushaf Al-Qur’an
Terus berkembangnya wilayah Islam membuat pemeluk agama islam makin bertambah. Disetiap
wilayah yang baru, di situ pula Al-Qur’an ditinggalkan. Bahkan, tidak hanya tulisannya yang di
tinggalkan, tetapi juga penghapalnya. Tulisan Al-Qur’an yang ditinggalkan itu beragam
bentuknya, susunan surah-surahnya dan dialeknya. Hal itu menimbulkan banyak perselisihan,
perpecahan dan pertengkaran dikalangan umat islam.
Orang yang mula-mula menaruh perhatian terhadap hal ini adalah Huzaifah bin Yaman. Ia
kemudian mengusulkan Usman bin Affan agar menyelesaikan masalah ini. Langkah awal yang
dilakukan oleh Usman bin Affan adalah meminta kumpulan naskah Al-Qur’an yang disimpan
oleh Hafsah binti Umar. Naskah ini merupakan suatu kumpulan tulisan Al-Qur’an yang
berserakan pada masa Abu Bakar as-Siddiq. Usman bin Affan kemudian membentuk sebuah
panitia penyusun Al-Qur’an.
F. Peristiwa Fitnah
Peristiwa ini terjadi pada periode keduapemerintahan Usman bin Affan. Sebab terjadi peristiwa
itu adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan Usman bin Affan yang mengangkat kerabat-kerabatnya dari Bani Umayyah sebagai
pejabat pemerintahan menaimbaulkan rasa iri dari kaum muslimin. Mereka melihat bahwa Bani
Umayyah mempunyai kedudukan yang tingggi dalam pemerintahan. Meraka juga memiliki hak –
hak istemewa dan kekayaan yang belimpah. Padahal, Bani Umayyah orang-orang yang terakhir
menerima Islam. Banyak dari mereka menerima islam berdasarkan keuntungan duniawi. Mereka
menyadari mereka akan tetap kalah apabila mereka masih tetap memnyembah berhala. Beberapa
pejabat dari Bani Umayyah menunjukkan periaku yang tidak baik. Hal itu ditunjukkan oleh
Walid bin Uqbah, Gubernur Irak. Ia datang kemesjid dalam keadaan mabuk. Keadaan itu
memunculkan perlawanan terbuka. Pada tahun 30 H, Walid bin Uqbah menjatuhkan hukuman
mati kepada tiga pemuda yang membunuh Ibnu Haisuman al-Khuza’i. Hukum mati itu
mengundang kemarahan Bani Azad, keluarga pemuda yang dihukum.
2. Hilangnya pengaruh kaun Ansar Madinah dan Bani Hasyim juga menjadi sebab yang penting.
Kedua golongan tersebut kehilangan hak-hak mereka dalam urusan pemerinthan. Hal itu
menyebabkan kedua golongan tersebut Bani Umayyah.
3. Pengangkatan Mawan bin Hakam sangat tidak disukai oleh masyarakat muslim. Ia adalah
orang yang sangat mementingkan diri sendiri. Ia juga merencanakan agar Bani Umayyah dapat
menguasai pemerintahan Islam.
4. Kesederhanaan dan kemurahan hati Usman bin Affan menjadi penyebab bencana bagi dirinya.
Ia terlalu mempercai Marwan bin Hakam. Hal itu membuat pemerintahan makin buruk.
Akibatnya, banyak orng yang membuat kerusuhan di daerah. Seharusnya Usman bin Affan
mampu mengatasi hal itu dengan kekerasan dan ketegasan. Akn tetapi, ia tidak melakukan hal itu
krena kelembutan hatinya.
5. Pembuangan Abu Darda al-Ghifari telah membangkitkan kemaran kaum muslimin. Abu
Darda al-Ghifari adalah orang yang sangat saleh. Ia membela kepentingan rakyat kecil. Ia telah
mendesak Gubernur Suriah agar mewajibkan orang-orang kaya menyisihkan sebagian
hartanyabagi kepentingan kaum miskin. Akan tetapi, Mu’awiyah bin Abu Sufyan melporkannya
sebagai penghasut kepada Usman bin Affan. Akhirnya, ia dibuang dan dikucilkan di Desa
Rabadah.
6. Kaum munafik telah menyebarkan fitnah dan hasutan. Mereka dipimpin oleh Abdullah bin
Saba’. Ia adalah seorang Yahudi yang berasal dari Yaman dan berpuara-pura masuk Islam. Ia
menghasut kaum muslimin agar memberptak kepada khalifah.
Keadaan itu mnyebabkan kaum muslimin menjadi kacau. Dikota Kufah dan Basrah, rakyat
menentang gubernur-gubernur yang diangkat oleh Usman bin Affan. Di Mesir, Abdullah bin
Saba’ mendakwahkan hak Ali bin Abi Thalib yang sah untuk menjabat sebagai khalifah. Ia
menyebarkan pemikiran Yahudi tentang Mesiah. Abdullah bin Saba’ menyatakan bahwa Ali bin
Abi Thalib akan datang sebagain al-Mahdi atau penyelamat dunia.
Pemberontakan pertama pecah di Mesir. Mereka mengusir gubernur. Kemudian, sekitar 600
orang pemberontak datang ke Madinah. Dalam perjalanan, para pemberontak dari Kuffah dan
Basrah ikut bergabung. Mereka mengamukakan keluhan-keluhan terhadap Usman bin Affan.
Keluhan itu ditanggapi oleh Usman bin Affan dengan mengangkat Muhammad bin Abu Bakar
sebai Gubernur yang baru. Para pemberontak itu kelihatannya puas dan kembali kedaerah
masing-masing.

G. Wafatnya Usman bin Affan


Setelah para pemberontak itu kembali ke daerah masing-masing, tampaknya permasalahan sudah
selesai. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka mereka malah kembali lagi ke
Madinah. Ali bin Abi Thalib mencegah mereka agar tidak melakukan keonaran. Ali bin Abi
Thalib menanyakan kepada mereka mengapa kembali ke Madinah. Mereka berkata bahwa
mereka telah mencegat seorang pembantu khusus Usman bin Affan yang membawa sepucuk
surat kepada Gubernur Mesir, Abdullah bin Abi Sarah. Surat itu ditulis oleh Marwan bin Hakam
yang meminta Abdullah bin Abi Sarah untuk membunuh mereka setibanya di Mesir.
Oleh karena itu para pemberontak meminta Usman bin Affan menyerahkan Marwan Bin Hakam.
Tuntutan itu tidak bisa dipenuhi Usman bin Affan. Mereka kemudian mengepung rumah
khalifah. Pada saat yang berbahaya itu, sahabat dan kerabat Usman bin Affan telah
meninggalkannya. Pada tanggal 17 Juni 656 M (35 H), para pemberontak menyerbu rumah
Usman bin Affan. Mereka membunuh Usman bin Affan yang sedang membaca Al-Qur’an.
Usman bin Affan meninggal sebagai syahid pada usia 82 tahun. Pemerintahannya berlangsung
selama 12 tahun.
Terbunuhnya Usman bin Affan akibat-akibat yang merugikan Islam. Beberapa akibat ter sebut
adalah sebagai berikut :
1. Pembunuhan Usman bin Affan membangkitkan semangat kesukuan Arab yang telah lama
hilang sebagai hasil ajaran Nabi Muhammad saw.
2. Peristiwa tersebut memecahkan kesatuan umat Islam. Bani Umayyah dan Bani Hasyim
menjadi dua golongan yang bersaing dan bermusuhan. Demikian juga kaum Ansar Madinah dan
Bani Umayyah Mekkah.
3. Kota Madinah kehilangan kedudukannya sebagai pusat kekhalifahan. Osisi iitu bergeser ke
Kufah dan Damaskus. Kaum ansar juga kehilangan kedudukan mereka dalam pemerintahan.
4. Gerakan perluasan wilayah Islam mengalami kemunduran. Hal itu disebabkan kesulitan-
kesulitan yang timbul dalam pemerintahan.
5. Peristiwa yang menyebabkan pecahnya perang saudara dalam Islam. Perang saudara itu
kemudian memunculkan golongan-golongan dalam Islam, seperti Suni, Syi’ah, dan Khawarij.
Demikianlah, pembunuhan Usman bin Affan merupakan peristiwa yang sangat merugikan Islam.
Usman bin Affan termasyhur karena kesalehan dan kejujurannya. Ia sangat taqwa dan sederhana
dalam hidupnya. Kesederhanaan dan keermawanan merupakan ciri utama wataknya yang
menonjol. Walaupun hidupnya berakhir tragis, Usman bin Affan telah memberikan sumbangan
yang berharga bagi umat Islam.
Ali bin Abi Thalib
A. Riwayat Hidup Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib dilahirkan dimekkah pada tahun 602 M. Ia adalah putra dari paman Nabi
Muhammad saw. Abu Thalib sangat berjasa pada masa awal perjuangan Islam. Ia selalu
melindungi Nabi Muhammad saw, dari usaha-usaha jahat kaum kafir Quraisy. Abu Thalib adalah
kakak kandung ayah Nabi Muhammad saw yaitu Abdullah bin Abdul Muttalib.
Sewaktu lahir, ia diberi nama Haidarah oleh ibunya, Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abdul
Manaf. Nama itu kemudian diganti oleh ayahnya dengan Ali. Ketika berusia 6 tahun, ia diambil
sebagai anak asuh oleh Nabi Muhammad saw. Pada waktu Nabi Muhammad saw, diangkat
sebagai Rasul, Ali baru berusia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam
setelah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Muhammad saw. Setelah masuk Islam, ia selalu
brsama Nabi Muhammad saw. Ia selalu menaati setiap perintah Nabi Muhammad saw. Ali bin
Abi Thalib juga banyak menyaksikan Nabi Muhammad saw menerima wahyu. Oleh karena itu,
ia banyak menimba rahasia ilmu ketuhanan dan berbagai persoalan keagamaan.
Ketika Nabi Muhammad saw, hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar as-Siddiq, Ali bin Abi
Thalib diperintahkan tetap tinggal di rumah Nabi Muhammad saw. Hal itu dilakukan agar kaum
Quraisy mengira bahwa Nabi Muhammad saw, masih berada di rumahnya. Padahal tindakan itu
sangat membahayakan dirinya. Orang-orang kafir Quraisy bisa saja membunuhnya karena
mengira dirinya Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, ia menjadi orang pertama yang
menjadi fida’ atau tebusan bagi Nabi Muhammad saw. Ia kemudian menyerahkan sejumlah
titipan Nabi Muhammad saw kepada para pemiliknya amasing-masing. Ali bin Abi Thalib
mampu mengerjakan tugas yang penuh resiko itu dengan baik. Dengan cara itu, Nabi
Muhammad saw dan Abu Bakar as-Siddiq berhasil meninggalkan kota Mekkah dengan selamat
tanpa diketahui orang Quraisy. Tidak berapa lama kemudian, Ali bin Abi Thalib menyusul hijrah
ke Madinah.
Setahun setelah hijrah, Nabi Muhammad saw, mengawinkannya dengan Fatimah, putri
kesayangan beliau. Sebenarnya, Ali bin Abi Thalib tidak berani melamar Fatimah karena
kemiskinannya. Akan tetapi, Nabi Muhammad memberika dorongan dengan memberikan
bantuan sekedarnya untuk persiapan rumah tangga mereka. Ali bin Abi Thalib kemudian
menjual baju besinya seharga 500 dirham (kurang lebih 10 gram emas) sebagai mas kawin.
Ketika itu, Ali bin Abi Thalib berusia 20 tahun, sedangkan Fatimah berusia 15 tahun. Nabi
Muhammad saw memilihnya sebagai suami Fatimah karena ia adalah seorang pemuda yang arif
dan terpelajar. Disamping itu, Ali bin Abi Thalib, merupakan orang yang pertama memeluk
islam.
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat sederhana. Tidak tampak perbedaan dalam
kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah. Kehidupan
sederhana ini juga yang ia ajarkan kepada putra-putrinya.
Ali bin Abi Thalib juga terkenal sebagai panglima yang gagah berani. Kebeeranianya
menggetarkan lawan-lawannya. Nabi Muhammad saw mewariskan sebilah pedang yang bernama
zul-faqar kepadanya. Ali bin Abi Thalib turut serta dalam hampir semua peperangan pada masa
Rasulullah saw. Bahkan, ia selalu menjadi andalan dibarisan terdepan.
Selain itu Ali bin Abi Thalib juga dikenal cerdas dan menguasai banyak masalah keagamaan.
Nabi Muhammad saw pernah bersabda,” Aku kota ilmu pengetahuan, sedangkan Ali pintu
gerbangnya.” Oleh karena itu, nasehat dan fatwanya selalu didengar khalifah sebelumnya. Ali
bin Abi Thalib juga ditempatkan pada posisi kadi atau mufti. Ketika Nabi Muhammad saw
wafat, Ali bin Abi Thalib menunggui jenazah beliau dan mengurus pemakamannya. Sementara
itu, sahabat-sahabat yang lain sibuk memikirkan soal pengganti Nabi Muhammad saw.
Pada masa akhir pemerintahan Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib termasuk salah satu orang
yang ditunjuk menjadi anggota majlis asy-syura. Majlis itu bertugas memilih pengganti Umar
bin Khattab sebagai khalifah. Majlis tersebut juga beranggotakan Usman bin Affan, Talhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin Auf, serta Ali bin
Abi Thalib sendiri. Majlis ini kemudian memilih Usman bin Affan sebagai khalifah.
Ali bin Abi Thalib banyak mengeritik Usman bin Affan yang terlalu memperhatikan kepentingan
keluarganya. Ia meminta Usman bin Affan bersiikap tegas terhadap kerabatnya yang
menyeleweng. Akan tetapi, Usman bin Affan kurang menerima nasihat Ali bin Abi Thalib.
Akibatnya, terjadilah kekacauan dan peristiwa-peristiwa finah lainnya. Dalam keadaan seperti
itu, Usman bin Affan meminta bantuan Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, keadaan sudah
sedemikian kacau sehingga Usman bin Affan tidak bisa diselamatkan lagi.
B. Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya Usman bin Affan, kaum muslimin meminta kesedian Ali bin Abi Thalib
untuk menjadi khalifah. Mendengar permintaan itu, Ali bin Abi Thalib berkata “Urusan ini
bukan urusan kalian. Ini adalah perkara yang amat penting. Ini adalah urusan tokoh-tokoh ahl
asy-syura bersama para pejuang Perang Badar.” Ali bin Abi Thalib akhirnya diangkat sebagai
khalifah.pembaiatan mula-mula dilakukan oleh sahabat-sahabat besar, yaitu Talhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan para sahabat lainnya. Mereka diikuti
oleh rakyat banyak. Pembaiatan itu dilaksanakan pada tanggal 27 Zulhijjah 33 H di mesjid
Madinah.
Setelah diangkat menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib mengambil langkah-langkah, yaitu :
1. Mengganti para pejabat yang diangkat oleh Usman bin Affan;
2. Mengambil tanah yang telah dibagikan oleh Usman bin Affan yang telah dibagikan kepada
kerabatnya tanpa tujuan yang jelas;
3. Memberikan tunjangan kepada kaum muslimin yang diambilkan dari Baitul Mal;
4. Mengatur urusan pemerintahan;
5. Meninggalkan kota Madinah dan menjadikan kota Kufah sebagai pusat pemerintahan.
Hal itu dilakukannya untuk mengatasi perlawanan Bani Umayyah yang ketika itu mulai
membangkang serta tidak membaiatnya.
C. Beberapa Pemberontakan
Terbunuhnya Usman bin Affan menjadi permasalahan yang sangat sulit bagi Ali bin Abi Thalib.
Banyak pihak, terutama dari keluarganya yang menuntut agar pembunuh Usman bin Affan
segera ditemukan dan dihukum. Apabila Ali bin Abi Thalib tidak bersedia, maka ia dianggap
sebagai pembunuhnya. Tentu saja hal itu tidaklah mudah bagi Ali bin Abi Thalib. Keadaan itu
memunculkan beberapa pemberontakan berikut ini.
1. Pemberontakan Talhah, Zubair, dan Aisyah (36 H/656 M)
Pemberontakan ini adalah yang pertama pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Ketiga
orang itu menuntut bela atas kematian Usman bin Affan.
Talhah adalah sahabat Nabi Muhammad saw yang tertua dan sangat dihormati. Ia juga
merupakan salah seorang kerabat Abu Bakar as-Siddiq. Adapun Zubair bin Awwam adalah
kerabat Usman bin Affan dan menantu Abu Bakar as-Siddiq. Ia menikahi putri Abu Bakar as-
Siddiq yang bernama Asma’.
Pada mulanya mereka membaiat Ali bin Abi Thalib. Karena tuntutannya tidak dikabulkan Ali
bin Abi Thalib, mereka mencabut baiatnya dan pergi menuju Basra. Mereka memiliki banyak
pengikut di kota itu. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan Aisyah. Mereka kemudian
menyampaikan kabar terbunuhnya Usman bin Affan kepada Aisyah. Aisyah sangat terkejut
mengetahui hal itu. Ia lebih terejut lagi ketika diberi tahu bahwa Ali bin Abi Thalib belum
bersedia menghukum para pemberontak. Aisyah kemudian bergabung dengan Talhah dan
Zubair. Sesampainya di Basra, mereka merebut kekuasaan. Gubernur Basra yang di anggat oleh
Ali bin Abi Thalib, Usman bin Hanif, ditawan. Keadaan segera meruncing.
Ali bin Abi Thalib segera menyelesaikan persoalan ini. Akan tetapi ia menghindari cara-cara
kekerasan. Ia mengirim surat kepada Talhah dan Zubair agar bersedia berunding. Ajakan tersebut
tidak ditanggapi oleh Talhah dan Zubair. Akhirnya peperangan dahsyat tidak dapat dihindari
lagi.
Dalam peperangan itu Aisyah mengendarai unta untuk menghadapi musuhnya. Oleh karena itu,
peperangan tersebut terkenal dengan sejarah sebagai Jangi Jamal atau Perang Jamal. Sebagai
salah seorang panglima perang yang tangguh, Ali bin Abi Thalib berhasil segera mengalahkan
lawannya. Talhah dan Zubair terbunuh. Semtara itu, 20.000 orang islam lainnya gugur dalam
pertempuran itu. Adapun Aisyah ditawan. Ali bin Abi Thalib memulangkannya kembali ke
Madinah dengan ditemani saudaranya, Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq. Aisyah tetap
dihormati sebagai ummul-mu’minin.
Sejak itu, Basra masuk secara penuh dalam pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Setelah itu, Ali bin
Abi Thalib berangkat menuju Kufah untuk menyelesaikan pemberontakan Mu’awiyah bin Abu
Sufyan.
2. Pemberontkan Mu’awiyah bin Abu Sufyan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan tidak pernah mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Mereka
menganggap Ali bin Abi Thalib bersekongkol dengan pemberontak untuk membunuh Usman bin
Affan. Oleh karena itu mereka menuntut Ali bin Abi Thalib menghukum para pembunuh Usman
bin Affan segera mungkin. Hal itu tentu saja tidak dapat disanggupi Ali bin Abi Thalib.
Permasalahn makin sulit ketika Mu’awiyah menolak perintah Ali bin Abi Thalib untuk
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur. Mu’awiyah bahkan mempersiapkan
pasukan perang untuk melawan Ali bin Abi Thalib.
Setelah selesainya Perang Jamal, Ali bin Abi Thalib segera berangkat menuju Damaskus.
Ternyata, Mu’awiyah telah siaga menghadangnya di sebuah tempat di luar Damaskus yang
bernama Siffin. Sekali lagi, Ali bin Abi Thalib mengusulkan perjanjian damai kepada
Mu’awiyah. Perjanjian itu gagal dilaksanakan dan meletuslah peperangan dengan sengitnya.
Perang tersebut terkenal dengan sebutan Perang Siffin. Ali bin Abi Thalib adalah panglima
perang yang sangat piawai. Dalam waktu singkat, pasukan Mu’awiyah berada di ambang
kehancuran. Pada saat itu, Amru bin As meminta kepada Mu’awiyah untuk meminta damai
kepada Ali bin Abi Thalib. Ia adalah penasehat Mu’awiyah yang terkenal cerdik dan licik. Ia
kemudian meminta prajuritnya untuk mengikat Al-Qur’an di ujung tombak serta menyeru
perdamaian. Ali bin Abi Thalib mngerti hal itu hanyalah tipuan. Ia berniat untuk terus
melanjutkan peperangan. Akan tetapi, sebagian prajuritnya meminta agar peperangan dihentikan.
Peperangan pun berhenti.
Setelah itu, perundingan dilaksanakan. Dalam sejarah, peristiwa ini terkenal dengan sebutan
tahkim atau arbitrasi. Pihak Mu’awiyah diwakili oleh Amru bin As, sedangkan dari pihak Ali bin
Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari. Mula-mula Amru bin As mengatakan bahwa
Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib meletakkan jabatan. Barulah setelah itu kaum muslimin
memilih khalifah yang baru. Oleh karena itu, Amru bin As meminta kepada Abu Musa al-As’ari
mengumumkan pengunduran khalifah Ali bin Abi Thalib. Setelah itu, Amru bin As menyatakan
Mu’awiyah sebagai khalifah untuk mengisi kekosongan jabatan itu. Melihat kecurangan itu,
pihak Ali bin Abi Thalib marah. Merka meminta Ali bin Abi Thalib untuk melnjutkan perang
kembali. Akan tetapi, Ali bin Abi Thalib menolaknya karena ia telah berjanji untuk menerima
hasih perundingan. Akhirnya, orang-orang itu memisahkan diri dari kelompok Ali bin Abi
Thalib. Mereka ini kemudian disebut khawarij, artinya orang yang keluar. Demikianlah,
persoalan itu akhirnya tidak terselesaikan dan malah memunculkan persoalan yang baru.
3. Pemberontakan Kaum Khawarij
Kaum khawarij kemudian menyatakan perang terhadap kelompok Ali bin Abi Thalib dan
kelompok Mu’awiyah. Mereka kemudian menyingkir ke Harurah, sebuah desa di dekat Kufah.
Mereka kemudian mengangkat Syibi bin Rubi’at-Tamimi sebagai panglima perang dan Abdullah
bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin keagamaan. Di Harurah mereka segera menyusun
kekuatan untuk menggempur semua pihak yang menyetujui tahkim dan tokoh-tokohnya. Tokoh-
tokoh yang hendak mereka bunuh adalah Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Amru
bin As, dan Abu Musa al-Asy’ari.
Keadaan Ali bin Abi Thalib menjadi sulit. Di satu pihak, ia ingin segera menghancurkan
Mu’awiyah yang makin kuat. Di pihak lain, kekuatan kaum khawarij sangat berbahaya jika tidak
segera ditumpas. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib memutuskan untuk menyerang kharij terelbih
dahulu. Kemudian, barulah ia menyerang Damaskus.
Pada tahun 658 M, Ali bin Abi Thalib menyerang kaum khawarij di Nahrawan. Perang ini
dikenal dengan sebutan Perang Nahrawan. Kaum khawarij berhasil dihancurkan. Abdullah bin
Wahhab ikut terbunuh.
D. Akhir Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Kekalahan kaum khawarij dalam Perang Nahrawan membuat mereka makin dendam. Mereka
terus-menerus menghancurkan kehidupan kaum muslimin. Dipihak lain, kekuatan Mu’awiyah
makin bertambah. Pada tahun 658 M, Amru bin As berangkat ke Mesir dan menaklukkannya.
Hal itu membuat kekuasaan Mu’awiyah majin luas.
Secara diam-diam, kaum khawarij merencanakan untuk membunuh Ali bin Abi Thalib,
Mu’awiyah, dan Amru bin As. Mereka dianggap sebagai orang yang menyebabkan perpecahan
umat Islam. Mereka menetaapkan tiga orang untuk melaksanakan tugas tersebut. Mereka adalah :
1. Abdurrahman bin Muljambertugas membunuh Ali bin Abi Thalib di Kufah;
2. Barak bin Abdillah at-Tamimi ditugaskan membunuh Mu’awiyah di Damaskus;
3. Amr bin Bakar at-Tamimi bertugas membunuh Amru bin As di Mesir.
Di antara ketiga orang itu, hanya Abdurrahman bin Muljam yang berhasil melaksanakan tugas.
Ia menusuk Ali bin Abi Thalib ketika melaksanakan salat subuh. Ali bin Abi Thalib akhirnya
meninggal pada bulan Ramadhan tahun 40 H (661 M). Masa pemerintahannya berlangsung
selama kurang lebih 4 tahun. Ia meninggal dalam usia 60 tahun.
Dilihat dari hasilnya, pemerintahan Ali bin Abi Thalib dapat dianggap mengalami kegagalan.
Kegagalan ini terutama disebabkan sikap kompromi ali bin Abi Thalib terhadap Mu’awiyah.
Selain itu, Ali bin Abi Thalib harus menghadapi pemberontakan Talhah bin Zubair, sreta kaum
khawarij. Peperangan melawan mereka sangat melemahkan kekuatan Ali bin Abi Thalib.
Di pihak lain, Mu’awiyah berhasil meningkatkan kekuatannya. Ia memiliki pendukung,
keuangan, dan sumber kekayaan yang jaun lebih besar dibandingkan Ali bin Abi Thalib. Bani
Umayyah dan orang-orang Arab Suriah selalu memasoknya dengan sumber kekuatan yang tidak
ada habisnya.
Ali bin Abi Thalib merupakan Khulafaur Rasyidin yang terakhir. Ia hidup sesuai tuntunan Nabi
Muhammad saw yang sangat sederhana dan suci. Ia sangat cermat dalam melaksanakan prinsip-
prinsip Baitul Mal. Ia tidak pernah membelanjakan atau mengizinkan orang lain membelanjakan
perbendaharaan negara satu sen pun. Masa Khulafar Rasyidin merupakan puncak kegemilangan
Islam. Mereka memiliki jasa yang sangat besar dalam mengembangkan Islam.

BAB II
PENUTUP
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai