Anda di halaman 1dari 24

A.

Equalisasi Peredaran Usaha Sesuai SPT Badan Dengan


Peredaran Usaha Sesuai SPT PPN
Analisis equalisasi digunakan untuk memastikan dalam satu
tahun pajak apakah omzet di SPT Tahunan PPh Badan atau Orang Pribadi
sama dengan penyerahan BKP/JKP di SPT Masa PPN. Analisis Ekualisasi
Omzet SPT Tahunan PPh dengan Penyerahan SPT Masa PPN biasanya
dilakukan dalam kondisi omzet atau peredaran bruto yang dilaporkan di
SPT Tahunan PPh berbeda dengan total nilai penyerahan kumulatif yang
dilaporkan di SPT Masa PPN selama 1 tahun buku.
Sering kali Wajib Pajak melaporkan peredaran usaha di SPT Tahunan
PPh sama dengan Total penyerahan PPN di SPT PPN masa Pajak Januari
s.d. Desember. Padahal dalam kenyataan antara peredaran usaha di SPT
Tahunan PPh dengan Penyerahan PPN di SPT Masa PPN berbeda karena
adanya perbedaan pengakuan penghasilan di SPT dengan pengakuan
penyerahan (saat terutang PPN) di SPT Masa PPN. Perbedaan pengakuan
ini menyebabkan perbedaan jumlah peredaran usaha dengan penyerahan
PPN.
Dalam UU KUP, pengakuan penghasilan yang diakui/diatur ada dua stelsel
yaitu:
1. Stelsel kas
Adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan pada
penghasilan yang diterima dan biaya dibayar secara tunai. Menurut
stelsel kas penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila
benar-benar diterima secara tunai dalam periode tertentu dan biaya
dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai
dalam periode tertentu.
2. Stelsel akrual
Adalah metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti
penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu

1
terutang, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima atau kapan
biaya dibayar secara tunai. Dalam dunia akuntansi, stelsel akrual yang
lazim digunakan.

Sementara penyerahan PPN terjadi pada saat faktur pajak dibuat


yaitu pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak
(JKP), saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP, saat pembayaran per termin dalam
penyerahan sebagian tahap pekerjaan, dan saat lain yang diatur Peraturan
Menteri Keuangan. Jadi dengan perbedaan pengkuan penghasilan
(penyerahan) antara SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN berakibat pada
jumlah peredaran tidak sama dengan jumlah penyerahan dalam suatu
periode pembukuan.
Disamping perbedaan pengakuan penghasilan, adalagi yang
menyebabkan perbedaan antara peredaran usaha dengan penyerahan PPN
yaitu :
1. Adanya Nilai Lain sebagai dasar pengenaan PPN.
2. PPN dikenakan atas BKP berupa aktiva yang tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan oleh PKP. Dalam SPT Tahunan Badan masuk
penghasilan diluar usaha.
Sebelum melaporkan pajak penghasilan badan tahunan,
sebaiknya perusahaan membandingkan peredaran usaha di SPT Masa
PPN selama satu tahun (mulai masa Januari sampai dengan masa
Desember) dengan peredaran usaha di laporan laba rugi akuntansi atau
Pajak. Memang peredaran usaha di SPT Tahunan dengan penyerahan
BKP/JKP di SPT Masa PPN tersebut pasti terjadi perbedaa n, di
mana perbedaan tersebut bisa diketahui dengan melakuka n analisis
equalisasi. Sebab-sebab perbedaan omzet di SPT Tahunan PPh

2
Badan/Orang Pribadi dengan Penyerahan BKP/JKP di SPT Masa PPN
adalah:
1. Penghasilan di SPT Tahunan PPh sudah diakui tetapi di SPT PPN, di
mana PPN-nya belum dipungut dan dilaporkan. Karena SPT Tahunan
PPh mengacu pada metode pembukuan accrual basis dan sedangkan
SPT Masa PPN, Pemungutan PPN yang ditandai dengan penerbitan
faktur pajak standar dilakukan paling lambat pada akhir bulan
berikutnya setelah terjadi penyerahan BKP/JKP atau pada saat
pembayaran dilakukan.
2. Adanya penerimaan uang muka (down payment) yang sudah
dikenakan PPN tetapi belum diakui sebagai penghasilan di SPT PPh
karena masih tercatat sebagai pos utang. Misalnya pendapatan
yang diterima di muka atas penyerahan BKP/JKP.
3. Adanya penghasilan/penjualan yang merupakan objek PPh tetapi
bukan merupakan objek PPN atau fasilitas PPN. Fasilitas PPN seperti
dibebaskan atau tidak dipungut, misalnya ekspor dikenai PPN tarif 0%,
penjualan makanan dan minuman disajikan di hotel yang merupakan
objek PPh akan tetapi bukan merupakan objek PPN tetapi objek pajak
daerah.
4. Adanya penghasilan yang dikenakan PPh final tetapi dipungut PPN
dan dilaporkan di SPT Masa PPN. Misalnya pendapatan sewa tanah dan
atau bangunan merupakan objek PPh Final sehingga tidak
diperhitungkan dalam SPT PPh Badan. Padahal penyerahannya adalah
objek PPN.
5. Bukan penghasilan di SPT PPh tetapi objek pemungutan PPN
yang bukan merupakan penjualan, misalnya: adanya pemakaian
sendiri atau pemberian cuma-cuma di SPT PPN. Pemakaian sendiri atau
pemberian cuma-cuma dikenakan PPN dan diperhitungkan sebagai

3
penyerahan yang terutang PPN. Sedangkan di PPh tidak akan ada
pengakuan penghasilan.
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan sebaliknya. Transaksi ini
bukan penjualan ditinjau dari sisi akuntansi dan PPh, tetapi merupakan
penyerahan BKP menurut Undang Undang PPN.
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi. Dari sisi akuntansi dan PPh
belum diakui penjualan, tetapi dari sisi Undang-Undang PPN sudah
merupakan penyerahan BKP dan wajib menerbitkan faktur pajak.
8. Adanya transaksi yang tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang dipungut PPN dan dilaporkan SPT Masa PPN.
Sering penghasilan tersebut di luar usaha (other income); tidak
masuk dalam omzet SPT Tahunan PPh melainkan masuk other income,
tetapi di SPT Masa PPN merupakan objek PPN.
9. Adanya penyerahan kepada pemungut PPN. Penyerahan kepada
pemungut PPN menganut prinsip cash basis, PPN baru dipungut pada
saat pemungut melakukan pembayaran. Maka wajib pajak rekanan
pemungut melaporkan faktur pajaknya pada masa pajak dilakukan
pembayaran, tetapi transaksi penjualan di SPT Tahunan PPh diakui jauh
hari sebelum terjadi pembayaran.
10. Terjadi di awal tahun di mana terdapat faktur pajak di SPT Masa PPN
atas penjualan BKP/JKP, tetapi penghasilan sudah diakui pada periode
sebelumnya (tahun pajak sebelumnya) di SPT Tahunan PPh.
SPT Tahunan PPh Badan
Walaupun pada hakikatnya semua pajak berasal dari penghasilan
tetapi Pajak Penghasilan atau Income Tax memiliki kekhasan tersendiri
karena cara penghitungannya sangat dekat dengan disiplin ilmu akuntansi.
Di negara kita, standar akuntansi ditentukan oleh Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI) dan standar tersebut diakui sebagai praktek akuntansi yang
paling adil dan lazim digunakan didunia bisnis. Selain diakui oleh institusi
pengawas pasar modal (Bapepam), Standar Akuntansi Keuangan Indonesia

4
juga diakui oleh administrator pajak (Direktorat Jenderal Pajak). Artinya,
laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik sangat
berarti bagi SPT Tahunan PPh Badan.
Tetapi adakalanya penghasilan di laporan keuangan berbeda dengan
SPT Tahunan PPh Badan. Tidak semua standar akuntansi dapat diterapkan
untuk kepentingan pajak penghasilan. Sebagai contoh, penghitungan
persediaan barang dagangan, peraturan perpajakan di Indonesia yang
berlaku sekarang hanya membolehkan metode FIFO (first in first out) dan
metode rata-rata (average). Jika Wajib Pajak menggunakan metode
persesedian LIFO (last in first out) maka nilai persediaan Wajib Pajak
harus dikoreksi. Akan ada perbedaan pengakuan antara fiskal dan
komersial.
Wajib Pajak seharusnya membuat equalisasi antara pos-pos di
laporan keuangan komersial dan angka-angka di SPT Tahunan PPh Badan.
Setiap perpedaan angka antara laporan keuangan dengan SPT Tahunan PPh
Badan, Wajib Pajak wajib kudu mempersiapkan alasan-alasan yang rasional
dan berdasar. Berdasar maksudnya, bahwa perbedaan tersebut dikarenakan
peraturan perpajakan yang berlaku, baik undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan menteri keuangan maupun keputusan direktur
jenderal pajak.
Mulainya harus dari angka-angka komersial, kemudian dikoreksi,
baru angka-angka yang disajikan di SPT. Cara membuat equalisasi SPT
Tahunan PPh Badan sebenarnya mirip dengan membuat Neraca Lajur. Jadi
ada kolom untuk nama-nama perkiraan, kolom rupiah menurut laporan
keuangan komersian, kolom koreksi fiskal dan kolom rupiah menurut
fiskal. Angka-angka yang ada di kolom menurut fiskal adalah angka-angka
yang disajikan di SPT Tahunan PPh Badan. Ditambah lagi catatan
dibawahnya, peraturan mana yang menjadi dasar koreksi.

5
Keuntungan membuat equalisasi seperti diatas adalah kemudahan
bagi Wajib Pajak dan pemeriksa pajak. Mungkin beberapa tahun kemudian
setelah SPT Tahunan PPh Badan disampaikan ke kantor pelayanan pajak,
baru nongol petugas pajak yang akan memeriksa SPT Tahunan PPh Badan
anda. Karena rentang waktu yang lama, kita sering lupa apa yang telah kita
kerjakan. Kita lupa, kenapa angka di SPT Tahunan PPh Badan berbeda
dengan laporang keuangan. Jika kita telah membuat equalisasi, maka kita
tidak akan lupa dan perbedaan-perbedaan tersebut akan mudah dijelaskan
kepada pemeriksa pajak. Wajib Pajak dapat menjelaskan perbedaan angka-
angka tersebut disertai dengan dasar hukum yang jelas. Sikap seperti ini
tentu akan memberikan kesan kepada pemeriksa pajak bahwa Wajib Pajak
tersebut sudah taat aturan pajak. Ini kredit poin untuk Wajib Pajak.

B. Equalisasi Biaya-Biaya dalam Laporan Keuangan yang Berkaitan


Dengan Put/Pot Dengan SPT PPh Pasal 21/26, 22 dan 23/26

SPT PPh Pasal 21


Jika equalisasi SPT Tahunan PPh Badan bermula dari laporan
keuangan komersial, maka equalisasi SPT yang lain bermula dari SPT
Tahunan PPh Badan. Pos-pos biaya yang ada di Laporan Laba Rugi yang
telah dituangkan didalam SPT Tahunan PPh Badan harus disinkronkan
dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21, SPT Masa PPh Pasal 23 dan 26.
Sedangkan Pos pendapatan (baik pendapatan usaha maupun pendapatan
lain-lain) harus disinkronkan dengan SPT Masa PPN.
PPh Pasal 21 adalah withholding tax yang berkaitan dengan majikan
dan buruh. Majikan akan memotong pajak penghasilan milik buruh dan
menyetorkannya ke kas negara. Kemudian kewajiban penghitungan,

6
pemotongan dan pembayaran pajak penghasilan buruh selama satu tahun
tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.
Banyak Wajib Pajak yang mencampurkan PPh Pasal 23 dan PPh
Pasal 21. Padahal keduanya jenis pajak yang berbeda. Menurut Prof. R.
Mansyuri, Phd yang terlibat langsung dalam tax reform tahun 1985, bahwa
Pasal 21 UU PPh dimaksudkan sebagai prosedur pelunasan pajak atas
penghasilan yang diperoleh “seseorang” karena bekerja. Syaratnya : ada
majikan dan buruh, hubungan keduanya tidak setara. Majikan tentu lebih
tinggi daripada buruh. Majikan dalam posisi memberi perintah dan buruh
dalam posisi yang diperintah. Karena klasifikasikan begitu, maka
pembayaran kepada konsultan profesional bukanlah objek PPh Pasal 21
karena tidak ada majikan – buruh dan posisinya setara.
Kalau kita sudah dapat membedakan mana objek PPh Pasal 21 dan
mana objek PPh Pasal 23, maka kita dapat menyusun SPT Tahunan PPh
Pasal 21 dengan benar. SPT Tahunan ini menjadi patokan bagi pemeriksa
pajak, apakah Wajib Pajak telah melakukan kewajiban perpajakan dengan
benar. Kadang – kadang Wajib Pajak lupa memasukkan upah buruh lepas
dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21, padahal upah buruh tersebut telah
dipotong dan dilaporkan di SPT Masa PPh Pasal 21. Atau, Wajib Pajak lupa
memasukkan pesangon ke SPT Tahunan padalah di SPT Masa telah
dilaporkan. Apa pun yang telah dilaporkan di SPT Masa, hendaknya
dijumlahkan dan dilaporkan kembali di SPT Tahunan. Jika tidak, Wajib
Pajak rugi sendiri.
SPT Tahunan PPh Pasal 21 berfungsi sebagai rekapitulasi dari semua
objek-objek PPh Pasal 21. Sedangkan SPT Masa PPh Pasal 21 seperti
laporan keuangan interim, dilihat dari teknis perhitungan pajak, hanya
sementara. Tetapi sementara lebih baik daripada tidak sama sekali.
Seandainya tidak membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21, tetapi taat

7
melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21, maka SPT Masa tersebut tetap diakui
dan Wajib Pajak telah melaksanakan sebagian kewajibannya.
Biar lebih mudah kita mesti mencatat objek-objek PPh Pasal 21
kedalam perkiraan-perkiraan tertentu. Tidak mencampur dengan pos,
misalnya, pemeliharaan kantor. Memang tergantung kebiasaan di
perusahaan Wajib Pajak tersebut, tetapi mencampur pengeluaran yang
memang objek PPh Pasal 21 dengan bukan objek PPh Pasal 21 akan
menyulitkan menghitung dan melaporkannya dalam SPT Tahunan PPh
Pasal 21. Dengan tertib pencatatan, Wajib Pajak tidak akan direpotkan
dikemudian hari, baik saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21 maupun
saat pemeriksaan pajak.
Angka-angka yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21
harus dapat dijelaskan bersumber dari perkiraan apa saja. Saat membuat
SPT Tahunan PPh Pasal 21 kita harus membuat equalisasi antara pos-pos
biaya di Laporan Laba Rugi dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Equalisasi
ini akan sangat bermanfaat! Setidaknya tidak akan terjadi penghitungan
ganda (double accounting) objek PPh Pasal 21. Penghitungan ganda bisa
dilakukan oleh Wajib Pajak saat membuat SPT Tahunan maupun pemeriksa
pajak yang tidak mengerti sumber angka di SPT Tahunan PPh Pasal 21.
Pemeriksa menduga objek PPh Pasal 21 belum dilaporkan di SPT Tahunan
kemudian menghitung ulang (koreksi positif). Jika terjadi penghitungan
ganda seperti itu tentu merugikan Wajib Pajak sendiri.

SPT PPh Pasal 23 dan Pasal 26


Seperti diuraikan diatas, perbedaan penting antara PPh Pasal 21 dan
PPh Pasal 23 adalah kesetaraan. Jika hubungan antara pemberi penghasilan
dengan penerima penghasilan memiliki kesetaraan, bukan hubungan
majikan dan buruh maka penghasilan tersebut adalah objek PPh Pasal 23.

8
Selain itu, objek PPh Pasal 23 hanya untuk jenis-jenis penghasilan tertentu.
Perhatikan kata-kata dalam Pasal 23 ayat (1) UU PPh berikut, “atas
penghasilan tersebut di bawah ini ...”
Tidak semua penghasilan menjadi objek PPh Pasal 23. Berikut adalah
jenis-jenis penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23 dan pengertiannya
menurut versi penulis :
1. dividen, penghasilan yang berkaitan dengan investasi atau
penanaman modal;
2. bunga, penghasilan yang berasal karena utang piutang;
3. royalty, imbalan sehubungan dengan hak atas kekayaan
intelektual;
4. hadiah & penghargaan, kecuali ada hubungan majikan –
buruh;
5. sewa, imbalan atas penggunaan aktiva tetap;
6. jasa teknik, jasa pemberian informasi yang berkenaan dengan
pengalaman dibidang manufaktur, industri, perdagangan,
manajemen atau ilmu pengetahuan
7. jasa manajemen, pemberian jasa dengan ikut serta secara
langsung (subjek) dalam manajemen sehari-hari.
Jasa lain adalah jenis-jenis jasa yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak berdasarkan kuasa dari Pasal 23 ayat (2) UU PPh. Terhadap
jasa lain dikenakan 15% dari penghasilan neto yang ditetapkan oleh
Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tarif efektif masing-masing jenis jasa
berbeda. Karena itu, lebih baik Wajib Pajak memiliki daftar tersendiri atau
tinggal salin dari sini.
Wajib Pajak seringkali mencampuradukkan pengertian jasa
manajemen, jasa teknik dan jasa konsultan berdasarkan pengertian awam.
Jasa – jasa yang berkaitan dengan manajemen disebut jasa manajemen.

9
Kadang disebut jasa konsultan manajemen. Padahal peraturan perpajakan
membedakan jasa konsultan dan jasa manajemen! Seandainya perusahaan
diibaratkan dengan kendaraan, jasa manajemen itu adalah jasa supir.
Orang-orang yang disewa menjadi supir perusahaan.
Begitu juga dengan jasa teknik, seringkali diasosiasikan dengan
pekerjaan teknik. Bukan hanya itu! Jasa teknik penekanannya pada
pemberian informasi dan pengalaman. Kadang mirip dengan royalti. Salah
satu ciri yang membedakan jasa teknik dengan royalti adalah
pertanggungjawaban keberhasilan. Jasa teknik harus dibayar jika jasanya
telah dilaksanakan dan berhasil. Sedangkan penjual royalti kadang tidak
peduli apakah pembeli royalti berhasil dalam usahanya atau tidak. Ya,
penjual royalti seperti penjual di pasar tradisional, “barang yang sudah
dibeli tidak dapat dikembalikan” :) Satu lagi ciri yang membedakan jasa
teknik dengan royalti adalah jual putus atau bagi hasil. Jasa teknik selalu
“jual putus” sedangkan royalti selalu minta bagian (sekian persen dari
penjualan).
Pemahaman atas istilah-istilah tersebut, menurut pengertian
perpajakan, akan sangat bermanfaat bagi Wajib Pajak. Setidaknya ada dua
manfaat yang diperoleh. Pertama, benar menghitung pajak. Seandainya ada
dua istilah dengan tarif yang berlainan maka kesalahpahaman Wajib Pajak
akan berakibat perhitungan pajak terutang salah. Bisa lebih besar atau lebih
kecil dari yang seharusnya. Kedua, mungkin penghitungan ganda. Ini jelas
merugikan Wajib Pajak. Seandainya Wajib Pajak telah memotong PPh
Pasal 23 atas jasa manajemen sebesar 4,5% tetapi ketika diperiksa oleh
kantor pajak, diketahui bahwa jasa tersebut bukan jasa manajemen tapi
royalti yang tarifnya 15%, maka Wajib Pajak harus membayar kembali PPh
Pasal 23 atas royalti sebesar 15% dari jumlah bruto. Kasus ini terjadi
karena pemeriksa pajaknya berpendapatan bahwa Wajib Pajak baru

10
membayar PPh Pasal 23 atas jasa manajemen tetapi belum membayar PPh
Pasal 23 atas royalti.
Teknik equalisasi PPh Pasl 21, seperti yang diuraikan diatas, sama
dengan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26. Hanya saja karena PPh Pasal 23
dan Pasal 26 tidak ada SPT Tahunan maka Wajib Pajak tetap harus
membuat rekapitulasi SPT Masa. Harus jelas berapa pembayaran PPh Pasal
23 atas royalti, atas sewa, atas jasa teknik selama setahun. Sekali lagi, total
pembayaran selama setahun masing-masing tahun pajak dapat diperinci.
Kemudian sandingkan dengan biaya-biaya yang dilaporkan di Laporan
Laba Rugi.
Pasal 26 UU PPh adalah withholding tax atas penghasilan yang
diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN). Hukum perpajakan
mengharuskan adanya kesetaraan antara Wajib Pajak Dalam Negeri
(WPDN) dengan WPLN. Orang Inggris bilang equal treatment. Jika
kepada WPDN dikenakan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 maka kepada
WPLN dikenakan PPh Pasal 26. Contoh, pembayaran sewa kepada WPDN
adalah objek PPh Pasal 23 sedangkan kepada WPLN adalah objek PPh
Pasal 26.
Tetapi harus diingat bahwa pembayaran PPh Pasal 23 dan
pembayaran PPh Pasal 26 harus dipisah. Surat Setoran Pajak (SSP) untuk
Pasal 23 dan Pasal 26 harus dipisah. Selain itu, tahun pajaknya harus jelas.
Penulisan tahun pajak di SSP harus dikaitkan dengan saat terutang. Bukan
saat pembayaran SSP. Bisa jadi kita, karena kesadaran Wajib Pajak,
membayar PPh Pasal 26 untuk tahun 2002 pada tahun 2004. Selama belum
ada pemeriksaan, boleh-boleh saja. Penghitungan sanksi bunga karena
terlambat pembayaran lebih baik diserahkan ke kantor pajak saja.
SPT Masa PPN

11
Sebagian besar pemeriksa pajak, ketika menerima SPT Masa PPN
selalu melihat dulu SPT Masa Desember. Dilihatnya kolom “s.d. bulan ini”.
Seandainya angka di kolom tersebut tidak sama dengan angka di SPT
Tahunan PPh Badan, maka timbul pertanyaan, “kenapa?” Kenapa angkanya
berbeda? Itulah yang harus dijawab dengan cara equalisasi SPT Masa PPN
dengan SPT Tahunan PPh Badan.Sebagian Wajib Pajak, karena bidang
usahanya, mengharuskan angka pos peredaran usaha SPT Tahunan PPh
Badan sama penyerahan menurut SPT Masa PPN. Tetapi sebagian lagi
tidak memungkinkan adanya persamaan karena sebab-sebab sebagai
berikut

1. Penjualan dengan mata uang asing.


Kurs yang dipakai di SPT Tahunan PPh Badan adalah kurs tengah
BI. Antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan khusus tentang
kurs sama, yaitu pengakuan pendapatan dan biaya menggunakan kurs
tengah BI. Sedangkan SPT Masa PPN harus menggunakan kurs yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap minggunya. Kita mengenalnya
kurs KMK. Selain untuk PPN, kurs KMK juga digunakan untuk
pembayaran pajak lainnya. Jika pembayaran kita menggunakan mata uang
asing, dan pembayaran tersebut terutang PPh Pasal 26 maka akan ada
perbedaan angkan antara pengakuan biaya dengan dasar pengenaan pajak
PPh Pasal 26. Sekali lagi, penyebabnya adalah kurs KMK dan kurs tengah
BI. Dasar pengenaan pajak PPh Pasal 26 wajib menggunakan kurs KMK
saat (pada) tanggal pembayaran (tanggal SSP, cash basis) sedangkan
pengakuran biaya menggunakan kurs tengah BI saat diakui (accrual basis).

2.Penghasilan lain-lain menjadi objek PPN

12
Mungkin Wajib Pajak selalu menghasilkan produk sampingan. Baik
karena limbah pabrik maupun karena kualitas produk yang tidak sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Contohnya pabrik mebel yang
menghasilan kayu-kayu kecil yang dapat dijual. Produk seperti ini ketika
dijual, hasil penjualannya tentu dimasukkan ke dalam pos penghasilan lain-
lain. Tetapi penjualan tersebut jelas terutang PPN. Jadi harus dilaporkan di
SPT Masa PPN.

3. Ada penyerahan cabang dan ada SPT Masa PPN lokasi


SPT Masa PPN biasanya per lokasi tertentu kecuali ada sentralisasi
pelaporan PPN. Jika terdapat banyak cabang, tidak serta merta
penjumlahan semua SPT Masa PPN lokasi harus sama dengan SPT
Tahunan PPh Badan. Peredaran usaha adalah penyerahan produk ke
konsumen langsung, sedangkan SPT Masa PPN tidak hanya penyerahan
produk ke konsumen tetapi penyerahan produk dari pusat ke cabang atau
dari cabang ke cabang lainnya. Jadi harus hati-hati.

4. Ada penghasilan diterima dimuka


Saat terutang pajak biasanya saat penyerahan atau saat diterima
uang. Mana yang lebih dahulu. Begitu juga dengan PPN. Kita mesti cut-off
kapan saat terutang PPN. Seandainya ada uang muka penjualan yang
penyerahannya mungkin tiga bulan kemudian, pada akhir tahun uang muka
tersebut harus dihitung sebagai objek PPN yang harus dibayar.

5. Pemakaian sendiri dan bonus.


Pemakaian sendiri, pemakaian cuma-cuma atau bonus di laporan
keuangan adalah biaya. Sedangkan di SPT Masa PPN, pemakaian produks
sendiri merupakan objek PPN. Seperti pabrik minuman, kadang ada produk

13
yang tidak dapat dijual karena dibawah standar mutu yang ditetapkan
(produk BS), kemudian produk BS tersebut dibagikan ke karyawan. Ini
terutang PPN. Atau mungkin Wajib Pajak memberikan produknya secara
cuma-cuma untuk kegiatan amal. Ini juga terutang PPN.

6. Beda waktu pelaporan


Seringkali pembelian barang dagangan dibayar 30 hari sejak
transaksi. Dan faktur pajak standar dibuat selambat-lambatnya akhir bulan
berikutnya setelah bulan dilakukan penyerahan. Misalnya transaksi tanggal
23 April, mungkin baru dibayar tanggal 23 Mei. Dan bisa saja dibuat faktur
pajak pada tanggal 31 Mei. Transaksi ini dilaporkan selambat-lambatnya
tanggal 20 Juni. Jadi, transaksi bulan Desember dapat dibuatkan faktur
pajak bulan Januari tahun berikutnya, SPT Masa PPN bulan Januari.
Dari contoh ini jelas, bahwa transaksi bulan Desember, secara
akuntansi harus diakui pada bulan Desember (tahun yang bersangkutan)
sedangkan pelaporan PPN baru dapat dilaksanakan pada SPT Masa PPN
bulan Januari tahun berikutnya. Tentu akan terjadi perbedaan angka antara
peredaran usaha di SPT Tahunan PPh Badan dengan penyerahan barang di
SPT Masa PPN.
Daripada repot ketika diperiksa oleh kantor pajak, Wajib Pajak harus
menguraikan perbedaan-perbedaan antara SPT Tahunan PPh Badan dengan
SPT Masa PPN. Mungkin angka SPT Masa PPN lebih kecil daripada angka
SPT Tahunan PPh Badan, kemudian pemeriksa tidak mengetahui penyebab
perbedaan tersebut, maka pemeriksa pajak dapat serta merta mengoreksi
objek PPN. Karena menurutnya, angka di SPT Tahunan PPh Badan harus
sama dengan angka di SPT Masa PPN. Padahal mungkin saja karena
perbedaan kurs saja, atau karena beda waktu pelaporan.

14
Satu hal yang berkaitan dengan selisih kurs, Wajib Pajak wajib
membuat rekapitulasi perhitungan selisih kurs agar siapa pun yang
memeriksa mengetahui asal muasal angka selisih kurs. Bagaimana orang
percaya jika tidak ada perhitungan per transaksi.
Pengertian Manajemen Perpajakan
Manajemen perpajakan secara umum dapat didefinisikan sebagai usaha
menyeluruh yang diupayakan oleh wajib pajak agar segala hal yang
berkaitan dengan perpajakan dapat dikelola dengan efektif, efisien, dan
ekonomis.

Artinya, metode ini merupakan proses untuk meminimalisir beban pajak


namun tetap berada pada jalurnya, yakni sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Biasanya, metode ini dilakukan secara rutin atau reguler karena transaksi
yang dilakukan berulang atau selalu terjadi di sebuah perusahaan guna
mengelola dengan baik urusan perpajakannya.

1. Manfaat manajemen perpajakan adalah untuk melakukan


kewajiban perpajakan dan usaha efisiensi untuk mencapai laba,
mengefisiensikan pembayaran pajak
terhutang,melakukan pembayaran
pajak dengan tepat waktu, dan membuat data-data terbaru
untuk mengupdate peraturan perpajakan yang
dapat dilakukan dengan cara :

1. Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen


pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian
terhadap peraturan perpajakan agar diseleksi jenis tindakan
penghematan pajak yang akan dilakukan.Pada umumnya penekanan
perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban
pajak. Tujuan dari perencanaan pajak adalah merekayasa
agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin
dengan memanfaatkan peraturan yang ada,dengan
memaksimalkan penghasilan setelah pajak karena pajak
merupakan unsur pengurang. Tindakan tersebut legal karena
penghematan pajak dapat dilakukan dengan memanfaatkan hal-

15
hal yangtidak diatur (loopholes). Perencanaan Pajak merupakan
upaya legal yang bisa dilakukan Wajib Pajak, karena
penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-
hal yang tidak diatur( loopholes )Rencana pengelakan pajak
dapat ditempuh sebagai berikut:

a. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan


mengenai pengecualian danpotongan atau pengurangan yang
diperkenankan
b. Mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk bentuk
perusahaan yang tepat untuk menghemat pembayaran pajak.
c. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat
diatur secara keseluruhan tarif pajak,potensi
penghasilan,kerugian dan aktiva yang dapat dihapus.
d. Menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan dari beberapa
wajip pajak
e. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun mencegah
penghasilan tersebut dalam kategori pendapatan yang tarifnya
tinggi.

2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan. Apabila pada tahap


perencanaan pajak telah faktor-faktor yang akan dimanfaatkan
untuk melakukan penghematan pajak, Maka langkah selanjutnya
adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun
material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban
perpajakan telah memenuhiperaturan perpajakan yang
berlaku.Manajemen pajak tidak dimaksud kan
untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaanya
menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktik tersebut
telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.

3. Pengendalian Pajak. Pengendalian pajak bertujuan untuk


memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai
dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratanformal
maupun material.Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah
pemeriksaan pembayaran pajak. Oleh sebab itu,pengendalian dan
pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan

16
pajak, misalnya melakukan pembayaran pajak pada saat terakhir
tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar
lebih awal. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika
perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak
terutang.
Pengendalian Pajak (tax control). Memastikan bahwa peraturan
perpajakan telahdilaksanakan. yang terpenting adalah pengecekan
pembayaran pajak. Cara untuk mencapai tujuan manajemen
pajak, Memahami ketentuan peraturan perpajakan. Dengan
mempelajari undang-undang,keputusan dan edaran, kita dapat
melihat celah-celah yangmenguntungkan untuk melakukan
penghematan pajak. Menyelenggarakan Pembukuan yang
memenuhi syarat pembukuan sangat penting dalam perpajakan
karena memberikaninformasi tentang jumlah pajak yang terutang.

Variable – Variable yang Diperlukan untuk Melaksanakan


Manajemen Perpajakan :
Terdiri dari administratif dan material.Aministratif yaitu variable
yang menyangkutbagaimana wajib pajak mampu menjalankan
kewaibannya yang bersifat administratif sepertikelengkapan
penyempaian laporan yang diperlukan saat mencari NPWP, apa saja
yangdiperlukan saat pembayaran pajak yang terutang, berapa
jumlahnya dan ketepatan saat pembayaran pajak tersebut. Material
yaitu variable variable yang menyangkut jumlahmaterial yang
diperhitungkan, seperti :bagaimana komposisi saham, perlakuan
atas natura.Variable lainnya yaitu :

1. Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)


Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternative dari berbagai
sasaran yang hendak ditujudalam sistem perpajakan.Faktor yang
mendorong :
- Siapa yang akan dijadikan subjek pajak
- Apasaja yang merupakan objek pajak
- Pajak yang akan dipungut
- Berapa besarnya tarif pajak
- Bagaimana prosedurnya

17
2. Undang-undang Perpajakan (Tax Law)
Kita menyadari bahwa kenyataannya di mana pun tidak ada undang-undang
yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam
pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain
(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri
Keuangan dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan
pelaksanaan tersebutbertentangan denganUndang-undang itu sendiri
karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan
dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya.

3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration)


Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah
memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak itu ikut
mempengaruhi dalam pengembalian suatu tindakan dalamoperasi
perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis
secara cermat danmemanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam
ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk
memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara
ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan
lain tertentu) dengan memanfaatkan:
- Perbedaan tariff pajak (Tax Rates)
- Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (Tax
Base)
- Loopholes, Shelters dan HavensUkuran yang digunakan dalam
mengukur kepatuhan perpajakan wajib pajak, adalah:

Tax saving , yaitu upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya


dengan jalan menahandiri untuk tidak membeli produk-produk yang
ada pajak pertambahan nilainya atau dengansengaja mengurangi
jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga
penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari
pengenaan pajak penghasilan yang besar.

Tax avoidance , yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan
yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang.

18
Tax evasion, yaitu upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak
terhutang secara illegal dengan cara menyembunyikan keadaan yang
sebenarnya.

Langkah – langkah penerapan manajemen perpajakan:

a. Analysis of the existing data base (Analysis informasi yang ada)


Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah
menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat
dalam suatu proyekdan menghitung seakurat mungkin beban pajak
yang harus ditanggung.Ini hanya bisa dilakukan dengan
mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara
sendiri-sendiri maupun secara total pajak yangharus dapat
dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efesien. Adalah
juga pentinguntuk memperhitungkan kemungkinan besarnya
penghasilan dari suatu proyek danpengeluaran-pengeluaran lain
diluar pajak yang mungkin terjadi.Untuk itu seorang
manajerperpajakan harus memperhatikan faktor-faktor baik dari segi
internal maupun eksternal yaitu:
1) Fakta yang relevan
2) Faktor pajak
3) Faktor non pajak lainnya

b. Design of one more possible tax plans (Buat satu model atau
lebih rencanakemungkinan besarnya pajak)
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih
tindakanberikut:
1) Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.
2) Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi
ataumenjadi residen dari negara tersebut.
3) Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.

c. Evaluating a tax plan (Evaluasi pelaksanaan rencana pajak)


Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian
kecil dari seluruh perencanaan strategik perusahaan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil
pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban
pajak. Perbedaan labakotor dan pengeluaran selain pajak atas

19
berbagai alternatif perencanaan. Variable-variabel tersebut akan
dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut:
1) Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan
2) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil
dengan baik
3) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tapi gagalDari
ketiga hipotesis tersebut akan mengeluarkan hasil yang
berbeda.Kemudian berdasarkanhasil tersebut barulah dapat
ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak
untuk dilaksanakan atau tidak.

d. Debugging the tax plan (Mencari kelemahan dan kemudian


memperbaiki kembali rencana pajak)
Hasil suatu perencanaan pajak harus dievaluasi melalui berbagai
rencana yang di buat.Keputusan terbaik perencanaan pajak harus
sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi. Perbandingan
berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai
bentuk perencanaan pajak yang di inginkan. Kadang suatu rencana
harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan
perpajakan.Tindakan perubahan harus tetap dijalankan, walaupun
diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan
sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak ( tax saving)
yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap di jalankan. Karena
bagaimana pun juga kerugian yang ditanggung merupakan
kerugianminimal.Jadi tetap akan sangat membantu jika pembuatan
suatu rencana disertai dengan pemberian gambaran/perkiraan berapa
peluang kesuksesan dan berapa potensial laba yangakan diperoleh
jika berhasil maupun kerugian potensial jika terjadi kegagalan.

e . the tax plan (Mutakhirkan rencana pajak)


Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga
telah berjalan, namun juga masih perlu memperhitungkan setiap
perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun
pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan yang
mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu
perjanjian, yang berkenan dengan perubahan yang terjadi diluar
negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas informasi bisnis
yang tersedia sangat terbatas. Pemuktahiran dari suatu rencana
adalah konsekuensiyang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh

20
masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap
perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini,
seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan
adanya perubahan,dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil
kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.Perencanaan
pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak.
Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi
kewajiban perpajakan dengan benar, tetap jumlah pajak yang
dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh
laba dan likuiditas yang diharapkan.

f. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan


(tax implementation ) dan pengendalian pajak (tax control )
Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan
penelitian terhadap peraturanperpajakan. Tujuannya adalah agar dapa
dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.
Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning)
adalah untuk meminimalisasi kewajiban pajak baik dengan memenu
hi ketentuan perpajakan (lawful ) maupun yang melanggar peraturan
perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance dan taxevasion. Dengan
menyusun perencanaan dan manajemen pajak sejak dini perusahaan akan
terhindar dari segala hal yang mengakibatkan peningkatan beban
pembayaran pajak.
Langkah penerapan manajemen perpajakan:
a. Analysis informasi yang ada
Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah
menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu
proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus
ditanggung. Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-
masing elemen dari pajak baik secara sendiri-sendiri maupun secara total
pajak yangharus dapat dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling
efesien. Adalah juga penting untuk memperhitungkan kemungkinan
besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain
diluar pajak yang mungkin terjadi.
Untuk itu seorang manajer perpajakan harus memperhatikan faktor-
faktor baik dari segi internal maupun eksternal yaitu:
1) Fakta yang relevan
2) Faktor pajak
3) Faktor non pajak lainnya

21
b. Design of one more possible tax plans (Buat satu model atau lebih
rencana kemungkinan besarnya pajak)
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih
tindakan berikut:
1) Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.
2) Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau
menjadi residen dari negara tersebut.
3) Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.

c. Evaluasi pelaksanaan rencana pajak


Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil
dari seluruh perencanaan strategik perusahaan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu
perencanaan pajak terhadap beban pajak. Perbedaan labakotor dan
pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan.
Variabel-variabel tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan
hipotesis sebagai berikut:
1) Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan
2) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan
baik
3) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tapi gagal.
Dari ketiga hipotesis tersebut akan mengeluarkan hasil yang berbeda.
Kemudian berdasarkan hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah
perencanaan pajak tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak.

d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaik kembali rencana pajak


Hasil suatu perencanaan pajak harus dievaluasi melalui berbagai
rencana yang di buat. Keputusan terbaik perencanaan pajak harus sesuai
dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi. Perbandingan berbagai rencana
harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk perencanaan pajak yang di
inginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan
peraturan perpajakan. Tindakan perubahan harus tetap dijalankan,
walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan
sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak ( tax saving) yang
bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap di jalankan. Karena bagaimana
pun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. Jadi
tetap akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan
pemberian gambaran/ perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa
potensial laba yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian potensial
jika terjadi kegagalan.

22
e . Rencana pajak
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah
berjalan, namun juga masih perlu memperhitungkan setiap perubahan
yangterjadi baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya di negara
dimana aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak
terhadap komponen dari suatu perjanjian, yang berkenan dengan perubahan
yang terjadi diluar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas
informasi bisnis yang tersedia sangat terbatas. Pemuktahiran dari suatu
rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan
oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap
perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini,
seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan adanya
perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan
untuk memperoleh manfaat yang potensial. Perencanaan pajak merupakan
langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri
merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar,
tetap jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin
untuk memperoleh laba dan likuiditas yangdiharapkan.

f. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax


implementation ) dan pengendalian pajak (tax control )

Daftar Pustaka

http://sulistnugroho.blogspot.co.id/2010/09/ekualisasi-omzet-menurut-pph-
dan-ppn.html. Diakses Pada 28 November 2019.
https://petanimaju.wordpress.com/2011/04/12/equalisasi-peredaran-usaha-
dengan-penyerahan-ppn/. Diakses Pada 28 November2019.
https://www.online-pajak.com/fungsi-manajemen-perpajakan

23
https://id.scribd.com/doc/95145960/Pengertian-Dan-Manfaat-Manajemen-
Perpajakan
http://sinarlestarimarbun.blogspot.com/2012/11/manajemen-
perpajakan.html

24

Anda mungkin juga menyukai