1
terutang, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima atau kapan
biaya dibayar secara tunai. Dalam dunia akuntansi, stelsel akrual yang
lazim digunakan.
2
Badan/Orang Pribadi dengan Penyerahan BKP/JKP di SPT Masa PPN
adalah:
1. Penghasilan di SPT Tahunan PPh sudah diakui tetapi di SPT PPN, di
mana PPN-nya belum dipungut dan dilaporkan. Karena SPT Tahunan
PPh mengacu pada metode pembukuan accrual basis dan sedangkan
SPT Masa PPN, Pemungutan PPN yang ditandai dengan penerbitan
faktur pajak standar dilakukan paling lambat pada akhir bulan
berikutnya setelah terjadi penyerahan BKP/JKP atau pada saat
pembayaran dilakukan.
2. Adanya penerimaan uang muka (down payment) yang sudah
dikenakan PPN tetapi belum diakui sebagai penghasilan di SPT PPh
karena masih tercatat sebagai pos utang. Misalnya pendapatan
yang diterima di muka atas penyerahan BKP/JKP.
3. Adanya penghasilan/penjualan yang merupakan objek PPh tetapi
bukan merupakan objek PPN atau fasilitas PPN. Fasilitas PPN seperti
dibebaskan atau tidak dipungut, misalnya ekspor dikenai PPN tarif 0%,
penjualan makanan dan minuman disajikan di hotel yang merupakan
objek PPh akan tetapi bukan merupakan objek PPN tetapi objek pajak
daerah.
4. Adanya penghasilan yang dikenakan PPh final tetapi dipungut PPN
dan dilaporkan di SPT Masa PPN. Misalnya pendapatan sewa tanah dan
atau bangunan merupakan objek PPh Final sehingga tidak
diperhitungkan dalam SPT PPh Badan. Padahal penyerahannya adalah
objek PPN.
5. Bukan penghasilan di SPT PPh tetapi objek pemungutan PPN
yang bukan merupakan penjualan, misalnya: adanya pemakaian
sendiri atau pemberian cuma-cuma di SPT PPN. Pemakaian sendiri atau
pemberian cuma-cuma dikenakan PPN dan diperhitungkan sebagai
3
penyerahan yang terutang PPN. Sedangkan di PPh tidak akan ada
pengakuan penghasilan.
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan sebaliknya. Transaksi ini
bukan penjualan ditinjau dari sisi akuntansi dan PPh, tetapi merupakan
penyerahan BKP menurut Undang Undang PPN.
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi. Dari sisi akuntansi dan PPh
belum diakui penjualan, tetapi dari sisi Undang-Undang PPN sudah
merupakan penyerahan BKP dan wajib menerbitkan faktur pajak.
8. Adanya transaksi yang tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang dipungut PPN dan dilaporkan SPT Masa PPN.
Sering penghasilan tersebut di luar usaha (other income); tidak
masuk dalam omzet SPT Tahunan PPh melainkan masuk other income,
tetapi di SPT Masa PPN merupakan objek PPN.
9. Adanya penyerahan kepada pemungut PPN. Penyerahan kepada
pemungut PPN menganut prinsip cash basis, PPN baru dipungut pada
saat pemungut melakukan pembayaran. Maka wajib pajak rekanan
pemungut melaporkan faktur pajaknya pada masa pajak dilakukan
pembayaran, tetapi transaksi penjualan di SPT Tahunan PPh diakui jauh
hari sebelum terjadi pembayaran.
10. Terjadi di awal tahun di mana terdapat faktur pajak di SPT Masa PPN
atas penjualan BKP/JKP, tetapi penghasilan sudah diakui pada periode
sebelumnya (tahun pajak sebelumnya) di SPT Tahunan PPh.
SPT Tahunan PPh Badan
Walaupun pada hakikatnya semua pajak berasal dari penghasilan
tetapi Pajak Penghasilan atau Income Tax memiliki kekhasan tersendiri
karena cara penghitungannya sangat dekat dengan disiplin ilmu akuntansi.
Di negara kita, standar akuntansi ditentukan oleh Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI) dan standar tersebut diakui sebagai praktek akuntansi yang
paling adil dan lazim digunakan didunia bisnis. Selain diakui oleh institusi
pengawas pasar modal (Bapepam), Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
4
juga diakui oleh administrator pajak (Direktorat Jenderal Pajak). Artinya,
laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik sangat
berarti bagi SPT Tahunan PPh Badan.
Tetapi adakalanya penghasilan di laporan keuangan berbeda dengan
SPT Tahunan PPh Badan. Tidak semua standar akuntansi dapat diterapkan
untuk kepentingan pajak penghasilan. Sebagai contoh, penghitungan
persediaan barang dagangan, peraturan perpajakan di Indonesia yang
berlaku sekarang hanya membolehkan metode FIFO (first in first out) dan
metode rata-rata (average). Jika Wajib Pajak menggunakan metode
persesedian LIFO (last in first out) maka nilai persediaan Wajib Pajak
harus dikoreksi. Akan ada perbedaan pengakuan antara fiskal dan
komersial.
Wajib Pajak seharusnya membuat equalisasi antara pos-pos di
laporan keuangan komersial dan angka-angka di SPT Tahunan PPh Badan.
Setiap perpedaan angka antara laporan keuangan dengan SPT Tahunan PPh
Badan, Wajib Pajak wajib kudu mempersiapkan alasan-alasan yang rasional
dan berdasar. Berdasar maksudnya, bahwa perbedaan tersebut dikarenakan
peraturan perpajakan yang berlaku, baik undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan menteri keuangan maupun keputusan direktur
jenderal pajak.
Mulainya harus dari angka-angka komersial, kemudian dikoreksi,
baru angka-angka yang disajikan di SPT. Cara membuat equalisasi SPT
Tahunan PPh Badan sebenarnya mirip dengan membuat Neraca Lajur. Jadi
ada kolom untuk nama-nama perkiraan, kolom rupiah menurut laporan
keuangan komersian, kolom koreksi fiskal dan kolom rupiah menurut
fiskal. Angka-angka yang ada di kolom menurut fiskal adalah angka-angka
yang disajikan di SPT Tahunan PPh Badan. Ditambah lagi catatan
dibawahnya, peraturan mana yang menjadi dasar koreksi.
5
Keuntungan membuat equalisasi seperti diatas adalah kemudahan
bagi Wajib Pajak dan pemeriksa pajak. Mungkin beberapa tahun kemudian
setelah SPT Tahunan PPh Badan disampaikan ke kantor pelayanan pajak,
baru nongol petugas pajak yang akan memeriksa SPT Tahunan PPh Badan
anda. Karena rentang waktu yang lama, kita sering lupa apa yang telah kita
kerjakan. Kita lupa, kenapa angka di SPT Tahunan PPh Badan berbeda
dengan laporang keuangan. Jika kita telah membuat equalisasi, maka kita
tidak akan lupa dan perbedaan-perbedaan tersebut akan mudah dijelaskan
kepada pemeriksa pajak. Wajib Pajak dapat menjelaskan perbedaan angka-
angka tersebut disertai dengan dasar hukum yang jelas. Sikap seperti ini
tentu akan memberikan kesan kepada pemeriksa pajak bahwa Wajib Pajak
tersebut sudah taat aturan pajak. Ini kredit poin untuk Wajib Pajak.
6
pemotongan dan pembayaran pajak penghasilan buruh selama satu tahun
tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.
Banyak Wajib Pajak yang mencampurkan PPh Pasal 23 dan PPh
Pasal 21. Padahal keduanya jenis pajak yang berbeda. Menurut Prof. R.
Mansyuri, Phd yang terlibat langsung dalam tax reform tahun 1985, bahwa
Pasal 21 UU PPh dimaksudkan sebagai prosedur pelunasan pajak atas
penghasilan yang diperoleh “seseorang” karena bekerja. Syaratnya : ada
majikan dan buruh, hubungan keduanya tidak setara. Majikan tentu lebih
tinggi daripada buruh. Majikan dalam posisi memberi perintah dan buruh
dalam posisi yang diperintah. Karena klasifikasikan begitu, maka
pembayaran kepada konsultan profesional bukanlah objek PPh Pasal 21
karena tidak ada majikan – buruh dan posisinya setara.
Kalau kita sudah dapat membedakan mana objek PPh Pasal 21 dan
mana objek PPh Pasal 23, maka kita dapat menyusun SPT Tahunan PPh
Pasal 21 dengan benar. SPT Tahunan ini menjadi patokan bagi pemeriksa
pajak, apakah Wajib Pajak telah melakukan kewajiban perpajakan dengan
benar. Kadang – kadang Wajib Pajak lupa memasukkan upah buruh lepas
dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21, padahal upah buruh tersebut telah
dipotong dan dilaporkan di SPT Masa PPh Pasal 21. Atau, Wajib Pajak lupa
memasukkan pesangon ke SPT Tahunan padalah di SPT Masa telah
dilaporkan. Apa pun yang telah dilaporkan di SPT Masa, hendaknya
dijumlahkan dan dilaporkan kembali di SPT Tahunan. Jika tidak, Wajib
Pajak rugi sendiri.
SPT Tahunan PPh Pasal 21 berfungsi sebagai rekapitulasi dari semua
objek-objek PPh Pasal 21. Sedangkan SPT Masa PPh Pasal 21 seperti
laporan keuangan interim, dilihat dari teknis perhitungan pajak, hanya
sementara. Tetapi sementara lebih baik daripada tidak sama sekali.
Seandainya tidak membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21, tetapi taat
7
melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21, maka SPT Masa tersebut tetap diakui
dan Wajib Pajak telah melaksanakan sebagian kewajibannya.
Biar lebih mudah kita mesti mencatat objek-objek PPh Pasal 21
kedalam perkiraan-perkiraan tertentu. Tidak mencampur dengan pos,
misalnya, pemeliharaan kantor. Memang tergantung kebiasaan di
perusahaan Wajib Pajak tersebut, tetapi mencampur pengeluaran yang
memang objek PPh Pasal 21 dengan bukan objek PPh Pasal 21 akan
menyulitkan menghitung dan melaporkannya dalam SPT Tahunan PPh
Pasal 21. Dengan tertib pencatatan, Wajib Pajak tidak akan direpotkan
dikemudian hari, baik saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21 maupun
saat pemeriksaan pajak.
Angka-angka yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21
harus dapat dijelaskan bersumber dari perkiraan apa saja. Saat membuat
SPT Tahunan PPh Pasal 21 kita harus membuat equalisasi antara pos-pos
biaya di Laporan Laba Rugi dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Equalisasi
ini akan sangat bermanfaat! Setidaknya tidak akan terjadi penghitungan
ganda (double accounting) objek PPh Pasal 21. Penghitungan ganda bisa
dilakukan oleh Wajib Pajak saat membuat SPT Tahunan maupun pemeriksa
pajak yang tidak mengerti sumber angka di SPT Tahunan PPh Pasal 21.
Pemeriksa menduga objek PPh Pasal 21 belum dilaporkan di SPT Tahunan
kemudian menghitung ulang (koreksi positif). Jika terjadi penghitungan
ganda seperti itu tentu merugikan Wajib Pajak sendiri.
8
Selain itu, objek PPh Pasal 23 hanya untuk jenis-jenis penghasilan tertentu.
Perhatikan kata-kata dalam Pasal 23 ayat (1) UU PPh berikut, “atas
penghasilan tersebut di bawah ini ...”
Tidak semua penghasilan menjadi objek PPh Pasal 23. Berikut adalah
jenis-jenis penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23 dan pengertiannya
menurut versi penulis :
1. dividen, penghasilan yang berkaitan dengan investasi atau
penanaman modal;
2. bunga, penghasilan yang berasal karena utang piutang;
3. royalty, imbalan sehubungan dengan hak atas kekayaan
intelektual;
4. hadiah & penghargaan, kecuali ada hubungan majikan –
buruh;
5. sewa, imbalan atas penggunaan aktiva tetap;
6. jasa teknik, jasa pemberian informasi yang berkenaan dengan
pengalaman dibidang manufaktur, industri, perdagangan,
manajemen atau ilmu pengetahuan
7. jasa manajemen, pemberian jasa dengan ikut serta secara
langsung (subjek) dalam manajemen sehari-hari.
Jasa lain adalah jenis-jenis jasa yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak berdasarkan kuasa dari Pasal 23 ayat (2) UU PPh. Terhadap
jasa lain dikenakan 15% dari penghasilan neto yang ditetapkan oleh
Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tarif efektif masing-masing jenis jasa
berbeda. Karena itu, lebih baik Wajib Pajak memiliki daftar tersendiri atau
tinggal salin dari sini.
Wajib Pajak seringkali mencampuradukkan pengertian jasa
manajemen, jasa teknik dan jasa konsultan berdasarkan pengertian awam.
Jasa – jasa yang berkaitan dengan manajemen disebut jasa manajemen.
9
Kadang disebut jasa konsultan manajemen. Padahal peraturan perpajakan
membedakan jasa konsultan dan jasa manajemen! Seandainya perusahaan
diibaratkan dengan kendaraan, jasa manajemen itu adalah jasa supir.
Orang-orang yang disewa menjadi supir perusahaan.
Begitu juga dengan jasa teknik, seringkali diasosiasikan dengan
pekerjaan teknik. Bukan hanya itu! Jasa teknik penekanannya pada
pemberian informasi dan pengalaman. Kadang mirip dengan royalti. Salah
satu ciri yang membedakan jasa teknik dengan royalti adalah
pertanggungjawaban keberhasilan. Jasa teknik harus dibayar jika jasanya
telah dilaksanakan dan berhasil. Sedangkan penjual royalti kadang tidak
peduli apakah pembeli royalti berhasil dalam usahanya atau tidak. Ya,
penjual royalti seperti penjual di pasar tradisional, “barang yang sudah
dibeli tidak dapat dikembalikan” :) Satu lagi ciri yang membedakan jasa
teknik dengan royalti adalah jual putus atau bagi hasil. Jasa teknik selalu
“jual putus” sedangkan royalti selalu minta bagian (sekian persen dari
penjualan).
Pemahaman atas istilah-istilah tersebut, menurut pengertian
perpajakan, akan sangat bermanfaat bagi Wajib Pajak. Setidaknya ada dua
manfaat yang diperoleh. Pertama, benar menghitung pajak. Seandainya ada
dua istilah dengan tarif yang berlainan maka kesalahpahaman Wajib Pajak
akan berakibat perhitungan pajak terutang salah. Bisa lebih besar atau lebih
kecil dari yang seharusnya. Kedua, mungkin penghitungan ganda. Ini jelas
merugikan Wajib Pajak. Seandainya Wajib Pajak telah memotong PPh
Pasal 23 atas jasa manajemen sebesar 4,5% tetapi ketika diperiksa oleh
kantor pajak, diketahui bahwa jasa tersebut bukan jasa manajemen tapi
royalti yang tarifnya 15%, maka Wajib Pajak harus membayar kembali PPh
Pasal 23 atas royalti sebesar 15% dari jumlah bruto. Kasus ini terjadi
karena pemeriksa pajaknya berpendapatan bahwa Wajib Pajak baru
10
membayar PPh Pasal 23 atas jasa manajemen tetapi belum membayar PPh
Pasal 23 atas royalti.
Teknik equalisasi PPh Pasl 21, seperti yang diuraikan diatas, sama
dengan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26. Hanya saja karena PPh Pasal 23
dan Pasal 26 tidak ada SPT Tahunan maka Wajib Pajak tetap harus
membuat rekapitulasi SPT Masa. Harus jelas berapa pembayaran PPh Pasal
23 atas royalti, atas sewa, atas jasa teknik selama setahun. Sekali lagi, total
pembayaran selama setahun masing-masing tahun pajak dapat diperinci.
Kemudian sandingkan dengan biaya-biaya yang dilaporkan di Laporan
Laba Rugi.
Pasal 26 UU PPh adalah withholding tax atas penghasilan yang
diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN). Hukum perpajakan
mengharuskan adanya kesetaraan antara Wajib Pajak Dalam Negeri
(WPDN) dengan WPLN. Orang Inggris bilang equal treatment. Jika
kepada WPDN dikenakan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 maka kepada
WPLN dikenakan PPh Pasal 26. Contoh, pembayaran sewa kepada WPDN
adalah objek PPh Pasal 23 sedangkan kepada WPLN adalah objek PPh
Pasal 26.
Tetapi harus diingat bahwa pembayaran PPh Pasal 23 dan
pembayaran PPh Pasal 26 harus dipisah. Surat Setoran Pajak (SSP) untuk
Pasal 23 dan Pasal 26 harus dipisah. Selain itu, tahun pajaknya harus jelas.
Penulisan tahun pajak di SSP harus dikaitkan dengan saat terutang. Bukan
saat pembayaran SSP. Bisa jadi kita, karena kesadaran Wajib Pajak,
membayar PPh Pasal 26 untuk tahun 2002 pada tahun 2004. Selama belum
ada pemeriksaan, boleh-boleh saja. Penghitungan sanksi bunga karena
terlambat pembayaran lebih baik diserahkan ke kantor pajak saja.
SPT Masa PPN
11
Sebagian besar pemeriksa pajak, ketika menerima SPT Masa PPN
selalu melihat dulu SPT Masa Desember. Dilihatnya kolom “s.d. bulan ini”.
Seandainya angka di kolom tersebut tidak sama dengan angka di SPT
Tahunan PPh Badan, maka timbul pertanyaan, “kenapa?” Kenapa angkanya
berbeda? Itulah yang harus dijawab dengan cara equalisasi SPT Masa PPN
dengan SPT Tahunan PPh Badan.Sebagian Wajib Pajak, karena bidang
usahanya, mengharuskan angka pos peredaran usaha SPT Tahunan PPh
Badan sama penyerahan menurut SPT Masa PPN. Tetapi sebagian lagi
tidak memungkinkan adanya persamaan karena sebab-sebab sebagai
berikut
12
Mungkin Wajib Pajak selalu menghasilkan produk sampingan. Baik
karena limbah pabrik maupun karena kualitas produk yang tidak sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Contohnya pabrik mebel yang
menghasilan kayu-kayu kecil yang dapat dijual. Produk seperti ini ketika
dijual, hasil penjualannya tentu dimasukkan ke dalam pos penghasilan lain-
lain. Tetapi penjualan tersebut jelas terutang PPN. Jadi harus dilaporkan di
SPT Masa PPN.
13
yang tidak dapat dijual karena dibawah standar mutu yang ditetapkan
(produk BS), kemudian produk BS tersebut dibagikan ke karyawan. Ini
terutang PPN. Atau mungkin Wajib Pajak memberikan produknya secara
cuma-cuma untuk kegiatan amal. Ini juga terutang PPN.
14
Satu hal yang berkaitan dengan selisih kurs, Wajib Pajak wajib
membuat rekapitulasi perhitungan selisih kurs agar siapa pun yang
memeriksa mengetahui asal muasal angka selisih kurs. Bagaimana orang
percaya jika tidak ada perhitungan per transaksi.
Pengertian Manajemen Perpajakan
Manajemen perpajakan secara umum dapat didefinisikan sebagai usaha
menyeluruh yang diupayakan oleh wajib pajak agar segala hal yang
berkaitan dengan perpajakan dapat dikelola dengan efektif, efisien, dan
ekonomis.
Biasanya, metode ini dilakukan secara rutin atau reguler karena transaksi
yang dilakukan berulang atau selalu terjadi di sebuah perusahaan guna
mengelola dengan baik urusan perpajakannya.
15
hal yangtidak diatur (loopholes). Perencanaan Pajak merupakan
upaya legal yang bisa dilakukan Wajib Pajak, karena
penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-
hal yang tidak diatur( loopholes )Rencana pengelakan pajak
dapat ditempuh sebagai berikut:
16
pajak, misalnya melakukan pembayaran pajak pada saat terakhir
tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar
lebih awal. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika
perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak
terutang.
Pengendalian Pajak (tax control). Memastikan bahwa peraturan
perpajakan telahdilaksanakan. yang terpenting adalah pengecekan
pembayaran pajak. Cara untuk mencapai tujuan manajemen
pajak, Memahami ketentuan peraturan perpajakan. Dengan
mempelajari undang-undang,keputusan dan edaran, kita dapat
melihat celah-celah yangmenguntungkan untuk melakukan
penghematan pajak. Menyelenggarakan Pembukuan yang
memenuhi syarat pembukuan sangat penting dalam perpajakan
karena memberikaninformasi tentang jumlah pajak yang terutang.
17
2. Undang-undang Perpajakan (Tax Law)
Kita menyadari bahwa kenyataannya di mana pun tidak ada undang-undang
yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam
pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain
(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri
Keuangan dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan
pelaksanaan tersebutbertentangan denganUndang-undang itu sendiri
karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan
dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya.
Tax avoidance , yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan
yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang.
18
Tax evasion, yaitu upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak
terhutang secara illegal dengan cara menyembunyikan keadaan yang
sebenarnya.
b. Design of one more possible tax plans (Buat satu model atau
lebih rencanakemungkinan besarnya pajak)
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih
tindakanberikut:
1) Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.
2) Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi
ataumenjadi residen dari negara tersebut.
3) Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.
19
berbagai alternatif perencanaan. Variable-variabel tersebut akan
dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut:
1) Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan
2) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil
dengan baik
3) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tapi gagalDari
ketiga hipotesis tersebut akan mengeluarkan hasil yang
berbeda.Kemudian berdasarkanhasil tersebut barulah dapat
ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak
untuk dilaksanakan atau tidak.
20
masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap
perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini,
seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan
adanya perubahan,dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil
kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.Perencanaan
pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak.
Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi
kewajiban perpajakan dengan benar, tetap jumlah pajak yang
dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh
laba dan likuiditas yang diharapkan.
21
b. Design of one more possible tax plans (Buat satu model atau lebih
rencana kemungkinan besarnya pajak)
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih
tindakan berikut:
1) Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.
2) Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau
menjadi residen dari negara tersebut.
3) Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.
22
e . Rencana pajak
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah
berjalan, namun juga masih perlu memperhitungkan setiap perubahan
yangterjadi baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya di negara
dimana aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak
terhadap komponen dari suatu perjanjian, yang berkenan dengan perubahan
yang terjadi diluar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas
informasi bisnis yang tersedia sangat terbatas. Pemuktahiran dari suatu
rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan
oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap
perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini,
seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan adanya
perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan
untuk memperoleh manfaat yang potensial. Perencanaan pajak merupakan
langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri
merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar,
tetap jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin
untuk memperoleh laba dan likuiditas yangdiharapkan.
Daftar Pustaka
http://sulistnugroho.blogspot.co.id/2010/09/ekualisasi-omzet-menurut-pph-
dan-ppn.html. Diakses Pada 28 November 2019.
https://petanimaju.wordpress.com/2011/04/12/equalisasi-peredaran-usaha-
dengan-penyerahan-ppn/. Diakses Pada 28 November2019.
https://www.online-pajak.com/fungsi-manajemen-perpajakan
23
https://id.scribd.com/doc/95145960/Pengertian-Dan-Manfaat-Manajemen-
Perpajakan
http://sinarlestarimarbun.blogspot.com/2012/11/manajemen-
perpajakan.html
24