Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Secara menyolok aktivitas seorang mahasiswa setiap hari


sebenarnya berkisar pada persoalan kosa kata. Sepanjang hari ia harus
mengikuti perkuliahan atau membuat soal-soal ujian, menulis karya-
karya tulis atau skripsi; pada waktu istirahat ia harus bertukar pikiran
dengan kawan mahasiswanya atau berkonsultasi dengan para dosen.
Malam hari, ia harus mempelajari lagi bahan-bahan kuliah, baik dari
catatan-catatannya maupun dari buku-buku yang diwajibkan atau yang
dianjurkan. Bila ia seorang yang rajin ia masih menyisihkan waktu untuk
membaca majalah-majalah ilmiah, artikel-artikel dalam mingguan,
bulanan, dan surat kabar. Melalui semua aktivitas itu, kata beserta
gagasannya seolah-olah membanjiri masuk satiap saat ke dalam
benaknya. Ia harus membuka hatinya lebar-lebar untuk menerima semua
itu. Mengabaikan sebagian kecil saja, berarti ia akan ketinggalan dari
kawan-kawannya.
Seiring seorang mahasiswa harus mengutuk dirinya karena dalam
menghadapi soal-soal ujian ia mengetahui gagasannya, tetapi tidak
mengetahui kata atau istilahnya. Atau sebaliknya, ia mengetahui kata
atau istilahnya, tetapi tidak mengetahui gagasan yang didukungnya.
Sebab itu, kedua aspek itu, kata dan gagasan sama pentingnya.
Keduanya harus diketahui dan dikuasai.
Tidak dapat disangkal bahwa dalam penggunaan kosa kata adalah bagian
yang sangat penting dalam dunia perguruan tinggi. Prosesnya mungkin
lamban dan sukar, tapi orang akan merasa lega dan puas sebab tidak
akan sia-sia semua jerih payah yang telah diberikan. Manfaat dari
kemampuan yang diperolehnya itu akan lahir dalam bentuk penguasaan
terhadap pengertian-pengertian yang tepat bukan sekedar
mempergunakan kata-kata yang hebat tanpa isi. Dengan pengertian-
pengertian yang tepat itu, kita dapat pula menyampaikan pikiran kita
secara sederhana dan langsung.
Mereka yang luas kosa katanya akan memiliki pula kemampuan yang
tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis
untuk mewakili maksud atau gagasannya. Secara populer orang akan
mengatakan bahwa kata meneliti sama artinya dengan kata menyelidiki,
mengamati, dan menyidik. Karena itu, kata-kata turunannya seperti
penelitian, penyelidikan, pengamatan, dan penyidikan adalah kata yang
sama artinya atau merupakan kata yang bersinonim. Mereka yang luas
kosa katanya menolak anggapan itu. Karena tidak menerima anggapan
itu, maka mereka akan berusaha untuk menetapkan secara cermat kata
man yang harus dipakainya dalam sebuah konteks tertentu. Sebaliknya
yang miskin kosa katanya akan sulit menemukan kata lain yang lebih
tepat, karena ia tidak tahu bahwa ada kata lain yang lebih tepat dan
karena ia tidak tahu bahwa ada perbedaan antara kata-kata yang
bersinonim itu. Maka atas dasar tersebutlah kita sebagai mahasiswa
yang baik hendaknya mengetahui dan memahami bagaimana penggunaan
pilihan kata yang tepat dan cermat dalam konteks yang tepat pula.

B. TUJUAN PENULISAN

Dengan dibuatnya makalah ini penulis berharap informasi yang


terdapat pada makalah ini dapat berguna bagi penulis dan para pembaca.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:


*Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang bagaimana tatacara dalam
penyusunan / pembuatan sebuah makalah yang baik dan benar.
. *Makalah ini dapat dijadikan media untuk menambah ilmu pengetahuan
para mahasiswa/i Stikom Dinamika Bangsa Jambi.
*Sebagai modul pembelajaran bagi mahasiswa/i dari mata kuliah Bahasa
Indonesia pembahasan mengenai Diksi atau Pilihan Kata.

Adapun ruang lingkup dalam pembahasan makalah ini meliputi


pengertian diksi atau pilihan kata, syarat-syarat ketepatan diksi, gaya
bahasa dan idiom.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DIKSI ATAU PILIHAN KATA

Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya
memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana.
Pemilihan kata dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya
hampir sama atau bermiripan. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih
kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam
arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak
bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan
kata dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan
kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan
sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan
secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif
kepada pembaca atau pendengarnya.
Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah
konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah.
Adapun fungsi diksi antara lain :
a) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
b) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
c) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
d) Mencegah perbedaan penafsiran.
e) Mencegah kesalahpahaman
f) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

B. SYARAT-SYARAT KETEPATAN DIKSI

Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan


gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang
dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap
penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-
katanya untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan
menimbulkan salah paham.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut
pesyaratan yang harus di penuhi oleh pengguna bahasa, yaitu
kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah :
1) Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.
Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda.
Sedangkan konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-
macam makna.

Contoh :
Bunga eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi. (Denotasi)
Sinta adalah bunga desa di kampungnya. (Konotasi)

2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.


Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah
peraturan yang selama ini memberatkan pengusaha.

3) Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya.


Intensif – insensif
Karton – kartun

Korporasi – koperasi
4) Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan
pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan.
Contoh :
Modern : canggih (secara subjektif)
Modern : terbaru atau muktahir (menurut kamus)
Canggih : banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui,
bergaya intelektual (menurut kamus)

5) Waspada terhadap penggunaan imbuhan asing.


Contoh :
Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
Koordinir seharusnya koordinasi.

6) Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara


tepat.
Contoh :
Pasangan yang salah Pasangan yang benar

antara ..... dengan .... antara .... dan .....

tidak ..... melainkan ..... tidak ..... tetapi .....

baik ..... ataupun ..... baik ..... maupun .....

bukan ..... tetapi ..... bukan ...... melainkan .....

7) Membedakan kata umum dan kata khusus secara cermat.


Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau
kelompok yang luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata khusus adalah
kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan
kongkret.
Contoh :
Kata umum : melihat
Kata khusus : melotot, membelak, melirik, mengintai,
mengamati, mengawasi, menonton, memandang, menatap.
8) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang
sudah dikenal.
Contoh :
Isu (berasal dari bahasa Inggris “issue”) berarti publikasi, perkara.
Isu (dalam bahasa Indonesia) berarti kabar yang tidak jelas asal-
usulnya, kabar angin, desas-desus.

9) Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni, dan


berhomografi.
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki arti sama.
Homofoni adalah kata yang mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda
tulisan, dan berbeda makna.
Homografi adalah kata yang memiliki kesamaan tulisan, berbeda bunyi,
dan berbeda makna.
Contoh :
Sinonim : Hamil (manusia) – Bunting (hewan)
Homofoni : Bank (tempat menyimpan uang) – Bang (panggilan kakak
laki-laki)
Homografi : Apel (buah) – Apel (upacara)

10) Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat.


Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata
konkret mempunyai referensi objek yang diamati.
Contoh :
Kata abstrak
Kebaikkan seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.
Kata konkret
APBN RI mengalami kenaikkan lima belas persen.

GAYA BAHASA DAN IDIOM

1.GAYA BAHASA

Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas
adalah cara penutur mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang dapat
dipakai untuk mengungkapkan maksud. Ada cara yang memakai
perlambang (majas metafora, personifikasi) ada cara yang menekankan
kehalusan (majas eufemisme, litotes) dam masih banyak lagi majas yang
lainnya. Semua itu pada prinsipnya merupakan corak seni berbahasa
untuk menimbulkan kesan tertentu bagi mitra komunikasi kita
(pembaca/pendengar).
Sebelum menampilkan gaya tertentu ada enam faktor yang
mempengaruhi tampilan bahasa seorang komunikator dalam
berkomunikasi dengan mitranya, yaitu :
a) Cara dan media komunikasi : lisan atau tulisan, langsung atau tidak
langsung, media cetak atau media elektronik.
b) Bidang ilmu : filsafat, sastra, hukum, teknik, kedokteran, dll.
c) Situasi : resmi, tidak resmi, setangah resmi.
d) Ruang atau konteks : seminar, kuliah, ceramah, pidato.
e) Khalayak : dibedakan berdasarkan umur (anak-anak, remaja, dewasa,
orang tua); jenis kelamin (laki-laki, perempuan); tingkat pendidikan dan
status sosial (rendah, menengah, tinggi).
f) Tujuan : membangkitkan emosi, diplomasi, humor, informasi.

GAYA BAHASA BERDASARKAN PILIHAN KATA


Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang
paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta
tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian
bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini
mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-
situasi tertentu.

Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi :


a. Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa dalam bentuknya yang
lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi,
gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan
mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Gaya bahasa resmi
biasa kita jumpai dalam penyampaian amanat kepresidenan, berita
negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang
penting, artikel-artikel yang serius atau esai yang memuat subjek-
subjek yang penting, semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.
Contoh dalam pembukaan UUD 1945,
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ini ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena
tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagai dengan seelamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan
Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
...(selanjutnya)

b. Gaya Bahasa Tak Resmi

Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan
dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang
tidak formal atau kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan
dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan
atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, dan sebagainya. Singkatnya
gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi
kaum terpelajar.
Contoh :
Sumpah pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928
adalah peristiwa nasional, yang mengandung benih nasionalisme. Sumpah
Pemuda dicetuskan pada zaman penjajahan. Nasionalisme pada zaman
penjajahan mempunyai watak khusus yakni anti penjajahan. Peringatan
kepad Sumpah Pemuda sewajarnya berupa usaha merealisasikan
gagasan-gagasan Sumpah Pemuda.

c. Gaya Bahasa Percakapan


Dalam gaya bahasa percakapan, pilihan katanya adalah kata-kata
populer dan kata-kata percakapan. Kalau dibandingkan dengan gaya
bahasa resmi dan tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat
diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti
bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk
menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila
dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.
Contoh berikut adalah hasil rekaman dari sebuah diskusi dalam
seminar Bahasa Indonesia tahun 1996 di Jakarta :
Pertanyaan yang pertama, di sini memang sengaja saya tidak
membedakan antara istilah jenis kata atau word classes atau parts of
speech. Jadi ketiganya saya artikan sama di sini. Maksud saya ialah
kelas-kelas kata, jadi penggolongan kata, dan hal itu tergantung kepada
dari mana kita melihat dan dasar apa yang kita pakai untuk
menggolongkannya. .......(selanjutnya)

2. IDIOM

Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya


tidak secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan
menurut Badudu, idiom adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu,
setiap kata yang membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada
kesatuan bentuk dan makna.
Walaupun dengan prinsip ekonomi bahasa, salah satu unsurnya
tidak boleh dihilangkan. Setiap idiom sudah tepatri sedemikian rupa
sehingga para pemakai bahasa mau tidak mau harus tunduk pada aturan
pemakaiannya. Sebagian besar idiom yang berupa kelompok kata,
misalnya gulung tikar, adu domba, muka tembok tidak boleh
dipertukarkan susunannya menjadi *tikar gulung, *domba adu, *tembok
muka karena ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom.
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN

Dari pembahasan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan menjadi


beberapa

poin penting yaitu :

1. Diksi atau pilhan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat

nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk

menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa

yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

2. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa

sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata itu.

3. Diksi berfungsi sebagai alat agar tidak terjadi kesalahpahaman antara

pembaca atau penulis terhadap pendengar atau pembaca dalam

berkomunikasi.

4. Diksi memiliki beberapa syarat-syarat ketepatan agar menimbulkan

imajinasi yang sesuai antara pembicara dan pendengar.

5. Fungsi diksi secara umum ialah agar masyarakat dapat berkomunikasi

dengan baik dan benar agar terhindar dari salah penafsiran dan kesalah

pahaman antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca.


6. Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah

cara penutur mengungkapkan maksudnya.

7. Gaya bahasa menurut pilihan kata dalam bahasa standar (bahasa baku)

terbagi menjadi 3 jenis yaitu : Gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak

resmi dan gaya bahasa percakapan.


B. SARAN

Sebagai seorang mahasiswa, perlu sekali mempelajari dan memahami


bagaimana
penggunaan diksi yang tepat dan cermat karena seorang mahasiswa itu
selalu
dibebankan dan bergelut dengan karya-karya tulis dalam setiap
tugas perkuliahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia.


2006.
Hs, Widjono. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengenmbangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo. 2007
_________ . Komposisi Bahasa Indonesia. __ : __ .

_________
TUGAS MAKALAH
BAHASA INDONESIA

DIKSI ( PILIHAN KATA )


DI
S
U
S
U
N
OLEH :

 NAMA : HENI SARI

 KELAS :C

 NO.STAMBUK : 14.31.1.177

 KONSENTRASI : TEKNIK PERTAMBANGAN


UNIVERSITAS VETERAN REPUBLIK INDONESIA

OLEH

DOSEN PENGAMPUH :

Anda mungkin juga menyukai