Anda di halaman 1dari 8

2.

GIZI SEIMBANG

2.1.Definisi

Gizi berasal dari bahasa arab : “al gizai” yang artinya makanan untuk kesehatan.17 Gizi
seimbang merupakan susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman
pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk
mencegah masalah gizi. Zat gizi yang dibutuhkan manusia berasal dari hewan (hewani) dan
tumbuh-tumbuhan (nabati). Zat gizi tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak yang disebut
zat gizi makro serta vitamin dan mineral yang disebut dengan zat gizi mikro. 10,16,17

Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun
dan zat pengatur. Zat tenaga atau kalori diperlukan untuk aktivitas sehari-hari yang didapatkan
dari karbohidrat dan lemak serta sedikit protein, contoh beras, jagung,mie, roti, pasta, dan lain-
lain. Zat pembangun atau protein ini penting untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel rusak
yang didapatkan dari hewani dan nabati, contoh daging, ikan, telur, udang, keju, dan lain-lain.
Zat pengatur adalah semua sayur – sayuran dan buah – buahan yang mengandung berbagai
vitamin dan mineral yang berperan untuk proses metabolisme atau bekerjanya fungsi organ
tubuh. Sedangkan serat juga dibutuhkan oleh tubuh untuk membantu memperlancar proses buang
air besar dan mempengaruhi penyerapan zat gizi dalam usus.17

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa masalah gizi adalah masalah


intergenerasi, yaitu ibu hamil kurang gizi akan melahirkan bayi kurang gizi. Pada hakekatnya
masalah gizi dapat diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Intervensi paket kegiatan untuk
mengatasi masalah tersebut yang dilaksanakan melalui pelayanan berkelanjutan (continuum
care) pada periode kesempatan emas kehidupan (window of opportunity), yaitu sejak janin dalam
kandungan, dan bayi baru lahir sampai anak berusia 2 tahun. Di Brazil, prevalensi pendek pada
anak balita menurun lebih dari 30 persen, yaitu dari 37% pada tahun 1974 menjadi 7% pada
tahun 2006, dengan melakukan empat prioritas penanganan yaitu meningkatkan:

(1) akses pelayanan kesehatan dan gizi yang berkelanjutan pada ibu dan anak;

(2) akses pendidikan dan informasi pada remaja putri dan perempuan;
(3) cakupan penyediaan air dan sanitasi; serta

(4) daya beli keluarga (Monteiro et al, 2010).

Sedangkan Thailand menurunkan 50 persen kekurangan gizi pada anak hanya dalam
waktu 4 tahun (1982-1986) melalui focus pelayanan untuk kelompok yang sama (SCN News No.
36 mid-2008). Penelitian di Peru yang melibatkan anak pendek usia 6-18 bulan, membuktikan
bahwa dengan intervensi yang tepat ketertinggalan pertumbuhan tinggi badan dapat “dikejar”
dan pada usia 4,5-6 tahun dapat mempunyai kecerdasan yang sama dengan anak yang tidak
pendek pada masa bayi (Crookston et al, 2010). 11
Saat ini, situasi gizi dunia menunjukkan dua kondisi yang ekstrem. Mulai dari kelaparan
sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori, serta kondisi
kurus dan pendek sampai kegemukan. Di sisi lain, penyakit menular dan penyakit tidak menular
juga meningkat. Sangat jelas peran gizi berkontribusi bermakna pada penanggulangan ke dua
jenis penyakit ini. Untuk mencapai status kesehatan yang optimal, dua sisi beban penyakit ini
perlu diberi perhatian lebih pada pendekatan gizi, baik pada masyarakat kaya maupun pada
kelompok masyarakat miskin (WHO, 2008).12
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Pada saat sebagian besar bangsa Indonesia
masih menderita kekurangan gizi terutama pada ibu, bayi dan anak secara bersamaan masalah
gizi lebih cenderung semakin meningkat dan berakibat beban ganda yang menghambat laju
pembangunan. Status gizi optimal dari suatu masyarakat telah secara luas diterima sebagai salah
satu dari prediktor untuk kualitas sumberdaya manusia, prestasi akademik, dan daya saing
bangsa (The Lancet, 37: 340-357). 13

2.2.Pilar Gizi Seimbang


Prinsip gizi seimbang terdiri dari 4 pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya
untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor
berat badan secara teratur.

Empat pilar tersebut adalah :

1. Mengonsumsi makanan beragam

Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan
tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu
(ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. ASI merupakan makanan tunggal yang
sempurna karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan
optimal. Selain itu, anjuran mengonsumsi makanan beragam perlu juga diperhatikan jumlah dan
proporsinya agar tidak berlebihan dan masih sesuai dengan pedoman gizi seimbang.

2. Membiasakan perilaku hidup bersih

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi
seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita penyakit infeksi
akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh
berkurang. Sebaliknya, pada keadaan infeksi, tubuh membutukan zat gizi yang lebih banyak
untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada orang yang menderita infeksi. Demikian pula,
orang yang menderita kurang gizi, akan mudah terserang penyakit infeksi karena daya tahan
tubuhnya menurun, sehingga memudahkan kuman untuk masuk dan berkembang.

Dengan membiasakan perilaku hidup bersih, akan menghindarkan seseorang dari


keterpaparan dari sumber infeksi.

3. Melakukan aktivitas fisik

Aktivitas fisik meliputi olahraga merupakan upaya menyeimbangkan pengeluaran dan


pemasukan gizi terutama energi. Aktivitas fisik juga meningkatkan metabolisme dalam tubuh
termasuk metabolism zat gizi.

4. Mempertahankan dan memantau berat badan (bb) normal

Pemantauan berat badan merupakan hal yang harus menjadi bagian dari pola hidup dengan
gizi seimbang. Pemantauan ini dilakukan sebagai salah satu indikator yang menujukkan bahwa
telah tercapai keseimbangan zat gizi di dalam tubuh. 10

2.3.Tingkat Kebutuhan Energi dan Anjuran Gizi Seimbang

Secara umum, WHO menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup
sehat sejumlah 400g/orang/hari yang terdiri dari 250 gram sayur (setara dengan dua setengah
porsi atau dua setengah gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 gram buah (setara
dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau satu setengah potong pepaya ukuran sedang
atau 3 buah jeruk ukuran sedang). Kebutuhan pangan hewani 2-4 porsi (setara dengan 70-140 g/2
potong daging sapi ukuran sedang atau 80-160 g/2-4 potong daging ayam ukuran sedang atau 80-
160 g/2-4 potong ikan ukuran sedang). Kebutuhan pangan protein nabati 2-4 porsi sehari (setara
dengan 100-200 g/4-8 potong tempe ukuran sedang atau 200-400 g/4-8 potong tahu ukuran
10
sedang) tergantung kelompok umur dan kondisi fisiologis. Dapat dilihat dalam tumpeng gizi
seimbang di bawah ini.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) setiap individu akan berbeda sesuai dengan kondisi masing-
masing. Untuk mengukur AKG bagi orang dewasa secara cepat, kebutuhan kalori/energi dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:

Angka Kecukupan Gizi (Kkal/hari)

Jenis Kelamin Ringan Sedang Berat

Laki – laki 1,56 x BMR 1,76 x BMR 2,10 x BMR


Wanita 1,55 x BMR 1,70 x BMR 2,00 x BMR
Sumber : FAO/WHO/UNU, 1985 (dengan penyesuaian)
(dikutip dari Widyakarya Pangan dan Gizi VI, 1998)
Prinsip untuk menentukan Angka Kecukupan Energi didasarkan pada pengeluaran energi
dimana komponen Basal Metabolic Rate merupakan komponen utama. Nilai BMR ditentukan
oleh berat dan susunan tubuh serta umur dan jenis kelamin. Secara sederhana nilai BMR dapat
ditaksir dengan menggunakan rumus regresi linier sebagai berikut :
Rumus untuk menaksir nilai BMR

Kelompok Umur (tahun) BMR (Kkal/hari)


Laki-laki Wanita
0–3 60,9 BB + 54 61,0 B + 51

3 – 10 22,7 BB + 495 22,5 B + 499

10 – 18 17,5 BB + 651 12,2 B + 746

18 – 30 15,3 BB + 679 14,7 B + 496

30 – 60 11,6 BB +879 8,7 B + 829

> 60 13,5 BB + 487 10,5 B + 596

Sumber : FAO/WHO/UNU, 1985 (dengan penyesuaian)


(dikutip dari Widyakarya Pangan dan Gizi VI, 1998)
Keterangan :
BB = Berat Badan (dapat digunakan actual weight atau BB ideal/normal tergantung
tujuan).
Dengan komposisi makanan sehari 60% dari sumber karbohidrat, 20% dari protein dan
20% dari lemak. Kecukupan protein yang dianjurkan adalah 0,8 gram/kgBB/hari. Konsumsi
protein yang berlebih dapat membebani fungsi ginjal. Pada kondisi tertentu, seperti gizi buruk
atau masa penyembuhan konsumsi protein dapat ditingkatkan antara 1,2-1,8 gram/kgBB/hari.
Dianjurkan memenuhi kebutuhan protein dari protein nabati dan hewani dengan perbandingan
3:1.17
Widya Karya Pangan dan Gizi VI tahun 1998, menetapkan AKG bagi orang dewasa secara
nasional berdasarkan kebutuhan energi/kalori dari protein, sebagai berikut:

Indikator Tingkat Konsumsi Tingkat Persediaan


Energi 2.150 K Kalori 2.500 K Kalori

Protein 46,2 gram 55 gram


(9 gram protein ikan, 6 gram protein hewani lain dan 40 gram protein nabati)
AKG diatas bila kita jabarkan menurut takaran konsumsi makanan sehari pada orang
dewasa umur 20-59 tahun, yaitu: nasi/pengganti 4-5 piring, lauk hewani 3-4 potong, lauk nabati
2-4 potong, sayuran 1 ½ - 2 mangkok dan buah-buahan 2-3 potong. Dengan catatan dalam
keadaan berat badan ideal. 17
Jumlah kebutuhan energi seseorang pada dasarnya berbeda tergantung pada umur, jenis
kelamin, berat badan, dan aktifitas seseorang. Sebagi contoh, seseorang laki-laki dewasa (20-59
tahun) dengan berat badan 62 kg, tinggi 165 cm dan aktifitas sedang, membutuhkan energi
kurang lebih 3000 kalori. Bila wanita dewasa berat 54 kg, tinggi 156 vm dengan aktifitas sedang
membutuhkan 2250 kilo kalori. Apabila orang yang sama dengan aktifitas yang lebih berat,
maka kebutuhan bagi laki-laki sebesar 3600 kilo kalori dan wanita 2600 kilo kalori.16

2.4 IMT Sebagai Alat Pemantau Berat Badan

Melalui IMT, dapat diketahui berat badan seeorang dinyatakan kurus, normal, gemuk.
Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur >18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada
bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.

Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus :

IMT = Berat badan (kg)


Tinggi badan (m)²
WHO menetapkan suatu ketentuan untuk membedakan batas ambang normal pada laki-
laki yaitu 20,1-25,0 dan untuk perempuan yaitu 18,7-23,8. Namun, di Indonesia diterapkan batas
ambang berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang.
Pada akhirnya diambil kesimpulan batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut :

Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan < 17,0
tingkat berat
Kekurangan berat badan < 17,0 – 18,4
tingkat ringan
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat 25,1 – 27,0
berat
Kelebihan berat badan tingkat > 27,0
ringan
Jika seseorang termasuk kategori :

1. IMT < 17,0 : keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan
tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0 – 18,4 : keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan
tingkat ringan atau KEK ringan.
3. IMT 18,5 – 25,0 : keadaan orang tersebut termasuk kategori normal.
4. IMT 25,1 – 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan
tingkat ringan.
5. IMT > 27 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat
berat.16

2.5.Pengaruh Asupan Makanan dan Kaitannya dengan Penyakit Infeksi

Faktor makanan dan penyakit infeksi, sebagai penyebab langsung masalah gizi, keduanya
saling berkaitan. Anak balita yang tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang memiliki
daya tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya
penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat mengakibatkan
asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik sehingga berakibat gizi buruk. Oleh karena itu,
mencegah terjadinya infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk. BBLR
akibat kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil, dapat meningkatkan angka kematian bayi
dan anak balita. Anemia kurang zat besi pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko kematian
waktu melahirkan dan melahirkan bayi yang juga menderita anemia. Kurang vitamin A (KVA)
pada bayi dan anak balita dapat menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan resiko kebutaan,
dan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian akibat infeksi (Tarwotjo, et al 1989). 14
Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu, yaitu faktor
makanan dan penyakit infeksi, keduanya saling mendorong (berpengaruh). Sebagai contoh, bayi
dan anak yang tidak mendapat air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI yang tepat
memiliki daya tahan yang rendah sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi
seperti diare dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) mengakibatkan asupan zat gizi tidak
dapat diserap tubuh dengan baik. Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan
yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat makanan beragam,
bergizi seimbang, dan aman. Pada tingkat makro, konsumsi makanan individu dan keluarga
dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat produksi dan distribusi
pangan. Ketersediaan pangan beragam sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup dan harga
terjangkau oleh semua rumah tangga sangat menentukan ketahanan pangan di tingkat rumah
tangga dan tingkat konsumsi makanan keluarga. 15
Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan dengan
tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan. Untuk itu, cakupan
universal untuk imunisasi lengkap pada anak sangat mempengaruhi kejadian kesakitan yang
perlu ditunjang dengan tersedianya air minum bersih dan higienis sanitasi yang merupakan salah
satu faktor penyebab tidak langsung. Faktor penyebab tidak langsung, selain sanitasi dan
penyediaan air bersih, kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak
merokok dan memasak di dalam rumah, sirkulasi udara dalam rumah yang baik, ruangan dalam
rumah terkena sinar matahari dan lingkungan rumah yang bersih. Faktor lain yang juga
berpengaruh yaitu ketersediaan pangan. Selanjutnya, pola asuh, sanitasi lingkungan dan
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, akses informasi dan tingkat
pendapatan keluarga. 15
Hiswani (2009) mengatakan bahwa keterpaparan penyakit TBC pada seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin
dan faktor sosial lainnya,Status gizi merupakan keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori,
protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga
rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.18

Anda mungkin juga menyukai