Anda di halaman 1dari 16

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat....

(Wiwin Indiarti)

NILAI-NILAI PEMBENTUK KARAKTER


DALAM CERITA RAKYAT ASAL-USUL WATU DODOL
Character Builder Values in The Origin of Watu Dodol Folktale

Wiwin Indiarti

Fakultas Bahasa dan Seni Universitas PGRI Banyuwangi


Pos-el: wiwinindiarti@gmail.com

Abstrak: Cerita rakyat merupakan salah satu media yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana
membangun karakter positif pada anak melalui nilai-nilai moral dan pendidikan karakter yang
terkandung dalam cerita. Artikel ini didasarkan pada penelitian deskriptif kualitatif yang
mengidentifikasi nilai-nilai pembentuk karakter dalam cerita rakyat Banyuwangi berjudul Asal-
usul Watu Dodol. Pengumpulan data dilakukan dengan membaca teks cerita rakyat termaksud
yang terdapat dalam buku Cerita Rakyat Banyuwangi secara berulang-ulang dan
mengidentifikasi data berupa kata kunci yang berkaitan dengan nilai-nilai pembentuk karakter
dalam cerita. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis isi. Hasil
penelitian menunjukkan adanya 10 nilai pembentuk karakter dalam cerita rakyat Asal-usul
Watu Dodol; yaitu religius, jujur, kerja keras, ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Kata-Kata Kunci: cerita rakyat Banyuwangi, nilai-nilai pembentuk karakter, analisis isi

Abstract: Folktale is one of media which can be used as a device in building children’s
positive characters through the moral and educational values in it. This article is based on
a qualitative descriptive research aims at identifying values of character building in a
folktale from Banyuwangi entitled “Asal-Usul Watu Dodol” (The Origin of Watu Dodol).
Data collecting is conducted by reading the folktale text in the book “Banyuwangi
Folktales” repeatedly and identifying data about keywords related to values of character
building. The data, then, are analyzed by using content analysis technique. The result
shows that ten values of character building are found in “Asal-Usul Watu Dodol”, that
are, religiosity, honesty, hardworking, curiosity, citizenship, patriotism, accomplishment,
friendliness, compassion and responsibility.

Keywords: Banyuwangi folktales, values of character building, content analysis

26
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

I. Pendahuluan (berdasarkan sejarah maupun


Sastra lisan (oral literature) tipologinya) tidaklah hakiki
merupakan bagian dari tradisi lisan (Teeuw, 1988a: 304--305). Dalam
(oral tradition) yang muncul dan ulasannya yang lain, Teeuw (1998b:
berkembang di tengah kehidupan 220) menerangkan bahwa
rakyat, dengan bahasa sebagai keterpaduan antara sastra lisan dan
media utamanya, dan di dalamnya tulis terletak tidak hanya pada
terdapat pesan-pesan, cerita-cerita, medianya, tetapi juga terkait
atau kesaksian-kesaksian sehingga dengan konvensi (struktur). Oleh
sering juga disebut sebagai sastra karena itulah, sastra lisan (sastra
rakyat. Dalam keseharian sastra Indonesia lama) merupakan sumber
lisan biasanya dituturkan oleh bagi penciptaan sastra tulis (sastra
orang tua kepada anaknya, seorang Indonesia modern).
kakek pada cucunya, seorang Dalam teori klasik, seperti
tukang cerita pada para yang dipaparkan oleh Taum (2011:
pendengarnya, seorang guru pada 65--68), bahan-bahan tradisi lisan
para muridnya, ataupun terbagi ke dalam tiga jenis pokok
antarsesama anggota masyarakat. yaitu (1) tradisi verbal (ungkapan
Sesuai dengan penyebutannya, jenis tradisional, nyanyian rakyat, bahasa
sastra ini diwariskan secara turun rakyat, teka-teki, dan cerita rakyat);
temurun dari generasi ke generasi (2) tradisi setengah verbal (drama
secara lisan karena merupakan rakyat, tarian rakyat, takhayul,
salah satu penanda masyarakat upacara ritual, permainan dan
dengan kelisanan/ tradisi lisan (oral hiburan rakyat, adat-kebiasaan,
tradition) yang tinggi dan lebih dulu pesta rakyat, dan sebagainya; dan
dilahirkan daripada sastra tulis. (3) tradisi non-verbal (tradisi yang
Dalam konteks sastra Indonesia, berciri material dan yang
sastra lisan dikenal dengan sebutan nonmaterial). Berdasarkan
sastra Indonesia lama. kategorisasi tersebut, disimpulkan
Dalam perkembangannya bahwa cerita rakyat merupakan
kajian sastra Indonesia modern sastra lisan/ verbal.
lebih banyak didominasi oleh sastra Cerita rakyat memuat kisah
tulis sehingga muncul anggapan yang berhubungan dengan
bahwa sastra lisan merupakan peristiwa sehari-hari yang dialami
“anak tiri yang dinomorduakan” oleh masyarakat. Dari cerita rakyat,
(Suryadi, 1993: 8--9). Hal ini kita dapat memetik nilai-nilai yang
bertentangan dengan konsepsi dari dialami oleh para tokoh. Cerita
A. Teeuw yang mengatakan bahwa rakyat menjadi menarik karena
perbedaan sastra lisan dan tulis dibangun dari beberapa unsur.

27
Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

Salah satu unsur yang membangun sebagai media dalam pembentukan


cerita adalah terdapat tokoh dengan karakter positif pada anak. Dengan
berbagai karakter, baik karakter kata lain cerita rakyat dapat
positif maupun negatif. membentuk karakter positif secara
Cerita rakyat, sebagaimana efektif karena nilai-nilai moral yang
karya sastra yang lain, dapat terkandung dalam cerita tidak
memberikan manfaat sekaligus disampaikan secara langsung, tetapi
hiburan yang menyenangkan bagi melalui alur cerita dan metafora
para pembaca (dulce et etile), sehingga proses pendidikan
khususnya anak-anak, karena cerita berlangsung menyenangkan dan
rakyat menampilkan kisah yang tidak menggurui.
menarik. Kisah-kisah yang ada Penanaman karakter melalui
dalam cerita rakyat tersebut cerita rakyat memang sangat efektif
membuat anak-anak tertawa ketika karena cerita rakyat hidup dan
ada hal yang lucu dan akan larut berkembang di tengah-tengah
dalam kesedihan ketika terdapat masyarakat pendukungnya. Sifat
kisah yang menyedihkan serta anak-anak yang serba ingin tahu
menjadi penasaran dengan akhir menjadikan mereka terus mencari
cerita jika mengisahkan tentang tahu setiap hal yang terjadi dalam
petualangan. cerita rakyat tersebut dan secara
Cerita rakyat tidak bisa tidak langsung dapat membentuk
dipisahkan dari dunia anak, karena karakter positif anak. Hidayatullah
dalam cerita rakyat dunia imajinasi (2010: 13) menyatakan bahwa
anak bisa terwakili sehingga dapat karakter merupakan kualitas atau
menambah pengetahuan sekaligus kekuatan mental atau moral, akhlak
menanamkan nilai-nilai moral dan atau budi pekerti individu yang
pendidikan kepada anak-anak. Hal merupakan kepribadian khusus
ini seperti diungkapkan Kurniawan yang menjadi pendorong dan
(2009: 2) yang menyatakan bahwa penggerak, serta yang membedakan
cerita rakyat, tanpa disadari, dengan individu lain. Sementara
menjadi sangat efektif dalam itu, menurut Koesoema (2010: 80),
menanamkan pendidikan pada karakter dianggap sama dengan
anak. kepribadian. Dengan demikian dapat
Melalui para tokoh yang disimpulkan bahwa karakter
mengisahkan kehidupan mereka, merupakan bentuk tingkah laku
cerita rakyat --yang memuat nilai- yang sesuai dengan kaidah moral
nilai kebaikan, kejujuran, kesetiaan, dan budi pekerti yang membentuk
perjuangan, kesabaran dan kepribadian khusus seseorang.
sejenisnya-- dapat digunakan

28
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

Banyuwangi memiliki Penelitian tentang sastra lisan


kekayaan budaya, termasuk di Banyuwangi --khususnya cerita
dalamnya adalah tradisi lisan, yang rakyat Banyuwangi-- pernah
sangat beragam. Namun, dilakukan oleh beberapa peneliti,
inventarisasi beragam tradisi lisan antara lain (1) Heru S.P. Saputra
yang ada di Banyuwangi masih (1998) yang melakukan analisis
kurang memadai, khususnya dalam struktural terhadap legenda Osing
pentransmisian cerita rakyat Banyuwangi, (2) Dian Erlandini
Banyuwangi. Dari hasil (2011) yang menganalis enam cerita
penelusuran pustaka yang rakyat Banyuwangi (Joko Umbaran,
dilakukan, terdapat dua buku Minak Jinggo, Asal-usul Banyuwangi,
kumpulan cerita rakyat Prabu Tawang Alun, Syeh Maulana
Banyuwangi yang pernah Iskak, dan Patih Joto Suro) berdasar
diterbitkan; masing-masing dengan gaya penceritaan dan tema cerita,
judul Cerita Rakyat dari Banyuwangi dan (3) Dina Merdeka Citraningrum
(Hutomo, 2000) dan Cerita Rakyat (2012) yang membahas tentang
Banyuwangi (Fauzi dkk., 2011). representasi nilai moral masyarakat
Sementara itu, cerita rakyat Using dalam cerita rakyat
Banyuwangi yang umum dikenal Banyuwangi.
oleh masyarakat luas adalah Berbeda dengan penelitian
legenda asal mula Banyuwangi atau terdahulu, fokus penelitian ini
Sritanjung dan kisah Damarwulan bertujuan untuk mengungkap
dengan Minak Jinggo. Dua cerita adanya nilai-nilai pembentuk
rakyat tersebut cukup sering karakter yang terdapat dalam Cerita
dimuat dalam buku-buku Rakyat Banyuwangi Asal-usul Watu
kumpulan cerita rakyat Nusantara Dodol (CRBAWD) yang
maupun buku kumpulan cerita mencerminkan aspek sosio-kultural
rakyat Jawa Timur. Padahal, masih masyarakat pendukungnya.
sangat banyak cerita-cerita rakyat
Banyuwangi lainnya yang penting II. Landasan Teori
untuk ditransmisikan dan Cerita rakyat, sebagaimana
didokumentasikan. Untuk itulah karya sastra lainnya, diyakini lahir
perlu upaya yang terus-menerus tidak dalam ruang hampa, tetapi
dalam hal merevitalisasi cerita dipengaruhi oleh masyarakat
rakyat Banyuwangi dalam bentuk tempat karya tersebut dilahirkan
pendokumentasian dan penelitian sehingga karya sastra dianggap
yang berguna dalam mengungkap sebagai an imitation of human life;
nilai-nilai luhur yang terkandung merupakan cerminan nilai-nilai
dalam tradisi lisan tersebut. kehidupan suatu masyarakat.

29
Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

Sementara itu, hubungan antara pembentuk karakter yang dapat


sastra dan masyarakat adalah saling diteladani dalam kehidupan sehari-
memengaruhi sehingga cerita hari, seperti nilai religius, jujur,
rakyat memiliki kesempatan untuk peduli sosial, kerja keras, tanggung
menjadi sarana dalam mengubah jawab, dan masih banyak nilai
kondisi masyarakatnya. positif lainnya. Nilai-nilai positif
Nilai-nilai yang terkandung tersebut merupakan cerminan
dalam cerita rakyat secara tidak perilaku manusia yang
sadar diresapi oleh pembaca berhubungan dengan Tuhan Yang
khususnya anak-anak; secara tidak Maha Esa, diri sendiri, sesama
sadar runtutan peristiwa dalam manusia, lingkungan, dan
cerita tersebut mampu kebangsaan yang terwujud dalam
memengaruhi sikap dan pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
kepribadian mereka. Cerita rakyat dan perbuatan yang berdasarkan
selain sebagai sarana penanaman norma-norma agama, hukum, tata
nilai-nilai dan karakter juga krama, budaya, dan adat istiadat.
menambah pengetahuan serta Secara tidak langsung karakter
merangsang kreativitas anak berhubungan erat dengan tingkah
melalui imajinasi dan cara berpikir laku manusia dan merupakan ciri
kritis melalui rasa penasaran akan khas seseorang.
jalan cerita dan metafora-metafora Sehubungan dengan
yang terdapat di dalamnya. Cerita pentingnya penanaman dan
tidak hanya berperan dalam pembentukan karakter sejak usia
penanaman pondasi keluhuran dini maka Kementerian Pendidikan
budi pekerti, tetapi juga memiliki Nasional di tahun 2010 telah
andil dalam pembentukan karakter membuat identifikasi nilai-nilai
yang baik sejak dini (Noor, 2011). pembentuk karakter bangsa. Dalam
Melalui pergulatan dan pertemuan rangka lebih memperkuat
intensif dengan teks-teks dalam pelaksanaan pendidikan karakter
cerita rakyat, anak-anak akan pada satuan pendidikan telah
mendapatkan bekal pengetahuan diidentifikasi 18 nilai yang
yang mendalam tentang manusia, bersumber dari agama, Pancasila,
hidup dan kehidupan, serta budaya dan Tujuan Pendidikan
berbagai kompleksitas problematika Nasional, yaitu religius, jujur,
hidup. toleransi, disiplin, kerja keras,
Ada banyak nilai luhur kreatif, mandiri, demokratis, rasa
kehidupan yang dapat ditemukan ingin tahu, semangat kebangsaan,
dalam sebuah cerita rakyat karena cinta tanah air, menghargai prestasi,
cerita rakyat memuat nilai-nilai bersahabat/komunikatif, cinta

30
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

damai, gemar membaca, peduli karakter positif dalam cerita.


lingkungan, peduli sosial, dan Karakter positif dalam cerita rakyat
tanggung jawab (Pusat Kurikulum dapat dipandang sebagai amanat,
dan Perbukuan, 2011: 8) pesan atau message. Hikmah yang
Cerita rakyat merupakan diperoleh pembaca lewat cerita
hasil imajinasi dan kreativitas rakyat selalu dalam pengertian
pengarang pada masa lampau. yang baik. Karakter baik dan buruk
Dengan kreativitas tersebut seorang dalam cerita sengaja ditampilkan
pengarang bukan hanya mampu supaya pembaca dapat mengambil
menyajikan keindahan dalam cerita hikmah dari cerita tersebut serta
tersebut, namun juga memberikan tidak mencontoh perilaku yang
pandangan yang berhubungan buruk sehingga pembaca
dengan renungan tentang agama, termotivasi untuk mencontoh
filsafat, serta beraneka ragam karakter baik yang diperankan oleh
pengalaman tentang masalah tokoh dalam cerita. Pemahaman
kehidupan sehari-hari. Di dalam atas suatu cerita rakyat hingga
cerita rakyat tersebut disampaikan mendapatkan hikmah tersebut
oleh pengarang tentang berbagai merupakan bagian dari penanaman
rangkaian cerita seperti tingkah dan pembentukan karakter serta
laku, watak tokoh, dan karakter nilai-nilai pada anak sejak dini.
yang diperankan oleh para tokoh. Selaras dengan muatan nilai-
Karakter dalam cerita nilai pendidikan karakter,
biasanya dimaksudkan sebagai Pemerintah RI meneguhkan
suatu saran yang berhubungan kembali pentingnya nilai-nilai
dengan ajaran karakter yang tersebut dan merumuskannya
bersifat praktis, yang dapat diambil dalam gerakan Revolusi Mental.
lewat cerita yang bersangkutan oleh Revolusi Mental merupakan sebuah
pembaca (Nurgiyantoro, 2010). gerakan membangun karakter
Oleh karena itu, karakter dalam bangsa yang mengubah cara pikir
suatu cerita merupakan petunjuk menjadi lebih baik, mandiri,
yang secara sengaja diberikan oleh berkarakter, dan nasionalis. Ada
pengarang mengenai berbagai hal tiga nilai utama yang diusung
yang berhubungan dengan masalah dalam Gerakan Revolusi Mental
kehidupan, seperti sikap, tingkah (GPR Report, 2015: 22) yaitu (1)
laku dan etika pergaulan. Integritas (jujur, dipercaya,
Melalui cerita, sikap, dan berkarakter dan
tingkah laku tokoh-tokoh itulah bertanggungjawab), (2) Kerja keras
pembaca diharapkan dapat (etos kerja, daya saing, optimis,
mengambil hikmah dan meniru inovatif dan produktif) dan (3)

31
Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

gotong royong (kerjasama, menunjang dalam fokus penelitian


solidaritas, komunal dan ini, khususnya subjek penelitian
berorientasi pada kemaslahatan). yang ada pada CRBAWD. Bahan
Keseluruhan nilai-nilai bacaan dibaca dengan cermat,
dalam Gerakan Revolusi Mental sungguh-sungguh dan berulang-
dan pendidikan karakter bangsa ulang guna memperoleh
tersebut salah satunya mewujud pemahaman tentang isi cerita rakyat
sejak lama dalam tradisi lisan tersebut. Besamaan dengan hal
Nusantara berupa cerita rakyat. tersebut dilakukan pencatatan
Sebagai warisan budaya, cerita mengenai hal-hal yang
rakyat perlu dilestarikan, diolah, berhubungan dengan masalah
dan dijadikan salah satu media penelitian ini yakni nilai-nilai
penting dalam internalisasi nilai- pembentuk karakter yang terdapat
nilai luhur bangsa. di dalam CRBAWD.
Instrumen yang digunakan
III. Metode Penelitian dalam penelitian adalah peneliti
Penelitian ini merupakan sendiri dengan kertas pencatat serta
penelitian kualitatif dengan alat tulis. Peneliti sebagai human
pendekatan deskriptif. Sumber data instrument berfungsi menetapkan
utama dalam penelitian ini adalah fokus penelitian, melakukan
teks CRBAWD yang terdapat dalam pengumpulan data, menilai kualitas
buku Cerita Rakyat Bayuwangi yang data, analisis data, menafsirkan
diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan data, dan membuat kesimpulan atas
dan Pariwisata Kabupaten temuannya (Sugiyono, 2012: 222).
Banyuwangi tahun 2011. Buku ini Data yang telah terkumpul
terdiri dari enam cerita rakyat selanjutnya dianalisis dengan teknik
Banyuwangi, yaitu “Asal-usul Watu content analysis atau analisis isi
Dodol”, “Panji Gimawang”, “Jaka (Jabrohim, 2012). Dalam
Bundu 1”, “Jaka Bundu 2”, “Besali menganalisis data, hal yang perlu
Zarkasi”, dan “Kik Edor”. Penelitian diperhatikan adalah, membaca
ini hanya mengambil satu cerita dengan cermat teks CRBAWD
rakyat Banyuwangi yang terdapat secara berulang-ulang, mempelajari
dalam buku tersebut sebagai bahan kata kunci yang berkaitan dengan
kajian, yaitu Asal-usul Watu Dodol. karakter dalam cerita, kemudian
Teknik pengumpulan data menuliskan karakter tersebut.
yang digunakan dalam penelitian Selanjutnya, hasil analisis
ini adalah studi pustaka dan data disajikan dengan teknik
pencatatan. Hal ini dilakukan informal, yaitu perumusan hasil
dengan cara membaca bacaan yang analisis dengan menggunakan kata-

32
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

kata. Hasil analisis dideskripsikan Boyolangu. Di tempat tersebut Ki


sedemikian rupa sehingga Jaksa ditemani oleh Nur Iman, anak
diperoleh gambaran yang utuh angkatnya.
mengenai nilai-nilai pembentuk Singkat cerita Tumenggung
karakter yang terdapat dalam teks Wiroguno I berhasil membujuk Ki
CRBAWD. Jaksa untuk membantu membuat
jalan melewati bukit batu. Karena
IV. Hasil dan Pembahasan kebenciannya terhadap penjajah
a. Sekilas Cerita Rakyat “Asal- Belanda, Ki Jaksa tidak turun
Usul Watu Dodol” sendiri. Ia menunjuk anak
CRBAWD berlatar belakang angkatnya, Nur Iman, hingga
masa kolonial pada saat pembuatan berhasil membuat jalan melalui
jalan tembus yang menghubungkan bukit batu tersebut dengan bantuan
Banyuwangi dengan Panarukan. Jin beserta anak buahnya. Konon,
Pada waktu Residen Schophoff bantuan dari bangsa jin ini
hendak melaksanakan proyek diperoleh dengan adanya perjanjian
pengerjaan jalan yang akan atau pra-syarat. Ada tiga syarat
menghubungkan Banyuwangi yang harus dipenuhi, yaitu 1)
dengan Panarukan, proyek tersebut jangan mendodol batu di luar batas
terkendala oleh adanya bukit batu yang diberi tanda oleh bangsa jin, 2)
yang sulit untuk ditembus. harus menyisakan seonggok batu
Tumenggung Wiroguno I, yang untuk tempat duduk mereka di
pada masa itu menjadi bupati di tepian pantai, dan 3) minimal
Banyuwangi, mengadakan setahun sekali, Ki Jaksa dan anak
sayembara yang isinya bahwa siapa cucunya harus menyambangi
saja yang mampu membuat jalan tempat tersebut. Karena
tembus melewati bukit akan diberi keberhasilan menembus bukit batu
hadiah berupa tanah dari bukit batu itu, tempat tersebut dinamakan
itu ke selatan sampai daerah Watu Dodol. “Dodol” atau
Sukowidi, di wilayah utara kota “dhodhol” adalah bahasa Using
Banyuwangi. (bahasa kelompok etnik Using yang
Bersamaan dengan merupakan indegenous people
berlalunya waktu, tidak ada yang Banyuwangi) yang artinya
berani menyanggupi tantangan ‘bongkar’, sedangkan “watu”
tersebut. Sampai pada suatu ketika artinya ‘batu’. Sehingga watu dodol
Sang Tumenggung ingat pada Ki berarti ‘batu hasil dari
Jaksa, seorang sakti bekas pembongkaran’, sebuah benda yang
penasehatnya terdahulu, yang menandai proyek pembuatan jalan
menyepi di pinggiran bukit tembus yang menghubungkan

33
Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

Banyuwangi dengan Panarukan di 1. Religius


masa kolonial. Religius atau saleh
Kini setiap tanggal 10 merupakan sikap dan perilaku
Syawal masyarakat Boyolangu, patuh dalam melaksanakan ajaran
sebagai bentuk penghormatan agama yang dianut, toleran
terhadap Ki Jaksa, selalu terhadap pelaksanaan ibadah
berbondong-bondong pergi ke agama lain, dan selalu hidup rukun
Watu Dodol menggunakan dokar dengan pemeluk agama lain. Nilai
(kereta yang ditarik oleh kuda). religius dapat kita lihat dari kutipan
Peristiwa tahunan ini disebut tradisi narasi di bawah ini.
“Puter Kayun” sebagai bentuk (...) Nur Iman yang sejak tadi
penghormatan atas leluhur mereka. diwejangi di dalam langgar
pinggir kali, selesai keperluannya
kembali ke gubuknya. Langgar
b. Nilai-Nilai Pembentuk
yang dibuat Ki Jaksa berdinding
Karakter dalam Cerita Rakyat tumpukan batu tanpa campuran
Asal-Usul Watu Dodol bahan lain (Fauzi, dkk., 2011: 8).
Secara keseluruhan, tema
yang terdapat dalam CRBAWD, Kutipan tersebut
yaitu seorang pemimpin yang lurus memperlihatkan bahwa Ki Jaksa
dan bersih hatinya serta berjiwa memberikan wejangan
cinta tanah air. Amanat dalam cerita (petunjuk/nasehat) kepada Nur
rakyat ini adalah perilaku yang baik Iman di dalam langgar pinggir kali
akan membuahkan kepercayaan (musala di tepi sungai). Pilihan
dan hasil kerja yang baik pula. untuk memakai langgar dalam cerita
Dari hasil analisis isi yang tersebut menunjukkan bahwa
terdapat dalam CRBAWD kedua tokoh tersebut memiliki
ditemukan sebanyak sepuluh nilai karakter saleh atau religius karena
pembentuk karakter, yaitu religius, langgar merupakan tempat ibadah
jujur, kerja keras, ingin tahu, sekaligus belajar ilmu agama dan
semangat kebangsaan, cinta tanah mengaji.
air, menghargai prestasi,
bersahabat/ komunikatif, peduli 2. Jujur
sosial, dan tanggung jawab. Berikut Jujur adalah perilaku yang
ini adalah paparan nilai-nilai didasarkan pada upaya menjadikan
pembentuk karakter yang terdapat diri sebagai orang yang dapat
dalam CRBAWD. dipercaya dalam perkataan dan
perbuatan. Nilai kejujuran dapat
kita lihat dari kutipan narasi di
berikut ini.

34
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

(...) Ndoro Kanjeng dan VOC


menerima syarat yang diajukan Ki Dalam kutipan tersebut
Jaksa. Tetapi Nur Iman yang terlihat bahwa upaya
menolak syarat kedua itu. Dirinya
pembongkaran bukit batu untuk
menyadari masih kecil tidak
mungkin bisa memimpin orang melancarkan pengerjaan jalan yang
banyak yang usianya tua-tua dipimpin oleh Nur Iman akhirnya
(Fauzi, dkk., 2011: 7). berhasil setelah membutuhkan
waktu tiga bulan lamanya. Hal
Dalam kutipan tersebut tersebut menunjukkan adanya
terlihat bahwa Nur Iman berterus usaha yang sungguh-sungguh
terang tentang keraguannya dalam upaya mencapai suatu
terhadap kemampuan dirinya tujuan atau pencapaian suatu
sendiri yang masih belia dalam pekerjaan dengan harapan akan
pemimpin orang-orang yang hasil yang baik dan memuaskan.
usianya jauh lebih tua. Meskipun
terhadap gurunya, ia berani untuk 4. Ingin Tahu
jujur mengungkapkan perasaan Ingin tahu adalah sikap dan
hatinya. Dengan berlaku jujur, akan tindakan yang selalu berupaya
lebih mudah baginya sendiri dan untuk mengetahui secara lebih
orang lain untuk mencari mendalam dan meluas sesuatu
penyelesaian suatu persoalan. yang dipelajari, dilihat dan
didengar. Nilai keingintahuan
3. Kerja Keras dapat kita lihat dari kutipan
Kerja keras adalah perilaku percakapan antara Ki Buyut Jaksa
yang menunjukkan upaya dengan Nur Iman berikut ini.
sungguh-sungguh dalam mengatasi (...) “Nur Iman, kau jangan
berbagai hambatan belajar dan berkecil hati. Manusia hidup itu
tugas, serta menyelesaikan tugas yang penting lisannya. Meski tua
dengan sebaik-baiknya. Nilai kerja umurnya tetapi jelek perilakunya
ya tidak bisa dijadikan panutan.”
keras dapat kita lihat dari kutipan
“Lalu apa yang harus saya
narasi di bawah ini. lakukan?”
(...) Hampir tiga bulan purnama “Saya akan membimbing kamu
kerja bakti itu berlangsung. Jalan dari jauh. Kamu jangan takut!”
selatan gunung batu sudah (Fauzi, dkk., 2011: 7).
bertemu dengan ruas jalan di
utaranya. Semua berlega hati dan Dalam kutipan tersebut
bergembira. Seonggok batu di
terlihat rasa ingin tahu Nur Iman
pinggir pantai itu disebut sebagai
Watu Dodol (Fauzi, dkk., 2011: mengenai apa yang harus
12). dilakukannya sebagai pemimpin

35
Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

dalam pengerjaan pembongkaran dari kutipan ucapan Ki Jaksa di


bukit batu yang dibebankan bawah ini.
kepadanya. (...) “Saya memang tidak cocok jika
harus bertemu dengan penjajah
5. Semangat Kebangsaan berambut pirang. Apalagi diajak
bekerja sama kemudian disuruh-
Seseorang dinilai memiliki
suruh seperti juragan pada
semangat kebangsaan apabila ia pembantunya. Tidak!” (Fauzi,
memiliki cara berpikir, bertindak dkk., 2011: 6).
dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa Dalam kutipan tersebut
dan negara di atas kepentingan diri terlihat bahwa nilai cinta tanah air
dan kelompoknya. Semangat yang dimiliki oleh Ki Jaksa telah
kebangsaan dapat kita lihat dari membuatnya berkeras hati untuk
kutipan narasi di bawah ini. tidak ingin tunduk dan diperbudak
(...) Saat itu karena pengaruh oleh bangsa lain.
VOC dirasa terlalu berlebihan, Ki
Jaksa mengundurkan diri sebagai 7. Menghargai Prestasi
penasehat dan ingin banyak
Menghargai prestasi adalah
merenung di pinggiran bukit
Boyolangu (Fauzi, dkk., 2011: 2). sikap dan tindakan yang
mendorong diri untuk
Dalam kutipan narasi cerita menghasilkan sesuatu yang
tersebut terlihat bahwa semangat berguna bagi masyarakat, serta
kebangsaan yang dimiliki oleh Ki mengakui dan menghormati
Jaksa membuatnya lebih memilih keberhasilan orang lain. Nilai
untuk mundur dari jabatan sebagai menghargai prestasi dapat kita lihat
penasehat di Banyuwangi daripada dari kutipan narasi berikut ini:
harus bekerja di dalam (...) Untuk menepati janji yang
pemerintahan yang tunduk pada sudah dibuat oleh oleh Raja Demit
dan Ki Jaksa, hingga saat ini setiap
kekuasaan VOC (penjajah Belanda).
tanggal 10 Syawal masyarakat
Boyolangu berbondong-bondong ke
6. Cinta Tanah Air Watu Dodol dengan menggunakan
Cinta tanah air adalah cara kendaraan dokar. Peristiwa yang
berpikir, bersikap dan berbuat yang berlangsung terus-menerus itu itu
kini menjadi salah satu adat tradisi
menunjukan rasa kesetiaan,
masyarakat Boyolangu yang
kepedulian dan penghargaan yang dikenal dengan sebutan “Puter
tinggi terhadap bahasa, lingkungan Kayun” (Fauzi, dkk., 2011: 13).
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa. Nilai cinta tanah air Dalam kutipan tersebut
atau patriotisme dapat kita lihat terlihat bahwa penghargaan

36
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

terhadap prestasi ditunjukkan oleh Ki Jaksa sehingga ia mampu


masyarakat Boyolangu yang hingga berkomunikasi dengan Raja Demit
saat ini menghargai hasil karya untuk ikut bekerja sama membantu
leluhur mereka yang telah pengerjaan pembongkaran bukit
memberikan manfaat bagi batu.
masyarakat dan diwujudkan dalam
bentuk tradisi “Puter Kayun.” 9. Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap
8. Bersahabat/ Komunikatif dan tindakan yang selalu ingin
Bersahabat adalah tindakan memberi bantuan pada orang lain
yang memperlihatkan rasa senang dan masyarakat yang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama membutuhkan. Nilai kepedulian
dengan orang lain. Nilai sosial dapat kita lihat dari kutipan
persahabatan dapat kita lihat dari narasi berikut ini.
kutipan percakapan antara Raja (...) Akhirnya, sekeras-keras batu
Demit dengan Ki Jaksa berikut ini. jika ditetesi air terus-menerus akan
(...) “Aku bersedia....ha, ha,ha.... berlubang. Begitu juga hati Ki
Tetapi ada tiga syarat yang harus Jaksa yang mulai luluh meski
kau turuti. Pertama, jangan dengan bersyarat agar orang-orang
mendodol gunung watu di luar VOC harus ikut bekerja bakti
batas yang nanti aku beri tanda. mendodol gunung batu di kawasan
Kedua, sisakan buat aku seonggok utara untuk menembus jalan darat.
batu tempat duduk di pinggir Kedua, yang memimpin kerja bakti
pantai dan ketiga...Hem...Kau dan harus anak angkatnya sendiri yaitu
anak cucu harus mau Nur Iman yang masih berusia
menyambangiku setidaknya sebelas tahun. Ndoro Kanjeng dan
setahun sekali!” (Fauzi, dkk., VOC menerima syarat yang
2011: 9). diajukan ki Jaksa (Fauzi, dkk.,
2011: 7).
(...) “Tiga syarat yang engkau
ajukan aku terima,” kata Ki Jaksa. Dalam kutipan tersebut
“Aku minta tolong, kau juga harus terlihat bahwa kepedulian sosial
mengerahkan seluruh prajuritmu ditunjukkan oleh Ki Jaksa, sehingga
agar ikut bekerja bakti. Yang ia akhirnya mau untuk membantu
memimpin pendodolan nanti
pengerjaan pembongkaran bukit
anakku Nur Iman, umurnya masih
sebelas tahun (Fauzi, dkk., 2011: batu. Tujuannya tentu saja bukan
10). untuk membantu VOC, tetapi
karena ingin terwujudnya jalan
Dalam kutipan tersebut tembus Banyuwangi-Panarukan itu
terlihat bahwa sikap bersahabat/ akan memberikan manfaat bagi
komunikatif yang ditunjukkan oleh orang banyak.

37
Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

10. Tanggung Jawab V. Simpulan


Tanggung jawab adalah Cerita rakyat Banyuwangi
sikap dan perilaku seseorang untuk yang berjudul Asal-usul Watu Dodol
melaksanakan tugas dan bertemakan seorang pemimpin
kewajibannya, yang seharusnya dia yang lurus dan bersih hatinya serta
lakukan, terhadap diri sendiri, berjiwa cinta tanah air. Sedangkan,
masyarakat, lingkungan (alam, amanat dalam cerita rakyat ini
sosial dan budaya), negara dan adalah perilaku yang baik akan
Tuhan Yang Maha Esa. Nilai membuahkan kepercayaan dan
tanggung jawab dapat kita lihat dari hasil kerja yang baik pula.
kutipan narasi berikut ini. Berdasarkan analisis tentang
(...) Dengan hati yang mantap, nilai-nilai pembentuk karakter yang
Nur Iman menerima apa yang terdapat dalam CRBAWD dapat
diharapkan Ki Jaksa (Fauzi, dkk., disimpulkan bahwa dalam cerita
2011: 8).
rakyat tersebut ditemukan sepuluh
(...) Hari yang dijanjikan tiba. Para
utusan Ndoro Kanjeng Mas Alit nilai pembentuk karakter, yaitu;
berniat menjemput Ki Jaksa. religius, jujur, kerja keras, ingin
Lemani dan anaknya, Nur Iman, tahu, semangat kebangsaan, cinta
menerima mereka sebagaimana tanah air, menghargai prestasi,
layaknya tuan rumah pada bersahabat, peduli sosial dan
tamunya. Setelah berdialog
panjang lebar, para punggawa tadi tanggung jawab.
mengiring Nur Iman yang Nilai-nilai pembentuk karakter
mengempit kayu komando kerja bangsa, salah satunya, mewujud
bakti mendodol gunung batu sejak lama dalam tradisi lisan
(Fauzi, dkk., 2011: 10). Nusantara berupa cerita rakyat.
Sebagai warisan budaya, cerita
Dalam kutipan tersebut di
rakyat perlu dilestarikan, diolah dan
atas terlihat bahwa rasa tanggung
dijadikan salah satu media penting
jawab dimiliki oleh Nur Iman yang
dalam pendidikan karakter bangsa.
mengemban tugas sebagai
Nilai-nilai pembentuk karakter
pemimpin pengerjaan
yang terdapat dalam cerita rakyat
pembongkaran gunung batu,
bukan hanya sekadar untuk
meskipun usianya masih anak-
dipahami. Jauh lebih penting dari
anak. Rasa tanggung jawab atas
pemahaman adalah penghayatan
tugas yang diberikan kepadanya itu
dan pengamalan yang kongkret
mampu ia laksanakan dengan baik
dalam kehidupan sehari-hari di
atas bimbingan dan petunjuk Ki
masyarakat. Pengetahuan,
Jaksa.
perasaan, dan perilaku merupakan

38
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

bagian integral dari penerapan tetapi juga harus diterapkan oleh


pendidikan karakter bangsa yang pendidik. Pendidik yang memiliki
seharusnya dilaksanakan secara dan mengimplemetasikan nilai-nilai
harmoni. Dengan keharmonisan pembentuk karakter tersebut akan
ketiga aspek tersebut maka bangsa membawa dampak positif dalam
dan negara kita akan memiliki menjalankan tugasnya sebagai
karakter yang tangguh dalam pendidik.
menghadapi berbagai tantangan
zaman.
Dari paparan nilai-nilai
pembentuk karakter yang terdapat
dalam CRBAWD menunjukkan
bahwa cerita rakyat tersebut
mengandung cukup banyak nilai-
nilai pembentuk karakter yang
perlu dimiliki oleh setiap manusia.
Dengan memiliki nilai-nilai
pembentuk karakter tersebut maka
akan membentuk sikap dan moral
yang lebih baik. Nilai-nilai
pembentuk karakter yang terdapat
dalam CRBAWD merupakan pesan
yang disampaikan pengarang
kepada pembaca agar meniru
karakter baik yang terdapat dalam
tokoh cerita tersebut.
Nilai-nilai pembentuk
karakter harus ditanamkan kepada
siswa dan dimplementasikan secara
nyata dalam kehidupannya,
sehingga akan membentuk sikap
dan perilaku positif. Dengan
tertanamnya nilai-nilai pembentuk
karakter tersebut akan menjadikan
siswa bertanggung jawab dan
peduli dengan tugasnya sebagai
peserta didik. Nilai-nilai pembentuk
karakter tersebut tidak hanya
diterapkan pada peserta didik,

39
Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

Daftar Pustaka

Citraningrum, Dina Merdeka. 2012. “Representasi Nilai Moral Masyarakat


Using dalam Cerita Rakyat Banyuwangi”. Tesis. Malang: Universitas Negeri
Malang.

Erlandini, Dian. 2011. “Gaya Penceritaan dan Tema Cerita Rakyat


Banyuwangi”. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Fauzi, Abdullah dkk. 2011. Cerita Rakyat Banyuwangi (Cerita Asal Usul Watu
Dodol). Banyuwangi: Dinas Kebudayaan dan Pariwsata Kabupaten
Banyuwangi.

GPR Report. 2015. Revolusi Mental #revolusimental #indonesiabaik. Jakarta:


Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian
Komunikasi dan Informasi Publik RI.

Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa.


Surakarta: Yuma Pustaka.

Hutomo, Suripan Sadi dan E. Yono Hudiyono. 2000. Cerita Rakyat dari
Banyuwangi. Jakarta: Grasindo.

Jabrohim (Ed.). 2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koesoema, A. Doni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman


Global. Jakarta: PT Grasindo.

Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi,


Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Noor, Rohinah M. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra: Solusi Pendidikan


Moral yang Efektif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter.


Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas.

Saputra, Heru S.P. 1998. “Legenda Osing Banyuwangi: Suatu Analisis


Struktural”. Laporan Penelitian. Universitas Jember.

40
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University
Press.
Suryadi, 1993. “Ilmu Sastra Lisan di Indonesia: Persoalan Konsep dan Objek
Penelitian”. Makalah Seminar Tradisi Lisan Nusantara, 9-11 Desember 1993.
Jakarta: FS UI.

Taum, Yosef Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode dan Pendekatan
disertai Contoh Penerapannya, Yogyakarta: Penerbit Lamalera.

Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

________. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya – Giri Mukti Pusaka.

41

Anda mungkin juga menyukai