Oleh:
Primadiati Nickyta Sari (GOOO7131)
Pembimbing:
MH. Sudjito, dr, SpAn. KNA
ABSTRAK
Latar Belakang: Mengontrol kejadian menggigil setelah dilakukan anestesi
spinal merupakan hal yang penting dalam optimalisasi perawatan perioperatif,
yang dapat dilakukan dengan medikasi oral maupun parenteral. Penelitian ini
dirancang untuk mengevaluasi kemanjuran dan keamanan penggunaan clonidine
dan tramadol intravena dosis-rendah dalam penanganan kejadian menggigil
setelah anestesi spinal selama pembedahan sesar.
Peralatan dan Metode: Merupakan penelitian prospektif, double blind, random,
90 orang ibu melahirkan dengan ASA I atau II, yang berusia 18-35 tahun, dengan
pembedahan sesar menggunakan anestesi spinal, yang kemudian menggigil grade
3 atau 4, selanjutnya diacak menjadi dua kelompok, yang masing-masing
kelompok akan mendapat clonidine atau tramadol. Tingkat kemanjuran dan
respon dari penelitian dua obat ini dicatat dan dievaluasi. Efek samping, seperti
nausea, muntah, hipotensi, bradikardia, mulut kering, sedasi, kulit kemerahan, dan
sakit kepala, jika muncul, juga dicatat. Semua data dianalisis menggunakan
analisis Chi Square dan Z-test.
Hasil: Terdapat perbedaan tingkat respon yang signifikan diantara kedua obat
(P<0,05). Waktu yang diperlukan dari mulainya pengobatan sampai penghentian
menggigil sangat signifikan lebih cepat pada kelompok tramadol (P<0,05).
Namun demikian, frekuensi nausea, muntah, sedasi, dan sakit kepala juga
signifikan lebih sering pada kelompok tramadol.
Kesimpulan: Berdsarkan hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa
kedua obat, clonidine dan tramadol dapat mengontrol kejadian menggigil. Namun
demikian, tingkat respon yang lebih tinggi dan waktu yang diperlukan untuk
mengontrol menggigil lebih singkat dengan menggunakan tramadol, tetapi tingkat
respon dan efek sampingnya lebih rendah menggunakan clonidine.
PENDAHULUAN
HASIL
90 orang ibu melahirkan menunjukkan kejadian menggigil grade 3 dan 4
setelah anestesi spinal, selama operasi sesar. Karakteristik ibu melahirkan
berdasarkan oleh usia, berat badan, sutu tubuh, dan durasi operasi terdapat
kemiripan antara dua grup [Table 1]. Tingkat respon (penghentian menggigil
setelah pengobatan dalam 15 menit) ditemukan pada 95,56% pada grup tramadol
dan 86,67% pada grup clonodine dan waktu yang dibutuhkan untuk penghentian
menggigil lebih singkat pada grup tramadol daripada grup clonodine [Table 2].
Nausea, muntah, sedasi, dan sakit kepala lebih sering muncul pada grup tramadol.
Tidak ada pasien pada kedua grup yang mengalami hipotensi dan kulit
kemerahan sebelum atau sesudah treatment [Gambar 1]. Sebagai tambahan,
frekuensi denyut jantung, frekuensi nafas dan saturasi oksigen tidak terdapat
perbedaan yang signifikan diantara kedua grup setelah anestesi spinal, sebelum
treatment dan 15 menit sesudah treatment.
DISKUSI
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tingkat respon lebih rendah dan
waktu yang dibutuhkan untuk mengontrol menggigil lebih lama, namun efek
samping lebih sedikit pada grup clonidine. Tingkat respon lebih baik dan waktu
yang dibutuhkan untuk mengontrol menggigil lebih pendek pada grup tramadol,
namun dengan efek samping yang lebih banyak. Menggigil terjadi sebagai respon
termoregulasi terhadap hipotermia atau hiperaktivitas otot dengan tipe klonik atau
tonik dan frekuensi yang berbeda. Akan tetapi, pada post spinal anestesi, periode
menggigil dilaporkan terjadi pada pasien dengan normotermi, mempertimbangkan
mekanisme lain, kehilangan kalor dan penurunan suhu pusat tubuh mungkin
berkontribusi terhadap kejadian menggigil.9 Mekanisme ini termasuk
penghambatan reflek spinal, penangkapan, penuruan aktivitas simpatis,
pengeluaran pirogen, supresi kelenjar adrenal, dan alkalosis respiratori.
Hipotermia selama blockade sentral neuroaksial adalah sangat umum,10
dan dapat mendekati keparahan yang diobservasi pada anestesi umum.11 Terdapat
tiga alasan dasar untuk hipotermia dalam pengaruh anesthesia spinal. Pertama,
anestesi spinal mendorong redistribusi panas tubuh dari pusat ke kompartemen
perifer,12 blokade simpatik dan vasodilatasi perifer. Kedua, kehilangan
vasokonstriksi termoregulasi dibawah level blockade spinal, sehingga
meningkatkan kehilangan kalor dari permukaan tubuh. Terakhir, terjadi perubahan
termoregulasi dibawah blockade sentral neuroaksial, yang dicirikan dengan
penurunan ambang menggigil. Ditambah lagi, pengaliran cairan infus intravena
yang dingin dan cepat berkontribusi memunculkan kejadian menggigil.
Treatment untuk hipotermi termasuk menutupi pasien dengan selimut,
menggunakan peralatan radiant panas dan penghangat di kamar operasi.13
Penggunaan larutan anestetik local yang hangat atau cairan infus intravena yang
hangat telah menunjukkan berbagai keberhasilan.14 Berbagai pengobatan
farmakologis seperti penyuntikan iv opioid, alfentanil, pethidine;15 nalbuphine dan
meperidine,16 non-opioid analgesik tramadol,17 antagonis 5-HT3;18 ondansetron,19
dolasetron; dan agen cholinomimetic physostigmine20 telah digunakan; akan tetapi
efek samping seperti hipotensi, hipertensi, sedasi, depresi pernapasan, nausea dan
vomitus, mebatasi penggunaannya. Studi ini telah didesain untuk membandingkan
clonidine dosis kecil (50 µg), sebuah agonis adrenoseptor α2, dengan tramadol,
yang merupakan analgesik non-opioid untuk mengontrol kejadian menggigil
selama anestesi spinal.
Clonidine merupakan agonis adrenoseptor α2 dengan antihipertensif,
sedative, analgesik dan anti-menggigil. Efek anti-menggigil dari agonis
adrenoseptor α dihasilkan dari pengikatan reseptor α2 terutama reseptor α2b yang
menyebabkan vasokonstriksi dan efek anti-menggigil.21 Clonidine mempunyai
efek termoregulasi hipotalamik,22 sehingga dapat melakukan aksi penghambatan
di hipotalamus, dengan menurunkan produksi sinaptik nor-adrenaline melalui
tempat reseptor α2 di pre-sinaps saraf terminal, yang kemudian menghentikan
menggigil.
Tramadol telah digunakan untuk postoperative nyeri dan analgesia pada
proses melahirkan tanpa efek merugikan pada ibu maupun bayi.24 Telah
diperlihatkan efektifitasnya dalam mengontrol menggigil setelah anesthesia
spinal.25 Tramadol memperoleh kemampuan agonisnya pada reseptor opioid,
dengan efek opioid utamanya dimediasi melalui reseptor μ, dengan efek yang
minimal pada reseptor κ (kappa) dan σ (sigma). Reseptor μ mengaktivasi reseptor
monoaminergik di jalur penurunan inhibitori spinal rasa nyeri. Reseptor μ juga
menghambat nor-adrenaline sinaptosomal dan uptake serotonin dan mungkin juga
berhubungan dengan efek analgesiknya.26 Pada penelitian ini, baik clonidine
maupun tramadol telah dapat mengontrol kejadian menggigil pada dosis 1 μg dan
1 mg per kg, meskipun mengontrol menggigil lebih baik dengan tramadol. Namun
demikian, kejadian efek samping lebih banyak terjadi pada tramadol daripada
pada clonidine.
KESIMPULAN
Clonidine 50 μg kurang efektif daripada tramadol 50 mg, pada penanganan
menggigil. Namun demikian, efek sampingnya secara signifikan lebih sedikit
dengan clonidine daripada dengan tramadol. Penelitian ini mempunyai
keterbatasan pada sedikitnya jumlah sampel, karenanya, lebih lanjut dapat
dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak dengan dosis
clonidine yang berbeda untuk mendapatkan dosis optimal dan mengkonfirmasi
penelitian ini.