Anda di halaman 1dari 9

JOURNAL READING

Perbandingan Penggunaan Clonodine dan Tramadol pada


Kejadian Menggigil setelah Anestesi Spinal selama Operasi Sesar:
Sebuah Penelitian Klinik Random Double Blind

Oleh:
Primadiati Nickyta Sari (GOOO7131)

Pembimbing:
MH. Sudjito, dr, SpAn. KNA

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2011
http://www.joacc.com/temp/JObstetAnaesthCritCare1126-2474489_065224.pdf

Perbandingan Penggunaan Clonodine dan Tramadol pada


Kejadian Menggigil setelah Anestesi Spinal selama Operasi Sesar:
Sebuah Penelitian Klinik Random Double Blind

Velayuda S. Reddy, Sunil Chiruvella


Department of Anaesthesiology and Critical Care, Rajeev Gandhi Institute of
Medical Science, kadapa, Andhira Pradesh, India.

ABSTRAK
Latar Belakang: Mengontrol kejadian menggigil setelah dilakukan anestesi
spinal merupakan hal yang penting dalam optimalisasi perawatan perioperatif,
yang dapat dilakukan dengan medikasi oral maupun parenteral. Penelitian ini
dirancang untuk mengevaluasi kemanjuran dan keamanan penggunaan clonidine
dan tramadol intravena dosis-rendah dalam penanganan kejadian menggigil
setelah anestesi spinal selama pembedahan sesar.
Peralatan dan Metode: Merupakan penelitian prospektif, double blind, random,
90 orang ibu melahirkan dengan ASA I atau II, yang berusia 18-35 tahun, dengan
pembedahan sesar menggunakan anestesi spinal, yang kemudian menggigil grade
3 atau 4, selanjutnya diacak menjadi dua kelompok, yang masing-masing
kelompok akan mendapat clonidine atau tramadol. Tingkat kemanjuran dan
respon dari penelitian dua obat ini dicatat dan dievaluasi. Efek samping, seperti
nausea, muntah, hipotensi, bradikardia, mulut kering, sedasi, kulit kemerahan, dan
sakit kepala, jika muncul, juga dicatat. Semua data dianalisis menggunakan
analisis Chi Square dan Z-test.
Hasil: Terdapat perbedaan tingkat respon yang signifikan diantara kedua obat
(P<0,05). Waktu yang diperlukan dari mulainya pengobatan sampai penghentian
menggigil sangat signifikan lebih cepat pada kelompok tramadol (P<0,05).
Namun demikian, frekuensi nausea, muntah, sedasi, dan sakit kepala juga
signifikan lebih sering pada kelompok tramadol.
Kesimpulan: Berdsarkan hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa
kedua obat, clonidine dan tramadol dapat mengontrol kejadian menggigil. Namun
demikian, tingkat respon yang lebih tinggi dan waktu yang diperlukan untuk
mengontrol menggigil lebih singkat dengan menggunakan tramadol, tetapi tingkat
respon dan efek sampingnya lebih rendah menggunakan clonidine.

PENDAHULUAN

Menggigil adalah salah satu komplikasi dari blockade sentral neuroaksial


yang paling sering terjadi, karena gangguan pusat pengaturan termoregulasi
tubuh1. Telah dilaporkan terdapat 57% kejadian menggigil selama penggunaan
anestesi regional2. Menggigil selama blockade neuroaksial mempunyai efek yang
merugikan dan berperan meningkatkan rasa sakit4. Berbagai metode farmalogis
dan non-farmakologis4 telah diusulkan, tramadol5 dan clonidine6 yang baru-baru
ini digunakan untuk mengontrol menggigil. Penelitian klinik prospektif, double
blind, dan random ini dirancang untuk membandingkan efek anti-menggigil dan
efek samping dari clonodine dan tramadol pada pengobatan menggigil setelah
anestesi spinal.

BAHAN DAN METODE


Setelah memperoleh perijinan dari Institutional Ethics Committee dan
mendapat informed consent dari semua ibu melahirkan, 90 orang ibu melahirkan
dengan ASA I dan II, berusia antara 18-35 tahun, yang kemudian menggigil
selama operasi sesar, baik operasi direncannakan maupun emergensi, dan di
bawah pengaruh anestesi spinal, yang telah terdaftar kemudian dibagi secara acak
dan dibagi dalam dua kelompok yang masing-masiing terdiri dari 45 orang. Ibu
melahirkan yang telah diketahui memiliki hipersensitifitas terhadap tramadol dan
clonidine, penyakit kardiopulmoner, liver, atau ginjal, kelainan psikologis, hipo-
atau hipertiroidisme, membutuhkan transfusi darah selama operasi, suhu tubuh
>38ºC atau <36ºC, mempunyai riwayat penggunaan alkohol atau obat-obatan,
yang membutuhkan vasodilator, yang mengkonsumsi obat-obatan analgesic, atau
pengobatan lainnya yang mempengaruhi termoregulasi tubuh, telag dieksklusi
dari penelitian ini.
Semua sampel ibu melahirkan dalam pennelitian ini tidak mendapat
premedikasi sebelumnya. Pada saat kedatangan sampai kamar operasi, infus kanul
18G telah dimasukkan dan telah dialirkan larutan RL 10 ml/kg/jam sebelum
dimasukkan anestesi spinal dan dikurangi menjadi 6 ml/kg/jam setelah anestesi
spinal. Penggunaan mephenteramine untuk hipotensi dan dosis anestesi lokal yang
digunakan, telah diturunkan oleh ahli anestesi dan tidak berpengaruh telah
didaftar dalam penelitian ini. Semua larutan dan obat-obatan telah disediakan dan
diletakkan dalam temperature ruangan.
Anestesi subarachnoid dimasukkan di spatium intervertebralis L3-L4,
dengan 0,5%, bupivakaine hyperbaric 10 mg (2ml) menggunakan jarum Quinke
spinal 25G. Ibu-ibu melahirkan yang telah dikelompokkan secara random
(envelope randomization) dialokasikan untuk memperoleh clonidine 50 µg (Grup
C, n = 45) atau tramadol 50 mg (Grup T, n = 45). Ibu melahirkan yang kemudian
mengalami menggigil grade 3 atau 4 dalam setidaknya 3 menit setelah anestesi
spinal dimasukkan dalam penelitian ini; kedua obat tersebut diberikan pelan-pelan
secara bolus intravena. Obat-obatan yang menanggulangi menggigil dimasukkan
sebanyak 5 ml dalam spuit 5 ml dan diberikan label yang di”buta”kan pada
spuitnya oleh ahli anestesi untuk diberikan kepada masing-masing grup.
Pemberian oksigen (5 L/menit) dialirkan melalui masker selama operasi. Semua
ibu melahirkan ditutupi menggunakan selembar kain operasi menutupi dada, paha
dan betis selama operasi, dan selembar selimut cotton menutup seluruh tubuh
setelah operasi.
Kemunculan menggigil dibservasi oleh ahli anestesi observer yang
di”buta”kan dari prosedur obat-obatan dalam penelitian. Menggigil di golongkan
menggunakan skala yang valid oleh Tsai and Chu7; Grade 0: tidak menggigil,
Grade 1: piloerection atau vasokonstriksi perifer, tetapi tidak menunjukkan
menggigil, Grade 2: aktivitas muscular hanya di satu kelompok otot, Grade 3:
aktivitas muscular di lebih dari satu kelompok otot, tapi tidak secara umum, Grade
4: menggigil seluruh tubuh. Efek obat anti-menggigil yang diberikan untuk kedua
kelompok ibu melahirkan dinilai dan diobservasi oleh ahli anestesi. Ibu
melahirkan ditanya untuk mengevaluasi efek dari pengobatan, dua menit setelah
penyuntikan, apakah tidak ada respon, sedikit berespon, atau respon yang jelas.
Ini didapatkan dari pernyataan si ibu. Ahli anestesi secara independen
meramalkan dan merekam waktu penghentian menggigil setelah pengobatan. 15
menit setelah pemberian obat, apabila grade menggigil masih sama, maka
pengobatan dianggap tidak efektif dan iv dexamethasone 5 mg disuntikkan untuk
mengontrol menggigil.
Frekuensi denyut jantung, frekuensi nafas dan saturasi oksigen perifer
dimonitoring secara terus-menerus, tekanan darah arteri dicatat setiap 2 menit,
selama 30 menit perrtama dan setiap 5 menit untuk 60 menit berikutnya
menggunakan monitor non-invasif standar, sebelum dan setelah injeksi intratekal,
sampai perkembangan menggigil sebaik setelah administrasi obat dalam
penelitian. Selama periode perioperatif, suhu tubuh (suhu timpanik dan aksiler)
dicatat dengan termometer telinga dan aksiler. Suhu lingkungan diukur
menggunakan termometer dinding. Suhu lingkungan diatur pada 24ºC - 26ºC,
dengan kelembaban konstan.
Efek samping, seperti nausea, muntah, hipotensi, bradikardi, mulut
kering, sedasi, kulit kemerahan, dan sakit kepala, apabila muncul, juga dicatat.
Hipotensi didefinisikan bila penurunan tekana arteri lebih dari 20%, dalam
hubungannya dengan tekanan sistolik dibawah 100 mmHg. Jika pasien mengalami
nausea dan muntah, dsuntikkan iv metoclopramide 10 mg.
Ahli anestesi juga menilai derajat sedasi pada lima-poin skala. Skala 1:
sadar sepenuhnya dan berorientasi; 2: mengantuk; 3: mata tertutup, tapi masih
dapat melakukan perintah; 4: mata tertutup, dapat melakukan perintah tapi
membutuhkan rangsangan fisik yang sedang; 5: mata tertutup tapi tidak dapat
melakukan perintah meskipun dengan rangsangan fisik.8 Semua data dianalisis
menggunakan Chi Square test dan Z-test.
Analisis Statistik
Penelitian-penelitian terdahulu telah menemukan kejadian menggigil sebesar 40-
65%. Kami peneliti mengantisipasi insiden sebesar 50%. Oleh karena itu, kami
berasumsi <35 orang ibu melahirkan dibutuhkan dalam masing-masing grup
untuk kesalahan tipe I sebesar 0,05 dan kekuatan penelitian sebesar >90%,
sehingga dari perhitungan, jumlah sampel adalah 45 orang. Perbandingan statistic
dari karakteristik pasien dan waktu yang dibutuhkan untuk mengontrol menggigil,
antara dua grup, ditampilkan menggunakan Z-test. Data nominal atau kategorikal,
termasuk semua kejadian menggigil, tingkat respond an efek samping antara dua
grup dianalisis dan dibandingkan menggunakan Chi Square test. P value < 0,05
dianggap signifikan secara statistik.

HASIL
90 orang ibu melahirkan menunjukkan kejadian menggigil grade 3 dan 4
setelah anestesi spinal, selama operasi sesar. Karakteristik ibu melahirkan
berdasarkan oleh usia, berat badan, sutu tubuh, dan durasi operasi terdapat
kemiripan antara dua grup [Table 1]. Tingkat respon (penghentian menggigil
setelah pengobatan dalam 15 menit) ditemukan pada 95,56% pada grup tramadol
dan 86,67% pada grup clonodine dan waktu yang dibutuhkan untuk penghentian
menggigil lebih singkat pada grup tramadol daripada grup clonodine [Table 2].
Nausea, muntah, sedasi, dan sakit kepala lebih sering muncul pada grup tramadol.
Tidak ada pasien pada kedua grup yang mengalami hipotensi dan kulit
kemerahan sebelum atau sesudah treatment [Gambar 1]. Sebagai tambahan,
frekuensi denyut jantung, frekuensi nafas dan saturasi oksigen tidak terdapat
perbedaan yang signifikan diantara kedua grup setelah anestesi spinal, sebelum
treatment dan 15 menit sesudah treatment.

DISKUSI
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tingkat respon lebih rendah dan
waktu yang dibutuhkan untuk mengontrol menggigil lebih lama, namun efek
samping lebih sedikit pada grup clonidine. Tingkat respon lebih baik dan waktu
yang dibutuhkan untuk mengontrol menggigil lebih pendek pada grup tramadol,
namun dengan efek samping yang lebih banyak. Menggigil terjadi sebagai respon
termoregulasi terhadap hipotermia atau hiperaktivitas otot dengan tipe klonik atau
tonik dan frekuensi yang berbeda. Akan tetapi, pada post spinal anestesi, periode
menggigil dilaporkan terjadi pada pasien dengan normotermi, mempertimbangkan
mekanisme lain, kehilangan kalor dan penurunan suhu pusat tubuh mungkin
berkontribusi terhadap kejadian menggigil.9 Mekanisme ini termasuk
penghambatan reflek spinal, penangkapan, penuruan aktivitas simpatis,
pengeluaran pirogen, supresi kelenjar adrenal, dan alkalosis respiratori.
Hipotermia selama blockade sentral neuroaksial adalah sangat umum,10
dan dapat mendekati keparahan yang diobservasi pada anestesi umum.11 Terdapat
tiga alasan dasar untuk hipotermia dalam pengaruh anesthesia spinal. Pertama,
anestesi spinal mendorong redistribusi panas tubuh dari pusat ke kompartemen
perifer,12 blokade simpatik dan vasodilatasi perifer. Kedua, kehilangan
vasokonstriksi termoregulasi dibawah level blockade spinal, sehingga
meningkatkan kehilangan kalor dari permukaan tubuh. Terakhir, terjadi perubahan
termoregulasi dibawah blockade sentral neuroaksial, yang dicirikan dengan
penurunan ambang menggigil. Ditambah lagi, pengaliran cairan infus intravena
yang dingin dan cepat berkontribusi memunculkan kejadian menggigil.
Treatment untuk hipotermi termasuk menutupi pasien dengan selimut,
menggunakan peralatan radiant panas dan penghangat di kamar operasi.13
Penggunaan larutan anestetik local yang hangat atau cairan infus intravena yang
hangat telah menunjukkan berbagai keberhasilan.14 Berbagai pengobatan
farmakologis seperti penyuntikan iv opioid, alfentanil, pethidine;15 nalbuphine dan
meperidine,16 non-opioid analgesik tramadol,17 antagonis 5-HT3;18 ondansetron,19
dolasetron; dan agen cholinomimetic physostigmine20 telah digunakan; akan tetapi
efek samping seperti hipotensi, hipertensi, sedasi, depresi pernapasan, nausea dan
vomitus, mebatasi penggunaannya. Studi ini telah didesain untuk membandingkan
clonidine dosis kecil (50 µg), sebuah agonis adrenoseptor α2, dengan tramadol,
yang merupakan analgesik non-opioid untuk mengontrol kejadian menggigil
selama anestesi spinal.
Clonidine merupakan agonis adrenoseptor α2 dengan antihipertensif,
sedative, analgesik dan anti-menggigil. Efek anti-menggigil dari agonis
adrenoseptor α dihasilkan dari pengikatan reseptor α2 terutama reseptor α2b yang
menyebabkan vasokonstriksi dan efek anti-menggigil.21 Clonidine mempunyai
efek termoregulasi hipotalamik,22 sehingga dapat melakukan aksi penghambatan
di hipotalamus, dengan menurunkan produksi sinaptik nor-adrenaline melalui
tempat reseptor α2 di pre-sinaps saraf terminal, yang kemudian menghentikan
menggigil.
Tramadol telah digunakan untuk postoperative nyeri dan analgesia pada
proses melahirkan tanpa efek merugikan pada ibu maupun bayi.24 Telah
diperlihatkan efektifitasnya dalam mengontrol menggigil setelah anesthesia
spinal.25 Tramadol memperoleh kemampuan agonisnya pada reseptor opioid,
dengan efek opioid utamanya dimediasi melalui reseptor μ, dengan efek yang
minimal pada reseptor κ (kappa) dan σ (sigma). Reseptor μ mengaktivasi reseptor
monoaminergik di jalur penurunan inhibitori spinal rasa nyeri. Reseptor μ juga
menghambat nor-adrenaline sinaptosomal dan uptake serotonin dan mungkin juga
berhubungan dengan efek analgesiknya.26 Pada penelitian ini, baik clonidine
maupun tramadol telah dapat mengontrol kejadian menggigil pada dosis 1 μg dan
1 mg per kg, meskipun mengontrol menggigil lebih baik dengan tramadol. Namun
demikian, kejadian efek samping lebih banyak terjadi pada tramadol daripada
pada clonidine.

KESIMPULAN
Clonidine 50 μg kurang efektif daripada tramadol 50 mg, pada penanganan
menggigil. Namun demikian, efek sampingnya secara signifikan lebih sedikit
dengan clonidine daripada dengan tramadol. Penelitian ini mempunyai
keterbatasan pada sedikitnya jumlah sampel, karenanya, lebih lanjut dapat
dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak dengan dosis
clonidine yang berbeda untuk mendapatkan dosis optimal dan mengkonfirmasi
penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai