Anda di halaman 1dari 13

tugas makalah.......

PEMATAHAN DORMANSI SECARA KIMIAWI PADA BENIH


KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus .L)

Kelompok 6

Yusrijal

Zainal abidin

Fahrul raji

Desi ratna sari

dedi

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

TENGKU UMAR MEULABOH 2019

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis

dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Kegiatan penelitian berjudul Metode Pematahan

Dormansi untuk Meningkatkan Viabilitas Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.)

Aksesi Cilacap yang dilaksanakan sejak Desember 2015 hingga Juni 2016.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Dra. Tatiek Kartika Suharsi, MS dan Dr. Ir. Abdul Qadir, M.Si selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi selama

pelaksanaan penelitian hingga penulisan karya ilmiah.

2. Dr. Ir. Faiza Chairani Suwarno, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi

dan saran terhadap karya ilmiah ini.

3. Maryati, SP. M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan

dan dukungan selama masa perkuliahan.

4. Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, dukungan, doa, dan kasih sayang bagi

penulis.

5. Sahabat-sahabat Agronomi dan Hortikultura 49 yang telah membantu dan memberikan

dukungan dalam menyelesaikan rangkaian kegiatan penelitian.

6. Seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah.Semoga

karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

Nur Melasari
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................

Latarbelakang..............................................................................................................

BABI PENDAHULUAN ............................................................................. .......

BAB11 HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................

1.1 Pematahan Dormansi dengan Asam Kuat terhadap Viabilitas..............................

Benih Kecipir

1.2 Pematahan Dormansi dengan Suhu Tinggi terhadap Viabilitas Benih Kecipir.....

1.3 Pematahan Dormansi dengan Asam Kuat terhadap Vigor BenihKecipir..............

1.4 Pematahan Dormansi dengan Asam Kuat terhadap Struktur Testa Benih Kecipir.

BABIII PENUTUB.......................................................................................................

Kesimpulan.....................................................................................................................

Saran ..............................................................................................................................

DAFTARPUSTAKA.....................................................................................................
BABI

PENDAHULUAN

latarbelakang

Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) merupakan tanaman dari famili Leguminosae

(kacang-kacangan). Keistimewaan kecipir dibanding tanaman sayuran lainnya adalah seluruh

bagian tanaman kecuali batang dapat dikonsumsi dan kaya akan protein sehingga mendapat

julukan sebagai tanaman multifungsi. Polong muda, umbi, daun muda, dan bunga dapat

dimanfaatkan sebagai sayuran. Biji yang kering dapat diekstrak minyaknya, diolah menjadi

susu, tempe, tahu,miso, ataupun pakan ternak. Tepung biji kecipir dapat digunakan sebagai

sumber protein dalam pembuatan roti (Krisnawati, 2010). Tanaman kecipir mempunyai

kemampuan mengikat nitrogen bebas di udara, sehingga dapat digunakan sebagai tanaman

penutup tanah pada lahan perkebunan (Handayani, 2013).Kecipir mempunyai potensi yang

baik untuk dikembangkan dan dilestarikan, akan tetapi pengembangan tanaman kecipir

mempunyai kendalakarena benihnya yang sulit untuk dikecambahkan. Karakteristik benih

yang kedap terhadap air dan gas merupakan faktor yang diduga menyebabkan benih sulit

untuk berkecambah. Kartasapoetra (2003) menyebutkan bahwa kulit benih yang kedap

terhadap air dan gas menyebabkan resistensi mekanis, menyebabkan embrio tidak dapat

menembus kulit yang berarti pula menghambat proses imbibisi, mengakibatkan radikel tidak

dapat keluar untuk tumbuh sebagaimana mestinya, sehingga muncul sifat

dormansi.Widhityarini et al. (2011) mendefinisikan dormansi benih sebagai keadaan dimana

benih tetap tidak akan berkecambah meskipun syarat-syarat perkecambahan benih telah

dipenuhi.Adanya sifat dormansi pada benih kecipir juga menyebabkan masih rendahnya

viabilitas dan vigor benih kecipir akibat adanya benih yang tidak tumbuh.Sifat dormansi

benih dapat dipatahkan memalui perlakuan pematahan dormansi.Bahan kimia yang sering
digunakan dalam perlakuan pematahan dormansi diantaranya adalah asam H2SO4,

HCL,HNO3, serta garam KNO3. Menurut Sadjad et al. (1975) perlakuan benih denganbahan

kimia sebagai perlakuan pematahan dormansi pada prinsipnya adalah membuang lapisan

lignin pada kulit benih yang keras dan tebal sehingga benih

kehilangan lapisan yang permeabel terhadap air dan gas sehingga metabolisme dapat berjalan

dengan baik.
BABII

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecipir merupakan tanaman dari famili Leguminosae (kacang-kacangan),dimana sebagian

besar benih tanaman dari famili ini mempunyai kulit benih keras yang kedapterhadap air dan

gas, sehingga menimbulkan sifat dormansi (Krisnawati, 2010). Dormansi tersebut

menyebabkan viabilitas dan vigor benih kecipir terlihat rendah ketika benih dipanen,

sehingga dibutuhkan perlakuan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Sifat

dormansi benih dapat dipatahkan dengan perlakuan pematahan dormansi. Perlakuan

pematahan dormansi pada benih kecipir bertujuan supaya benih kecipir dapat dengan mudah

menyerap air dan gas sehingga laju perkecambahan semakin cepat.

1.1 Pematahan Dormansi dengan Asam Kuat terhadap Viabilitas Benih Kecipir

Hasil uji lanjut nilai tengah pengaruh pematahan dormansi dengan asam

kuat terhadap viabilitas benih kecipir Hasil uji lanjut pada tolok ukur daya berkecambah

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara benih kontrol dengan benih yang

mendapatkan perlakuan, dimana kontrol menghasilkan daya berkecambah yang lebih rendah

dibandingkan beberapa perlakuan. Hal ini mengindikasi bahwa metode pematahan dormansi

dengan perlakuan asam kuat mampu meningkatkan viabilitas benih kecipir pada tolok ukur

daya berkecambah. Daya berkecambah yang dihasilkan pada perlakuan asam kuat HNO3 5%

selama 10 menit merupakan daya berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan

kontrol maupun perlakuan lain. Perlakuan asam kuat H2SO4 5% selama 10 menit, HNO3

10% selama 5 menit, HCl 5% selama 10 menit, HCl 10% selama 5 menit, HCL 10% selama

15 menit, dan HCl 15% selama 5 menit merupakan perlakuan yang tidak berbeda nyata baik

terhadap perlakuan HNO3 5% selama 10 menit sebagai perlakuan terbaik maupun kontrol.

Nilai daya berkecambah pada benih kontrol yang tinggi mengindikasi bahwa benih yang

digunakan merupakan benih dengan mutu fisiologi yang masih baik, dimana kriteria benih
legum bermutu baik salah satunya adalah nilai daya berkecambah yang tidak kurang dari

80%. Perlakuan asam kuat HNO3 5% selama 10 menit mampu meningkatkan nilai daya

berkecambah benih kecipir. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas asam (HNO3) yang

menyebabkan kulit benih menjadi lunak karena benih kehilangan lapisan yang kedap

terhadap air dan gas, sehingga metabolisme dapat berjalan dengan baik dan benih dapat

berkecambah lebih cepat. Hilangnya lapisan impermeabel pada permukaan kulit benih

disebabkan oleh larutnya sebagian komponen lignin kulit benih, sehingga air lebih mudah

masuk ke dalam benih untuk merangsang pertumbuhan embrio pada proses perkecambahan.

Sadjad (1975) menyatakan bahwa perlakuan pematahan dormansi dengan asam kuat

berpengaruh terhadap penguraian lignin yang menyusun komponen dinding sel sehingga

dengan adanya penguraian lignin maka kulit benih akan menjadi permeabel terhadap air dan

gas.Asam pada umumnya adalah senyawa molekuler dan tergolong elektrolit kovalen.

Kekuatan asam ditentukan oleh besarnya jumlah ion H+ yang dihasilkan 15 asam dalam

larutan (Delvin, 1975). Larutan asam kuat sering digunakan dengan konsentrasi yang

bervariasi sampai pekat, sehingga kulit benih menjadi lunak. Selain itu, asam kuat yang

digunakan dapat pula membunuh cendawan atau bakteri yang dapat menyebabkan benih

dorman (Rozi, 2003).

1.2 Pematahan Dormansi dengan Suhu Tinggi terhadap Viabilitas Benih Kecipir

Hasil uji lanjut nilai tengah pengaruh pematahan dormansi dengan suhu tinggi terhadap

viabilitas benih kecipir . Hasil uji lanjut tersebut menunjukkan bahwa perlakuan suhu tinggi

yang dilakukan pada percobaan belum dapat memperbaiki viabilitas benih kecipir. Baik pada

tolok ukur daya berkecambah maupum potensi tumbuh maksimal menunjukkan hasil yang

tidak berbeda secara signifikan antara kontrol dengan benih yang mendapat perlakuan.

Perlakuan perendaman suhu berfungsi untuk melunakkan kulit benih dan memudahkan

proses penyerapan air oleh benih sehingga proses-proses fisiologi dalam benih dapat
berlangsung untuk proses perkecambahan. Suhu yang tepat dan kondisi lingkungan yang

memadai akan memudahkan benih memecahkan 16 dormansinya dan mulai tumbuh. Hasil uji

lanjut nilai tengah tolok ukur daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimal pada

perlakuan suhu 40–60 0C dengan waktu 5–15 menit menunjukkan hasil yang tidak signifikan

bahkan menurun dibandingkan dengan kontrol. Hal ini diduga karena perbedaan suhu yang

ditimbukan perlakuan suhu 40 0C sampai 60 0C dengan waktu 5–15 menit belum mampu

menciptakan celah pada lapisan epidermis kulit benih, sehingga proses penyerapan air

melalui imbibisi masih terhalang menyebabkan mekanisme perkecambahan terhambat. Suhu

yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan aktivitas enzim dalam benih tidak optimal bahkan

menyebabkan enzim-enzim dalam benih rusak dan embrionya akan mati (Isnaeni dan

Habibah, 2014). Kemampuan benih untuk berkecambah tergantung dari tersedianya energi

dan enzim untuk sintesis sel-sel penyusun organ kecambah yang meliputi akar dan pucuk.

Semakin rendah ketersediaan senyawa tersebut, maka semakin rendah pula kemampuan

benih untuk berkecambah (Widajati et al., 2013). Sadjad et al. (1975) menambahkan bahwa

hilangnya kemampuan benih untuk berkecambah berhubungan langsung dengan kegiatan

enzim. Mundurnya daya berkecambah benih terjadi karena kekurangan enzim amilase dalam

benih. Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam hidrolisa amilum yang tersimpan,

sehingga kekurangan enzim ini mempengaruhi pengiriman glukosa ke embrio. Pernyataan

tersebut dibuktikan dengan perlakuan suhu 500C 15 menit dan suhu 400C 15 menit, dimana

nilai daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimalnya lebih rendah dibandingkan dengan

kontrol.

1.3 Pematahan Dormansi dengan Asam Kuat terhadap Vigor Benih Kecipir

Hasil uji lanjut nilai tengah pengaruh pematahan dormansi dengan asam kuat terhadap vigor

benih kecipir Tolok ukur indeks vigor menunjukkan bahwa perlakuan HNO3 10% 15 menit

merupakan perlakuan dengan nilai indeks vigor yang lebih tinggi dan berbeda nyata terhahap
kontrol. Indeks vigor merupakan salah satu tolok ukur yang sangat kuat. Nilai indeks vigor

diperoleh dari benih–benih yang telah tumbuh menjadi kecambah normal pada hitungan

pertama, sehingga hanya benih-benih yang memiliki vigor tinggi yang mampu memenuhi

kriteria ini. Hal ini yang menyebabkan perlakuan pematahan dormansi memberikan pengaruh

yang lebih beragam terhadap hasil pengujian.

Sadjad et al., (1999) menyatakan bahwa benih dengan indeks vigor yang tinggi akan

menghasilkan tanaman yang lebih tahan terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan.

Kecepatan tumbuh merupakan salah satu parameter untuk menghitung kekuatan tumbuh

(vigor) benih yang tujuannya untuk mengetahui jumlah hari yang diperlakuan untuk

munculnya radikel atau plumula.

Tolok ukur kecepatan tumbuh menunjukkan bahwa perlakuan HNO3 5% 10 menit

memberikan nilai kecepatan tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Hal ini

menunjukkan bahwa perlakuan HNO3 5% 10 menit mampu memperbaiki vigor benih

melalui kecepatan tumbuhnya. Benih yang mempunyai kecepatan perkecambahan yang tinggi

menunjukkan bahwa benih tersebut memiliki vigor yang tinggi dan akan menghasilkan

tanaman yang tahan terhadap keadaan lingkungan (Kartasapoetra, 2003).

Cepat atau lambatnya proses perkecambahan penting sekali untuk menentukan kualitas bibit

yang akan dihasilkan. Benih yang berkecambah lebih cepat akan menghasilkan bibit yang

lebih baik dari pada yang berkecambah lambat. Keserempakan tumbuh berkaitan dengan

kemampuan benih sebagai kelompok individu dalam suatu lot benih memanfaatkan cadangan

energi dalam masing-masing benih untuk tumbuh serempak pada unsur waktu dan kinerja

fisiologi. Umumnya benih yang bervigor rendah kurang bisa memanfaatkan energi yang

tersedia dibandingkan dengan benih yang bervigor relatif tinggi. Kecambah normal yang

tumbuh dikelompokkan dalam kecambah normal kuat dan normal kurang kuat (Sadjad et al.,

1999).
1.2 Pematahan Dormansi dengan Asam Kuat terhadap Struktur Testa Benih Kecipir

Dormansi pada benih kecipir terjadi karena adanya kandungan lignin yang mendominasi

permukaan kulit benih sehingga menyebabkan benih kecipir menjadi keras. Hal ini sesuai

dengan fungsi lignin pada awal pembentukan sel yaitu menambah kekuatan struktur sel dan

berperan sebagai pelindung polisakarida dari hidrolisis enzim selulase (Puspitarini, 2003).

Kulit biji (testa) merupakan karakter morfologi penting benih karena menentukan proses

fisiologis embrio, sekaligus menjadi penutup dan pelindung embrio. Kulit biji juga berperan

dalam menentukan derajat dan kecepatan imbibisi air.

Menurut Krisnawati dan Adie (2008) kulit benih legum terdiri atas tiga lapisan, yakni

epidermis, hipodermis, dan parenkim. Larutan asam kuat yang digunakan adalah H2SO4,

HNO3, dan HCl dengan konsentrasi 5–15% dengan kurun waktu 5–15 menit perendaman.

Asam kuat merupakan salah satu zat kimia yang mampu membuat kulit benih menjadi lunak

dan benih kehilangan lapisan yang kedap terhapat air dan gas. Peningkatan permeabilitas

pada permukaan kulit benih disebabkan oleh larutnya sebagian komponen lignin kulit benih.

Hal ini selaras dengan pernyataan Sadjad (1975) yang menyatakan bahwa perlakuan

pematahan dormansi dengan asam kuat berpengaruh terhadap penguraian lignin yang

menyusun komponen dinding sel sehingga dengan adanya penguraian lignin maka kulit benih

akan menjadi permeabel terhadap air dan gas.

dalam larutan asam kuat dapat mempengaruhi struktur permukaan kulit benih kecipir.Terlihat

bahwa terjadi perubahan struktur pada bagian epidermis, hipodermis, dan parenkim.

kulit terluar benih, sehingga menjadi penentu berhasil tidaknya air masuk ke dalam benih dan

dilapisi oleh lignin dan kitin membentuk kutikula. Lapisan epidermis tersusun atas jaringan

palisade (jaringan tiang) yang di dalamnya terdapat sebuah lapisan light line yang berfungsi

sebagai pengatur proses imbibisi ke dalam benih (Krisnawati dan Adie, 2008).

Benih dengan perlakuan asam HNO3


larutan asam kuat (HNO3) dapat melarutkan komponen lignin pada bagian epidermis benih

kecipir yang tersusun atas jaringan palisade. Jaringan palisade merupakan jaringan yang

berbentuk tongkat/batang dengan sel-sel yang mengalami penebalan sekunder oleh lignin,

tersusun membentuk lapisan kontinyu pada testa benih. Larutnya lignin menciptakan celah

pada lapisan light line sehingga meningkatkan permeabiltas benih. asam kuat yang telah

menembus lapisan epidermis dapat menyusutkan lapisan hipodermis dan jaringan parenkim.

Lapisan hipodermis merupakan lapisan dibawah sel-sel epidermis yang berbeda baik

morfologi maupun fisiologinya dengan lapisan di atasnya. Mali’ah (2014) menjelaskan

bahwa asam kuat bekerja pada bagian kutikula yang melarutkan lignin sehingga kulit menjadi

lunak dan air maupun gas dapat masuk ke dalam benih sehingga terjadi perkecambahan.

Delvin (1975) memaparkan bahwa larutnya lignin pada lapisan kulit benih disebabkan oleh

adanya ion H+ pada larutan asam yang digunakan sebagai perlakuan pematahan dormansi,

sehingga kekuatan asam sebagai pelarut lignin ditentukan oleh besarnya jumlah ion H+

yang dihasilkan asam dalam larutan tersebut.


BABII

PENUTUB

Kesimpulan

Metode pematahan dormansi dengan perlakuan HNO3 5% selama 10 menit dan suhu 50 0C

selama 10 menit merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan viabilitas maupun

vigor benih kecipir. Perlakuan HNO3 5% selama 10 menitmemberikan nilai daya

berkecambah dan keserempakan tumbuh tertinggi serta nilai potensi tumbuh maksimal,

indeks vigor, dan kecepatan tumbuh yang tidak berbedanyata dengan perlakuan terbaik.

Perlakuan suhu 50 0C selama 10 menit memberikan nilai kecepatan tumbuh tertinggi serta

nilai daya berkecambah, potensi tumbuh maksimal, indeks vigor dan keserempakan tumbuh

yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan terbaik.

Saran

Metode pematahan dormansi benih dengan perendaman dalam larutan HNO3 5% selama 10

menitdan air suhu 50 0C selama 10 menit efektif untuk meningkatkan viabilitas dan vigor

pada benih kecipir. Namun masih perlu diadakannya penelitian mengenai sifat dormansi

benih kecipir terhadap suhu, cahaya, dan periode penyimpanan benih.


DAFTAR PUSTAKA

Astari R.P., Rosmayati, dan Bayu E.S. 2014. Pengaruh pematahan dormansi secara fisik dan

kimia terhadap kemampuan berkecambah mucuna (Mucuna barcteata D.C). Jurnal

Online Agroekoteknologi. 2(2): 803-812.

Azad M.S., Biswas R.K.,dan Matin M.A. 2012. Seed germination of Albiziaprocera (Roxb.)

benth in Bangladesh: a basis for seed source variation and pre-sowing treatment

effect. For.Stud.China. 14(2): 124-130.

Copeland L.O. and Mc Donald. 1985. Principles of Seed Science and Technology

Minneapolis. Bugress Publishing Company.

Delvin R.M. 1975. Plant physiology. Edition III.D. Van Nostrad Company. New

York.

Fitri N. 2015. Pengaruh skarifikasi dengan perendaman dalam aquades, air panas, dan asam

sulfat terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan awal lamtoro (Leucaena

leucocephala). Skripsi. Fakultas Peternakan.Universitas Hasanuddin. Makasar.

Fitriyani S.A., Enni S.R., dan Noor A.H. 2013. Pengaruh skarifikasi dan suhu terhadap

pemecahan dormansi benih aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.). Unnes Journal of

Life Scirnce. 2(2): 85-91.

Anda mungkin juga menyukai