Anda di halaman 1dari 5

Spatial Point Pattern Correlation

Greig-Smith Plot, Morisita Index


and Fry plot
Amri Muhaimin (06211850012002)1 , Hary Suprihanto (06211850012006)2 , and
Sigit Prabowo (06211850012009)3
1,2,3
Department of Statistics, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Indonesia

September 17, 2019

1 Pendahuluan
1.1 Definisi
Salah satu tipe data spasial yang populer adalah spatial point pattern, yang meru-
pakan tipe data berupa titik-titik yang mempunyai pola dan hubungan spasial. Tipe
data point pattern banyak digunakan dengan tujuan menganalisa atau menentukan
apakah titik-titik yang muncul pada peta spasial saling bebas atau tidak saling
bebas. Terdapat tiga kategori pola titik-titik pada data spatial point pattern yaitu
pola saling bebas, regular, dan mengelompok. Pola tersebut dalam spatial point pat-
tern disebut dengan intensity, sehingga menghitung dependensi spasial sama den-
gan menginvestigasi intensity dari point pattern tersebut. Beberapa metode yang

Figure 1: Titik-titik Independen, Regular, dan Mengelompok

digunakan dalam menghitung dependensi spasial adalah Greig-Smith Plot, Morisi-


tas Index, dan Fry Plot serta Ripley K-Function, dari ke-empat metode tersebut,
tiga diantaranya biasa disebut dengan metode manual. Metode manual mempunyai
tujuan dan motif untuk memberikan gambaran sederhana yang kemudian dikem-
bangan kedalam analisis korelasi yang lebih tinggi.

1.2 Greig-Smith Plot dan Indeks Morisita


Metode ini membagi window kedalam quadrats yang sama dan menghitung jum-
lah titik-titik pada masing-masing quadrats-nya. Jika terdapat n data, maka meng-
hasilkan n(n-1) pasangan berurutan yang berbeda-beda. Akibatnya jika terdapat m

1
quadrats dan masing-masing mengandung n1 ,...,nm titik, maka quadrats ke-j akan
berisi nj (nj − 1) pasangan titik yang berbeda. Jadi P otal jumlah pasangan beruru-
tan yang berada pada quadrats yang sama adalah j nj (nj − 1). Rasio dari semua
pasangan
P titik data dengan kedua titik berada pada quadrats yang sama adalah
j nj (nj −1)
n(n−1)
, rasio/fraksi tersebut mempunyai keterkaitan dengan Indeks Morisita.
Dalam suatu proses random (homogeneous Poisson, setiap titik/observasi saling
bebas, maka peluang sepasang pengamatan/titik berada pada quadrats yang sama
adalah 1/m, dengan m adalah jumlah quadrats. Oleh karena itu rasio/fraksi tersebut
mempunyai ekspektasi sama dengan 1/m, sehingga perbandingan antara observasi
dan ekspektasi fraksi disebut dengan Indeks Morisita. Indeks Morisita mempunyai
P
j nj (nj − 1)
M =m (1.1)
n(n − 1)
beberapa kriteria nilai. Jika nilai yang dihasilkan ≈ 1 maka titik-titik pengamatan
independen, > 1 titik-titik mengelompok, < 1 titik-titik regular, seperti yang di-
tunjukkan pada Figure 1. Figure 2 menunjukkan hasil plot Indeks Morisitas dengan
menggunakan jumlah quadrats yang berbeda-beda terhadap diameter dari quadrats.

Figure 2: Plot Indeks Morisita

Metode Indeks Morisita mempunyai syarat bahwa proses spasial harus homogen.
Indeks Morisita dan Greig-Smith sangat efektf digunakan dalam uji statistik χ2 .
Salah satu kelemahan metode ini adalah tidak sensitif terhadap perbedaan skala
spasial yang smooth.

1.3 Fry Plot


Fry plot adalah salah satu metode manual untuk menghitung spatial point pat-
tern correlation. Media yang digunakan dalam membuat fry plot adalah kertas
transparan. Berikut adalah beberapa tahap dalam membuat fry plot.
a Cetak pola titik pada selembar kertas, kemudian siapkan kertas transparan dan
buat tanda silang ditengah-tengahnya.
b Selanjutnya kertas transparan ditempatkan di atas hasil cetak dan tertuju pada
salah satu titik, direkomendasikan dimulai dari bagian ujung.
c Salin posisi semua titik data lainnya pada kertas transparan di posisi relatif
yang sama.
d Ulangi langkah 1 hingga 3 pada titik lainnya hingga semua titik tersalin.

2
Figure 3: Langkah-langkah Membuat Fry Plot

Dalam ketentuan matematis, fry plot merupakan sebuah scatterplot dari vektor
xj hingga xi antara semua pasangan dengan pola tertentu. Figure 4 menunjukkan
pola fry plot berdasarkan tiga kategori pada Figure 1. Titik origin pada setiap
fry plot pada Figure 4 ditunjukkan pada simbol ’+’ yang berada di tengah-tengah.
Titik origin merepresentasikan tipe atau kategori point pattern, dan titik-titik hitam
pada plotnya merepresentasikan posisi dari titik lain yang berdekatan. Metode ini
menggunakan dasar asumsi stasioner pada proses penyalinannya.

Figure 4: Fry Plot Dengan Tiga Pola

2 Hubungan Antara Greig-Smith Plot, dan Indeks Morisita,


Fry Plot Dengan K-Function
K-Function merupakan teknik yang sangat populer dikenalkan oleh Ripley. Fungsi
ini berasal dari pendekatan perhitungan jarak antar titik yang berbeda. Jika terda-
pat beberapa titik dalam suatu window, maka akan terdapat beberapa perhitungan
jarak pada window tersebut. Misal perhitungan jarak adalah dij = kxi − xj k, di-
lakukan untuk masing-masing titik berpasangan. Maka akan menghasilkan jarak
dengan informasi yang menunjukkan pola spasial. Jika pola mengelompok, maka
jarak yang dihasilkan dominan kecil, jika pola regular, jarak yang dihasilkan re-
latif kecil. Fungsi distribusi komulatif dari pasangan antar titik tersebut merupakan
fungsi awal dalam membentuk K-Function.
Ĥ(r)= fraction of values dij less than r

n n
1 X X
= 1{dij ≤ r} (2.2)
n(n − 1) i=1 j=1 j6=i
Persamaan 2.2 merupakan fungsi awal tanpa adanya koreksi dan bentuk nor-
malisasi. Karena fungsi empiris dari K yakni K̂(r) adalah rata-rata komulatif dari

3
jumlah pengamatan titik yang berada di jarak sebesar r pada titik data tertentu,
terkoresi oleh efek tepi, dan di standarkan oleh intensitynya. Standarisasi dan ko-
reksi tepi membuat K-Function menjadi lebih mungkin untuk dibandingkan pada
pola titik-titik dengan jumlah titik-titik yang berbeda, teramati di window yang
berbeda. Persamaan fungsi empiris dari K ditunjukkan pada 2.3.
n n
|W | X X
K̂(r) = 1{dij ≤ r}eij (r) (2.3)
n(n − 1) i=1 j=1 j6=i
Hubungan antara K-Function dengan metode manual yaitu Greig-Smith, Morisita
Index, dan Fry Plot terletak pada persamaan 2.2, dengan kesimpulan bahwa pengu-
jian K-Function akan menghasilkan kesimpulan yang sama dengan metode-metode
manual tersebut. Hal ini dilihat pada Persamaan 2.2, dengan analogi bahwa fungsi
Ĥ(r) merupakan indeks Morisita, karena keduanya merupakan fraksi-fraksi pasan-
gan untuk jarak yang kurang dari sama dengan r. Keduanya mempunyai pembagi
yang sama yaitu n(n − 1) adalah total jumlah pasangan titik yang mungkin terjadi.
Jarak r pada fungsi Ĥ(r) mendefinisikan kedekatan, dan mempunyai fungsi yang
sama sebagai ukuran quadrats pada indeks Morisita. Selanjutnya hubungan antara
K-Function dengan Fry Plot terletak pada vektor jarak dij . Akibatnya fungsi dari
Ĥ(r) dapat di visualisasikan kedalam Fry Plot mengingat titik-titik hitam pada fry
plot merupakan vektor selisih xi − xj antara semua pasangan pada dataset. Ukuran
vektor tersebut adalah dij . Untuk menghitung jumlah jarak dij yang kurang dari
sama dengan r, dapat menggunakan lingkaran dengan jari-jari sebesar r, yang ber-
pusat pada titik origin fry plot, selanjutnya menghitung titik-titik yang berada pada
radius lingkaran tersebut. Oleh karena itu hasil analisa dependensi spasial antara
K-Function dan metode manual akan menghasilkan kesimpulan yang sama.

3 Implementasi pada R
Bagian ini merupakan implementasi menggunakan software R, selain itu untuk
membuktikan hubungan masing-masing metode dalam menentukan dependensi spasial.
Package yang digunakan adalah spatstat dan data yang digunakan adalah data
yang tersedia yaitu data ’cells’, ’japanesepines’, dan ’redwood’. Berikut adalah plot
berdasarkan masing-masing data untuk semua metode.
library(spatstat); par(mfrow=c(1,3)); data(’cells’,’japanesepines’,’redwood’)
#Cells
miplot(cells); fryplot(cells); plot(Kest(cells))
#Japanesepines
miplot(japanesepines); fryplot(japanesepines); plot(Kest(japanesepines))
#Redwood
miplot(redwood); fryplot(redwood); plot(Kest(redwood))
• Figure 5 menggunakan data ’cells’. Dari kiri merupakan plot untuk metode
Greig-Smith dan indeks Morisita, tengah adalah metode Fry Plot, dan kanan
merupakan K-Function. Ketiga metode tersebut memberikan kesimpulan yang
sama. Yaitu pola data merupakan pola independen atau tidak memiliki hubun-
gan spasial. Karena pada indeks morisita titik-titik berada pada nilai kurang
dari 1, pada fry plot terdapat ruang pada titik origin, dan untuk K-function

4
Figure 5: Cells

semua garis berada pada fungsi K-Pois. Oleh karena itu data ’cells’ tidak
memiliki dependensi spasial.
• Figure 6 menunjukkan hasil pengujian untuk data ’japanesepines’. Dari ketiga
metode tersebut juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu pola data spasialnya
masuk dalam kategori regular. Karena pada nilai indeks morisita titik-titik
dominan dekat dengan nilai 1, dan pada fry plot titik hitam dominan dan
tidak terdapat ruang pada titik origin, terakhir pada K-Function banyak garis
fungsi yang mendekati fungsi K-Pois. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
’japanesepines’ mempunya pola spasial yang regular.

Figure 6: Japanesepines

• Figure 7 menunjukkan hasil uji pada data ’redwood’. Ketiga plot juga me-
nunjukkan hasil yang sama, yaitu pola data spasial pada data’redwood’ ma-
suk dalam kategori mengelompok. Hal tersebut disebabkan hasil plot pada
indeks morisita menunjukkan titik-titik mempunyai nilai lebih dari 1, selanjut-
nya titik-titik hitam pada fry plot menunjukkan pola menyebar mengelompok
dan tidak ada ruang di titik origin, terakhir pada K-Function fungsi-fungsi
koreksi berada diatas fungsi K-Pois.

Figure 7: Redwood

Anda mungkin juga menyukai