Tugas Spasial S2-1
Tugas Spasial S2-1
1 Pendahuluan
1.1 Definisi
Salah satu tipe data spasial yang populer adalah spatial point pattern, yang meru-
pakan tipe data berupa titik-titik yang mempunyai pola dan hubungan spasial. Tipe
data point pattern banyak digunakan dengan tujuan menganalisa atau menentukan
apakah titik-titik yang muncul pada peta spasial saling bebas atau tidak saling
bebas. Terdapat tiga kategori pola titik-titik pada data spatial point pattern yaitu
pola saling bebas, regular, dan mengelompok. Pola tersebut dalam spatial point pat-
tern disebut dengan intensity, sehingga menghitung dependensi spasial sama den-
gan menginvestigasi intensity dari point pattern tersebut. Beberapa metode yang
1
quadrats dan masing-masing mengandung n1 ,...,nm titik, maka quadrats ke-j akan
berisi nj (nj − 1) pasangan titik yang berbeda. Jadi P otal jumlah pasangan beruru-
tan yang berada pada quadrats yang sama adalah j nj (nj − 1). Rasio dari semua
pasangan
P titik data dengan kedua titik berada pada quadrats yang sama adalah
j nj (nj −1)
n(n−1)
, rasio/fraksi tersebut mempunyai keterkaitan dengan Indeks Morisita.
Dalam suatu proses random (homogeneous Poisson, setiap titik/observasi saling
bebas, maka peluang sepasang pengamatan/titik berada pada quadrats yang sama
adalah 1/m, dengan m adalah jumlah quadrats. Oleh karena itu rasio/fraksi tersebut
mempunyai ekspektasi sama dengan 1/m, sehingga perbandingan antara observasi
dan ekspektasi fraksi disebut dengan Indeks Morisita. Indeks Morisita mempunyai
P
j nj (nj − 1)
M =m (1.1)
n(n − 1)
beberapa kriteria nilai. Jika nilai yang dihasilkan ≈ 1 maka titik-titik pengamatan
independen, > 1 titik-titik mengelompok, < 1 titik-titik regular, seperti yang di-
tunjukkan pada Figure 1. Figure 2 menunjukkan hasil plot Indeks Morisitas dengan
menggunakan jumlah quadrats yang berbeda-beda terhadap diameter dari quadrats.
Metode Indeks Morisita mempunyai syarat bahwa proses spasial harus homogen.
Indeks Morisita dan Greig-Smith sangat efektf digunakan dalam uji statistik χ2 .
Salah satu kelemahan metode ini adalah tidak sensitif terhadap perbedaan skala
spasial yang smooth.
2
Figure 3: Langkah-langkah Membuat Fry Plot
Dalam ketentuan matematis, fry plot merupakan sebuah scatterplot dari vektor
xj hingga xi antara semua pasangan dengan pola tertentu. Figure 4 menunjukkan
pola fry plot berdasarkan tiga kategori pada Figure 1. Titik origin pada setiap
fry plot pada Figure 4 ditunjukkan pada simbol ’+’ yang berada di tengah-tengah.
Titik origin merepresentasikan tipe atau kategori point pattern, dan titik-titik hitam
pada plotnya merepresentasikan posisi dari titik lain yang berdekatan. Metode ini
menggunakan dasar asumsi stasioner pada proses penyalinannya.
n n
1 X X
= 1{dij ≤ r} (2.2)
n(n − 1) i=1 j=1 j6=i
Persamaan 2.2 merupakan fungsi awal tanpa adanya koreksi dan bentuk nor-
malisasi. Karena fungsi empiris dari K yakni K̂(r) adalah rata-rata komulatif dari
3
jumlah pengamatan titik yang berada di jarak sebesar r pada titik data tertentu,
terkoresi oleh efek tepi, dan di standarkan oleh intensitynya. Standarisasi dan ko-
reksi tepi membuat K-Function menjadi lebih mungkin untuk dibandingkan pada
pola titik-titik dengan jumlah titik-titik yang berbeda, teramati di window yang
berbeda. Persamaan fungsi empiris dari K ditunjukkan pada 2.3.
n n
|W | X X
K̂(r) = 1{dij ≤ r}eij (r) (2.3)
n(n − 1) i=1 j=1 j6=i
Hubungan antara K-Function dengan metode manual yaitu Greig-Smith, Morisita
Index, dan Fry Plot terletak pada persamaan 2.2, dengan kesimpulan bahwa pengu-
jian K-Function akan menghasilkan kesimpulan yang sama dengan metode-metode
manual tersebut. Hal ini dilihat pada Persamaan 2.2, dengan analogi bahwa fungsi
Ĥ(r) merupakan indeks Morisita, karena keduanya merupakan fraksi-fraksi pasan-
gan untuk jarak yang kurang dari sama dengan r. Keduanya mempunyai pembagi
yang sama yaitu n(n − 1) adalah total jumlah pasangan titik yang mungkin terjadi.
Jarak r pada fungsi Ĥ(r) mendefinisikan kedekatan, dan mempunyai fungsi yang
sama sebagai ukuran quadrats pada indeks Morisita. Selanjutnya hubungan antara
K-Function dengan Fry Plot terletak pada vektor jarak dij . Akibatnya fungsi dari
Ĥ(r) dapat di visualisasikan kedalam Fry Plot mengingat titik-titik hitam pada fry
plot merupakan vektor selisih xi − xj antara semua pasangan pada dataset. Ukuran
vektor tersebut adalah dij . Untuk menghitung jumlah jarak dij yang kurang dari
sama dengan r, dapat menggunakan lingkaran dengan jari-jari sebesar r, yang ber-
pusat pada titik origin fry plot, selanjutnya menghitung titik-titik yang berada pada
radius lingkaran tersebut. Oleh karena itu hasil analisa dependensi spasial antara
K-Function dan metode manual akan menghasilkan kesimpulan yang sama.
3 Implementasi pada R
Bagian ini merupakan implementasi menggunakan software R, selain itu untuk
membuktikan hubungan masing-masing metode dalam menentukan dependensi spasial.
Package yang digunakan adalah spatstat dan data yang digunakan adalah data
yang tersedia yaitu data ’cells’, ’japanesepines’, dan ’redwood’. Berikut adalah plot
berdasarkan masing-masing data untuk semua metode.
library(spatstat); par(mfrow=c(1,3)); data(’cells’,’japanesepines’,’redwood’)
#Cells
miplot(cells); fryplot(cells); plot(Kest(cells))
#Japanesepines
miplot(japanesepines); fryplot(japanesepines); plot(Kest(japanesepines))
#Redwood
miplot(redwood); fryplot(redwood); plot(Kest(redwood))
• Figure 5 menggunakan data ’cells’. Dari kiri merupakan plot untuk metode
Greig-Smith dan indeks Morisita, tengah adalah metode Fry Plot, dan kanan
merupakan K-Function. Ketiga metode tersebut memberikan kesimpulan yang
sama. Yaitu pola data merupakan pola independen atau tidak memiliki hubun-
gan spasial. Karena pada indeks morisita titik-titik berada pada nilai kurang
dari 1, pada fry plot terdapat ruang pada titik origin, dan untuk K-function
4
Figure 5: Cells
semua garis berada pada fungsi K-Pois. Oleh karena itu data ’cells’ tidak
memiliki dependensi spasial.
• Figure 6 menunjukkan hasil pengujian untuk data ’japanesepines’. Dari ketiga
metode tersebut juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu pola data spasialnya
masuk dalam kategori regular. Karena pada nilai indeks morisita titik-titik
dominan dekat dengan nilai 1, dan pada fry plot titik hitam dominan dan
tidak terdapat ruang pada titik origin, terakhir pada K-Function banyak garis
fungsi yang mendekati fungsi K-Pois. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
’japanesepines’ mempunya pola spasial yang regular.
Figure 6: Japanesepines
• Figure 7 menunjukkan hasil uji pada data ’redwood’. Ketiga plot juga me-
nunjukkan hasil yang sama, yaitu pola data spasial pada data’redwood’ ma-
suk dalam kategori mengelompok. Hal tersebut disebabkan hasil plot pada
indeks morisita menunjukkan titik-titik mempunyai nilai lebih dari 1, selanjut-
nya titik-titik hitam pada fry plot menunjukkan pola menyebar mengelompok
dan tidak ada ruang di titik origin, terakhir pada K-Function fungsi-fungsi
koreksi berada diatas fungsi K-Pois.
Figure 7: Redwood