Anda di halaman 1dari 4

Jaka bajul

Seriwayat pada jaman dahulu di Desa Jatisawit Jatibarang, tinggallah sepasang suami istri.
Namanya Ki Kamal dan Nyi Santi. Pada saat itu Kuwu Jatisawit dijabat oleh Ki Sardana. Kuwu
Jatisawit ini mempunyai anak semata wayang, namanya Katijah.

Ki Kamal dan istri hidupnya sangat bersahaja dan penuh kesederhanaan. Sehari-hari Ki Kamal
dalam mengumpani hidupnya dengan mencari ikan, baik di sungai maupun di laut. Pasangan suami
istri ini tidak dikaruniai anak.

Sekalipun tidak dikaruniai anak, Ki Kamal dalam hatinya tidak ada niatan untuk mencari istri
madu—wayuan—atau menceraikan Nyi Santi. Ki Kamal termasuk orang yang sabar dan tawakkal.
Sehabis subuh berangkat mencari ikan, sorenya pulang. Hasil tangkapannya lalu dijual oleh
istrinya, Nyi Santi.

Sekaul kanda, pada malam kamis, istri Ki Kamal bermimpi ketiban pulung. Ia dalam mimpinya
mendapatkan rejeki. Pagi harinya seperti biasa Ki Kamal pergi mencari ikan. Namun, hingga sore
hari kembu-nya masih saja kosong. Dengan lemas Ki Kamal pun pulang ke rumah menemui
istrinya.

Ki Kamal : Nyi,,tadi malam aki ngimpi loh


Nyi Santi : ngimpi apa ki ?
Ki : tadi malam aki,, ngimpi “ketiban pulung”
Nyi : apa ketiban pupu, ? pupu ayam apa pupu wedus ki.
Ki : yeeeeeee, si nyai pikiraannya ngebadog bae ya,
Nyi : ya maklum nyai sudah tua,
Ki : oh iya udah pikun sma keriput ya, tapi tetep cantik ngga kalah dengan Luna Maya
tuh hahah
Nyi : yeeh siih aki bisa aeeeeee.
Ki : ya udah nyi hyu cari ikan di kali barang kali nanti “ketiban pulang” seperti mimpi
semalam.
Nyi : ya udah hyu Ki.

Ki Kamal dan Nyi Santi akhirnya pergi ke kali untuk mencari ikan, sesampainya disana
mereka langsung mencari ikan dengan jaring.

Nyi : aduuh si Aki, mana ikannya kok gak ada ya


Ki : iya nyi kok gak ada ya,, heran aki juga ya
Nyi : kata si aki tadi malam ngimpi ketiban pupu, kok ini gak dapat apa-apa
Ki : yeee si nyai, bukan ketiban pupu tapi ketiban pulung.
Nyi : ya maklum nyai kan gak bisa ngomong ketiban pulung
Ki : tuh bisa nyi
Nyi : oh iya ki ( ketawa )
Ki : yoauiiis kita balik yuuuk nyi soalnya gak dapat apa-apa satu ikanpun gak ada
Nyi : ya udah hyu ki

Sebelum sampai ke rumah, di tengah jalan ia melihat anak buaya. Daripada membawa tangan
kosong, Ki Kamal pun berpikir mending dibawa saja anak buaya tersebut.

Ki : nyi-nyi itu ada anak buaya.


Nyi : apa anak buta ki ?
Ki ; buta matamu soek,,bukan anak buta nyi tapi anak buaya
Nyi : oh anak buaya, mana-mana ki anak buayanya ?
Ki : itu nyi di depan tuh
Nyi : oh iya ki anak buaya.
Ki : (sambil berfikir) hmmm ya udah nyi kita bawa aja anak buaya itu barang kali
emang rezeki kita yang tadi malam aki ngimpi tuh
Nyi : ya udah ki bawa aja anak buayanya nanti kita pelihara sampai besar.

Sesampai rumah, anak buaya tersebut ditaruhnya di balong—kolam kecil.


Buaya ini diurusnya dengan baik. Namun, ada satu keanehan. Buaya ini seperti manusia. Apa yang
ia makan seperti layaknya seorang manusia. Buaya ini suka dengan nasi, sambal, dan lainnya.

Nyi : ki barang kali buaya ini lapar kita kasih makan ya ?


Ki : ya udah sana bawakan pisang goreng terus minumnya tea jus ya.
Nyi : ciiih si aki lawak wae, mana mungkin buaya makannya pisang goreng minumnya
tea jus ada juga makannya tuh gesek, minumnya jus terong
Ki : terong-terongan dong (ki dan nyi ketwa bareng),, ya udah sana bawakan ayam
yang dibelakang rumah tuh.

Dibawakannlah ayam mentah itu untuk buaya tersebut untuk dimakan

Nyi : ki kok buaya nya gak mau makann ya padahal dikasih ayam tapi gak dimakan juga
Ki : ya udah bawakan nasi barang kali dimankan
Nyi : kok nasi ki dia kan buaya pastinya makan daging gtu.
Ki : ya udah bawakan aja nyi.

Lambat laun buaya ini semakin tumbuh kembang. Ia semakin besar. Selama itu pula buaya ini
diasuh oleh Ki Kamal dan Nyi Santi. Ada hal yang sangat menggembirakan kedua pasangan ini.
Buaya tersebut tak pernah bikin ulah. Tak pernah mengganggu orang.
Saban bulan purnama, buaya ini mengubah wujudnya menjadi manusia. Ketika Ki Kamal dan Nyi
Santi sudah tidur, buaya ini segera menjelma menjadi sesosok manusia ganteng. Ia menyebut
dirinya dengan sebutan Jaka Bajul.

Setelah berganti wujud, Jaka Bajul ini mencari teman-temannya. Kesana-kemari. Ternyata, hanya
di rumah Kuwu Sardana yang paling ramai. Di rumah Kuwu banyak sekali bujang dan gadis
sedang bermain. Disitulah perjumpaan pertama kali antara Katijah dan Jaka Bajul.

Katijah yang lugu dan Jaka Bajul yang sedang kesepian. Benarlah pepatah Jawa bilang ‘witing
tresna jalaran saka kulina’. Lama kelamaan Katijah, anak Ki Kuwu, jatuh cinta kepada Jaka
Bajul.

Gadis Kuwu Jatisawit ini rupanya sedang dalam masa berag batok. Masa dimana seorang gadis
lugu baru mencintai lawan jenisnya. Katijah yang sedang gandrung menceritakan segala apa yang
sedang dijalaninya sekarang. Bahwa ia sedang menjalin hubungan dengan seorang bujang bernama
Jaka Bajul.

Beberapa hari kemudian, Ki Sardana pun menyidang Jaka Bajul. Ditanyailah ia, dari mana? Anak
siapa? Jaka Bajul menjawab bahwa ia anak Ki Kamal dan Nyi Santi.

Keesokan harinya, Ki Sardana pun datang ke rumah Ki Kamal untuk mendapatkan kejelasan atas
pengakuan si bujang ganteng tersebut. Ki Kamal mengatakan bahwa ia tidak mempunyai anak
laki-laki, tetapi Ki Kuwu tidak percaya.

Karena penjelasan Kuwu Sardana, secara diam-diam Ki Kamal dan Nyi Santi menyelidiki
perbuatan buaya itu, firasatnya mengatakan itu adalah ulah ingon-ingonnya. Buaya tersebut sering
berganti wujud menjelma menjadi seorang bujang ganteng.

Setelah diadakan penyelidikan, terbuktilah benar apa yang diperkirakan Ki kamal. Atas dasar
desakan dari Katijah dan Kuwu Sardana, akhirnya Jaka Bajul dikawinkan dengan Katijah. Sebagai
rasa syukurnya, Kuwu Sardana mengadakan pesta perkawinan selama tujuh hari tujuh malam.

Lama-kelamaan Jaka Bajul bermaksud akan membawa isterinya ke negaranya sendiri, yaitu di
dasar Bengawan Cimanuk. Setelah diijinkan oleh orang tuanya, Katijah mengikuti suaminya.
Bajul mengajaknya ke tepi bengawan, lalu Bajul membaca mantera sehingga air bengawan itu
seakan tidak tampak lagi dan kini yang terlihat adalah jalan besar.

Merekapun berjalan, kedatangannya dihormati oleh seluruh keluarga beserta teman-temannya dari
dasar bengawan itu. Pasangan penganten baru itu pun kini menetap di dasar bengawan tersebut.
Jaka Bajul tidak memiliki pekerjaan tetap, ia jarang tinggal di rumah. Sebelum pergi
meninggalkan rumah, ia berpesan pada istrinya supaya tidak naik ke para (bagian atas langit-langit
rumah).

Memang sudah menjadi kebiasaan manusia melanggar sesuatu yang dilarangnya. Katijah naik ke
atas para meski itu larangan suaminya. Ia penasaran mengapa suaminya melarang. Begitu sampai
di atas para, sampailah ia ke daratan.

Katijah merasa bingung dengan kejadian itu. Ia menangis sambil pulang ke rumah ayahnya.
Seminggu setelah kejadian itu, Jaka Bajul datang ke rumah Ki Kuwu Jatisawit untuk menanyakan
isterinya. Sesudah bertemu, Katijah tidak mau diajak kembali. Mendapati istrinya tidak mau diajak
pulang ia pun berpesan kepada rakyat Desa Jatisawit.

“Yen ana bala lan blai ning Desa Jatisawit, atawa diserang. Kentongen bae bedug kien. Bakal
teka reang lan bala kanca mbelani"

Bedug itu adalah hasil cipta reka Jaka Bajul. Bedug ini kemudian diserahkan kepada Kuwu
Sardana, mertuanya. Sesudah berpesan Bajul pulang ke negaranya, yaitu di dasar bengawan.

Rakyat Jatisawit ketakutan atas peristiwa ini. Mereka takut bala buaya Bengawan Cimanuk akan
kembali datang ke desanya. Atas usul seseorang bedug itupun dihanyutkan ke Bengawan
Cimanuk.

Anda mungkin juga menyukai