Anda di halaman 1dari 4

Tokoh Filsafat pendidikan ibnu miskawaih

Riwayat Hidup Ibn Miskawaih

Nama Lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada
tahun 320 H/932 M di Rayy dan meninggal di Istafhan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H/16
Februari 1030 M, Ibnu Miskawaih hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihiyyah (320-450
H/932-1062 M) yang besar pemukanya bermazhab Syi’ah.
Latar belakang pendidikannya tidak diketahui secara rinci, cuma sebagian antara lain terkenal
memepelajari sejarah dari Abu Bakar Ahmad Ibn Kamil al-Qadhi, mempelajari filsafat dari Ibn
al-Akhmar dan mempelajari kimia dari Abi Thayyib.

Dalam bidang pekerjaan tercatat bahwa pekerjaan utama Ibn Miskawaih adalah bendaharawan,
sekretaris, pustakawan, dan pendidik anak para pemuka dinasti Buwaihiyyah. Selanjutnya, Ibnu
Misakawaih juga dikenal sebagai dokter, penyair dan ahli bahasa. Keahlian Ibnu Miskawaih
dibuktikan dengan karya tulisnya berupa buku dan artikel.
Konsep Pendidikan Ibn Miskawaih

Pemikiran pendidikan Ibnu Miskawaih tidak dapat dilepaskan dari konsepnya tentang manusia
dan akhlak. Untuk kedua ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
Dasar Pemikiran Ibnu Miskawaih.
a) konsep manusia

Ibn Miskawaih memandang manusia adalah makhluk yang memiliki keistimewaan karena dalam
kenyataannya manusia memiliki daya pikir dan manusia juga sebagai mahkluk yang memiliki
macam-macam daya. Menurut dalam diri manusia ada tiga daya yaitu:
Daya bernafsu (an-nafs al-bahimiyyat) sebagai daya terendah.
Daya berani (an-nafs as-sabu’iyyat) sebagai daya pertengahan.
Daya berpikir (an-nafs an-nathiqat ) sebagai daya tertinggi.

Kekuatan berfikir manusia itu dapat menyebabkan hal positif dan selalu mengarah kepada
kebaikan, tetapi tidak dengan kekuatan berpikir binatang. Jiwa manusia memiliki kekuatan yang
bertingkat-tingkat:
Al-Nafs al-Bahimmiyyah adalah jiwa yang selalu mengarah kepada kejahatan atau keburukan.

Al-Nafs al-Sabu’iyyah adalah jiwa yang mengarah kepada keburukan dan sesekali mengarah
kepada kebaikan.
Al-Nafs al-Nathiqah adalah jiwa yang selalu mengarah kepada kebaikan..
Ketiga daya ini merupakan daya menusia yang asal kejadiannya berbeda. Unsur rohani berupa
bernafsu (An-Nafs Al-Bahimmiyyat) dan berani (al-Nafs as-sabu’iyyat) berasal dari unsur materi
sedangkan berpikir (an-nafs an-nathiqat) berasal dari Ruh Tuhan karena itu Ibn Miskawaih
berpendapat bahwa kedua an-nafs yang berasal dari materi akan hancur bersama hancurnya
badan dan an-nafs an-nathiqat tidak akan mengalami kehancuran.
b. Konsep Pendidikan

Ibnu Miskawaih membangun konsep pendidikan yang bertumpu pada pendidikan akhlak. Karena
dasar pendidikan Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak, maka konsep pendidikan yang
dibangunnya pun adalah pendidikan akhlak. Konsep pendidikan akhlak dari Ibn Miskawaih
dikemukakan sebagai berikut:
a) Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih adalah terwujudnya sikap bathin
yang mampu mendorong serta spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik
sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati.
b) Fungsi Pendidikan
Memanusiakan manusia
Sosialisasi individu manusia
Menanamkan rasa malu
c) Materi Pendidikan Ahlak

Pada materi pendidikan Ibn Miskawaih ditujukan agar semua sisi kemanusiaan mendapatkan
materi didikan yang memberi jalan bagi tercapainya tujuan pendidikan. Materi-materi yang
dimaksud diabdikan pula sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Ibnu Miskawaih
menyebutkan tiga hal yang dapat dipahami sebagai materi pendidikan akhlaknya yaitu:
Hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia
Hal-hal yang wajib bagi jiwa
Hal-hal yang wajib bagi hubungannya

Materi pendidikan akhlak yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia antara lain shalat, puasa dan
sa’i. selanjutnya materi pendidikan ahklak yang wajib dipelajari bagi kebutuhan jiwa
dicontohkan oleh Ibn Miskawaih dengan pembahasan akidah yang benar, mengesakan Allah
dengan segala kebesaran-Nya serta motivasi senang kepada ilmu dan materi yang terkait dengan
keperluan manusia dengan manusia dicontohkan dengan materi ilmu Muammalat, perkawinan,
saling menasehati, dan lain sebagainya.
Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih memang terlihat mengarah kepada
terciptanya manusia agar sebagai filosuf. Karena itu Ibn Miskawaih memberikan uraian tentang
sejumlah ilmu yang dapat di pelajari agar menjadi seorang filosuf. Ilmu tersebut ialah:
Matematika
Logika dan
Ilmu kealaman

Jadi, jika dianalisa dengan secara seksama, bahwa berbagai ilmu pendidikan yang diajarkan Ibn
Miskawaih dalam kegiatan pendidikan seharusnya tidak diajarkan semata-mata karena ilmu itu
sendiri atau tujuan akademik tetapi kepada tujuan yang lebih pokok yaitu akhlak yang mulia.
Dengan kata lain setiap ilmu membawa misi akhlak yang mulia dan bukan semata-mata ilmu.
Semakin banyak dan tinggi ilmu seseorang maka akan semakin tinggi pula akhlaknya.
d) Pendidikan dan anak didik

Pendidik dan anak didik mendapat perhatian khusus dari Ibn Miskawaih. Menurutnya, orang tua
tetap merupakan pendidik yang pertama bagi anak-anaknya karena peran yang demikian besar
dari orang tua dalam kegiatan pendidikan, maka perlu adanya hubungan yang harmonis antara
orang tua dan anak yang didasarkan pada cinta kasih. Kecintaan anak didik terhadap gurunya
menurut Ibn Miskawaih disamakan kedudukannya dengan kecintaan hamba kepada Tuhannya,
akan tetapi karena tidak ada yang sanggup melakukannya maka Ibn Miskawaih mendudukan
cinta murid terhadap gurunya berada diantara kecintaan terhadap orang tua dan kecintaan
terhadap Tuhan.
e) Lingkungan pendidikan

Ibn Miskawaih berpendapat bahwa usaha mencapai kebahagiaan (as-sa’adah) tidak dapat
dilakukan sendiri, tetapi harus berusaha atas dasar saling menolong dan saling melengkapi dan
Ibnu Miskawaih juga berpendapat bahwa sebagai makhluk sosial, manusia kondisi yang baik
dari luar dirinya. Selanjutnya ia menyatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang
berbuat baik terhadap keluarga dan orang-orang yang masih ada kaitannya dengannya mulai dari
saudara, anak, atau orang yang masih ada hubungannya dengan saudara atau anak, kerabat,
keturunan, rekan, tetangga, kawan atau kekasih.
Tokoh filsafat pendidikan Socrates
Sejarah Socrates
Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM, menghabiskan
sebagian besar hidupnya berjalan di jalan-jalan, mulai argumen, dan membingungkan semua
pendengarnya. Banyak mengakreditasi Socrates sebagai pendiri Filsafat Barat seperti yang kita
kenal.[1]
Alexander Nehamas, Guru Besar Filsafat di Princeton University, mengomentari kecemerlangan
Socrates ‘dan popularitas: ” dengan pengecualian dari Epikuros, setiap sekolah filsafat di zaman
kuno, apa pun orientasi, melihat di dalam dia baik pendiri sebenarnya atau tipe orang untuk siapa
pengikutnya adalah untuk bercita-cita. ” Bapaknya tukang pembuat patung dan ibunya bidan.
Pada permulaannya socraters mau menuruti jejak bapaknya tetapi ia berganti haluan dari
membentuk batu menjadi patung menjadi membentuk watak manusia.

pemikiran Filsafat Socrates


Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya, jika diperhatikan malahan ia tidak pernah
mengajarkan filosofi melainkan hidup berfilosofinya. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan hasil
bukan ajaran yang berdasarkan dogma melainkan fungsi yang hidup. Disini berlainan
pendapatnya dengan guru-guru sophis yang mengajarkan bahwa semuanya relatife dan subyektif
dan harus dihadapi dengan pendirian yang skeptic, Socrates berpendapat bahwa kebenaran itu
tetap dan harus dicari.
Dalam mencari kebenaran ia tidak memikir sendiri melainkan setiap kali ia berdua dengan orang
lain dengan jalan tanya jawab dan metodenya disebut Metode Socrates (Socrates Method)
Adapun prinsip-prinsip dasar pendidikan menurut Socrates adalah, metode dialektis, yang
digunakan oleh Socrates yang mana telah menjadi dasar teknis pendidikan yang direncanakan
untuk mendorong seorang belajar untuk berpikir secara cermat, untuk menguji coba diri sendiri
dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Seseorang guru tidak memaksa wibawanya atau
memaksa gagasan-gagasan atau pengetahuan kepada seorang siswa, yang mana seorang siswa
dituntut untuk mengembangkan pemikirannya sendiri dengan berpikir secara kritis, ini adalah
suatu metode untuk meneruskan inteleknya dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaannya dan
kekuatan mental.
Tujuan pendidikan yang benar menurut Socrates adalah untuk merangsang penalaran yang
cermat dan disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang terus
menerus dan standar moral yang tinggi (Smith, 1986: 25).

Anda mungkin juga menyukai