Perlakuan Perpajakan :
a. Bagi Investor
1. Penghasilan berupa penerimaan sewa/penguasaan, hotel/penerimaan lain
sehubungan dengan pengoperasian gedung.
2. Imbalan yang diterima dari pemegang hak atas tanah BOT diperpendek dan
periode yang dijanjikan
3. Biaya yang boleh dikurangkan adalah biaya sebagaimana diatur dalam Pasal
6 ayat 1 dan dengan memperhatikan Pasal 9 ayat1 UU No.17/2000
4. Biaya pendirian bangunan diamortisasi secara garis lurus sesuai periode BOT,
dimulai pada saat bangunan digunakan.
5. Apabila periode BOT diperpendek dari periode yang telah ditetapkan, maka
sisa nilai buku bangunan diamortisasi sekaligus pada saat berakhirnya BOT
tersebut.
1
4. Biaya yang boleh dikurangkan oleh pemegang hak atas tanah selama periode
BOT adalah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 dengan
memperhacikn Pasal 9 ayat UU No.17/2000.
Contoh 1:
Investor PT ABC mendirikan gedung perkantoran 12 lantai atas tanah milik PT PG
berdasarkan perjanjian bangun guna serah dengan biaya Rp 30.000.000.000 untuk masa 15
tahun. Amortisasi yang dilakukan oleh PT ABC setiap tahun adalah Rp 2.000.000.000 (Rp
30.000.000.000 :15)
Contoh 2:
Berdasarkan contoh 1, PT ABC pada akhir tahun ke dua belas menyerahkan bangunan kepada
PT PG. Dengan diperpendeknya masa perjanjian tersebut, kepada PT ABC diberikan imbalan
oleh PT PG sebesar Rp 5.000.000.000 pada akhir tahun ke dua belas (tahun berakhimya masa
perjanjian bangun guna serah) PT ABC memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp
5.000.000.000 (Rp 30.000.000.000 - (12 x Rp 2.000.000.000).
Contoh 3:
Berdasarkan contoh 1, PT ABC pada tahun ke sebelas menambah bangunan dengan biaya Rp
20 miliar dan masa bangun guna serah diperpanjang 5 tahun sehingga menjadi 20 tahun.
Penghitungan amortisasi PT ABC mulai tahun ke-11 sebagai berikut:
- Sisa yang belum diamortisasi pada awal tahun ke sebelas: Rp 10 miliar
- Nilai perolehan hak atas penambahan bangunan pada tahun ke- 11 Rp20 miliar
- Dasar amortisasi yang baru Rp 30 miliar
- Masa amortisasi adalah 10 tahun (20 tahun -10 tahun)
- Amortisasi setiap tahun mulai tahun ke-11:
(Rp 30 miliar :10) = Rp 3 miliar
Dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen)
apabila pemegang hak atas tanah adalah badan pemerintah.
Pembayaran Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) yang dilakukan oleh
pemegang hak atas tanah, atas penyerahan bangunan yang dilakukan oleh investor
bagi orang pribadi bersifat final dan bagi wajib pajak badan merupakan pembayaran
Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan
yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
2
b. Masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk
barang modal golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan
III, 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.
c. Perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
3
c. Pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee,kecuali
pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto lessee.
d. Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan ( 2 tahun
untuk barang modal golongan I, 3tahun untuk barang modal golongan II dan III, 7
tahun untuk golongan bangunan), Direktorat Jendral Pajak melakukan koreksi atas
pembebanan biaya sewa-guna-usaha.
e. Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-
usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak
opsi.
Aspek Akuntansi
Perlakuan akuntansi atas transaksi leasing diatur secara detail dalam PSAK No. 30.
Menurut PSAK, suatu transaksi leasing akan disebut sebagai capital lease bila
memenuhi semua kriteria berikut ini:
a. Lessee memiliki hak opsi untuk membeli akhtiva yang di leasing-kan pada akhir
masa leasing dengan harga yang telah disetujui bersama pada saat dimulainya
perjanjian leasing.
b. seluruh permbayaran berkala yang dilakukan oleh lesse, ditambah dengan nilai sisa
mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang di-leasing-kan serta
bunganya sebagai keuntungan perusahaan leasing.
c. Masa leasing mimimum 2 tahun.
Jika salah satu dari kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka transaksi leasing
dikelompokkan dalam sewa-menyewa biasa (operating lease).
Pelaporan dan pengungkapan transaksi capital lease bagi lessee:
- Aktiva yang di-leasing-kan dilaporkan sebagai bagian dari aktiva tetap dalam
kelompok tersendiri sebesar nilai perolehan barang modal. Kewajiban leasing yang
bersangkutan harus disajikan terpisah dari kewajiban lainnya ssebesar jumlah yang
harus dibayar ke lessor. Selisihnya dicatat sebagai beban bunga SGU (sewa-guna-
usaha) yang ditangguhkan yang akan diamortisir sselama periode leasing.
- Lesse diperbolehkan melakukan penyusutan barang modal diperoleh dengan cara
leasing dengan hak opsi.
4
Transaksi pembelian aktiva secara leasing di neraca komersial terdapat aktiva teta
SGU, dan uang jaminan sedangkan di sisi kredit neraca terdapat utang SGU. Beban yang
diakui berupa bunga leasing dan beban penyusutan.
Aspek Perpakan
Aspek perpajakan atas pengadaan atau pembelian aktiva tetap secara leasing menurut
ketentuan perpajakan adalah KMK. No 1169/ KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember
1991. Dalam pasal 3 dan 4 keputussan tersebut dinyatakan kriteria-kriteria capital
lease dan operating lease sebagai berikut
Pasal 3
“ Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha (SGU) dengan
hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut:
a. Jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama
ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan
barang modal dan keuntungan lessor.
b. Massa sewa-guna-usaha ditetapkan ssekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang
modal golongan I, 3 tahun untuk barang modal golongn II dan II, dan 7 tahun untuk
golongan bangunan.
c. Perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee
Pasal 4
" Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan ssebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opssi
apabila memenuhi semua kriteria berikut:
a. Jumlah pembayaran sewa-guna-usaha sselama masa sewa-guna-usaha pertama
tidak dapat menutupi perolehan barang modal yang di sewa-guna-usahakan ditambah
keuntungan yang diperhitungkan oleh leasor.
b. Perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat kentuan mengenai opsi bagi lessse.
Apabila perussahaan membeli aktiva secara leasing dan memenuhi syarat yang
ditentukan ssebagai capital lease, maka secara fiscal semua pembayaran, yaitu cicilan
pokok dan bunga diakui sebagai beban tahun pengeluaran, sedangkan penyusutan
tidak diakui sebagai beban melakukan penyusutan dengan dasar penyusutan sebesar
nilai sisa. Di neraca fiscal tidak kelihatan, baru akan terdapat aktiva leasing sesuadah
hak opsi dijalankan.
5
Kontrak dengan pihak pemberi kerja atau project owner ditandatangani atas nama JO.
Dalam hal ini JO dianggap seolah-olah merupakan entitas tersendiri yang terpisah dari
perusahaan para anggotanya. Tanggung jawab pekerjaan terhadap pemilik proyek berada
pada entitas JO, bukan pada masing-masing anggota JO. Masalaj pembagian modal kerja atau
pembiayaan proyek, pengadaan peralatan, tenaga kerja, biaya bersama, serta pembagian hasil
sehubungan dengan pelaksanaan proyek didasarkan pada porsi pekerjaan masing-masinh
yang disepakati dalam sebuah Joint Operation Agreement.
Aspek Perpajakan Kerjasama Operasional atau Non Administrative JO
JO dengan tipe ini dikalangan pengusaha jasa kontruksi sering disebut sebagai
Konsorsium dimana kontrak dengan pihak pemilik proyek dibuat langsung atas nama
masing-masing perusahaa anggota. Dalam hal oni JO hanya sebagai alat koordinasi.
Tanggung jawab pekerjaan terhadap project owner berada pada masing-masing anggota. Jadi
dapat disimpulkan, bahwa Non Administrative JO tidak wajib memiliki NPWP dan tidak
wajib menyelenggarakan pembukuan.
6
2. Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari JO kepada
pemilik proyek tidak di pungut PPN
3. Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari JO kepada JO,
terutang PPN dan anggota JO harus membuat faktur pajak kepada JO
4. Atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh anggota JO tetap
terutang PPN yang merupakan pajak masukan bagi anggota JO tersebut.
Sebagai administrative JO, JO wajib mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP), dan konsekuensinya sebagai PKP tentu JO wajib memungut, menyetor
dan menyampaikan SPT masa PPN. Sedangkan bagi Non administrative JO, pemenuhan
kewajiban PPN-nya menjadi tanggung jawa masing-masing anggota JO, dan Joint Operation
bukan PKP.
4. Hospitality Industry
Golf
Tax review di polemik antara kalangan pengusaha golf dan pihak fiskus yang
tidak bisa diselesaikan melalui jalur hukum formal dalam batasan undang-undang
perpajakan, baik pajak pusat mauoun pajak daerah.
Pemajakan Industri Golf Mau Dibawa Kemana ?
Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan
retribusi daerah, industri golf termasuk dalam pajak daerah yang dikenai pajak hiburan,
padahal sebelum undang-undang tersebut diterbitkan, lapangan golf merupakan objek Pajak
Pertambahan Nilai, dimana PPN masukan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran pada masa
pajak yang sama. Konsekuensi dari pembukuan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 adalah
pada perlakuan perpajakanya, dimana PPN masukan lapangan Golf menjadi pungutan pajak
yang tidak dapat dikreditkan oleh perusahaan lapangan golf dan harus dibiayakan, sehingga
meenambah beban industri ini.
7
Ambivalensi Pemerintah dalam Perlakuan Pemajakan Industri Golf Di Indonesia
Dalam pasal 42 ayat 2 huruf g dan h undang -undang No 26 tahun 2009 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah, antara lain dinyatakan, bahwa permainan bilyar, golf, dan boling
serta pacuan kuda, dan kendaraan bermotor digolongkan kedalam pajak hiburan. Selanjutnya
dalam ayat 3 dinyatakan “penyelenggaraan hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat
dikecualikan dengan Peraturan Daerah”. Namun disisi lain, bilyar, golf, dan boling dan
boling, berkuda, dan lomba yang oleh Komite Olahraga Nasional dan Komite Olimpiade
Indinesia telah diterapkan sebagai cabanh olahraga prestasi dan telah diperbandingkan dalam
kejuaraan tingkat nasional dan internasional.
8
pemerintah atau pemda kurang tanggap. Bagaimana pun pemerintah pusat dan pemerintah
daerah harus bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan olahraga golf.
Secara psikologis tindakan itu kontraproduktif bagi industry golf, mengurangi kenyamanan
dam mempersempit ruang gerak mereka dengan batasan-batasan ekonomis- politis.
Dampak positif
Upaya yang harus ditempuh untuk menuju terciptanya kondisi yang lebih teknis dalam
pemajakan atas pendapatan industry golf adalah:
Tercipatnya iklim perpajakan yang lebih mendorong tumbuh dan berkembangnya
industry golf serta pembinaan atau pengembangan olah taga di Indonesia
Terciptanya moral perpajakan yang leih baik. Untuk membidik pendapatan daerah
yang lebih tinggi, tidak perlu dilakukan dengan ‘’mendegradas I’’ klasifikasi pajak
yang mestinya pajak pusat menjadi pajak daerah
Merapatkan mata rantai pemejakan PPN untuk mencegah distrosi agar hak
pengkreditan pajak masukan tidak terganggu
Mengikatkan kepastian hukum tentang PPN atas pendapatan golf
Prisip keadilan dalam proses pemajakan dikedepankan
Menghilangkan pemejakan ganda yang merugikan pengusaha golf akibat high cost
economy
9
daerah masng-masing daerah memiliki peraturah daerah sendr. Pada dasarnya subjek dan
objek pajak sama saja disemua propinsi. Dalam mengukur kinerja hotel ada benchamark yang
dapat digunakan sebagai indicator pengukur kesuksesaan manajeman hotel misalnya
accupany rste, F&B ratio, tergantung pada besarnya investasi. Biasanya hotel juga dengan
acupany rate dibawah 50% masih belum memperoleh laba operasi. Tax plaining sangat
penting untuk diterapkan dalam stretegi manajeman perusahaan hotel terkait dengan strategi
penerapan peraturan perpajakan secara efektif dan efisien untuk kelangsungan usaha.
Perencanaan pajak adalah suatu keniscayaan bagi setiap perusahaan yang menginginkan
adanya tax saving, sepanjang cara-cara yang ditempuh masih dalam koridor UU perpajakan.
Menyusun perencanaan pajak sejak dini, perusahaan akan bias terhindar dari segala hal yan
bias mengakibatkan meningkatnya beban pembayaraan pajak dikemudian hari. Pemahaman
konsep PPN dan Pajak hotel ini sangat diperlukan bagi pengusaha hotel dalam praktik
dilapangan masih banyak pengusaha tidak bias membedakan mana jenis usaha yang terkena
pajak daerah dan yang terkena pajak pertambahan nilai. Kebetulan tarifnya sama yaitu 10%.
Pajak hotel dikategorikan sebagai pajak daerah, tidak ad faktur pajak yang diberikan kepada
penyewa karena atas pembebanan pajak daerah langsung dapat dibiayakan oleh penyewa
kamar hotel.
10
kerjaan yang berbeda dalam perhitungannya berdampak timbulnya mengenai sanksi
perpajakan terkat dengan ppn dan pengenaan sanksi perpajakan.
Penyelenggara acara (event organizer atau EO) adalah istilah yang diberikan
untuk penyedia jasa penyelenggara acara professional. Modal utama EO adalah
kreatifitas. EO bertugas membantu kliennya untuk dapat menyelenggarakan acara
yang diinginkan.
11
Dalam Peraturan Menteri Keuangan, disebutkan bahwa: jasa penyelenggara
kegiatan atau event organizer adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha
jasa penyelenggara kegiatan yang meliputi, antara lain penyelenggaraan pameran,
konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa
penyelenggara kegiatan (PMK No. 244/PMK.03/2008)
Aspek Perpajakannya
a. Jasa Event Organizer
Berdasarkan pasal 4 ayat 1 UU PPN No.42 tahun 2009 disebutkan bahwa PPN
dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha. Dengan memperhatikan Pasal 4 A ayat (3), jelas bahwa jasa EO tidak
terdaftar dalam kelompok jasa tertentu yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai, dan
oleh sebab itu jasa EO adalah merupakan objek pengenaan PPN dengan tarif umum 10%.
UU No.36 Tahun 2008 yang selanjutnya peraturan pelaksanaanya diatur dengan
peraturan menteri keuangan No.244/PMK.03/2008 ditegaskan bahwa Jasa EO merupakan
objek pengenaan PPh Pasal 23 di potong Pajak Penghasilan sebesar 2% dari jumlah bruto
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
12
No Items Jasa PPN PPh Pasal 23
1 Jasa Penyelengara Tidak Dikenakan Tidak Dipotong
kegiatan PPN PPh Ps.23 oleh
klien
2 Jasa In House Traning Tidak Dikenakan Tidak Dipotong
PPN PPh Ps.23 oleh
klien
Berdasarkan tabel 1 dan 2 pengusaha bisa melihat pilihan mana yang lebih
memberikan kemudahan dan keuntungan buat perusahaan. Bagi institusi
penyelenggara kegiatan pelatihan publik yang semula harga jasa pelatihannya sudah
termasuk PPN, maka pilihan pada tabel 2 akan lebih menguntungkan dengan alasan
sebagai berikut:
Penghematan biaya kalau semula harus bayar sendiri PPNnya 10% (karena
tagihan inclusive PPN), sekarang tidak perlu dikenakan PPN. Saving cost 10% dari
nilai omzet. Cash flownya juga lebih favourable ketimbang pilihan pada tabel 1
karena atas invoicenya tidak perlu ada pemotongan PPh Pasal 23 oleh klien, sehingga
dana yang diterima dari klien utuh 100%
Tax Planning
Semua billing kepada klien harus dibuat sebagai “pelatihan jasa publik”. Surat
pengantar faktur penjualan atau investor yang diserahkan kepada klien, menyebutkan klien
untuk memotong pajak pemotongan dengan mengacu pada pasal undang-undang pajak yang
bersangkutan tidak diperlukan
Agar diakui secara hukum oleh pemerintah sebagai institusi pendidikan atau lembaga
pelatihan atau sebagai perusahaan kasa penyelenggara pelatihan publik/program kursus,
menjadi prioritas utama dan pertama untuk mendapatkan Sertifikat Ijin Usaha dari
Departemen Tenaga Kerja untuk diakui.
13
bahkan untuk Jasa-jasa kena pajak tertentu misalnya Usaha Jasa Kontruksi, dengan
tarif yang berlaku di UU PPh No.36 th 2008 juga masih menguntungkan.
Pembenaran dalam penerapan sistem PPh final adalah jaminan bahwa penerimaan
pahak dari sektor ini akan meningkat dibandingkan dengan saat dikenakan tarif
umum. Pajak final dikenakan atas basis nilai transaksi, tanpa memandang asal-usul
penghasilan tersebut
14
6% untuk Perencanaan kontruksi atau pengawasan kontruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha
15