Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika adalah ilmu pengetahuan eksperimental, dimana berupa ilmu yang


memahami segala sesuatu tentang gejala alam melalui pengamatan atau
observasi dan memperoleh kebenarannya secara empiris melalui panca
indera. Dalam melakukan eksperimen, saya memerlukan pengukuran-
pengukuran. Karena itu, pengukuran merupakan bagian yang sangat penting
dalam proses membangun konsep-konsep fisika. Pengamatan suatu gejala
secara umum tidak lengkap apabila tidak ada data yang didapat dari hasil
pengukuran. Lord Kelvin, seorang ahli fisika berkata, “bila kita dapat
mengukur yang sedang kita bicarakan dan menyatakannya dengan angka-
angka, berarti kita mengetahui apa yang sedang kita bicarakan itu”.

Pengukuran dilakukan untuk membandingkan suatu besaran dengan besaran


lain sejenis yang digunakan sebagai satuannya. Namun, pengukuran tentu
pernah atau akan mengalami kesalahan jika kita tidak memperhatikan
ketentuan - ketentuan untuk melakukan pengukuran tersebut, Sehingga,
menimbulkan ketidakpastian dalam pengukuran. Karena adanya
ketidakpastian dalam pengukuran tersebut, kita sebagai orang yang
mempelajari ilmu fisika, harus memiliki ketelitian yang tinggi agar bisa
meminimalisir kesalahan - kesalahan yang terjadi dalam melakukan
pengukuran - pengukuran. Karena, pengukuran tersebut adalah salah satu
kegiatan yang amat penting dalam praktik fisika untuk mendapatkan hasil
yang tepat dan akurat. Saya sudah berusaha menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik - baiknya. Namun, saya menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran dari semua pihak untuk perbaikan kedepannya.

B. Rumusan Masalah

1
1. Apa yang dimaksud dengan pengukuran ?
2. Apa yang dimaksud dengan besaran fisika ?
3. Apa saja alat-alat yang digunakan dalam pengukuran ?
4. Apa saja penyebab terjadinya ketidakpastian dalam pengukuran ?
5. Bagaimanakah cara agar dapat meminimalisir ketidakpastian dalam
pengukuran ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengukuran.
2. Untuk mengetahhui apa yang dimaksud dengan besaran fisika.
3. Untuk mengetahui alat - alat yang digunakan dalam pengukuran.
4. Untuk mengetahui apa saja penyebab terjadinya ketidakpastian dalam
pengukuran.
5. Untuk mengetahui cara meminimalisir ketidakpastian dalam pengukuran.

2
II. TEORI

A. Pengertian Pengukuran

Pengukuran adalah suatu teknik untuk menyatakan suatu sifat fisis dalam
bilangan sebagai hasil membandingkannya dengan suatu besaran baku yang
diterima sebagai satuan. Misalnya, kamu melakukan kegiatan pengukuran
panjang meja dengan pensil. Dalam kegiatan tersebut artinya kamu
membandingkan panjang meja dengan panjang pensil. Panjang pensil yang
kamu gunakan adalah sebagai satuan. Sesuatu yang dapat diukur dan dapat
dinyatakan dengan angka disebut besaran, sedangkan pembanding dalam
suatu pengukuran disebut satuan. Satuan yang digunakan untuk melakukan
pengukuran dengan hasil yang sama atau tetap untuk semua orang disebut
satuan baku, sedangkan satuan yang digunakan untuk melakukan pengukuran
dengan hasil yang tidak sama untuk orang yang berlainan disebut satuan tidak
baku. (Kandi,2010)

B. Besaran Pokok dan Besaran Turunan

Besaran Pokok adalah besaran yang satuannya telah didefinisikan terlebih


dahulu. Besaran Turunan adalah besaran yang satuannya diperoleh dari
besaran pokok.

a) Pengertian Besaran Fisika, Besaran Pokok, dan Besaran Turunan

Di dalam pembicaraan kita sehari-hari yang dimaksud dengan berat


badan adalah massa, sedangkan dalam fisika pengertian berat dan
massa berbeda. Berat badan dapat kita tentukan dengan menggunakan
alat timbangan berat badan. Misalnya, setelah ditimbang berat
badanmu 50 kg atau dalam fisika bermassa 50 kg. Tinggi atau panjang
dan massa adalah sesuatu yang dapat kita ukur dan dapat kita
nyatakan dengan angka dan satuan. Panjang dan massa merupakan
besaran fisika. Jadi, besaran fisika adalah ukuran fisis suatu benda
yang dinyatakan secara kuantitas. Selain besaran fisika juga terdapat

3
besaran-besaran yang bukan besaran fisika, misalnya perasaan sedih,
gembira, dan lelah. Karena perasaan tidak dapat diukur dan tidak dapat
dinyatakan dengan angka dan satuan, maka perasaan bukan besaran
fisika.

Besaran fisika dikelompokkan menjadi dua, yaitu besaran pokok dan


besaran turunan. Besaran pokok adalah besaran yang sudah ditetapkan
terlebih dahulu. Adapun, besaran turunan merupakan besaran yang
dijabarkan dari besaran-besaran pokok. Sistem satuan besaran fisika pada
prinsipnya bersifat standar atau baku, yaitu bersifat tetap, berlaku
universal, dan mudah digunakan setiap saat dengan tepat.

Sistem satuan standar ditetapkan pada tahun 1960 melalui pertemuan


para ilmuwan di Sevres, Paris. Sistem satuan yang digunakan dalam
dunia pendidikan dan pengetahuan dinamakan sistem metrik, yang
dikelompokkan menjadi sistem metrik besar atau MKS (Meter Kilogram
Second) yang disebut sistem internasional atau disingkat SI dan sistem
metrik kecil atau CGS (Centimeter Gram Second).

Besaran pokok dan besaran turunan beserta dengan satuannya dapat


dilihat dalam Tabel berikut.

Besaran Pokok

Selain tujuh besaran pokok di atas, terdapat dua besaran pokok


tambahan, yaitu sudut bidang datar dengan satuan radian (rad) dan sudut
ruang dengan satuan steradian (sr).
Tabel Beberapa Besaran Turunan beserta Satuannya.
Besaran Turunan

4
b) Sistem Internasional

Dahulu orang biasa menggunakan jengkal, hasta, depa, langkah sebagai


alat ukur panjang. Ternyata hasil pengukuran yang dilakukan
menghasilkan data berbeda-beda yang berakibat menyulitkan dalam
pengukuran, karena jengkal orang satu dengan lainnya tidak sama. Oleh
karena itu, harus ditentukan dan ditetapkan satuan yang dapat berlaku
secara umum. Usaha para ilmuwan melalui berbagai pertemuan
membuahkan hasil sistem satuan yang berlaku di negara manapun
dengan pertimbangan satuan yang baik harus memiliki syarat-syarat
sebagai berikut:
1. satuan selalu tetap, artinya tidak mengalami perubahan karena
pengaruh apapun, misalnya suhu, tekanan dan kelembaban.
2. bersifat internasional, artinya dapat dipakai di seluruh negara.
3. mudah ditiru bagi setiap orang yang akan menggunakannya.

Satuan Sistem Internasional (SI) digunakan diseluruh negara dan berguna


untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan perdagangan antar negara.
Kamu dapat membayangkan betapa kacaunya perdagangan apabila tidak
ada satuan standar, misalnya satu kilogram dan satu meter kubik.
(Sugiyarto,2008)

C. Pengukuran Besaran Fisika

Peranan pengukuran dalam kehidupan sehari-hari sangat penting. Seorang


tukang jahit pakaian mengukur panjang kain untuk dipotong sesuai dengan
pola pakaian yang akan dibuat dengan menggunakan meteran pita. Penjual
daging menimbang massa daging sesuai kebutuhan pembelinya dengan
menggunakan timbangan duduk. Seorang petani tradisional mungkin
melakukan pengukuran panjang dan lebar sawahnya menggunakan satuan
bata, dan tentunya alat ukur yang digunakan adalah sebuah batu bata.Tetapi
seorang insinyur sipil mengukur lebar jalan menggunakan alat meteran kelos
untuk mendapatkan satuan meter. (Winarsih,2008)

Ketika kita mengukur panjang meja dengan penggaris, misalnya didapat


panjang meja 100 cm, maka panjang meja merupakan besaran, 100
merupakan hasil dari pengukuran sedangkan cm adalah satuannya. Beberapa
aspek pengukuran yang harus diperhatikan yaitu ketepatan (akurasi), kalibrasi
alat, ketelitian (presisi), dan kepekaan (sensitivitas). Dengan aspek-aspek
pengukuran tersebut diharapkan mendapatkan hasil pengukuran yang akurat

5
dan benar. Berikut ini akan kita bahas pengukuran besaran-besaran fisika,
meliputi panjang, massa, dan waktu.
a) Pengukuran Panjang

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang benda haruslah


sesuai dengan ukuran benda. Sebagai contoh, untuk mengukur lebar
buku, kita gunakan pengaris. Sedangkan, untuk mengukur lebar jalan
raya lebih mudah menggunakan meteran kelos.

1) Pengukuran Panjang dengan Mistar

Pada umumnya, mistar sebagai alat ukur panjang memiliki dua skala
ukuran, yaitu skala utama dan skala terkecil. Satuan untuk skala
utama adalah sentimeter (cm) dan satuan untuk skala terkecil adalah
milimeter (mm). Skala terkecil pada mistar memiliki nilai 1
milimeter. Jarak antara skala utama adalah 1 cm. Di antara skala
utama terdapat 10 bagian skala terkecil sehingga satu skala terkecil
memiliki nilai 0,1 cm atau 1 mm. Mistar memiliki ketelitian atau
ketidakpastian pengukuran sebesar 0,5 mm atau 0,05 cm, yakni
setengah dari nilai skala terkecil yang dimiliki oleh mistar tersebut.
Selain skala sentimeter (cm), terdapat juga skala lainnya pada mistar
ukur.

Pada saat pembacaannya posisi mata harus melihat tegak lurus


terhadap skala ketika membaca skala mistar. Hal ini untuk
menghindari kesalahan pembacaan hasil pengukuran akibat beda
sudut kemiringan dalam melihat atau disebut dengan kesalahan
paralaks.

Gambar 1. Pembacaan Skala

2) Pengukuran Panjang dengan Jangka Sorong

Salah satu alat ukur ini adalah jangka sorong. Anda dapat
menggunakan alat ukur ini untuk mengukur diameter dalam,
diameter luar, serta kedalaman suatu benda yang akan diukur. Jangka
sorong merupakan alat ukur panjang yang mempunyai batas ukur

6
sampai 10 cm dengan ketelitiannya 0,1 mm atau 0,01 cm. Jangka
sorong juga dapat digunakan untuk mengukur diameter cincin dan
diameter bagian dalam sebuah pipa. Bagian-bagian penting jangka
sorong yaitu:
1. rahang tetap dengan skala tetap terkecil 0,1 cm
2. rahang geser yang dilengkapi skala nonius. Skala tetap dan nonius
mempunyai selisih 1 mm.

Gambar 2. Jangka Sorong

Nilai skala terkecil pada jangka sorong, yakni perbandingan antara


satu nilai skala utama dengan jumlah skala nonius. Skala nonius
jangka sorong. Misalkan sebuah jangka sorong memiliki jumlah
1mm
skala 20 maka skala terkecil adalah = 0,05 mm. Maka nilai
20
ketidakpastian jangka sorong ini adalah setengah dari skala terkecil
sehingga jika dituliskan secara matematis, diperoleh :
1
∆x = 2 x 0,05 mm = 0,025 m.

3) Pengukuran Panjang dengan Mikrometer Sekrup

Mikrometer sekrup memiliki ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm.


Mikrometer sekrup dapat digunakan untuk mengukur benda yang
mempunyai ukuran kecil dan tipis, seperti mengukur ketebalan plat,
diameter kawat, dan onderdil kendaraan yang berukuran kecil.
Bagian-bagian dari mikrometer adalah rahang putar, skala utama,
skala putar, dan silinder bergerigi. Tempat skala nonius yang
memiliki 50 bagian skala. Satu skala nonius memiliki nilai 0,01 mm.
Hal ini dapat diketahui ketika Anda memutar selubung bagian luar
sebanyak satu kali putaran penuh, akan diperoleh nilai 0,5 mm skala
0,5
utama. Oleh karena itu, nilai satu skala nonius adalah mm = 0,01
50
mm. Sehingga, nilai ketelitian atau ketidakpastian micrometer sekrup
adalah:
1
∆x = 2 x 0,01 mm = 0,005 mm atau 0,0005 cm.

7
Berikut ini gambar bagian-bagian dari mikrometer.

Gambar 3. Mikrometer sekrup

b) Pengukuran Massa Benda

Dalam kehidupan sehari-hari, pengertian massa dan berat sering tertukar.


Seorang pedagang sering berkata, “Gula pasir di kantong plastik itu
beratnya 1 kg”. Pernyataan ini tidak benar, sebab 1 kg menunjukkan
ukuran massa bukan ukuran berat. Dalam fisika, massa dan berat
memiliki pengertian yang berbeda. Massa benda adalah ukuran
banyaknya zat yang terkandung pada benda, sedangkan berat benda
adalah besarnya gaya gravitasi bumi yang bekerja pada benda itu.
Adapun alat dalam mengukur masssa benda diantaranya adalah neraca
pegas, neraca O’hauss, neraca digital, dan lain- lain.

1) Neraca pegas

Neraca pegas mempunyai dua baris skala, yaitu skala N (newton)


dan g (gram). Untuk menimbang beban (benda), atur terlebih dahulu
skala 0 (nol) dengan cara memutar sekrup pengatur skala. Setelah
itu, gantungkan benda pada pengait neraca. Selanjutnya, baca hasil
pengukuran. Adapun kelebihan menimbang beban dengan neraca
pegas yaitu dalam sekali menimbang benda dapat diketahui massa
dan berat benda sekaligus.

Gambar 4. Neraca Pegas

2) Neraca O’hauss

Neraca ini memiliki fungsi khusus untuk menimbang barang yang


terbuat dari logam dengan ketelitian mencapai 0,01 gram, tentu saja
berat logam yang dapat diukur dengan alat ini aadalah logam
dengan massa yang cukup kecil.

8
 Neraca O’hauss tiga lengan

Ada beberapa jenis neraca. Jenis neraca yang sering digunakan di


laboratorium adalah neraca yang memiliki tiga lengan berskala yang
dilengkapi dengan beban geser. Lengan paling belakang berskala 0 g
– 500 g, dengan skala terkecil 100 g; lengan di depannya berskala 0
g – 100 g, dengan skala terkecil 10 g; dan lengan tengah berskala 0 g
– 10 g, dengan skala terkecil 0,1 g. Di samping itu, ada pula neraca
yang memiliki empat lengan.

Benda yang akan diukur massanya diletakkan pada piringan yang


tersedia. Untuk mengetahui massa benda, beban pada lengan-lengan
neraca diatur sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan. Massa
benda yang diukur sama dengan jumlah massa yang ditunjukkan
pada beban geser.

Pengukuran massa di laboratorium dapat juga dilakukan dengan


menggunakan neraca dua lengan atau neraca berlengan sama. Massa
benda yang diukur diletakkan pada salah satu piringan. Pada
piringan yang lain diletakkan beberapa anak timbangan untuk
membuat keseimbangan. Massa benda yang diukur sama dengan
jumlah massa anak timbangan yang digunakan untuk membuat
keseimbangan.

Gambar 5. Neraca O’hauss tiga lengan

 Neraca dua lengan

Terdapat dua lengan dengan wadah kecil dari logam untuk


menimbang. Lengan satu digunakan untuk meletakkan benda
atau logam yang akan ditimbang, lengan dua untuk meletakkan
bobot timbangan. Jadi, neraca ini masih memerlukan pemberat
untuk ukuran timbangannya. Cara menggunakannya sama
seperti timbangan biasa. Yang perlu diperhatikan adalah
memastikan bahwa timbangan dalam posisi seimbang sebelum
dilakukan pengukuran massa.

9
Gambar 6. Neraca O’hauss dua lengan

 Neraca digital

Di samping neraca sebagaimana telah diuraikan di atas, sekolah-


sekolah unggulan telah memiliki laboratorium yang dilengkapi
dengan neraca digital.Neraca digital memiliki kepekaan
(sensitivitas) yang lebih baik. Pengukuran massa benda dengan
neraca digital dapat dilakukan dengan mudah.

Gambar 7. Neraca digital

c) Pengukuran Waktu

Waktu dapat diukur dengan jam atau arloji. Ada dua macam arloji, yaitu
digital dan analog Selang waktu yang biasanya diukur dengan arloji
antara lain lama waktu istirahat (misalnya, 15 menit), lama waktu
pelajaran berlangsung (misalnya, 45 menit), dan lama perjalanan
(misalnya, 20 menit). Jadi, arloji biasanya digunakan untuk mengukur
selang waktu yang relatif lama.

Gambar 8. Arloji.

Untuk mengukur selang waktu yang sangat singkat, misalnya untuk


mencatat lomba lari 200 meter, biasanya digunakan stopwatch.Ada dua
macam stopwatch, yaitu stopwatch analog dan stopwatch digital.

10
 Stopwatch Analog

Stopwatch analog dijalankan dan dihentikan dengan menekan


tombol-tombol yang disediakan. Ada stopwatch yang memiliki
satu tombol, yaitu untuk menjalankan, menghentikan, dan
mengembalikan ke titik nol. Ada pula stopwatch yang memiliki
dua atau tiga tombol. Bagaimanakah cara menggunakan
stopwatch? Misalnya, Anda ingin mengukur waktu pada saat
berlangsung lomba lari 200 m. Ketika para pelari mulai bergerak
dari garis start, Anda menekan tombol dan ketika pelari
mencapai garis finish, Anda menekan tombol lagi. Selanjutnya,
waktu yang diperlukan pelari dapat dibaca pada stopwatch.
Untuk mengembalikan jarum ke titik nol, Anda harus menekan
tombol lagi.

Gambar 9. Stopwatch Analog

 Stopwatch digital

Untuk mengukur selang waktu yang lebih teliti, digunakan


stopwatch digital. Jika stopwatch analog hanya mampu
melaporkan hasil pengukuran 9,8 s, maka stopwatch digital
mampu melaporkan hasil pengukuran 9,85 s. Jadi, stopwatch
analog memiliki ketelitian 0,1 s, sedangkan stopwatch digital
memiliki ketelitian sampai 0,01 s. Gambar 10 menunjukkan
stopwatch digital yang menunjukkan angka 2’23” sekon.

Gambar 10. Stopwatch digital


 Jam Air

Jam air atau klepsidra mengukur waktu menurut aliran air


melalui bejana yang berlubang (Jam air buatan 1760 bekerja
dengan menggunakan sistem pipa yang diletakkan di dalam dua
bola kaca. Pada waktu jam dibalik, air dari bola kaca atas

11
mengalir ke bola kaca bawah dan udara naik ke atas melalui
pipa menggantikan air yang turun. Tekanan udara yang tetap
menjami aliran air teratur.

Gambar 11. Jam Air

d) Pengukuran Besaran Suhu

Ukuran derajat panas dan dingin suatu benda tersebut dinyatakan dengan
besaran suhu. Jadi, suhu adalah suatu besaran untuk menyatakan ukuran
derajat panas atau dinginnya suatu benda. Alat untuk untuk mengukur
besarnya suhu suatu benda adalah termometer. Termometer yang umum
digunakan adalah termometer zat cair dengan pengisi pipa kapilernya
adalah raksa atau alkohol.

 Termometer Raksa

Pertimbangan dipilihnya raksa sebagai pengisi pipa kapiler


termometer adalah sebagai berikut:
1)Air raksa tidak membasahi dinding pipa kapiler, sehingga
pengukurannya menjadi teliti.
2)Air raksa mudah dilihat karena mengkilat.
3)Air raksa cepat mengambil panas dari suatu benda yang sedang
diukur.
4)Jangkauan suhu air raksa cukup lebar, karena air raksa membeku
pada suhu – 400C dan mendidih pada suhu 3600 C.
5)Volume air raksa berubah secara teratur.

Selain beberapa keuntungan, ternyata air raksa juga memiliki


beberapa kerugian, antara lain:
1)Air raksa harganya mahal.
2)Air raksa tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu yang sangat
rendah.
3)Air raksa termasuk zat beracun sehingga berbahaya apabila
tabungnya pecah.

 Termometer alkohol

Pengukuran suhu yang sangat rendah biasanya menggunakan


termometer alkohol, alasan menggunakan alkohol sebagai pengisi
termometer, antara lain :

12
1) Alkohol harganya murah.
2) Alkohol lebih teliti, sebab untuk kenaikan suhu yang kecil
ternyata alkohol mengalami perubahan volume yang besar.
3) Alkohol dapat mengukur suhu yang sangat rendah, sebab titik
beku alkohol –1300C.

Kerugian menggunakan alkohol sebagai pengisi termometer, antara


lain :
1) Membasahi dinding kaca.
2) Titik didihnya rendah (78°C).
3) Alkohol tidak berwarna, sehingga perlu memberi pewarna dahulu
agar dapat dilihat.

Mengapa air tidak dipakai untuk mengisi tabung thermometer ?


Alasannya karena air membasahi dinding kaca, jangkauan suhunya
terbatas, perubahan volumenya kecil, dan merupakan penghantar
panas yang jelek.

Pada pembuatan termometer terlebih dahulu ditetapkan titik tetap


atas dan titik tetap bawah.Titik tetap termometer tersebut diukur
pada tekanan 1 atmosfer.Di antara kedua titik tetap tersebut dibuat
skala suhu.Penetapan titik tetap bawah adalah suhu ketika es
melebur dan penetapan titik tetap atas adalah suhu saat air mendidih.

Berikut ini adalah penetapan titik tetap pada skala termometer.


a. Termometer Celcius
Titik tetap bawah diberi angka 0 dan titik tetap atas diberi angka
100.Diantara titik tetap bawah dan titik tetap atas dibagi 100 skala.
b. Termometer Reaumur
Titik tetap bawah diberi angka 0 dan titik tetap atas diberi angka
80.Di antara titik tetap bawah dan titik tetap atas dibagi menjadi 80
skala.
c. Termometer Fahrenheit
Titik tetap bawah diberi angka 32 dan titik tetap atas diberi angka
212.Suhu es yang dicampur dengan garam ditetapkan sebagai 0ºF.
Di antara titik tetap bawah dan titik tetap atas dibagi 180 skala.
d. Termometer Kelvin
Pada termometer Kelvin, titik terbawah diberi angka nol. Titik ini
disebut suhu mutlak, yaitu suhu terkecil yang dimiliki benda ketika
energi total partikel benda tersebut nol. Kelvin menetapkan suhu es
melebur dengan angka 273 dan suhu air mendidih dengan angka 373.
Rentang titik tetap bawah dan titik tetap atas termometer Kelvin
dibagi 100 skala.

13
Gambar 12. Titik Tetap Termometer

Perbandingan skala antara temometer Celcius, termometer Reaumur,


dan termometer Fahrenheit adalah
C : R : F = 100 : 80 : 180
C:R:F=5:4:9
Dengan memperhatikan titik tetap bawah 0ºC = 0ºR = 32ºF, maka
hubungan skala C, R, dan F dapat ditulis sebagai berikut:
tº C =5/4 tºR
tº C =5/9 (tºF – 32)
tº C =4/9 (tºF – 32)
Hubungan skala Celcius dan Kelvin adalah
t K = tºC + 273 K

Kita dapat menentukan sendiri skala suatu termometer. Skala


termometer yang kita buat dapat dikonversikan ke skala termometer
yang lain apabila pada saat menentukan titik tetap kedua termometer
berada dalam keadaan yang sama. Misalnya, kita akan menentukan
skala termometer X dan Y. Termometer X dengan titik tetap bawah
Xb dan titik tetap atas Xa. Termometer Y dengan titik tetap bawah
Yb dan titik tetap atas Ya. Titik tetap bawah dan titik tetap atas
kedua termometer di atas adalah suhu saat es melebur dan suhu saat
air mendidih pada tekanan 1 atmosfer.

Dengan membandingkan perubahan suhu dan interval kedua titik


tetap masing-masing termometer, diperoleh hubungan sebagai
berikut:
(Tx -Xb)/(Xa- Xb)=(Ty- Yb)/( Ya- Yb)
Keterangan:
Xa = titik tetap atas termometer X
Xb = titik tetap bawah termometer X
Tx= suhu pada termometer X
Ya = titik tetap atas termometer Y
Yb = titik tetap bawah termometer Y
Ty = suhu pada termometer Y
(Anonim,2013)

14
e) Pengukuran Intensitas Cahaya

Alat pengukuran intensitas cahaya adalah Fotometer atau Fotometri.


Fotometri adalah titrasi untuk mengukur kandungan suatu zat dalam
campuran dengan mengukur absorbs. Fotometri merupakan peralatan
dasar dilaboratorium untuk mengukur intensitas atau kekuatan cahaya
suatu larutan. Sebagian besar laboratorium klinik menggunakan alat ini
karena alat ini dapat menentukan kadar suatu bahan didalam cairan tubuh
seperti serum atau plasma. Prinsip dasar fotometri adalah pengukuran
penyerapan sinar akibat interaksi sinar yang mempunyai panjang
gelombang tertentu dengan larutan atau zat warna yang
dilewatinya.Fotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
pencahayaan atau penyinaran. Seperti penerapan di fotometry industri,
suatu "fotometer" adalah kata umum yang meliputi alat-alat untuk
mendeteksi:
 intensitas cahaya hamburan
 penyerapan
 fluoresensi

Kebanyakan fotometer berlandaskan pada sebuah fotoresistor atau


fotodioda. Masing-masing mengalami perubahan sifat kelistrikan ketika
disinari cahaya, yang selanjutnya dapat dideteksi dengan suatu rangkaian
elektronik tertentu. (Sustini,1992)

c) Pengukuran Kuat Arus Listrik

Alat pengukuran kuat arus adalah Amperemeter. Alat ukur ini digunakan
untuk mengetahui besarnya arus atau aliran listrik baik berupa arus
listrik yang diproduksi mesin pembangkit, maupun arus listrik yang
didistribusikan ke jaringan distribusi. Jika kita akan mengukur arus yang
melewati penghantar dengan menggunakan Amperemeter maka harus
kita pasang seri dengan cara memotong penghantar agar arus mengalir
melewati ampere meter. Apabila ampermeter dihubungkan paralel akan
terjadi dua aliran (I1 dan I2), maka pengukuran tidak benar (salah) dan
akan merusak ammeter karena dihubung singkat dengan baterai atau
tegangan sumber alat ukur tersebut. Setelah amperemeter terpasang, kita
dapat mengetahui besar kuat arus yang mengalir melalui penghantar
dengan membaca amperemeter melalui jarum penunjuk.
Dalam membaca amperemeter harus diperhatikan karakteristik alat ukur
karena jarum penunjuk tidak selalu menyatakan angka apa adanya.

15
Ampermeter

Kuat arus yang terukur I dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan : A = Ampermeter yang digumakan

d) Pengukuran Jumlah Zat

Pada pengukuran jumlah zat tidak menggunakan alat pengukuran


sehingga digunakan metode matematika kimia dengan rumus massa
(gram) dibagi dengan massa relatif unsur atau senyawa yang
bersangkutan. (Waluyanti,2008)

D. Ketidakpastian dalam Pengukuran

Ketidakpastian pada pengukuran di sebabkan oleh masalah pada alat dan


keadaaan pada saat pengamatan antara lain adalah adanya nilai skala terkecil,
ketidakpastian sistematik, ketidakpastian acak dan keterbatasan pengamat.

a) Nilai Skala Terkecil

Seperti yang dicontohkan diatas, setiap alat ukur memiliki skala dalam
berbagai macam bentuk, tetapi setiap skala mempunyai batasan yaitu
skala terkecil yang dapat dibaca. Contohnya adalah pada alat pengukur
panjang. Penggaris plastik yang biasa digores dengan garis- garis yang
berjarak 1 mm, maka nilai skala terkecilnya 1 mm. Sebuah jangka sorong
adalah alat ukur panjang yang dibantu dengan skala nonius yang
memungkinkan kita membaca hingga 0,1 sampai 0,05. Akan tetapi,
dalam pembacaan hal tersebut kita hanya terbatas pada skala terkecilnya
saja sehingga sulit untuk lebih membuatnya spesifik.

b) Ketidakpastian Sistematik

Ketidakpastian sistematik merupakan kesalahan yang disebabkan oleh


alat yang digunakan dan atau lingkungan di sekitar alat yang

16
memengaruhi kinerja alat. Misalnya, kesalahan kalibrasi, kesalahan titik
nol, kesalahan komponen alat atau kerusakan alat, kesalahan paralaks
serta kesalahan akibat pengaruh suhu dan kelembaban.

1) Kesalahan Kalibrasi

Kesalahan kalibrasi terjadi karena pemberian nilai skala pada saat


pembuatan atau kalibrasi (standarisasi) tidak tepat. Hal ini
mengakibatkan pembacaan hasil pengukuran menjadi lebih besar
atau lebih kecil dari nilai sebenarnya. Kesalahan ini dapat diatasi
dengan mengkalibrasi ulang alat menggunakan alat yang telah
terstandarisasi. Misalnya : Terbacaarus 2,5 A sedangkan hasil
kalibrasi menunjukkan 2,5 A sesuai dengan 2,8 A pada alat standar,
maka yang digunakan sebagai hasil pengukuran adalah 2,8 A.

2) Kesalahan Titik Nol

Kesalahan titik nol terjadi karena titik nol skala pada alat yang
digunakan tidak tepat berhimpit dengan jarum penunjuk atau jarum
penunjuk yang tidak bisa kembali tepat pada skala nol. Akibatnya,
hasil pengukuran dapat mengalami penambahan atau pengurangan
sesuai dengan selisih dari skala nol semestinya. Kesalahan titik nol
dapat diatasi dengan melakukan koreksi pada penulisan hasil
pengukuran.

3) Kesalahan Komponen Alat

Kerusakan pada alat jelas sangat berpengaruh pada pembaca


analatukur. Misalnya, pada neraca pegas. Jika pegas yang digunakan
sudah lama danaus, maka akan berpengaruh pada pengurangan
konstanta pegas. Hal ini menjadikan jarum atau skala penunjuk tidak
tepat pada angka nol yang membuat skala berikutnya bergeser.

4) Kesalahan Paralaks ( Kesalahan Arah Pandang )

Kesalahan paralaks terjadi bila ada jarak antara jarum penunjuk


dengan garis-garis skala dan posisi mata pengamat tidak tegak lurus
dengan jarum.

5) Kesalahan karena Suhu dan Kelembaban

Kesalahan ini dikarenakan oleh faktor pemilihan waktu yang tidak


tepat. Contohnya pada mistar plastik jika penggunaannya dilakukan
diterik matahari akan mempengaruhi hasil pengamatan. Hal tersebut,

17
dapat menyebabkan pemuaian pada mistar yang berakibat pada
kesalahan pengukuran. Kesalahan sistematik sesuai namanya
memberikan penyimpangan tertentu yang prinsipnya dapat dikoreksi
atau diperhitungkan.

6) Ketidakpastian Acak yang Tak Disengaja (random errors)

Kesalahan ini diakibatkan oleh penyebab yang tidak dapat langsung


diketahui. Antara lain perubahan-perubahan parameter atau sistem
pengukuran terjadi secara acak. Pada pengukuran yang sudah
direncanakan kesalahan-kesalahan ini biasanya hanya kecil. Tetapi
untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi akan
berpengaruh.

Kesalahan acak(random)adalah kesalahan yang terjadi karena


adanya fluktuasi-fluktuasi halus pada saat melakukan pengukuran.
Penyebab kesalahan random pada umumnya bersumber dari dua hal,
yaitu :
1. Gejala yang tidak dapat dikendalikan secara pasti atau diatasi
secara tuntas. Gejala tersebut pada umumnya merupakan
perubahan yang sangat cepat dan acak hinga pengaturan dan
pengontrolannya diluar kemampuan kita. Misalnya :

 Gerak Brown Molekul Udara

Molekul udara seperti Anda ketahui keadaannya selalu


bergerak secara tidak teratur atau rambang.Gerak ini dapat
mengalami fluktuasi yang sangat cepat dan menyebabkan
jarum penunjuk yang sangat halus seperti pada
mikrogalvanometer terganggu karena tumbukan dengan
molekul udara.

 Fluktuasi Besaran Listrik

Tegangan listrik selalu mengalami fluktuasi (perubahan


terus menerus secara cepat dan acak). Akibatnya kalau kita
ukur, nilainya juga berfluktuasi. Demikian pula saat kita
mengukur kuat arus listrik. Tegangan listrik PLN atau
sumber tegangan lain seperti aki dan baterai selalu
mengalami perubahan kecil yang tidak teratur dan cepat
sehingga menghasilkan data pengukuran besaran listrik
yang tidak konsisten.

18
 Landasan yang Bergetar

Getaran pada landasan tempat alat berada dapat berakibat


pembacaan skala yang berbeda, terutama alat yang sensitif
terhadap gerak.Alat yang sangat peka seperti seismograf
butuh tempat yang stabil dan tidak bergetar. Jika
landasannya bergetar, maka akan berpengaruh pada
penunjukkan skala pada saat terjadi gempa bumi.

 Bising

Bising merupakan gangguan yang selalu Anda jumpai pada


alat elektronik.Gangguan ini dapat berupa fluktuasi yang
cepat pada tegangan akibat dari komponen alat bersuhu.

 Radiasi Latar Belakang

Radiasi gelombang elektromagnetik dari kosmos (luar


angkasa) dapat mengganggu pembacaan dan menganggu
operasional alat. Misalnya, ponsel tidak boleh digunakan di
SPBU dan pesawat karena bisa mengganggu alat ukur
dalam SPBU atau pesawat. Gangguan ini dikarenakan
gelombang elektromagnetik pada telepon seluler dapat
mengasilkan gelombang radiasi yang mengacaukan alat
ukur pada SPBU atau pesawat.

7) Ketidakpastian Pengamatan

Ketidakpastian pengamatan adalah ketidakpastian yang


bersumber dari kurang terampilnya manusia saat melakukan
kegiatan pengukuran. Kesalahan seperti ini memang tidak dapat
dihindari, tetapi harus dicegah dan perlu perbaikan. Sumber
ketidakpastian ini juga tidak boleh dianggap enteng, karena
keterampilan seseorang dalam melakukan praktik-praktik tersebut
sangatlah penting. Ketidakpastian ini disebabkan oleh beberapa
hal diantaranya yaitu:

a. Kesalahan pemakaian alat ukur, misalnya ketika membaca


skala pada jangka sorong atau penggaris, arah pandangan harus
tepat tegak lurus pada tanda garis skala yang dibaca. Jika tidak,
maka akan terjadi kesalahan paralaks (metode pembacaan skala
yang tidak tegak lurus). Perhatikan Gambar 12 di bawah ini.

19
Gambar 12 membacar skala pada penggaris (a) salah; (b) Benar;
(c) salah

b. Kesalahan pada pemindahan data contohnya yaitu


pencatatan hasil pengukuran yang berbeda dari pembacaannya.
c. Penyetelan instrumen yang tidak tepat. Misalnya jika kita
ingin menimbang berat badan di timbangan, maka kita
terlabihdahlu harus mengatur pengenolan meternya dengan tepat
agar data yang di dapatpun bisa akurat. (Andri,2013)

E. Cara Meminimalisir Ketidakpastian pada Pengukuran


 Melakukan persiapan sebelum pelaksanaan (seperti kalibrasi dan
pengecekan alat ).
 Tahu tentang teori pengukuran.
 Paham dengan jenis- jenis alat ukur dan cara koreksinya.
 Menguasai metode- metode hitung peralatan.
 Bekerja dengan loyalitas tinggi dan rasa tanggung jawab waktu
pelaksanaan.
 Menghindari pelaksanaan survey atau pengukuran dengan intensitas
panas tinggi ( 10.00 – 14.00). (Nurachmandi,2009)

20
III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengukuran adalah suatu teknik untuk menyatakan suatu sifat fisis dalam
bilangan sebagai hasil membandingkannya dengan suatu besaran baku
yang diterima sebagai satuan.
2. Besaran fisika adalah ukuran fisis suatu benda yang dinyatakan secara
kuantitas.
3. Alat pengukuran
 Nama : Panjang
Satuan SI : Meter (m)
Alat ukur : Mistar, jangka sorong, mikrometer sekrup
 Nama : Massa
Satuan SI : Kilogram (kg)
Alat ukur : Neraca
 Nama : Waktu
Satuan S : Sekon (s)
Alat ukur : Stopwatch
 Nama : Kuat arus
Satuan SI : Ampere (A)
Alat ukur : Amperemeter
 Nama : Suhu
Satuan SI : Kelvin (K)
Alat ukur : Termometer Kelvin
 Nama : Intensitas Cahaya
Satuan : Candela (Cd)
Alat Ukur : Fotometer
 Nama : Jumlah Zat
Satuan : mol (mol)
Alat ukur :-

4. Penyebab ketidakpastian
 Nilai skala terkecil

21
 Ketidakpastian sistematik
 Ketidakpastian acak
 Keterbatasan pengamat
5. Cara meminimalisir kesalahan pengukuran antara lain dengan melakukan
persiapan sebelum pelaksanaan (seperti kalibrasi dan pengecekan alat ),
mengetahui tentang teori pengukuran, memahami jenis- jenis alat ukur dan
cara koreksinya, menguasai metode - metode hitung peralatan,
menghindari pelaksanaan survey atau pengukuran dengan intensitas panas
tinggi ( 10.00 – 14.00).

B. Saran

Untuk mempermudah pekerjaan ataupun untuk mengetahui hasil besaran,


maka dibutuhkan alat ukur. Namun dalam memilih alat ukur sebaiknya
menyesuaikan dengan benda yang akan diukur. Seperti ketika akan mengukur
kain, maka sebaiknya menggunakan meteran kain, bukan menggunkan
meteran kayu ataupun penggaris agar lebih efektif dan efisien serta
pengukurannya lebih valid.

22

Anda mungkin juga menyukai