Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Teknik dan Advokasi Kesehatan
Dosen Pengampu : Rindu, SKM, M.Kes

Disusun oleh (Kelompok 2):


1. Alfitria Sari (02190200012)
2. Irda Sudistiani Putri (02180200079)
3. Kholijah (0219200026)
4. Ospri Harmi (0219200027)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU


JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul “ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK”. Makalah
ini kami susun untuk melengkapi tugas mata kuliah dan kelengkapan dari rangkaian
perkuliahan kami.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rindu, SKM. M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah yang telah
mengarahkan dan membimbing dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari keterbatasan kemampuan
dalam pengetahuan sehingga penulis yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan memanfaatkan bantuan
dari berbagai sumber.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk mata kuliah ini.
Untuk itu penulis mengaharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.

Jakarta, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Pembahasan ............................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 4
2.1 Sistem Hukum ......................................................................................................... 4
2.2 Proses Pembentukan Kebijakan Publik.............................................................. 13
2.3 PROSES APBDN dan APBD ............................................................................... 21
2.4 Contoh Alokasi Penggunaan Anggaran Kesehatan ........................................... 30
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 33
3.1 KESIMPULAN ..................................................................................................... 33
3.2 SARAN ................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 36

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di tengah-tengah kelangkaan sumberdaya yang terbatas, dengan berbagai masalah
publik yang makin kompleks, pemerintah dituntut untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
tersebut, agar tidak menimbulkan implikasi yang tidak diinginkan. Oleh karena pemerintah
dihadapkan pada situasi keterbatasan sumber daya di satu sisi dan masalah-masalah publik
yang makin kompleks di sisi yang lain, maka pemerintah tidak mungkin menyelesaikan
masalah-masalah tersebut secara bersamaan. Pemerintah harus menentukan pilihan
penyelesaian masalah-masalah publik tersebut berdasarkan prioritas. Kebijakan publik secara
sederhana merupakan bentuk pernyataan formal dari pemerintah tentang pilihan terbaik dari
berbagai alternatif penyelesaian masalah publik. Oleh karena itu, pemerintah dituntut memiliki
kemampuan yang memadai agar mampu menyesuaikan diri dengan dinamika perubahan
lingkungan.
Dalam hal ini peran kebijakan publik dan perumus kebijakan publik menjadi sangat
vital. Kebijakan publik pada dasarnya adalah suatu kewenangan karena dibuat oleh
sekelompok individu yang mempunyai kekuasaan yang sah dalam sebuah sistem
pemerintahan. Keputusan akhir yang telah ditetapkan memiliki sifat yang mengikat bagi para
pelayan publik atau public servant untuk melakukan tindakan kedepannya. Kebijakan publik
menjadi faktor penting dalam pencapaian penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Pada dasarnya kebijakan publik merupakan suatu rangkaian kegiatan yang umumnya
dipikirkan, didesain, dirumuskan, dan diputuskan oleh para pemangku kebijakan. Anggaran
merupakan salah satu hal yang paling penting yang harus ada di
dalam pemerintahan. Karena anggaran merupakan cara yang dilakukan oleh organisasi sektor
publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang
tidak terbatas. Pemerintah ingin agar kekayaan yang dimiliki negara dapat diberikan kepada
seluruh masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terhambat oleh terbatasnya sumber
daya yang dimiliki. Di sinilah fungsi dan peran penting anggaran.
Anggaran merupakan suatu laporan yang memuat penerimaan dan pembelanjaan
negara/ daerah. Di dalam laporan tersebut ditetapkan target-target yang hendak dicapai
pemerintah dalam penerimaan pendapatan dan pengeluaran. Kebijakan-kebijakan pemerintah

1
baik pusat maupun daerah dituangkan di dalam anggaran tersebut. Setiap tahunnya proses
penyusunan anggaran sering kali menjadi isu sorotan utama masyarakat. Karena APBN selalu
menjadi indikator perekonomian negara selama tahun berikutnya. Sehingga, APBN selalu
menjadi suatu dasar apakah masyarakat akan semakin sejahtera atau tidak. Untuk mencapai hal
tersebut,diperlukanlah pengetahuan proses penyusunan APBN dan APBD yang efektif dan
efisien.
Studi kebijakan publik berusaha untuk meninjau berbagi teori dan proses yang terjadi
dalam kebijakan publik. Dapat dikatakan bahwa kebijakan publik tidak lepas dari proses
pembentukan kebijakan itu sendiri. Dengan demikian, salah satu tujuan studi kebijakan publik
adalah untuk menganalisis bagaimana tahapan demi tahapan proses pembentukan kebijakan
publik tersebut sehingga terwujudlah suatu kebijakan publik tertentu.
Tahapan demi tahapan tersebut terangkum sebagai suatu proses siklus pembuatan
kebijakan publik. Setiap tahapan dalam proses pembentukan kebijakan publik mengandung
berbagai langkah dan metode yang lebih rinci lagi. Tahapan yang terdapat dalam pembuatan
suatu kebijakan publik memiliki berbagai manfaat serta konsekuensi dari adanya proses
tersebut, khususnya bagi para aktor pembuat kebijakan publik.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas, apa saja yang termasuk dalam
kebijakan publik terkait sistem hukum, proses pembentukan kebijakan publik, proses APBN
dan APBD serta contoh analisis anggaran kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Sistem Hukum


2. Apa jenis – jenis tata hukum di Indonesia
3. Budaya Hukum di Indonesia
4. Apa yang dimaksud dengan proses pembentukan kebijakan public?
5. Bagaimana pembentukan kebijakan?
6. Bagaimana model-model proses kebijakan publik?
7. Bagaimana tahap-tahap dalam proses kebijakan publik?
8. Apa yang dimaksud dengan APBN dan APBD?
9. Apa fungsi dari APBN dan APBD?
10. Apa tujuan dari APBN dan APBD?
11. Ada dasar hukum dari penyusunan APBN dan APBD?

2
12. Apa prinsip-prinsip dari penyusunan APBN dan APBD?
13. Apa jenis-jenis pendapatan negara/ daerah?
14. Apa jenis-jenis pengeluaran negara/ daerah?
15. Apa ketentuan perumusan dari APBN dan APBD?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Memahami yang dimaksud Sistem Hukum
2. Mengtahui jenis – jenis tata hukum di Indonesia
3. Mengtahui Budaya Hukum di Indonesia
4. Mengetahui pengertian pembentukan kebijakan publik
5. Mengetahui tahap-tahap dalam pembentukan kebijakan publik
6. Mengetahui model-model pembentukan kebijakan publik
7. Memahami apa yang dimaksud dengan APBN dan APBD.
8. Mengetahui fungsi dari APBN dan APBD.
9. Mengetahui tujuan dari APBN dan APBD.
10. Mengetahui dasar hukum dari penyusunan APBN dan APBD.
11. Mengetahui prinsip-prinsip dari penyusunan APBN dan APBD.
12. Mengetahui jenis-jenis pendapatan negara/ daerah.
13. Mengetahui jenis-jenis pengeluaran negara daerah.
14. Mengetahui ketentuan perumusan dari APBN dan APBD

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Hukum


2.1.1 Pengertian Sistem Hukum

Menurut M Friedman
Sistem hukum adalah suatu sistem yang meliputi substansi, hukum, dan budaya
hukum. Terdapat juga unsur unsur Sistem Hukum dapat dibagi dalam 3 (tiga) jenis
yaitu :
1. Substance (Substansi Hukum)
Pengertian Substansi Hukum adalah hakikat dari isi yang dikandung di dalam
peraturan perundang-undangan. Substansi meliputi semua aturan hukum, baik
itu yang tertulis maupun tidak tertulis, seperti halnya hukum materiil (hukum
substantif), hukum formil (hukum acara) dan hukum adat.
2. Structure (Struktur Hukum)
Pengertian Struktur Hukum adalah tingkatan atau susunan hukum, pelaksana
hukum, lembaga-lembaga hukum, peradilan dan pembuat hukum. Struktur
hukum ini didirikan atas tiga elemen yang mandiri, yaitu :
a. beteknis-system, yaitu keseluruhan dari aturan-aturan, kaidah dan asas
hukum yang dirumuskan ke dalam sistem pengertian.
b. intellingen, yaitu pranata-pranata (lembaga-lembaga) dan pejabat pelaksana
hukum yang keseluruhannya merupakan elemen operasional (pelaksanaan
hukum).
c. beslissingen en handelingen, yaitu putusan-putusan dan tindakan-tindakan
konkret, baik itu dari pejabat hukum maupun para warga masyarakat. Akan
tetapi, hanya terbatas pada putusan-putusan serta tindakan-tindakan yang
memiliki hubungan atau ke dalam hubungan yang dapat dilakukan dengan
sistem pengertian tadi.

4
3. Legal Kultur
Pengertian Kultur Hukum adalah bagian-bagian dari kultur dan
pelaksana hukum, cara-cara bertindak dan berpikir (besikap), baik yang
berdimensi untuk membelokkan kekuatan-kekuatan sosial menuju hukum atau
yang menjauhi hukum. Kultur hukum merupakan gambaran dari perilaku dan
sikap terhadap hukum itu, serta keseluruhan dari faktor-faktor yang menetukan
bagaimana sistem hukum memperoleh tempat yang sesuai dan dapat diterima
oleh warga masyarakat di dalam kerangka budaya masyarakat.
- Menurut Sudikno Mertukusumo
Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang
mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
kesatuan tersebut.
- Menurut Bellefroid
Pengertian Sistem Hukum adalah rangkaian kesatuan peraturan-peraturan
hukum yang disusun secara tertib menurut asas-asasnya.
- Menurut Mariam Darus Badrulzaman
Definisi sistem hukum adalah sekumpulan asas-asas terpadu yang menjadi
landasan sebagai masyarakat yang tertib hukum.
- Menurut Scolten
Pengertian Sistem Hukum adalah kesatuan di dalam sistem hukum tidak ada
peraturan hukum yang bertentangan dengan peraturan-peraturan hukum lain dari
sistem itu.
- Menurut Subekti
Definisi sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu
keseluruhan dimana terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain,
tersusunan menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran tersebut
untuk mencapai suatu tujuan.
- Menurut Fuller
Menurut Fuller (1971), ada 8 persyaratan untuk adanya suatu sistem hukum.
Delapan asas yang dinamakan principles of legality itu adalah sebagai berikut :

5
a. suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh
mengandung sekadar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc
b. peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan;
c. tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut karena jika itu terjadi, maka
peraturan itu tidak bisa dipakai untuk menjadi pedoman tingkah laku;
d. peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti;
e. suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain;
f. peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa
yang dapat dilakukannya;
g. tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan karena dapat
menyebabkan seseorang kehilangan orientasi;
h. harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari.

Dalam arti lain, sistem hukum adalah suatu kesatuan peraturan-peraturan


hukum yang terdiri atas bagian-bagian (hukum) yang mempunyai kaitan
(interaksi) satu sama lain, yang tersusun sedemikian rupa menurut asas-asasnya,
dimana berfungsi untuk mencapai tujuan. Masing-masing bagian tidak berdiri
sendiri dan tetapi saling terikat. Dengan kata lain setiap bagian terletak pada ikatan
sistem, dalam kesatuan dan hubungannya yang sistematis dengan peraturan-
peraturan hukum lainnya.

2.1.2 Pembagian Hukum itu sendiri di golongkan dalam beberapa jenis :


1. Berdasarkan Wujudnya
a. Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan
dicantumkan dalam berbagai peraturan negara, Sifatnya kaku, tegas Lebih
menjamin kepastian hukum Sangsi pasti karena jelas tertulis Contoh: UUD,
UU, Perda.
b. Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam
keyakinan masyarakat tertentu (hukum adat). Alam praktik ketatanegaraan
hukum tidak tertulis disebut konvensi Contoh: pidato kenegaraan presiden
setiap tanggal 16 Agustus.

6
2. Berdasarkan Ruang atau Wilayah Berlakunya
Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di daerah tertentu saja (hukum
adat Manggarai-Flores, hukum adat Ende Lio-Flores, Batak, Jawa Minangkabau,
dan sebagainya. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di negara tertentu
(hukum Indonesia, Malaysia, Mesir dan sebagainya). Hukum internasional, yaiu
hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih (hukum perang,
hukum perdata internasional, dan sebagainya).
3. Berdasarkan Waktu yang Diaturnya
Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum); disebut juga hukum positif.
Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang (ius constituendum). Hukum
asasi (hukum alam).

2.1.3 Jenis – Jenis Tata Hukum di Indonesia

1. Hukum Perdata
Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi
setiap tingkah laku manusia untuk memenuhi kepentingan / kebutuhan nya atau
mengatur kepentingan-kepentingan seseorang.
Hukum perdata disebut pula hukum sipil atau hukum privat sebagai lawan dari
hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berhubungan dengan
negara serta kepentingan umum contohnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kejahatan (hukum pidana), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara). Maka hukum perdata mengatur hubungan
antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya perkawinan,
perceraian, pewarisan, kematian, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-
tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia sendiri bersumber pada hukum perdata yang
berlaku di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan kitap KUHPer yang berlaku di Indonesia merupakan terjemahan dari
hukum yang berlaku di kerajaan Belanda.

7
2. Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi
tingkah laku setiap manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum
a. Menurut Prof. Dr. Moeljatno, SH. menguraikan istilah hukum pidana bahwa
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disebuah
negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,
dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa
yang melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
diancamkan.
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilakasanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan
tersebut “.

Pada dasarnya, hukum pidana ini adalah bagian dari hukum publik. Hukum pidana
juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana formal dan hukum pidana
materiil.

1. Hukum pidana materiil merupakan hukum yang mengatur tentang penentuan


tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana atau sanksi. Di Indonesia
sendiri, pengaturan hukum pidana materiil disahkan dalam KUHP.

2. Hukum pidana formil merupakan hukum yang mengatur tentang pelaksanaan


hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil sudah
disahkan dalam UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana
(KUHAP).

8
3. Hukum Tata Negara (HTN)
Hukum Tata Negara (HTN) adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu
antara lain dasar pendirian, pembentukan lembaga-lembaga negara, struktur kelembagaan,
hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara.
Hukum Tata Negara juga merupakan hukum yang mengatur mengenai Negara
dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu Negara tertentu
tetapi lebih dari pada Negara dalam arti luas. Dengan kata lain, hukum ini membicarakan
Negara dalam arti yang abstrak.

4. Hukum Administrasi Negara (HAN) / Hukum Tata Usaha


Hukum Tata Usaha / Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah ketentuan-ketentuan
yang mengatur mengenai pengelolaan administrasi pemerintahan yang jika dalam arti luas
bertujuan dalam mengetahui cara tingkah laku negara dan alat-alat perlengkapan negara.
Hukum ini sejatinya mempunyai kemiripan dengan hukum tata Negara, dimana
kesamaannya terletak pada kebijakan pemerintah, sedangkan dalam hal perbedaan dengan
hukum tata Negara (HTN) lebih mengacu pada fungsi konstitusi yang digunakan oleh
Negara.

5. Hukum Acara atau Hukum Formal


Hukum Acara atau Hukum Formal adalah ketentuan hukum yang mengatur bagaimana
caranya menjamin ditaatinya dan dijalankannya hukum materiil. Dapat dikatakan juga
Hukum acara meliputi ketentuan-ketentuan tentang cara bagaimana orang harus
menyelesaikan masalah dan mendapatkan keadilan dari Hakim apabila kepentingannya atau
haknya dilanggar oleh orang lain atau sebaliknya bagaimana cara mempertahankan
kebenarannya apabila dituntut oleh orang lain
Di Indonesia terdapat dua macam Hukum Acara yakni Hukum Acara Pidana (Hukum
Pidana formil) dan Hukum Acara Perdata (Hukum Perdata formil).

9
1. Hukum Acara Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai cara
bagaimana mempertahankan dan menjalankan mengenai peraturan hukum perdata
material
2. Hukum Acara Pidana adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dalam cara
bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material

2.1.4 Budaya Hukum


Pada era reformasi dan globalisasi ini, pembangunan budaya hukum menjadi
sangat penting karena dizaman moderenisasi saat ini seakan semuanya serba mudah
karena didukung oleh teknologi yang canggih bahkan kejahatanpun bisa dilakukan
dengan mudah, perkembangan tersebut tentu akan berakibat juga terhadap berbagai
sendi kehidupan baik itu hukum, politik, ekonomi maupun sosial dan budaya oleh
setiap negara termasuk indonesia.

Di indonesia sendiri sudah mulai terasa budaya hukum masyarakat kita sudah
mulai terikis oleh kejamnya zaman, ini bisa kita lihat dimasyarakat banyak terjadi
konflik horizontal, pelanggaran HAM, narkotika, pelecehan seksual, kekrasan
terhadap anak, KKN(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) bukan hanya melibatkan
masyarakat biasa tetapi bahkan pejabat nagara, khususnya mengenai korupsi. Belum
lagi ditambah dengan proses penegakan hukum yang tumpul kebawah serta kisru
institusi penegak hukum yang seharusnya menegakkan keadilan justru saling
menjatuhkan, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap para
aparat penegak hukum kita. Bahkan banyak orang yang berpendapat bahwa
pembangunan supremasi hukum akan sulit dilakukan karena budaya hukum
masyarakat indonesia adalah budaya hukum patrimonial yang korup, pesimisme ini
muncul karena budaya biasanya diwarisi dan dihayati oleh masyarakat dari nenek
moyang sejak waktu yang sangat lama dan karenanya sulit untuk diubah.

Namun dalam kenyataan historis tampak juga bahwa tidaklah benar kalau
dikatakan bahwa masyarakat indonesia terjangkit budaya korupsi yang tak bisa
diubah. Sebab, dalam kenyataannya, budaya hukum di negeri ini pernah tumbuh dan
berkembang baik pada era tahun1950-an. Sebastian Pompe, penulis buku indonesia
supreme court, bahkan mengatakan bahwa nonsense kalau dikatakan bahwa budaya
hukum indonesia sadalah korupsi sebab, dalam hasil penelitiannya, judicial
corruption di Indonesia baru dimulai sekitar tahu 1974.

10
Sesuai teori yang dikemukakan oleh friedmann ada 3 aspek yang harus disentuh
secara simultan ketika hukum hendak ingin dibangun, yakni :

1. Substance (isi), berupa norma-norma hukum yang digunakan oleh para


penegak hukum maupun mereka yang diatur;

2. Structure (Aparat), yaitu berupa kelembagaan yang diciptakan oleh sistem


hukum untuk mendukung bekerjanya sistem hukum itu sendiri seperti :
pengadilan negeri, pengadilan administrasi, dan sebagainya;

3. Culture ( budaya). Yaitu Kultur hukum berupa ide, sikap, harapan, dan
pendapat tentang hukum yang secara keseluruhan mempengaruhi seseorang
untuk patuh atau tidak patuh terhadap hukum.

Hukum sebenarnya memiliki hubungan yang timbal balik dengan


masyarakatnya, dimana hukum itu merupakan sarana/alat untuk mengatur
masyarakat dan bekerja di dalam masyarakat itu sendiri sedangkan masyarakat dapat
menjadi penghambat maupun menjadi sarana/alat sosial yang memungkinkan hukum
dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu tanpa budaya hukum suatu
sitem hukum tidak akan berdaya. Dapat juga dikemukakan bahwa budaya hukum itu
merupakan bagian dari suatu sistem hukum yang juga memiliki dua bagian yang lain,
yakni struktur, substansi dan budaya hukum. Ketiga hal tersebut merupakan
subsistem dari sistem hukum yang saling berkaitan sehingga jika budaya hukum tidak
ada maka sistem itu akan lumpuh.Dari uraian diatas maka jelas bahwa budaya hukum
dalam kehidupan bermsyarakat, berbangsa dan bernegara sangatlah penting apalagi
negara kita adalah negara hukum, diamana seluruh aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara harus berdasarkan akan hukum.

11
2.1.5 Cara Menanamkan Budaya Hukum Dalam Kehidupan Bermasyarakat,
Berbangsa Dan Bernegara

Mengingat akan arti pentingnya budaya hukum maka perlu menjadi perhatian
pemerintah dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat agar benar-benar
tercipta suatu budaya hukum atau kesadaran hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Namun tak bisa dipungkiri budaya hukum di indonesia
mengalami sebuah kemunduran bahkan sangat terpuruk. Oleh karena untuk
memulihkan kembali dan meningkatkan budaya hukum masyarakat secara terus-
menerus perlu dilakukan langkah-langkah konkrit yang dapat diwujudkan dengan cara-
cara sebagai berikut:

1. Melalui Pendidikan.
Apabila kita melihat tujuan negara republik indonesia sebagaimana yang
dituangkan dalam konstitusi pada kalimat yaitu “untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketrtiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi, dan keadilan soisal” disini jelas memiliki hubungan erat
dengan pendidikan. Dimana kita dapat menanamkan budaya hukum melalui
pendidikan formal sejak dini, mulai dari TK, SD, SMP, SMA bahkan ditingkat
perguruan tinggi. Agar budaya hukum sudah tertanam sejak dini sehingga dengan
melaui cara budaya hukum benar-benar terwujud.
2. Sosialisasi dan Penyuluhan Hukum.
Masih banyaknya masyarakat yang kurang paham akan hukum utamanya
wilaya-wilaya pedalaman di Indonesia, sehingga sangat perlu diadakan Sosialisasi
dan penyuluhan hukum. Tentu dengan harapan masyarakat akan lebih tahun akan
hukum sehingga hal dapat membuat masyarakat akan arti pentingnya hukum dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Keteladanan
Keteladanan adalah hal yang sangat penting karena apa arti sebuah
pemehaman hukum tanpa dibarengi dengan nilai-nilai ketekadanan, nilai-nilai
keteladanan inilah yang akan menjadi cerminan kepada orang lain khususnya
generasi mudah, agar nantinya benar-benar tercipta keasadaran hukum sesuai
dengan cita-cita hukum itu sendiri.

12
4. Memperbaiki Penegakan Hukum
Tercoreng institsusi-institusi atau para aparat penegak hukum di indonesia saat
ini membuat masyarakat menimbulkan ketidak percayaan kepada para penegak
hukum, sehingga perlu ditingkatkannya integritasnya didalam menegakkan hukum,
hal tersebut diharapakan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap
para aparat penegak hukum.
Dengan dilaksanakannya cara-cara di atas maka diharapakan pembangunan
dan pengembangan budaya hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Sehingga dapat tercipta ketentraman, serta ketertiban dan tegaknya
hukum yang berintikan kejujuran, kebenaran dan keadilan untuk mewujudkan
kepastian hukum demi terwujudnya cita-cita hukum yang

2.2 Proses Pembentukan Kebijakan Publik


2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik
Istilah kebijakan yang tak asing didengar yakni, kebijakan publik yang
didefinisikan oleh James Anderson dalam bukunya Public Policy Making, yaitu
serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan
suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. Konsep kebijakan ini menitik
beratkan pada apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan atau
dimaksud. Dan dalam hal inilah yang membedakan kebijakan dari suatu keputusan
yang merupakan pilihan diantara beberapa alternatif yang ada, (Agustino, 2008 : 7-8).
Sedangkan Robert Eyestone mengartikan kebijakan publik secara luas sebagai
hubungan satu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pendapat yang diutarakan oleh
Eyestone tentang kebijakan publik sangat luas dan mencakup banyak hal sehingga
terlihat tidak ada batasan dalam definisi Robert tentang kebijakan publik, (Winarno,
2012:20).
Pengertian kebijakan lainya dikemukakan oleh Carl Fredrich dalam Agustino,
(2008:17) adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seorang , kelompok 9 atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan- hambatan
dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan
mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau

13
maksud tertentu. Dari definisi ini dapat kita lihat bahwa kebijakan dipahami sebagai
tindakan yang dilakukan pemerintah, kelompok maupun individu untuk mencapai
tujuan tertentu. Istilah kebijakan ini dimaksudkan untuk menentukan arah tindakan.
Bagaimanapun juga kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan
daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.
Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah
usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mencapai tujuan yang diusulkan
oleh individu atau kelompok guna memecahkan masalah yang sedang dihadapi yang
diharapkan bisa memberikan solusi terhadap masalah publik. Pada pelaksanaan
kebijakan tentu saja nantinya akan ditemui hambatan-hambatan. Oleh sebab itu maka
untuk menetapkan satu kebijakan bukanlah perkara yang mudah, kebijakan yang akan
dibuat harus disesuaikan dengan mempertimbangkan nilai- nilai yang berlaku dalam
masyarakat.

2.2.2 Model – model Perumusan Kebijakan Publik


Menurut Thomas R.Dye (1995) ada 9 model dalam merumuskan kebijakan publik.
1. Model Kelembagaan
Formulasi kebijakan dengan model ini bermakna bahwa tugas membuat kebijakan
adalah tugas pemerintah (lembaga legislatif). Jadi apapun yang dibuat pemerintah
adalah kebijakan publik. Dye membenarkan model ini karena 3 alasan :
a. Pemerintah memang lembaga yang sah dalam membuat kebijakan
b. Fungsi pemerintah universal
c. Pemerintah punya hak monopoli fungsi pemaksaan
Kelemahan pendekatan ini adalah terabaikannya masalah lingkungan tempat
diterapkannya kebijakan karena pembuatan kebijkan tidak berinteraksi dengan
lingkungan.

2. Model Proses
Politik adalah sebuah aktivitas sehingga mempunyai proses. Proses yang diakui
dalam model proses ini adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi Permasalah
b. Menata Agenda Formulasi Kebijakan
c. Perumusan Proposal Kegiatan

14
d. Legitimasi Kebijakan
e. Implementasi Kebijakan
f. Evaluasi Kebijakan

3. Model Kelompok
Model kebijakan teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai titik
keseimbangan (equilibrium). Disini beberapa kelompok kepentingan berusaha
mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif.

4. Model Elit
Berkembang dari teori elit masa dimana masyarakat sesungguhnya hanya ada
dua kelompok yaitu kelompok pemegang kekuasaan (elit) dan yang tidak
memegang kekuasaan. Kesimpulannya kebijakan yang muncul adalah bias dari
kepentingan kelompok elit dimana mereka ingin mempertahankan status quo.
Model ini tidak menjadikan masyarakat sebagai partisipan pembuatan kebijakan.

5. Model teori Rasional


Pengambilan kebijakan berdasarkan perhitungan rasional. Kebijakan yang
diambil adalah hasil pemilihan suatu kebijakan yang paling bermanfaat bagi
masyarakat. Disini terdapat cost-benefit analysis atau analisa biaya dan manfaat.
Rangkaian formulasi kebijakan pada model ini :
a. Mengetahui preferansi publik dan kecenderungannya
b. Menemukan pilihan pilihan
c. Menilai konsekuensi masing masing pilihan
d. Menilai rasio nilai sosial yang dikorbankan
e. Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien

6. Model Inkremental
Model ini adalah kritik dari model rasional, karena tidak pembuat kebijakan
tidak cukup waktu, intelektual dan biaya. Dengan model pemerintah menurut
dengan kebijakan dimasa lalu yang dimodifikasi.

15
Namun dari yang sudah terjadi pengambilan kebijakan masa lalu yang
digunakan lagi justru berdampak negatif. Contoh kebijakan pemerintah tentang
desentralisasi, kepartaian, Letter of Intent IMF, dan lainnya.
Kesimpulannya Kebijaka inkremental adalah berusaha mempertahankan
komitmen kebijakan di masa lalu untuk mempertahannkan kinerja yang telah
dicapai.

7. Model Teori Permainan


Gagasan pokok dari kebijakan dalam model teori permainan adalah:
a. Formulasi kebijakan berada pada situasi kompetisi yang intensif
b. Para aktor berada dalam situasi pilihan yang tidak independent ke dependen.
Kunci memenang kebijakan dalam model ini adalah tergantung kebijakan
yang tahan dari serangan lawan bukan yang paling optimum.

8. Model Pilihan Publik


Model ini melihat kebijakan sebagai sebuah proses formulasi keputusan
kolektif dari individu yang berkepentingan atas keputusan tersebut. Secara umum
model ini adalah yang paling demokratis karena memberikan ruang yang luas
kepada publik untuk mengontribusikan pilihannya kepada pemerintah sebelum
diambil keputusan. Namun terkadang kebijakan yang diambil adalah kepentingan
dari pendukung suatu partai maka dari itu pemuasan yang diberikanpun hanya
sepihak yaitu pada pemilih.

9. Model Sistem
David Easton model sistem secara sederhana dapat dilihat seperti input-
proses-output. Kelemahan Model sistem adalah keterfokusan hanya pada apa
yang dilakukan pemerintah namun lupa tentang hal yang dilakukan pemerintah.

16
2.2.3 Tahapan Proses Pembentukan Kebijakan
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks kerena
melibatkan banyak proses maupun variable yang harus dikaji. Oleh karena itu,
beberapa ahli politik yang menaru minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi
proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahapan. Tujuan 10 pembagian
seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik.

Gambar 2.1. Tahapan Kebijakan Publik


Sumber : Winarno. 2012. Kebijakan Publik. Hal 12

A. Tahap Penyusunan Agenda


Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam
realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai
apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik
dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah
publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak
mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.

Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik
yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy
issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy
issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor

17
mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan
pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn
(1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik
tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah
tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.

Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik
(Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986)
diantaranya:

1. telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman
yang serius;
2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis;
3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat
manusia) dan mendapat dukungan media massa;
4. menjangkau dampak yang amat luas ;
5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah
dirasakan kehadirannya)

Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah


pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara
lainnya ditunda untuk waktu lama.

Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-


undang mengirimkan ke komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari
dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.

Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat


urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan
tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.

18
B. Tahap Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan publik ialah langkah paling awal dalam proses kebijakan
publik secara keseluruhan.Oleh karenannya apa yang terjadi pada fase ini akan
sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat pada masa
yang akan datang. Menurut Anderson (Dalam Winarno, 2007 : 93) formulasi
kebijakan menyangkut upaya menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif
disepakati untuk masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa yang
berpartisipasi.
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan
tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat
dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu
kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya
sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi
(Wibawa; 1994, 2). Tjokroamidjojo (Islamy; 1991, 24) mengatakan bahwa folicy
formulation sama dengan pembentukan kebijakan merupakan serangkaian
tindakan pemilihan berbagai alternatif yang dilakukan secara terus menerus dan
tidak pernah selesai, dalam hal ini didalamnya termasuk pembuatan keputusan.
Lebih jauh tentang proses pembuatan kebijakan negara (publik), Udoji (Wahab ;
2001, 17) merumuskan bahwa pembuatan kebijakan negara sebagai “The whole
process of articulating and defining problems, formulating possible solutions into
political demands, channelling those demands into the political systems, seeking
sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation and
implementation, monitoring and review (feedback)”.
Tahap-tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung yang
terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya, dan
tahap terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan
agenda) atau tahap ditengah dalam aktivitas yang tidak linear.

C. Tahap Adopsi Kebijakan


Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga
negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah Mendukung.

19
Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat
baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir
pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-
simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung
pemerintah

D. Tahap Implementasi Kebijakan


Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi,
implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu
kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap
akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.
Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-
masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan
masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

E. Tahap Evaluasi Kebijakan


Sebagai suatu proses kolektif, pengesahan kebijakan merupakan proses
penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap prinsip-prinsip yang diakui
dan diterima (comforming to recognized principles or accepted standards).
Landasan utama untuk melakukan pengesahan adalah variabel-variabel sosial
seperti sistem nilai masyarakat, ideologi negara, sistem politik dan sebagainya.
Proses pengesahan suatu kebijakan biasanya diawali dengan kegiatan
persuasion dan bargaining (Andersson; 1966, 80). Persuasion diartikan sebagai
“Usaha-usaha untuk meyakinkan orang lain tentang sesuatu kebenaran atau nilai
kedudukan seseorang, sehingga mereka mau menerimanya sebagai milik sendiri”.
Sedangkan Bergaining diterjemahkan sebagai “Suatu proses dimana dua orang
atau lebih yang mempunyai kekuasaan atau otoritas mengatur/menyesuaikan
setidak-tidaknya sebagian tujuan-tujuan yang tidak mereka sepakati agar dapat
merumuskan serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama meskipun itu
tidak terlalu ideal bagi mereka”.

20
Yang termasuk ke dalam kategori bargaining adalah perjanjian (negotiation),
saling memberi dan menerima (take and give) dan kompromi (compromise). Baik
persuasion maupun bargaining, kedua-duanya saling melengkapi sehingga
penerapan kedua kegiatan atau proses tersebut akan dapat memperlancar proses
pengesahan kebijakan.

2.3 PROSES APBDN dan APBD


2.3.1 Definisi APBDN dan APBD
APBN adalah singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan
terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu
tahun anggaran ( 1 Januari – 31 Desember) yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan
undang-undang.
Setiap tahun pemerintahan menghimpun dan membelanjakan dana melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Istilah ini mengacu pada anggaran yang
digunakan
oleh pemerintah pusat dan bukan termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daer
ah dan juga anggaran BUMN. Penyusunan anggaran negara merupakan rangkaian
aktivitas yang melibatkan banyak pihak, termasuk semua departemen dan lembaga
serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Peran DPR dalam penyusunan anggaran
menyebabkan penyusunan anggaran lebih transparan, demokratis, objektif dan
akuntabel.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa APBN harus diwujudkan dalam
bentuk Undang-Undang. Dalam hal ini presiden berkewajiban menyusun dan
mengajukan Rancangan APBN (RAPBN) kepada DPR. RAPBN tersebut memuat
asumsi umum yang mendasari penyusunan APBN, perkiraan penerimaan,
pengeluaran, transfer,defisit/surplus, pembiayaan defisit serta kebijakan pemerintah.
Selain itu APBN juga memuat perkiraan terperinci mengenai penerimaan dan
pengeluarandepartemen/lembaga, proyek, data aktual, proyeksi perekonomian, dan
informasi terkait lainnya. Semuanya dituangkan dalam Nota Keuangan yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RUU APBN yang disahkan kepada
DPR.

21
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
PerwakilanRakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan
Negara). Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan
dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam
rangka pelaksanaantugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran
yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak
dicatat dalam APBD. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam
satu tahun anggaran.
APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua
Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran
tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target
yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan
yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai
jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1
Januaridan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengel
olaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasark
an kerangka waktu tersebut. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu
sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari
perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang
dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang
dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan
melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah
belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak bole
h melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan.Penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang
cukup.Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk
membiayai pengeluaran tersebut.

22
APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan, pendapatan terdiri
atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. Bagian dana
perimbangan, yangmeliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus, kemudian pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana
darurat. Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

2.3.2 Fungsi APBDN dan APBD


Ditinjau dari kebijakan fiskal, APBN dan APBD mempunyai beberapa fungsi
yang mencakup:
1. Fungsi alokasi
APBN/ APBD dapat digunakan untuk mengatur alokasi dana dari
seluruh pendapatan negara/ daerah kepada pos-
pos belanja untuk pengadaaan barang- barang dan jasa-jasa publik , serta
pembiayaan pembangunan lainnya.
2. Fungsi distribusi
Bertujuan untuk menciptakan pemerataan atau mengurangi kesenjangan antar
wilayah, kelas sosial maupun sektoral.
3. Fungsi stabilitas
APBN/ APBD merupakan salah satu instrumen bagi pengendalian
stabilitas perekonomian negara/ daerah.
4. Fungsi otorisasi
APBN/ APBD yang ditetapkan menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan
dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
5. Fungsi perencanaan
APBN/ APBD menjadi pedoman bagi pemerintah dalam merencanakan
kegiatan bagi tahun yang bersangkutan.
6. Fungsi pengawasan
APBN/ APBD menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaran pemerintah pusat/ daerah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan.

23
2.3.3 Tujuan APBN dan APBD
Tujuan dari dilaksanakan APBN dan APBD adalah sebagai pedoman
penerimaan negara/ daerah agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka
melaksanakantugas negara/ daerah untuk tercapainya peningkatan produksi yang
tinggi, kesempatankerja yang luas, dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pada akhirnya, semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan
makmur, baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta
untuk mengatur pembelanjaan dan penerimaan negara/ daerah agar tercapai
kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi secara merat.

2.3.4 Dasar Hukum Penyusunan APBN dan PBD


Landasan hukum dari penyusunan APBN adalah terdapat dalam pasal 23 ayat
1 UUD1945 yang menyebutkan : ”Tiap - tiap tahun APBN di tetapkan undang-undang.
Apabila dalam menyetujui anggaran yang di usulkan pemerintah maka pemerintah
memakai anggaran tahun lalu”.
Sedangkan penyusunan APBD, Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan
tugas berbantuan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah yang disingkat APBD.

2.3.5 Prinsip Penyusunan APBN dan APBD


Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
1. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
2. Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
3. Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan
denda

Berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah :


1. Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
2. Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan

24
3. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

Sedangkan asas penyusunan APBN didasarkan atas :


 Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri
 Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
 Penajaman prioritas pembangunan
 Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara

Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran


Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana
bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Nega
ra dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1. Kesatuan, azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan
Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas, azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan
secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan, azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun
tertentu.
4. Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci
secara jelas peruntukannya.
5. Aktual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani
untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untu
k penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar at
au belum diterima pada kas.
6. Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat
terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.

25
2.3.6 Jenis – jenis Penerimaan Negara
Jenis-jenis pendapatan negara dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Penerimaan dalam negeri
a. Penerimaan pajak yang terdiri dari pajak dalam negeri (PPh, PPn, PBB, bea
atas tanah dan cukai) dan pajak perdagangan internasional (bea masukdan
pajak ekspor).
b. Penerimaan bukan pajak yang terdiri dari penerimaan SDA

2. Hibah
Sedangkan Jenis-jenis pendapatan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Adalah penerimaan yang diperoleh dari pungutan-pungutan daerah berupa :
1. Pajak daerah.
2. Retribusi daerah.
3. Hasil pengolahan kekayaan daerah.
4. Keuntungan dari perusahaan-perusahaan milik daerah.
5. Lain-lain PAD.

b. Dana Perimbangan
Adalah dana yang dialokasikan dari APBN untuk daerah sebagai pengeluaran
pemerintah pusat untuk belanja daerah Dana perimbangan terdiri dari :
1. Dana bagi hasil
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah
sebagai hasil dari pengelolaan sumber daya alam didaerah oleh pemerintah
pusat.
2. Dana alokasi umum
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada
daerahdengan tujuan sebagai wujud dari pemerataan kemampuan keuangan
antara daerah.
3. Dana alokasi khusus
Yaitu dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus daerah yang
disesuaikan dengan prioritas nasional.

26
c. Pinjaman daerah
d. Penerimaan lain-lain yang sah berupa :
 Penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro
dan pendapatan bunga.
 Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
 Komisi, penjualan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan pengadaan barang atau jasa oleh daerah.

2.3.7 Jenis – Jenis Pengeluaran Negara/Daerah


Jenis-jenis Belanja Negara terdiri dari :
1. Pengeluaran rutin. Ex : Belanja pegawai, belanja barang dalam negeri dan luar
negeri, subsidi daerah otonomi, biaya dan cicilan utang dalam negeri dan luar
negeri.
2. Pengeluaran pembangunan
Pembiayaan rupiah, bantuan proyek.

Jenis-jenis Belanja Daerah terdiri dari :

1. Belanja tidak langsung


Merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung
ini terdiriatas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi
hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga
2. Belanja langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung
dari suatu kegiatan terdiriatas belanja pegawai (honorarium/ upah), belanja
barang dan jasa, dan belanja modal.

Sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda pasal 155, belanja daerah
dilaksanakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah,
sedangkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah didanai dari
danatas beban APBN.

27
2.3.8 Proses Perumusan APBN dan APBD
A. Proses Penyusunan APBN

Pemerintah menyusun RAPBN dalam bentuk nota keuangan,di ajukan ke


DPR. Oleh DPR, RAPBN tersebut di sidangkan. Jika RABN di tolak maka yang di
gunakan adalah APBN tahun lalu. Jika RAPBN di terima maka di
sahkan menjadi APBN. APBN tersebut selanjutnya di kembalikan pemerintah
(presiden dan para menteri di laksanakan).

 Ruang lingkup APBN

APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran yang ditampung


dalam satu rekening yang disebut rekening Bendaharawan Umum Negara (BUN) di
Bank Sentral. Pada dasarnya seluruh penerimaan dan pengeluaran harus dimasukkan
dalam rekening tersebut, kecuali pada alasan berikut :

a. Untuk mengelola pinjaman luar negeri untuk proyek tertentu sebagaimana


diisyaratkan oleh pemberi pinjaman.
b. Untuk mengadministrasikan dan mengelola dana-dana tertentu (seperti dana
cadangan dan dana penjaminan deposito).
c. Untuk mengadministrasikan penerimaan dan pengeluaran lainnya yang
dianggap perlu untuk dipisah dari rekening BUN, di mana suatu penerimaan haru
s digunakan untuk tujuan tertentu.
 Format APBN

Perkiraan-perkiraan di APBN terdiri atas penerimaan, pengeluaran,


transfer,surplus/defisit dan pembiayaan. Selama tahun anggaran 1969/1970 sampai
dengan1999/2000. APBN menggunakan format T-account. Format ini memiliki
kekurangan karena tidak menjelaskan mengenai pengendalian defisit dan kurang
transparan. Mulai tahun anggaran 2000, format APBN diubah menjadi menggunakan
I-account . Tujuan perubahan ke I- account adalah :

a. Meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN


b. Mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan
dan pengelolaan APBN.
c. Mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan anggaran negara lain.

28
d. Mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang
didistribusikan oleh pemerintah pusat ke pemda mengikuti pelaksanaa UU
tentang perimbangan keuangan pusat daerah.

Adapun perbedaan utama antara T-account dengan I-account adalah :


T-Account.
1. Sisi penerimaan dan pengeluaran dipisahkan ke dalam kolom yang berbeda
2. Mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis.
3. Tidak menunjukan dengan jelas komposisi anggaran yang dikelola
pemerintah pusat dan pemda.
4. Pinjaman luar negeri dianggap sebagai penerimaan pembangunan dan pembayaran
cicilan utang luar negeri dianggap sebagai pengeluaran rutin.
I-account
1. Sisi penerimaan dan pengeluaran tidak dipisahkan.
2. Menerapkan anggaran defisit/surplus.
3. Menunjukan dengan jelas jumlah anggaran yang dikelola oleh Pemda.
4. Pembiyaan luar negeri dan cicilannya dianggap sebagai pembiayaan anggaran

B. Proses penyusunan APBD


 Prinsip penyusunan APBD
Penyusunan APBD Tahun Anggaran harus didasarkan prinsip sebagai berikut:
1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah
2. APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal
3. Penyusunan APBD dilakukan secara transparan,dimana memudahkanmasyarakat
untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang
APBD.
4. Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat.
5. APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya
 Penyusunan Rancangan APBD
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dan
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perludiperhatikan

29
kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya.
Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari dan atas beban APBD.
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
c. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya
dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban
APBD provinsi.
d. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang
penugasannyadilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD
kabupaten/kota.

Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk


uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan
dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar
hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan
kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan

2.4 Contoh Alokasi Penggunaan Anggaran Kesehatan

a. Pembangunan Gedung Pelayanan Kesehatan


b. Alat Pelayanan Kesehatan
c. PBI/Bansos
d. Makanan Tambahan Untuk Masyarakat
e. Obat/Vaksin
f. BMHP dan Oprs RS/balai kesehatan
g. Pendidikan & pelatihan
h. Pencegahan dan pengendalian penyakit
i. Sosialisasi/workshop/diseminasi/pertemuan
teknis/sosialisasi/koordinasi/Akreditasi RS/Puskesmas dan SPA/Telemedicine
j. Promkes (preventif-promotive)

30
k. Pembangunan Non Fisik Lainnya (Riskesnas,penelitian, Kes.Haji)
2.4.1 Contoh Analisis Anggaran Kesehatan
a. Dari analisis cakupan sasaran kegiatan Dekon seperti orientasi, pelatihan,
sosialisasi baru berkisar 26% s.d 55% dari sasaran, maka untuk kegiatan
Dekon perlu optimalisasi pemanfaatan anggaran yang diarahkan untuk
perluasan cakupan sasaran.
b. Peningkatan kualitas belanja sehingga semakin efektif dan efisien untuk
meningkatkan Value for Money melalui pembelajaran yang baik (best
practices) antara lain melalui peningkatan sinkronisasi, kolaborasi dan
integrasi lintas program, lintas sektor serta antara pusat dan daerah.
c. Peningkatan alokasi DAK perlu diiringi dengan optimalisasi pemanfaatan
hasil sehingga semakin mendukung pembangunan kesehatan di daerah.
Hambatan administratif dalam penyerapan anggaran DAK agar diantisipasi
dan dicarikan solusinya dimasing-masing daerah

Terobosan Kementerian Kesehatan atau kebijakan berupa GERMAS harus


mempertimbangkan dukungan komponen biaya sebagai input yang
berkontribusi langsung dalam operasional kegiatan seperti biaya transportasi
kegiatan penyuluhan lapangan, biaya pengembangan kompetensi SDM promosi
kesehatan, biaya modal pengembangan media promosi kesehatan, biaya
advokasi pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan, menjelaskan bahwa program
BOK merupakan bentuk dukungan pemerintah untuk penyelenggaraan operasional
Puskesmas. Pemerintah berharap petugas Puskesmas dan jaringannya
melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif/preventif serta
meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan upaya kesehatan promotif dan
preventif. Hasil pengolahan data menginformasikan bahwa hampir semua
puskesmas memperoleh dana BOK dan merupakan sumber dana terbesar, sekitar
80 – 90%, untuk operasional kegiatan promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat. Penggunaan dana BOK ini lebih dominan untuk kegiatan
peningkatan pendidikan tenaga penyuluh kesehatan, peningkatan manajemen
usaha kesehatan sekolah, penyuluhan masyarakat pola hidup sehat, monitoring

31
evaluasi, pelatihan dokter kecil/remaja, advokasi, dan pengembangan desa siaga.
Hal ini menunjukkan optimalisasi puskesmas terhadap pendanaan BOK sudah sesuai
petunjuk teknis BOK Tahun 2014. Kementerian Kesehatan berharap program BOK
dapat terus ditingkatkan penggunaannya sebagai salah satu indikator penilaian
pembangunan kesehatan sebagaimana yang tertuang dalam Petunjuk Teknis
Bantuan Operasional Kesehatan tahun 2014.

32
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya
hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara sangatlah
penting untuk mencapai cita-cita hukum dan cita-cita bangsa indonesia
sebagaimana yang dituangkan dalam konstitusi. Dan untuk mengembangkan dan
meningkat budaya hukum di Indonesia maka dapat dilakukan dengan cara melalui
pendidikan, penyuluhan, sosialisasi, keteladanan dan penegakan hukum yang
berintegritas.
Masalah nilai dalam diskursus analisis kebijakan publik, merupakan aspek metapolicy
karena menyangkut substansi, perspektif, sikap dan perilaku, baik yang tersembunyi
ataupun yang dinyatakan secara terbuka oleh para actor yang bertanggung jawab dalam
perumusan kebijakan publik. Masalah nilai menjadi relevan untuk dibahas karena ada satu
anggapan yang mengatakan bahwa idealnya pembuat kebijakan itu seharusnya memiliki
kearifan sebagai seorang filsuf raja, yang mampu membuat serta mengimplementasikan
kebijakan-kebijakannya secara adil sehingga dapat memaksimalkan kesejahteraan umum
tanpa melanggar kebebasan pribadi.
Meskipun demikian, realita menunjukkan bahwa kebanyakan keputusan-keputusan
kebijakan tidak mampu memaksimasi ketiga nilai tersebut di atas. Juga, tidak ada bukti
pendukung yang cukup meyakinkan bahwa nilai yang satu lebih penting dari yang lainnya.
Oleh karena itu, maka keputusan-keputusan kebijakan mau tidak mau haruslah
memperhitungkan multi-nilai (multiple values). Kesadaran akan pentingnya multiple
values itu dilandasi oleh pemikiran “ethical pluralism”, yang dalam teori pengambilan
keputusan sering disebut dengan istilah “multi objective decision making”.
Pada tataran ini, menjadi jelas bahwa para pembuat kebijakan idealnya memperhatikan
semua dampak, baik positif maupun negatif dari tindakan mereka, tidak saja bagi para
warga unit geopolitik mereka, tetapi juga warga yang lain, dan bahkan generasi di masa
yang akan datang. Oleh karena itu, proses pembuatan kebijakan yang bertanggung jawab

33
ialah proses yang melibatkan interaksi antara kelompok-kelompok ilmuwan, pemimpin-
pemimpin organisasi professional, para administrator dan para politisi.
Pentingnya perumusan APBN dan APBD bagi suatu negara menyebabkan
munculnya gagasan untuk mempelajari bagaimana tata cara perumusan dan
pengelolaan keuangan negara tersebut. Dengan adanya makalah mengenai APBN
dan APBD ini diharapkan pembaca dapat mengetahui proses dan tata cara
perumusan APBN dan APBD mulai dari tahap perumusan dan pengajuan sampai
tahap pengesahannya.

3.2 SARAN
Berdasarkan atas pertimbangan-pertibangan diatas maka penyusun
merekomendasikan/saran agar pemerintah bekerja sama dengan seluruh
komponen masyarakat dalam mewujudkan indonesia yang berbudaya hukum
dengan cara melalui pendidikan, penyuluhan, sosialisasi, keteladanan dan
penegakan hukum yang berintegritas. Dengan melakasanakan cara-cara
tersebut secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Sudah saatnya pemerintah mengubah mainset dalam memformulasikan
kebijakan publik. Jika sebelumnya mainset yang digunakan oleh pemerintah dalam
merumuskan kebijakan adalah bersifat problem oriented, sehingga cenderung berfokus
pada prosedur dan aturan untuk memecahkan masalah, yang berdampak pada birokrasi
pita merah (red tape). Maka untuk saat ini dan di masa mendatang, mainset yang
digunakan dalam memformulasikan kebijakan harus bersifat goal oriented. Sehingga
kebijakan yang dirumuskan tidak membuat masyarakat terjebak pada aturan dan
prosedur yang rumit, namun yang terpenting adalah bagaimana tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai, tanpa terlepas dari nilai-nilai fundamental sebagai landasan
untuk berfikir dan bertindak.
APBN/APBD merupakan upaya yang dilakukan pemerintah sebagai
pedoman pengeluaran dan penerimaan Negara/daerah agar terjadi keseimbangan yang
dinamis dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya
peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan
makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena

34
itu, DPR dengan hak legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimilikinya perlu
lebih berperan dalam mengawal APBN. sehingga APBN benar-benar dapat secara
efektif menjadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian
negara dengan baik.

35
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Hakim ,Abdullah, 2012.Negara Hukum dan Demokrasi Indonesi,(Yogyakarta:Pustaka


Pelajar, ), hlm.8.
Mahfud Md,Moh. 2011. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi.
(Jakarta:PT. RajaGarfindo, cetakan Perasada. Cetakan ke-2, ). hlm.217
Waluyadi,2001.Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif. (Jakarta:Djambatan).
hlm.44
Astawa, I Gde Pantja dan Na’a Suprin, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2012) hlm.3
AG.Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budi, Winarno. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
Drs.H.Abdul Kahar Badjuri dan Drs.Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. Kebijakan Publik Konsep
dan Strategi. Kingdong 199. Hal 33.

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta: PT. Gramedia. Halaman 356

Knowledge Sector Initiative (2015, Mei). Modul Kebijakan Publik. Dikutip 25 Oktober 2019
dari : https://www.ksi-indonesia.org › material › Modul-Pelatihan-Analis-Kebijakan

Blog staff UNDIP (2010).Analisa Kebijakan Publik. Dikutip 25 Oktober 2019 dari blog staff
UNDIP: http://eprints.undip.ac.id/61340/2/BAB_I.pdf
Permata, Bayu Putra. (2014). Proses Penyusunan APBN dan APBD. Dikutip 25 Oktober 2019
dari academia:
https://www.academia.edu/9495727/Proses_Penyusunan_APBN_dan_APBD

36

Anda mungkin juga menyukai