Anda di halaman 1dari 7

1.

Pengertian Gerhana

Apakah yang dimaksud dengan Kusuful Qamar dan Khusufusy Syams?

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

‫وجمهور أهل اللغة وغيرهم على أن الخسوف والكسوف يكون لذهاب ضوئهما كله و يكون لذهاب بعضه‬

“Menurut mayoritas ahli bahasa dan selain mereka, bahwa khusuf dan kusuf itu terjadi karena
hilangnya cahaya keduanya (matahari dan bulan) secara keseluruhan, dan karena juga
hilangnya sebagiannya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/198)

gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah khusuf ( ‫ ) الخسوف‬dan
juga kusuf ( ‫ ) الكسوف‬sekaligus. Secara bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang
sama. Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan sama-sama disebut dengan kusuf dan juga khusuf
sekaligus.1

Namun masyhur juga di kalangan ulama penggunaan istilah khusuf untuk Gerhana Bulan dan
kusuf untuk Gerhana Matahari

Kusuf adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang
hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.

Khusuf adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam
hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan
matahari.2

2. Ibadah-ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan ketka terjadinya gerhana

a. Sholat gerhana
1.) Dalil Pensyariatannya
Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat
Islam sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.Dalilnya adalah firman
Allah SWT. :
‫ش ْم ِس َو ََل ِل ْلقَ َم ِر َوا ْس ُجدُوا ِ َّّلِلِ الَّذِي‬
َّ ‫س َو ْالقَ َم ُر ََل ت َ ْس ُجدُوا ِلل‬ ُ ‫َو ِم ْن آيَا ِت ِه اللَّ ْي ُل َوالنَّ َه‬
َّ ‫ار َوال‬
ُ ‫ش ْم‬
َ‫َخلَقَ ُه َّن ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ِإيَّاهُ ت َ ْعبُدُون‬

1
Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 2 hlm. 1421
2
http://lppi.ump.ac.id/index.php/styles/berita/110-shalat-gerhana-kusuf-dan-khusuf
“Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta
adanya matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan
tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. “ (QS. Fushshilat:
37)
Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan
matahari dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat Gerhana Matahari
dan Gerhana Bulan.Selain itu juga Rasulullah SAW bersabda:

،‫ فَإِذَا َرأ َ ْيت ُ ُمو ُه َما‬،‫ت أ َ َح ٍد َوَلَ ِل َح َياتِ ِه‬ ِ َ‫ َلَ يَ ْن َك ِسف‬،ِ‫َّللا‬
ِ ‫ان ِل َم ْو‬ َّ ‫ت‬ ِ ‫َان ِم ْن آ َيا‬ِ ‫س َوالقَ َم َر آ َيت‬ َّ ‫ِإ َّن ال‬
َ ‫ش ْم‬
‫ي‬َ ‫صلُّوا َحتَّى يَ ْن َج ِل‬ َّ ‫عوا‬
َ ‫َّللاَ َو‬ ُ ‫فَا ْد‬
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-
tanda kebesaran Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan
kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka
lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai fenomena itu.” (HR. Bukhari no.
1043, Muslim no. 915)
Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di
negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk
perempuan. Atau diperintahkan kepada orang-orang yang wajib melakukan shalat
Jumat. Namun meski demikian, kedudukan shalat ini tidak sampai kepada derajat
wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada kewajiban selain shalat
5 waktu semata.

Khadimus Sunnah, syeikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:

‫ وأن اَلفضل أن تصلى في جماعة‬،‫اتفق العلماء على أن صالة الكسوف سنة مؤكدة في حق الرجال والنساء‬
‫وإن كانت الجماعة ليست شرطا فيها‬

Para ulama telah sepakat, bahwasanya shalat gerhana adalah sunah muakadah
(sunah yang ditekankan) bagi kaum laki-laki dan wanita, dan afdhalnya dilakukan
secara berjamaah, hanya saja berjamaah itu bukan syarat sahnya shalat gerhana.
(Fiqhus Sunnah, 1/213)

Imam An Nawawi Rahimahullah juga menjelaskan:

‫وأجمع العلماء على أنها سنة ومذهب مالك والشافعي وأحمد وجمهور العلماء أنه يسن فعلها جماعة وقال‬
‫العراقيون فرادى‬

Ulama telah ijma’ bahwa shalat gerhana adalah sunah, dan madzhab Maliki,
Syafi’i, Hambali, dan mayoritas ulama bahwa shalat tersebut disunahkan
dilakukan dengan cara berjamaah. Sedangkan ‘Iraqiyin (para ulama Iraq, yakni
Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya, pen) berpendapat dilakukan sendiri saja.
(Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/198) Artinya, tidak mengapa dilakukan
sendiri, namun menghidupkan sunah –yakni berjamaah- adalah lebih utama, sebab
begitulah yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama para
sahabatnya, dan ini menjadi pegangan umumnya fuqaha.
2.) Waktu pelaksanaannya

Waktunya adalah sejak awal gerhana sampai keadaan kembali seperti sedia kala.
Syeikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:
‫ووقتها من حين الكسوف إلى التجلي‬
Waktunya adalah dari sejak gerhana sampai kembali tampak (sinarnya). (Fiqhus
Sunnah, 1/215)Dengan kata lain, seperti yang dikatakan oleh syeikh Wahbah Az
Zuhaili Hafizhahullah:
‫تصلى هذه الصالة وقت حدوث الكسوف والخسوف‬
Dilaksanakannya shalat ini adalah pada waktu terjadinya gerhana (Al-Kusuf dan
Al-Khusuf). (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/552)
Sehingga, shalat gerhana belum boleh dilaksanakan jika belum mulai gerhana, dan
sebaliknya jika sudah nampak terang atau sinar lagi secara sempurna, selesailah
waktu dibolehkannya pelaksanaan shalat gerhana.3

3.) Tata Cara Pelaksanaannya

Shalat Gerhana Matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah, sebab
dahulu Rasulullah SAW. mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat
gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah ra.
Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang
disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz “Ash Shalatu Jamiah“.
Dalilnya adalah hadits berikut: Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa
Rasulullah SAW. mengutus orang yang memanggil shalat dengan
lafaz: Ash shalatu jamiah”. (HR. Muttafaqun alaihi).
Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara)
maupun dengan jahr (mengeraskannya).
Juga disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab
shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah
Shalat ini juga dilakukan dengan khutbah menurut pendapat Asy Syafi`i.
Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah
Jumat.
Dalilnya adalah hadits Aisyah ra. berkata,”Sesungguhnya ketika Nabi SAW
selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan
memuji Allah, kemudian bersabda,”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah
sebuah tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Keduanya tidak menjadi
gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian
mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai
fenomena itu.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubatdari dosa serta
untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar (minta
ampun).
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk
diberikan peringatan (al-wa`zh) kepada para jamaah yang hadir setelah shalat,

3
: http://www.dakwatuna.com/2014/10/08/58056/fiqih-shalat-gerhana/#ixzz4bculfN8q
namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar. Al-Hanafiyah dan Al-
Hanabilah juga tidak mengatakan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab
pembicaraan nabi SAW setelah shalat dianggap oleh mereka sekedar memberikan
penjelasan tentang hal itu.
Untuk teknis shalatnya sendiri, Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2
rakaat.Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca
qiraah surat Al-Quran, 2 ruku` dan 2 sujud.

Dalil yang melandasi hal tersebut adalah: Dari Abdullah bin Amru berkata,
“Tatkala terjadi Gerhana Matahari pada masa nabi SAW., orang-orang diserukan
untuk shalat “As-shalatu jamiah”. Nabi melakukan 2 ruku` dalam satu rakaat
kemudian berdiri dan kembali melakukan 2 ruku` untuk rakaat yang
kedua. Kemudian matahari kembali nampak. . Aisyah ra. berkata,”Belum pernah
aku sujud dan ruku` yang lebih panjang dari ini.” (HR. Muttafaqun alaihi)

Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama setelah Al-
Fatihah dibaca surat seperti Al Baqarah dalam panjangnya. Sedangkan berdiri
yang kedua masih pada rakaat pertamadibaca surat dengan kadar sekitar 200-an
ayat, seperti Ali Imran. Sedangkan pada rakaat kedua pada berdiri yang pertama
dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan pada
berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat
seperti Al-Maidah.

Disunnahkan untuk memanjangkan ruku` dan sujud dengan bertasbih kepada


Allah SWT, baik pada 2 rukuk dan sujud rakaat pertama maupun pada 2 ruku` dan
sujud pada rakaat kedua.

Yang dimaksud dengan panjang disini memang sangat panjang, sebab bila
dikadarkan dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa dibandingkan dengan
membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah. Panjang rukuk dan sujud
pertama pada rakaat pertama seputar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku` dan
sujud kedua dari rakaat pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan seputar 70
ayat untuk rukuk dan sujud pertama dari rakaat kedua. Dan sujud dan rukuk
terakhir sekadar 50 ayat.

Dalilnya adalah hadits shahih yang keshahihannya telah disepakati oleh para
ulama hadits.

Dari Ibnu Abbas ra. berkata,”Terjadi Gerhana Matahari dan Rasulullah


SAW. melakukan shalat gerhana. Beliau beridri sangat panjang sekira membaca
surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku` sangat panjang lalu berdiri lagi dengan
sangat panjang namun sedikit lebih pendek dari yang pertama. Lalu ruku` lagi tapi
sedikit lebih pendek dari ruku` yang pertama. Kemudian beliau sujud. Lalu beliau
berdiri lagi dengan sangat panjang namun sidikit lebih pendek dari yang pertama,
kemudian ruku` panjang namun sedikit lebih pendek dari sebelumnya…. (HR.
Bukhari no. 1052, Muslim no. 907)
b. perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

، ‫َّللاَ َو َكبِ ُروا‬ ُ ‫ فَإِذَا َرأ َ ْيت ُ ْم ذَلِكَ فَا ْد‬، ‫ت أ َ َح ٍد َوَلَ ِل َحيَاتِ ِه‬
َّ ‫عوا‬ ِ َ‫ َلَ يَ ْن َخ ِسف‬، ِ‫َّللا‬
ِ ‫ان ِل َم ْو‬ َّ ‫ت‬ ِ ‫س َو ْالقَ َم َر آيَت‬
ِ ‫َان ِم ْن آيَا‬ َّ ‫إِ َّن ال‬
َ ‫ش ْم‬
‫صدَّقُوا‬ َ َ ‫صلُّوا َوت‬
َ ‫َو‬
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda
kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya
seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah,
kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” HR. Bukhari no. 1044

3. Permasalahan Fiqh yng berkaitan dengan gerhana

a. Bolehkah dilakukan pada waktu-waktu terlarang shalat? Yaitu setelah shalat subuh
sampai saat awal terbit matahari, ketika matahari tegak di atas sampai tergelincirnya,
lalu setelah shalat Ashar sampai saat pas matahari terbenam.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, Jumhur (mayoritas) mengatakan tidak
boleh yakni makruh, inilah pandangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah,
kalangan Hanabilah mengatakan berdoa dan berdzikir saja, tanpa shalat, sebab
larangan itu berlaku umum untuk jenis shalat sunah apa pun. Ada pun kalangan
syafi’iyah membolehkannya. (Ibid, 2/553-554)
Yang lebih kuat – wallahu a’lam– adalah yang menyatakan boleh. Dalilnya adalah:
Keumuman dalil:
َ َ‫صلُّوا َوت‬
‫صدَّقُوا‬ َّ ‫فَإِذَا َرأ َ ْيت ُ ْم ذَلِكَ فَادْعُوا‬
َ ‫َّللاَ َوكَبِ ُروا َو‬
Jika kalian menyaksikannya, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalat, dan
bersedehkahlah. (HR. Bukhari No. 1044, Muslim No. 901)
Maka, hadits ini berlaku secara mutlak (umum) bahwa shalat gerhana dilakukan
kapan saja, sebab itu adalah konsekuensi dari perkataan “Jika kalian
menyaksikannya.” Jadi, kapan saja menyaksikan gerhana, shalatlah . …
Larangan shalat pada waktu-waktu terlarang itu hanya berlaku bagi shalat-shalat yang
dilakukan tanpa sebab (istilahnya shalat muthlaq). Ada pun jika dilakukan karena
adanya sebab khusus, maka dibolehkan. Hal ini terlihat jelas ketika Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam membolehkan seorang sahabatnya yang mengqadha shalat sunah
fajar dilakukan setelah shalat subuh.[1] Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga
pernah mengqadha shalat sunah ba’diyah zhuhur di waktu setelah ashar.[2] Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan seseorang untuk melaksanakan shalat
tahiyatul masjid ketika beliau sedang khutbah, padahal itu adalah waktu yang
terlarang melakukan aktifitas apa pun kecuali mendengarkan khutbah, ternyata Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam justru memerintahkan sahabat itu, dengan mengatakan
qum farka’ rak’atain (Bangunlah dan shalatlah dua rakaat).[3] Para sahabat juga
pernah shalat jenazah pada waktu setelah ashar, sehingga menurut Imam An-
Nawawi[4] dan Imam Abul Hasan Al-Mawardi[5] kebolehan shalat jenazah pada
waktu terlarang adalah ijma’ , karena saat itu para sahabat tidak ada yang
mengingkarinya. Begitu pula shalat gerhana di waktu-waktu terlarang ini, dia
termasuk shalat yang memiliki sebab (yakni peristiwa gerhana), bukan termasuk
shalat muthlaq. Sehingga tetap dibolehkan walau dilakukan saat waktu terlarang
shalat.4
b. Dalam shalat berjamaah ada saja yang terlambat takbiratul ihram bersama imam.
Dalam shalat gerhana yang setiap rakaat punya dua rukuk dan dua berdiri, kalau
makmum terlambat dan baru masuk shalat pada rukuk kedua, apakah dia dihitung
mendapatkan rakaat tersebut?5

Dalam hal ini para ulama punya dua pendapat, yaitu pendapat yang mengatakan
bahwa batasnya adalah ruku' yang pertama. Namun ada juga yang mengatakan pada
ruku' kedua.
1) Pendapat Pertama : Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah

Batasan makmum mendapat satu rakaat adalah jika dia mendapat rukuknya imam
pada rukuk pertama. Perlu diingat bahwa shalat gerhana setiap rakaatnya
memiliki dua ruku' dan dua berdiri.
Adapun jika makmum mendapati imam pada ruku' kedua maka dia dianggap
terlewat raka'at itu.
Jika makmum masuk shalat sedangkan dia hanya mendapati ruku' imam kedua pada
rakaat pertama, maka setelah imam salam, dia harus berdiri lagi untuk melanjutkan
satu rakaat lagi karena yang dihitung cuma rakaat yang kedua.
(‫للمسبوق وَل )والركوع الثاني وما بعده) إذا صالها بثالث ركوعات فأكثر إلى خمس (سنة َل تدرك به الركعة‬
‫تبطل الصالة بتركه ألنه قد روي في السنن عنه صلى هللا عليه وسلم من غير وجه أنه صالها بركوع واحد‬.
" (Melakukan) rukuk kedua dan seterusnya (jika shalatnya dengan 3 - 5 ruku' tiap
rakaat) itu hukumnya sunnah dan tidak cukup dihitung mendapat satu rakaat hanya
dengan mendapati ruku' kedua itu. Namun jika ruku' kedua itu ditinggalkan, maka
shalat tidak batal karena Nabipun pernah shalat gerhana dengan satu ruku' tiap
rakaat.6
‫المسبوق إذا أدرك اإلمام في الركوع األول من الركعة األولى فقد أدرك الركعة كلها‬
‫ فإذا سلم‬,‫ويسلم مع اإلمام كسائر الصلوات وإن أدركه في الركوع األول من الركعة الثانية فقد أدرك الركعة‬
‫ ولو أدركه في الركوع‬, ‫ وهذا َل خالف فيه‬,‫اإلمام قام فصلى ركعة أخرى بركوعين وقيامين كما يأتي بها اإلمام‬
‫الثاني من إحدى الركعتين فالمذهب الصحيح الذي نص عليه الشافعي في البويطي واتفق األصحاب على‬
‫ وقطع به كثيرون منهم أو أكثرهم أنه َل يكون مدركا لشيء من الركعة‬,‫تصحيحه‬, ‫كما لو أدرك اَلعتدال في‬
‫سائر الصلوات‬. .

"Makmum masbuq jika mendapati imam pada ruku' pertama pada rakaat pertama
maka dia dihitung mendapati satu rakaat secara sempurna lalu salam bersama
imam sebagaimana shalat-shalat pada umumnya.

4
http://www.dakwatuna.com/2014/10/08/58056/fiqih-shalat-gerhana/#ixzz4bculfN8q

5
http://www.rumahfiqih.net/y.php?id=396&apa-batasan-makmum-mendapat-1-rakaat-pada-shalat-
gerhana.htm

6
Kitab Kasysyaf al-Qina karya imam al-Buhuty al-Hambaly (w. 1051 H)
Apabila mendapati ruku' pertama pada rakaat kedua maka dia juga telah
mendapatkan rakaat kedua itu, sehingga (setelah imam salam) dia cukup
melanjutkan shalatnya satu rakaat lagi dengan dua berdiri dan dua ruku'.
Menurut pendapat yang shahih dalam madzhab yang dinash oleh imam Syafii dan
disepakatai oleh ulama-ulama Syafi'iyah dan ditetapkan oleh kebanyakan mereka
adalah bahwa makmum tadi tidak dianggap mendapati rakaat tersebut sebagaimana
jika dia hanya mendapat imam saat i'tidal dalam shalat-shalat pada umumnya.7
2. Pendapat Kedua : Al-Malikiyah
Madzhab Malikiyah berpendapat makmum dihitung mendapati satu rakaat cukup
dengan dia mendapati ruku'nya imam pada ruku' kedua.
Jika makmum masuk pada ruku' kedua di rakaat pertama maka jika imam selesai
shalat maka dia juga selesai shalatnya karena rakaat pertama tadi sudah dihitung
walaupun hanya mendapati 1 ruku' bersama imam.
‫ وإن أدرك الركوع الثاني من الركعة الثانية‬, ‫وحينئذ فمن أدرك مع اإلمام الركوع الثاني من األولى لم يقض شيئا‬
‫قضى الركعة األولى بقيامها فقط وَل يقضي القيام الثالث‬

" Maka barangsiapa yang mendapat imam pada ruku' kedua dari rakaat pertama
maka dia tidak perlu mengqadha apapun. Adapun jika mendapati ruku' kedua dari
rakaat kedua maka dia cukup mengqadha satu rakaat lagi, tidak perlu melakukan 3
berdiri.8

7
Kitab al-Majmu' karya imam Nawawi (w.676 H)

8
Hasyiyah al-Dasuqi ala syarh al-Darddir (w. 1230 H)

Anda mungkin juga menyukai