Anda di halaman 1dari 118

TEKNOLOGI BETON

A-Z

Sjafei Amri, ST., Dipl. E.Eng


DAFTAR ISI

Kata Sambutan
Kata Pengantar
Daftar Is
Daftar Notasi
Daftar Gambar
Pendahuluan

Bab 1 Batuan dan Permasalahannya


1.1. Umum
1.2. Deposit Batuan
1.2.1 Deposit Alluvial
. 1.2.2 Deposit Kelautan (Marine)
1.3 Klasiflkasi Batuan.
1.3.1 Batuan Beku
1.3 2 Batuan Sedimen
1.3. 3. Batuan Metamorfosa

Bab 2 Aggregat Dan Permasalahan


2.1. Umum
2.2. Jenis-jenis Agregat
2.2.1 Jenis Agregat Menurut Asal Perolehannya
2.2.2 Jenis Agregat Menurut Susunan Gradasi Butirannya
2.2.3 Jenis Agregat Menurut Susunan Kumpulan Butirannya
2.2.4 Jenis Agregat Menurut Beratnya
2.3. Kekekalan Kimia dan Kekekalan Fisik Agregat
2.3.1 Kekekalan Kimia
2.3.2 KekekalanFisik
2.4 Sifat-sifatAgregatLainnya
2.4.1 Susunan Butiran Agregat
2.4.2 Susunan Butir Agregat Halus
2.4.3 Susunan Butir Agrcgat Halus Gabungan
2.4.4 Susunan Butir Agregat Kasar
2.4.5 Susunan Butir Agregat Kasar Gabungan
2.4.6 Susunan Gradasi Agregat Kasar dan Halus Gabungan
2.4.7 Modulus Kehalusan Agregat
2 4. 8 Preporsi Antara Agrcgat Kasar dan Halus
2.4.9 Ukuran Butir
2 4.10 Bentuk Butiran dan Tekstur Permukaan Agregat
2.4.11 Kekerasan dan Kepadatan Butir
2 4.12 Keausan Agregat
2.4.l3 Specifik Gravity dan Kapasitas Penyerapan Agregat
2.4.14 Kandungan Partikel Halus Agregat
2.4.15 Kandungan Zat dan Bahan Organik pada Agregat
2.4.16 Bobot Isi Agregat
2.4.17 Pengembangan Volume Pasir„ (Bulking of Sand)
2.5 Pengolahan Agregat

Bab 3 Air dan Permasalahannya


3.1 Umum
3.2 Unsur-Unsur Merugikan yang Mungkin Terdapat dalam Air
3.2.1 Kandungan Benda Padat
3.2.2 Ion-Ion yang Umum Ditemui
3.2.3 Air yang Bersifatv Asam
3.2.4 Air yang Mengandung Alkali
3.2.5 Garam Besi
3.2.6 Kandungan Partikel Clay dan Lempung
3.2.7 Air Laut
3.2.8 Air yang Mengandung Limbah Industri
3.2.9 Air yang Membawa Limbah Industri

Bab 4 Semen dan Permasalahannya


4.1 Umum
4.2 Bahan Baku
4.2.1 Kapur
4.2.2 Silika
4.2.3 Alumina
4.2.4 Oksida Besi
4.3 Type Semen
4.3.1 Semen Portland Normal (Ordinary Portland Cement)
4.3.2 Semen Portland yang Cepat Mengeras (Rapid Hardening Portland Cement)
4.3.3 Semen yang Lebih Cepat Mengeras (ExtraRapid Hardening Cement)
4.3.4 Semen yang Sangat Cepat Mengeras (Ultra-High Strength Cement)
4.3.5 Semen Portland Blastfurnace
4.3.6 Semen Portland Berkadar Panas Rendah (Low Heat Portland Cement)
4.3.7 Semen Portland Furnace Berkadar Panas Rendah
4.3.8 Semen Portland Tahan Sulfat (Sulphate-Resisting Portland Cement)
4.3.9 Semen Putih dan Semen Berwama
4.3.10 Semen
4.3.11 Semen Tahan Air (Water-Repellent Cement)
4.3.12 Semen Berkadar Alumina Tinggi (High Alumina Cement)

4.3.13 Semen Supersulfat


4.3.14 Semen Pozzolan
4.3.15 Oil Well Cement
4.3.16 Semen Anti Bakteri
4.3.17 Semen Kedap Air
4.4 Proses Pembuatan Semen
4.4.1 Pemilihan Bahan Baku
4.4.2 Proses Penghalusan Bahan Baku
4.4.3 Proses Sintering
4.4.4 Proses Pembentukan Klinker
4.4.5 Kehalusan Butiran
4. 4. 6 Hidrasi
4. 4 7 Waktu Pengikatan (Setting Time)
4 .4 8 Specifik Gravity
4.5 Penggunaan Semen Sesuai dengan Tipenya

Bab 5 Bahan Penambah dan Permasalahannya (Admixture)


5.1 Umum
5.2 Jenis-jenis Bahan Penambah
5.2.1 Bahan Pengurang Kadar Air (Water Reducing Agent)
5.2.2 Bahan Penunda Waktu Pengikatan (Retarder)
5.2.3 Bahan Pemercepat Waktu Pengikatan (Accelerating Setting Time)
5.2.4 Bahan Pemelastis (Plastiziser/Super Plasticizers)
5.2.5 Bahan Pembentuk Gelembung Udara (Air Entraining Agents)
5.2.6 Bahan Pewama (Pigment)
5.2.7 Bahan Penahan Air (Retarder)
5.2.8 Bahan untuk Membantu Kelancaran Pemompaan

Bab 6 Rancangan Campuran Beton


6.1 Umum
6.2 Jenis Rancangan Campuran Beton

6.2.1 Tujuan Terhadap Pencapaian Kekuatan


6.2.2 Rancangan Terhadap Pencapaian Sifat Keawetan
6.2.3 Rancangan Catnpuran Beton untuk Thjuan Pencapaian Sifat Tenentu
6.3 Menentuka'n Proporsi Bahan Baku
6.3.1 Langkah 1 Menentukan nilai kuat tekan karakteristik rencana pada Omur 28 hari
6.3.2 Langkah2 Menentukanniiaideviasistandar
6.3.3 Langkah3 Menentukan nilaitambah
6.3.4 Langkah 4 Menentukan kuat tekan rata-rata yang hendak dicapai
6.3.5 Langkah 5 Menentukanjenis semen yang digunakan
6.3.6 Langkah 6 Menentukan jenis agregat kasar dan halus
6.3.7 Langkah 7 Menentukan faktor air semen (fas)
6. 3. 8 „ Langkah 8 Menentukan perbandingan air-semen maksimum
6 3 9 Langkah9 Menentukan nilai slump
6.3.10 Langkah 10 Menentukan ukuran agregat maksimum
6.3.11 Langkah 11 Menentukan kadar air bebas
6.3.12 Langkah 12 Menentukan kadar semen
6.3.13 Langkah 13 Menentukan kadar semen maksimum
6.3.14 Langk„ah 14 Menentukan kadar semen minimum
6.3.15 Langkah 15 Menentukan faktor air semen yang disesuaikan
6.3.16 Langkah 16 Menentukan zona susunan gradasi agregat haius
6.3.17 Langkah 17 Menentukan persentase fraksi pasir halus
6.3.18 Langkah 18 Menentukan berat jenis.relatif agregat
6.3.19 Langkah l9 Menentukan beratjenis beton
6.3.20 Langkah 2O Menentukan kandungan agregat gabungan
6.3.21 Langkah 21 Menentukan kandungan agregat halus
6.3.22 Langkah 22 Menentukan kandungan agregat kasar
6.4 Kelebihan dan Kekurangan Kandungan Agregat Halus Kasar
6.5 Penyesuaian TerhadapUkuran Agregat yang Lebih Kecil dan Lebih Besar dari.4,80mm
6.6 Penyesuaian Keseluruhan Campuran
6.7 Contoh Perhitungan Rancangan Campuran Beton
6.7.1 Data-data
6.7.2 Perhitungan Rancangan Campuran
6.8 Rancan„gan Campuran Beton Untuk Kekuatan Tekan Antara 450 kg/cm2 Hingga 800
kg/cm2
6.8.1 Dasar Perencanaan
6.8.2 Tata Cara Perancangan
6.9 Rancangan Campuran Beton (80 110 MPa)
6.10 Rancangan Campuran Beton untuk Kuat Tekan > 110 MPa

Bab 7 Sifat-Sifat Beton Segar


7.1 Umum
7 2 Sifat Kemudahan Dipadatkan dan Dialirkan
7. 2.1 Alat Pengukur Faktor Sifat Kemudahan Pengerjaan
7.3 Sifat untuk Dapat Bertahan Stabil
7.3.1 Mekanisme Pemisahan Agregat Kasar dari Campuran (segregasi)
7.3.2 Mekanisme Pemisahan Air dari Campuran Segar
7.3.3 Penguapan dan Susut Plastis
7.4 Kebutuhan Volume Beton Segar untuk Pembuatan Benda Uji

Bab 8 Penakaran, Pcncampuran, Pcngangkutan, Pengecoran dan Pemadatan


Campuran Beton
8. l U m u m
8.2 Mempcrsiapkan Kebutuhan Bahan Baku
8. 3 Penakaran Bahan Baku
8. 4 Mencampur dan Mengaduk.
8. 5 Pengangkutan Carppuran Beton Segar
8 6 Pengccoran
8 7 Pemadatan
8.7. 1 Pemadatan dengan Batang Penggetar
8.7.2 Pengaruh Getaran
8.7.3 Meja Getar
8.7.4 Alat Penggetar Permukaan
8.7.5 Alat Penggetar Cetakan (Bekisting)
8.7.6 Pemadatan dengan Cara Pemberian Tekanan dan Getaran Secara Simultan
8. 7. 7 Penggetaran Ulang

Bab 9 Pekerjaan Perancah dan Cetakan (Bekisting)


9.1 Umum
9.2 Persyaratan Perancah dan Cetakan
9.3 Pettimbangan Ekonomis
9.4 Beban Yang Bekerja Pada Bekisting dan Perancah
9.4.1 Pengaruh Tebal Pengecoran
9.4.2 Pengaruh Kekakuan Campuran
9.4.3 Pengaruh Busur
9.4.4 Pengaruh Benturan
9.4.5 Perhitungan Tekanan Maksimum pada Cetakan (Bekisting)
9.5 Bahan-Bahan untqk Pekerjaan Perancah dan Acuan
9.5.1 Bahan Organik
9.5.2 Bahan Pasangan
9.5.3 Bahan Logam
9.5.4 Bahan Lain
9.6 Type Pekerjaan Perancah dan Bekisting
9.6.1 Type Sederhana (Tradisional)
9. 6. 2 Type Semi System
9. 6. 3 Type Sistem Penuh
9.7 Pertimbangan dalam Pemilihan dan Tipe Perancah dan Bekisting
9.7.1 Pertimbahgan Jenis Pekerjaan
9.7.2 Pertimbangan Penguasaan Teknologi dan Ketersediaan Peralatan
9.7.3 Pertimbangan Ekonomi
9.8 Contoh-contoh Perancah dan Bekisting
9.8.1 Contoh Pcrancah
9. 8. 2 Contoh Bekisting
9.9 Pembongkaran Perancah dan Bekisting

Bab 10 Pemeliharaan Campuran Beton Segar


10.1 Umum
10,2 Pcmcliharaan dengan Air
10.3 Perlindungan Terhadap Tcmperatur
10,4 Pcrlindungan Terhadap Getaran
10.5 Metoda Pemeliharaan
10.5.1 Pcmeliharaan yang Dipercepat
10.5.2 Pemeliharaan dengan Uap Rendah
10.5.3 Pemeliharaan dengan Uap Bertekanan Panas
10.5.4 Pemeliharaan dengan Uap Bertekanan T inggi
10.5.5 Pemeliharaan dengan Sistem Elektro

Bab 11 Sifat-sifat Beton Seg'ar Setelah Mengeras


11.1 U m u m
11.2 Kekuatan
11.2.1 Kuat Tekan
11.2.2 Kuat Tarik Belah
11.2.3 Kuat Lemur
11.3 Hal-hal yang Mempengaruhi Kekuatan Beton
11.4 Perubahan Elastis
11.5 Modulus Elastisitas
11.6 Poisson‟s Ratio
11.7 Rangkak
11.8 Penyusutan
11.9 Permeabilitas dan Penyerapan

Bab 12 Metoda Pengujian Kualitas Beton


12.1 U m u m
12.2 Metoda Pengujian dengan Cara Merusak (Destructive Method)
12.3 Metoda Pengujian Tidak Merusak (Non Destructice Method)
12 3.1 Pcngujian Kuat Tekan Karakteristik dengan Palu Beton
12.3.2 Pengujian dengan Pulsa Elektronik
12.3.3 Pengujian Kuat Tekan Beton dengan Alat Penctrasi Windsor Probe
12 3.4 Pengukuran Tulangan Terpasang pada Komponen Beton dengan Metoda Sinar
Gamma
12.3.5 Pengukuran Tulangan Terpasang dcngan Alat R-Bar Meter
12.3.6 Pengujian Pembebanan

Bab 13 Konsep StatiStik


13.1 Umum
13.2 Probabilitas
13.3 Kurva Frekucnsi
13.4 DisnibusiFrekucnsi
13.5 Kurva Probabilitas Normal
13.6 Derajad Kepcntingan dan Dcrajat Kepercayaan
13.7 Statistik dan Target Nilai Tengah Kekuatan dalam Rancangan Campuran Beton

Bab 14 Pengendalian Kualitas Beton


14.1 U m u m
14.2 Keperluan Benda Uji
14. 3 Pcmenuhan Kriteria Persyaratan
14.4 Manfaat Pengendalian Kualitas
14.5 Contoh Perhitungan Penyesuaian Pengendalian Kualitas Beton

Bab 15 Pembetonan di Bawah Air


15.1. Penggunaan
15.2 Metoda
15. 2. 1 Péngecoran Tremie
15.2.2 Metoda Pengecoran Intrusi-Grout
15.2.3 Pengecoran dengan Dump-Bucket
15.2.4 Metoda Penempatan Karung oleh Penyelarn
15.3 Pencampuran
15.3.1 Campuran untuk Metoda Tremie
15.3.2 Campuran untuk Metoda Intrusi-Grout
15.3.3 Campuran untuk Metoda Dump-Bucket
15.3.4 Campuran pada Metoda Penempatan Karung oleh Penyelam
15.4 Rekomendasi dan Gangguan yang Mungkin Merpgikan
15.5 Bebcrapa Contoh Pengecoran di Bawah Air

Bab 16 Korosi Bahan Logam dan Non Logam. yang Terbungkus Atau Bersentuhan
dengan Beton
16.1 Teori Korosi Elcktrokimia
16.2 Korosi Baja Tulangan pada Beton
16.3 Pengaruh Kalsium Klorida pada Korosi BaJa
16.4 Pencegahan Korosi pada Baja Tulangan
16.5 Bahan Pelindung Korosi
16.6 Korosi pada Logam Non-Baja yang Bersentuhan dengan Beton
16.7 Bahan Organik Tertanam dalam Beton
16.8 Kaca

Bab 17 Beton
17.1 DefiniSi Beton Berserat
17.2 Material Pembentuk Beton Berserat

17.2.1 semen
17.2.2 Agregat
17.2.3 Air
17.3 Jenis-Jenis Serat (Fiber Type)
17.3.1 Serat-Serat Logam
17. 3.2 Serat-Serat Polimerik
17.3.3 Serat-Serat Karbon
17.3.4 Serat-Serat Gelas (GlassFiber)
17.3.5 Serat-Serat Alami
17.4 Perilaku Beton Berserat
17.4.1 Sifat Sifat Fisik Serat dan Matrik
17.4.2 Pengaruh Panjang dan Diameter Serat
17.4.3 Ukuran Maksimum Matrik
17.4.4 Perilaku Sifat Mekanik Baton Berserat
17.4.5 Mekanisme Konstribusi Serat Terhadap Beban Lentur
17 .4 6 Daktilitas (Flexural Toughness)
17 .4 .7 Kontribusi Serat Terhadap Perilaku TegangamRegangan Beton
17.5 Eflsiensi Beton Berserat
17.5.1 Perhitungan Kekuatan Pcnampang
17.5.2 Perhitungan Biaya

Bab 18 Cacat dan Kerusakan pada Beton yang Telah Mengeras


18.1 Umum
18.2 Cacat Susut Kering
18.3 Cacat Kasar Permukaan
18.4 Cacat Sarang Tawon (Honey Comb)
18.5 Cacat Bentuk
18.6 Cacat Retak
18.7 Cacat Terkelupas (Spalling).
18.8 Cacat Pelapukan (Karbonasi)

18.9 Cacat Fatah


18.10 Kehancuran Penampang Beton

Kepustakaan
BAB I
BATUAN DAN PERMASALAHANNYA

1.1 Umum
Batu-batuan sangat banyak dipakai dalam pembangunan gedung, jalan, irigasi dan lain-
lain, dimana setiap jenis batuan mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda satu sama
lain tergantung dari susunan kandungna mineral didalam batuan induknya. Sifat batuan juga
ditentukan oleh pengaruh temperatur dan tekanan serta lokasi dimana ia terbentuk.
Perbedaan ini mengakibatkan jenis batuan yang satu mempunyai kualitas yang berbeda
dengan jenis batuan lainnya.
Akibat perbedaan sifat dan karakteristik setiap batuan, maka setiap jenis batuan tidak
dapat digunakan untuk segala macam maksud perkerjaan pembangunan. Ada jenis pekerjaan
yang memerlukan batu dengan kekerasan yang tinggi, sedang kan pekerjaan lain memrlukan
batu dengan ketahanan untuk dapat bertahan pada temperature yang tinggi. Sedangkan
pekerjaan lainnya memerlukan jenis batuan yang memiliki ketahanan terhadap cairan danzat
yang reaktif. Bila jenis batuan yang digunakan tidak sesuai dengan kebutuhan jenis pekerjaan
maka bangunan yang dihasilkan akan memiliki kualitas tidak seperti yang diharapkan, dan
kemungkinan bangunan tersebut tidak mencapai umur rencana.
Berdasarkan uraian diatas, terlihat betapa pengetahuan tentang sifat-sifat bauan sangat
mendukung upaya menciptakan bangunan yang berkualitas. Khususnya untuk pekerjaan
beton, dimana volume batuan yang digunakan sangat dominan, amak pengetahuan tentang
batuan mutlak diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
Pada uraian selanjutya akan dibahas mengenai klasifiksi batuan dan hal lai yang
berkaitan.

1.2 Deposit Batuan


Batuan pada alam dapat ditemukan di berbagai lokasi hamper dis eluruh permukaan
bumi. Akan tetapi, berdasarkan lokasi di mana batuan itu diperoleh, deposit perolehan batuan
dapat dibedakan menjadi deposit alluvial yang terbagi menjadi deposit fluviatile, deposit
fluvioglacial, deposit moraine (truglacial).

1.2.1 Deposit Alluvial

a. Deposit Fluviatile
Deposit Fluviatile dapat ditemukan di dasar sungai dan kualitasnya tergantung pada
undur dan kondisi sungai pada saat deposit batuan diambil. Akibat pencemaran dan rusaknya
lingungan serta erosi yang terjadi pada kulit bumi mengakibatan deposit batuan tertimbun
atau tercemar oleh tanah maupun lumpur serta bahan organis lainnya. Pada sungai-sungai
yang melintasi perkotaan atau zona industri, deposit batuan dapat terpengaruh oleh limbah
industry yang mengandung bahan kimia atau sampah perkotaan. Selain itu, akibat pengotoran
yang terjadi, sering harus dilakukan proses pencucian batuan tersebut agar memenuhi
persyaratan sebagai bahan pembuatan beton. Bila ditinjau dari segi umur pembentukan,
abtuan yang baik untuk pekerjaan beton adalah batuan yang empunyai umur geologi sedang.

b. Deposit Fluvioglacial
Deposit batuan ini didapatkan pada tepi padang es yang telah mengalami proses
penghancuran akibat aliran es yang mencair dari masa ke masa. Akibat proses abrasi yang
terjadi, batuan ini mempunyai kualitas yang baik sehingga baik sebagai bahan pembuat beton.

c. Deposit Moraine
seperti halnya deposit Fluvioglacial, deposit moraine juga dapat dapat ditemukan di
tepi padang es. Perbedaannya adalah paa bentuknya yang heterogen dan lunk srta banyak
mengandung lumpur, sehingga kurang baik dipakai sebagai bahan pembuat beton.

1.2.2 Deposit Kelautan (Marine)


Deposit batuan ini dapat ditemukan di tepi pantai ataupun pesisir pantai yang terbentuk
akibat proses pasang surut permukaan air laut di muara sungai. Batuan yang diperoleh
berbentuk bulat dan halus akibat proses abrasi yang terjadi secara terus menerus dank arena
mengandung garam yang dapat mempengaruhi keawetan beton dan korosi pada tulangan
beton, maka deposit batuan ini memerlukan pencucian sebelum digunakan sebagai bahan
pembuat beton.

1.3 Klasifikasi Batuan


Seperti telah diuraikan sebelumnya, kualitas batuan sangat ditentukan oleh sususan
mineral yang terkandung sebagai unsur pembentuk, lokasi, temperature dan tekanan selama
proses pembentukannya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka batuan alam yang terdapat di permukaan bumi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Batuan beku (batuan vulkanis)
- Batuan sedimen ataupun batuan sekunder, dan
- Batuan metamorfosa ataupun batuan malih

1.3.1 Batuan Beku


Batuan beku merupakan hasil aktivitas kegiatan gunung berapi dimana batuan ini
banyak ditemukan di Indonesia sebagai dampak dari wilayah Negara Indonesia kaya akan
gunung berapi, diperkirakan hamper 70% gunung berapi di dunia terletak di Indonesia,
sehingga Indonesia memiliki deposit batuan beku yang cukup potensial.
pembekuan batuan terjadi biln magma yang keluar dari perut bunu, mengalami kontak
dengan udara, baik disenai tekanan dan temperatur yang tinggi maupun rendah
Bandasarkan lokasi pembekuan yang terjadi, batuan beku dapat di bedakan menjadi
- batuan beku dalam, dan
- batuan beku luar

a. Batuan beku Dalam


Bataan beku dalam adalah batuan yang dihasilkan dari prose: pcmbckunn magma yang
terjadi jnuh di dalam pcrmukaan bumi. di mana tekanan dan temperatur yang
mcmpengaryhinya sangat tinggi serta kurang bereaksi dengan udara.
Pada umumnya batuan beku dalam mempunyai sifat kekerasan, kepadatan dan kekelanan
yang tinggi. sehingga sangat baik bila digunaknn sebagai bahan agregat beton.
b. Batuan Beku Luar
Batuan beku luar adalah batuan yang dihasilkan dari proses pembekuan magma ymg
terjadi dekat dengan permukaan bumi. Proses pembekuan dapat terjadi di luar permukaan
bumi ataupun pada celah/retakan kulit bumi, lalu membeku dan membentuk celah-celah.
Barbeda dengan batuan beku dalam. batuan ini dihasilkan dalam kondisi pengaruh
tekanan dan rendahnya temperatur serta proses pembekuannya berlangsung dalam Waktu
yang singkat. Hal ini terjadi ketika proses pembekuannya mengalami kontak dengan udara
sehingga batuan beku luar mempunyai kepadatan, kekerasan, dan kekelan Yang lebih rendah
dan jenis batuan ini kurang baik digunakan sebagai agregat beton kecuali untuk pekerjaan
beton ringan yang terpengaruh oleh temperatur yang sangat rendah serta panas yang sangat
tinggi.

1.3.2. Batuan Sedimen


Bataan sedimen atau batuan endapan berasal dari perubahan bentuk batuan beku,
dimana perubahan bentuk ini terjadi akibat pengaruh yang disebabkan oleh air, udara, dan
tekanan serta temperatur yang berubah-ubah dari waktu ke waktu. Air dan udara
memindahkan batuan beku ke lokasi lain dan membentuk endapan sehingga membentuk
lapisan demi lapisan. Berdasarkan keadaan pembentukannya, batuan sedimen dapat dibagi
menjadi batuan sedimen mekanis, batuan sedimen kimia. dan batuan sedimen organis. Batuan
sedimen memiliki variasi kekuatan, kepadatan dan berat dari rendah hingga tinggi.
Yang termasuk klasifikasi batuan sedimen mekanis adalah batuan pasir (sandstone) dari
batuan pasir yang terikat. Batuan sedimen organik antara lain batu kapur dan diatomea.
Batuan sedimen kimia antara lain dolomit dan gips. Batuan pasir yang padat dan batu kapur
mampunyai sifat yang baik sebagai agregat beton, namun memiliki kelemahan mudah
terbelah, lunak dan absorbsif akibat adanya kandungan clay. Shale terbentuk dari batuan pasir
ataupun batu kapur dengan kandungan clay yang tinggi dan biasanya menghasilkan beton
berkualitas rendah. Hal ini disebabkan batuan tersebut lunak, ringan dan rnempunyai bentuk
butiran yang pipih bila diolah menjadi pasir atau batu pecah.
Batuan konglomerat memiliki keccnderungan dapat berubah ukuran gradasinya dengan
cepat akibat proses pengangkutan dan pengolahan. Batuan Chert dan flints biasanya
menghasilkan beton berkualitas rcndah karena sifatnya yang porous dan mudah rusak akibat
pengaruh temperatur sangat rendah. Selain itu chert dan flints dapat bereaksi dengan unsur
alkali dari semen yang berakibat terhadap pengembangan gel alkali silika yang tidak terbatas,
dan selanjutnya akan meningkatkan pemuaian, retakan, dan menurunnya kualitas struktur
beton.

1.3.3 Batuan Metamorfosa


Batuan metamorfosa merupakan hasil perubahan bentuk batuan beku ataupun batuan
sedimen yang diakibatkan oleh adanya temparatur dan tckanan yang tinggi serta
mengakibatkan perubahan susunan kimiawinya. Akibat sifat peralihan ini, batuan ini disebut
sebagai batuan malih, contoh dari batuan ini antara lain: gnesis, batu pualam (marble), kuarsit
(quartz); schist dan bata sabak.
Batuan Gnesis umumnya bersifat yang kokoh, telapi mempunyai sifat yang tidak baik
seperti halnya batuan schist. Shale berbentuk lempengan tipis, schingga kurang baik bila
digunakan sebagai agregat beton.
Batu pualam atau marble mcmpunyai sifat yang padat dan kuat, sehingga baik bila
digunakan sebagai agregat beton. Sebaliknya bat 12m schist mcskipun memiliki sifat yang
kurang o,padat tetapi tidak selalu berarti kurang baik bila dipergunakan scbagai agregat
beton. Schist kadang-kadang mempunyai sifat yang lunak akibat adanya kandungan mineral
clay yang lunak serta mempunyai bentuk butiran yang pipih ketika diolah menjadi batu
pecah.
Batuan terbentuk akibat proses kimia dan terurai oleh pengaruh cuaca pada temperatur
yang tinggi, sehingga batuan ini kurang baik bila digunakan sebagai agregat beton, meskipun
batuan asalnya (batuan induknya) memiliki sifat yang sangat baik.
BAB 2
AGREGAT DAN PERMASALAHANNYA

2.1 Umum
Pada Bab l telah diuraikan mengenai bahan batuan yang mempakan sumber utama
bahan pembuatan campuran beton, baik yang diproses secara alamiah maupun diproses
manusia dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan beton. Bahan baku yang digunakan
sebagai bahan baku beton yang berasal dari batuan sering disebut sebagai agregat.
Agregat mempunyai peranan sangat penting terhadap harga beton maupun kualitasnya.
Seperti telah dijelaskan bahwa 65 -75 % volume total beton terdiri dari volume agregat, oleh
karena itu dengan menggunakan komposisi agregat semaksimal mungkin akan diperoleh
harga beton yang lebih murah.
Berdasarkan distribusi kumpulan ukuran butimya, agregat dapat dibedakan menjadi
agregat halus dan agregat kasar. Agregat berfungsi sebagai bahan pengisi, dan walaupun
fungsinya hanya sebagai bahan pengisi ini tidak berarti peranannya dalam menentukan
kekuatan beton lebih kecil daripada semen .
Sifat dan karakteristik agregat sangat menentukan kualitas akhir beton yang dikerjakan.
Agregat dengan ukuran butir lebih halus memerlukan penggunaan semen lebih banyak
dibandingkan dengan menggunakan butiran yang lebih kasar dan berarti memerlukan
penggunaan semen lebih sedikit, sehingga berdampak terhadap pengurangan harga akhir
beton.
Agregat dengan sifat kekerasan, kepadatan dan keawetan tinggi akan menghasilkan
beton berkualitas tinggi, sedangkan beton yang dibuat dengan sifat sebaliknya akan
menghasilkan beton berkualitas rendah. Agregat dengan kekerasan, kepadatan dam keawetan
tinggi mempunyai sifat kekekalan yang baik.
Kualitas agregat sangat ditentukan oleh kualitas batuan asal, serta kandungan
mineralnya. Batuan asal yang mempunyai sifat kekekalan tinggi, tidak selamanya
menghasilkan agregat bermutu tinggi, apabila batuan tersebut telah mengalami pencemaran
maupun perusakan akibat cuaca, tekanan dan temperatur. Tekanan dan temperatur
mengakibatkan perubahan komposisi kimia pada batuan asal. Batuan asal dengan sifat
kekekalan tinggi bila mengalami proses pelapukan tidak baik digunakan sebagai agregat.
Demikian juga batuan yang mengalami pencemaran, baik oleh bahan organik ataupun
anorganik dapat mempengaruhi kualitas agregat sehingga memerlukan tindakan pencucian
terlebih dahulu sebelum digunakan.
Berdasarkan uraian di atas terlihat betapa pentingnya peran agregat dalam pekerjaan
beton. di samping peran bahan baku pembuat beton lainnya. Untuk itu diperlukan perhatian
sungguh-sungguh dalam menentukan pilihan jenis agregat yang akan digunakan, agar sesuai
dengan sifat pekerjaan dan Iingkungan dimana bangunan didirikan. Tindakan ini diperlukan
agar beton yang dibuat memiliki kualitas tinggi dan dengan harga relatif murah.

2.2 Jenis-jenis Agregat


Jenis agregat dapat dibedakan menurut asal perolehannya, susunan distribusi, bentuk
dan kumpulan ukuran serta berat butirannya.
2.2.1 Jenis Agregat Menurut Asal Perolehannya
Menurut asal perolehannya dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
- agregat alam, dan
- agregat buatan (agregat sintetis)

a. Agregat alam
Agregat alam adalah agregat yang diperoleh langsung dari alam, melalui proses
pemecahan sehingga batuan tersebut sehingga berbentuk pasir dan kerikil dan butirannya
berbentuk bundar. Pemecahan batuan alam untuk mcnghasilkan agregat kasar .dimaksudkan
untuk memperoleh campuran beton mudah dikerjakan.

b. Agregat buatan
Agregat kadang-kadang sukar ditemukan pada suatu daerah. Diperlukan sifat khusus
untuk konstruksi tertentu, maka dibuat agregat buatan untuk menggantikan fungsi agregat
alam.
Contoh agregat buatan antara lain: agregat lempung bekah, bermis, perlit, agregat
udara.

2.2.2 Jenis Agregat Menurut Susunan Gradasi Butirannya


Jenis agregat menurut susunan butiran, dibagi menjadi:
- agregat dengan gradasi baik,
- agregat dengan gradasi kasar dan seragam,
- agregat dengan gradasi halus dan seragam,
- agregat dengan gradasi celah.

a. Agregat dengan gradasi baik


Agregat dengan gradasi baik adalah agregat dimana susunan butirannya terdiri dari
butiran halus hingga kasar secara beraturan (Lihat Gambar 2.1). Agregat dengan susunan
gradasi baik sangat ideal untuk digunakan sebagai agregat beton karena butiran dapat saling
mengisi sehingga akan diperoleh beton dengan kepadatan yang tinggi, mudah dikerjakan dan
mudah dialirkan.

Gambar 2.1: Agregat dengan gradasi baik

b. Agregat dengan gradasi kasar dan seragam


Agregat dengan susunan gradasi kasar dan seragam kurang baik digunakan untuk
agregat beton, karena menghasilkan beton yang porous serta mudah mengalami proses
segregasi (Lihat gambar 2.2), Proses segregasi terjadi akibat mudahnya partikel agregat halus
naik ke permukaan karena terdapat banyak rongga-rongga terbuka dan menghasilkan
kepadatan beton yang rendah.
Gambar 2.2 : Agregat dengan gradasi seragam (kasar)

c. Agregat dengan gradasi halus dan seragam


Pengaruh agregat dengan susunan gradasi halus dan seragam hampir sama dengan
butiran yang kasar dan seragam (Lihat gambar 2.3). Selain itu, hal lain yang timbul adalah
penyusutan yang tinggi serta memerlukan kadar semen relatif tinggi untuk menutupi seluruh
permukaannya.

Gambar 2.3 : Agregat dengan gradasi seragam (halus)

d. Agregat dengan gradasi celah


Agregat bergradasi celah memiliki susunan butiran terputus, dimana butirannya tidak
menerus dari halus hingga kasar (Lihat gambar 2.4). Agregat dengan susunan gradasi celah
menghasilkan kualitas beton yang kurang baik karna distribusi bahan pengikat tidak akan
merata akibat sebagian pasta semen dan butiran agregat halus lainnya harus mengisi Jumlah
gradasi yang terputus tadi.

Gambar 2.4 : Agregat dengan gradasi celah

2.2.3 Jenis Agregat Menurut Susunan Kumpulan Butirannya


Jenis agregat menurut susunan kumpulan butirannya dapat dibagi menjadi agregat halus
dan agregat kasar.

a. Agregat halus
Yang dimaksud agrcgat halus yaitu agregat yang memiliki ukuran butir dari 0,075 - 4,8
atau 5,0 mm.

b. Agregat kasar
Yang dimaksud agregat kasar adalah agregat yang memiliki ukuran butir lebih besar
dari 5,0 mm.

2.2.4 Jenis Agregat Menurut Beratnya


Pembagian jenis agregat menurut beratnya dapat dibcdakan menjadi agrcgat ringan,
agregat normal, dan agregat berat.
a. Agregat ringan
Agregat ringan dapat diperoleh dari alam maupun melalui proses pembuatan. Agregat
ringan yang diperoleh dari alam semesta antara lain batu apung, sedangkan yang berasal dari
bahan batuan antara lain: expanded clay, expanded .slate, klinker; foamed slag, pulverized
fuel-ash dan bermis serta perlit. Pembuatan dan penggunaan agregat ringan mempunyai
tujuan tertentu seperti mengurangi bobot terutama untuk bangunan yang bertingkat tinggi.
Bangunan dengan berat massa yang rendah memiliki keamanan yang relatif baik terhadap
gaya lateral gempa, selain itu agregat ringan juga dimaksudkan sebagai unsur penahan termal
dan penahan api.
Bobot isi untuk agregat kasar berkisar dari 350-850 kg/m3 dan untuk agregat halus 750-
1100 kg/m3, karena bobotnya yang ringan dan mempunyai kemampuan menyerap air besar,
penakaran dilakukan berdasarkan volume.

b. Agregat normal
Pada umumnya agregat normal yang banyak digunakan pada pekerjaan beton normal
dengan kepadatan berkisar dari 2300-2500 kg/m3. Agregat normal yang diperoleh dari hasil
pemecahan maupun alami harus dicuci terlebih dahulu dari pengaruh unsur-unsur yang
merugikan sebelum digunakan.

c. Agregat berat
Kadang-kadang untuk satu jenis pekerjaan diperlukan massa yang besar seperti pada
bendungan, atau untuk memenuhi persyaratan ketahanan terhadap radiasi. Untuk pckerjaan
tersebut diperlukan agregat dengan berat jenis yang tinggi.
Agregat berat sangat efektif untuk menahan sinar radiasi dengan kepadatan 4000-5000
kg/m3, dan tergantung pada jenis dan ukuran agregat serta derajat pemadatan agregat, namun
sering terjadi kesukaran untuk mengerjakan bcton dengan agregat berat untuk mendapatkan
sifat kemudahan diolah tanpa mengalami proses segregasi.

2.3. Kekekalan Kimia dan Kekekalan Fisik Agregat


Kekekalan kimia dan kekekalan fisik merupakan sifat paling penting yang harus
dimiliki batuan. Apabila dipcrgunakan sebagai bahan agregat, seperti persyaratan yang telah
ditetapkan yaitu agregat harus bersih, keras, awet dan kekal.
Keawetan agregat berkurang bila terkena pengaruh reaksi kimia dan terjadi kerusakan
akibat reaksi fisik. Batuan yang dapat tahan terhadap reaksi kimia maupun reaksi fisik disebut
memiliki kekekalan yang baik.
Agregat untuk beton sebaiknya dipilih dari jenis batuan yang mampu menahan
pengaruh fisik maupun kimia sesuai dengan tujuan penggunaan dalam pekerjaan.
Perusakan kimia maupun fisik dapat disebabkan oleh kandungan unsur reaktif yang
bereaksi dengan semen atau kondisi lingkungan di mana bangunan didirikan dan berdasarkan
penyebab kerusakannya, sifat kekal dari suatu agregat dapat dibagi menjadi sifat kekal fisik
dan sifat kekal kimia.

2.3. 1 Kekekalan Kimia


Jenis batuan tertentu bila digunakan sebagai agregat mempunyai sifat kurang baik
karena susunan butirnya juga kurang baik, atau mengandung suatu zat reaktif, sehingga dapat
bereaksi secara kimia dalam beton. Bila hal ini terjadi maka dapat berpengaruh pada mutu
beton yang direncanakan.
Reaksi kimia yang terjadi dapat mengakibatkan timbulnya pemuaian, retakan, dan
penurunan mutu beton, selain timbulnya noda-noda pada permukaan beton atau gelembung-
gelembung udara dengan jumlah besar.
Reaksi antara mineral yang terkandung dalam agregat dengan uap air atau ion dan
molekul dalam cairan campuran beton akan menghasilkan pembentukan reaksi padatan yang
mengembang, sehingga memberikan tekanan di sekeliling pasta adukan. Hal ini
mengakibatkan terkelupasnya (spalling), retakan serta penurunan mutu beton. Dalam
beberapa kasus, padatan yang mengembang selanjutnya menyerap air tambahan dan berubah
bentuk menjadi phase cairan dalam volume yang besar dan pada keadaan ini ion atau molekul
yang terbentuk terlalu besar untuk dapat keluar melalui pori-pori pasta semen yang telah
mengeras. Lebih jauh lagi, komponen cairan yang terserap dapat mempengaruhi tekanan
hidrolis dan menciptakan reaksi setempat.
Komponen reaktif yang terdapat pada agregat dapat memberikan pengaruh merugikan
terhadap beton, seperti unsur-unsur oksida, sulfida, glasses, kalsium, sulfat, zeolit, clay atau
batu kapur dolomit.

2.3. 1. 1 Oksida
Oksida reaktif seperti kalsium oksida (CaO). Oksida besi (FeO), dan Oksida silika,
(SiO2), pada agregat terdapat dalam jumlah terbatas.
CaO, FeO, dan MgO bereaksi dengan air, lalu membentuk hidrasi padatan dengan
volume yang lebih besar, seperti ditunjukkan oleh persamaan (2.1).

CaO + H2O Ca (OH)2 (2.1)

Unsur CaO dan FeO bebas jarang ditemukan pada agregat, tetapi dapat diperoleh pada
slag tanur (blast furnace slag) dan lempung bekah (expanded clay). MgO alami mempunyai
bentuk kristal granular dan isometric. MgO dapat ditemukan pada batu kapur dolomit, seperti
batu kapur dengan kandungan mineral magnesium karbonat yang tinggi. .
Silika oksida, SiO dapat ditemui dalam tiga modifikasi kristal penting di dalam ilmu
teknologi beton yaitu: quartz, cristobalite dan trydimite.
Opal mempunyai sifat amorphous dan sebagian berhidrasi untuk membentuk SiO2
sedangkan Calcedony ditemui dalam bentuk kristal mikro yang terbentuk dari serat-serat
quartz.
Pada beberapa batuan, kristal quartz merupakan hasil hancuran dan pengaruh tegangan
yang timbul pada batuan tersebut. Proses hidrasi pada semen terjadi pada agregat yang
mengandung silika yang terkristal dengan baik dan quartz dengan kristal yang relatif besar.
Semen akan bereaksi dengan hydroksida alkali dan menghasilkan alkali silika seperti pada
persamaan (2.2).

SiO2 + 2NaOH + 8H2O Na2H2 +SiO4 . 8H2O (2.2)

Alkali silikat seperti ini mernpunyai volume sangat besar dan menimbulkan tegangan
terhadap pasta semen yang mulai mengkaku, selanjutnya mengambil air dan kembali menjadi
gel cairan yang mempengaruhi tekanan hydrolis pada pasta yang mengkaku. Keadaan ini
akan menimbulkan kelupasan. retakan dan dalam keadaan yang ekstrim akan menghancurkan
beton secara keseluruhan.
Kecepatan reaksi ini meningkat akibat ketidakstabilan larutan, bertambahnya luas
permukaan SiO2 meningkatnya temperatur dan bertambahnya konsentrasi hydrocylion dalam
larutan cairan. Apabila struktur mineral yang lebih terbuka dan amorphous dengan struktur
porositas, temperatur, dan derajat kejenuhan yang semakin tinggi digunakan, maka enersi
termodinamis pada struktur dan kemampuan silika untuk dilarutkan serta tingkat reaktivitas
agregat akan semakin tinggi. Silika dengan energi yang tinggi dapat ditemui seperti pada
glasses, dan gelnya bersifat sangat reaktif, sedangkan silika dengan energi rendah terdapat
pada kristal silika dan silika yang terikat secara sempurnapada kation lain, sehingga
mempunyai reaksi lebih rendah atau tidak bereaksi sama sekali.Opal yang terbentuk dari hasil
pemadatan gel cairan merupakan bentuk silika yang sangat reaktif. Bahan ini dapat ditemui
pada lahar yang mengandung basalt dan shale yang berfungsi sebagai pelapis pada batuan
sedimen, sebagai media pengikat pada batuan pasir tertentu; sebagai unsur tambahan pada
flint dan chertz pada pembentukan batu kapur. Bahan baku agregat bila bereaksi dengan
semen alkali memberikan pengaruh merugikan, hal ini dapat ditemukan pada agregat yang
berasal dari batuan vulkanis dengan kandungan silika dari sedang hingga tinggi; silica glasses
dan opaline serta batuan calcedonic pada umumnya, bahan flint dan chertz; beberapa jenis
phyllitc; trydinite: dan zeolite tertentu.
Reaksi agregat yang mengandung alkali dapat dicegah dengan menggunakan semen
berkadar alkali rendah atau dengan menambah bahan pozolana dalam jumlah yang cukup.

2.3.1.2 Kaca
Reaksi yang sama seperti yang telah diuraikan pada silica umumnya akan terjadi pada
bahan glasses alam maupun sintetis. Pada umumnya glasses mengandung alkali silikat yang
ekspansifjika beraksi ,dengan air atau hydrocylion.

2.3.1.3 Zeolite
Zeolite adalah bahan yang terbentuk dari hasil hydrasi alkali, dimana strukturnya
merupakan struktur dengan jaringan rangka terbuka yang mempunyai kemampuan menyerap
dan melepaskan air, serta melakukan pertukaran ion terhadap lingkungannya Ion kalsium
pada air pencampur dapat menggantikan ion sodium pada struktur oleh karcna itu agregat
dapat merupakan sumber alkali seperti halnya bahan semen Biasanya air yang lepas dari
zeolite tidak mengakibatkan perubahan volume pada sel kristal, terkecuali pada mineral
leonhardite. Mineral ini mempunyai faktor pengem. bangan sebesar 1.5% jika bereaksi
dengan air, oleh karena itu agregat yang mengandung mineral leonhardite bisa
mengakibatkan terjadinya pengembangan yang dapat merusak beton.

2.3.1.4 Batu kapur Dolomit


Reaksi yang teijadi antara silika dan karbon pada batu kapur dengan kandungan
alumina tinggi akan membentuk batu kapur dolomit. Reaksi ini mempunyai arti lain bila
ditinjau dari sudut pandang ilmu kimia, namun memberikan pengaruh yang sama dengan
reaksi alkali-silika, seperti yang ditunjukkan melalui persamaan (2.3).
CaMg (COz) + 2NaOH + air = Na2CO3 + Mg [ (OH )2 + CaCO3] (2.3)

Batu kapur dolomit reaktif biasanya terbentuk dari kristal dolomit dan alkasit. yang
sangat halus dan bercampur dengan clay dalam jumlah relatif besar clan sejumlah bahan lain
yang tidak dapat larut.

2.3.1.5 Kalsium Sulfat

CaSO4 yang tidak terhidrasi, bila terdapat pada agregat dalam bentuk butiran dengan jumlah
besar dapat mengakibatkan pengembangan pada beton. Ini terjadi jika unsur tersebut
berhidrasi kembali menjadi gypsum. dan keadaan ini ditunjukkan oleh persamaan (2.4).

CaSO4 + 2H20 = CaSO4 + 2H20 (2.4)

Kandungan gypsum yang digiling sangat halus melebihi 5 % berat semen akan bercaksi
dengan kalsium aluminat dalam semen dan mengakibatkan pengembangan, Apabila agregat
mengandung gypsum yang tidak terhidrasi dalam jumlah agak besan maka kalsium dapat
beraksi dengan pasta semen dan menghasilkan pengaruh merugikan.

2.3. 1.6 Sulfida


Akibat pengaruh proses cuaca. kandungan sulfida besi yang terdapat pada butiran
agregat seperti pada marcasite, pyrite dan phyrotite yang terletak dekat permukaan beton,
dapat bereaksi dengan oksigen dari udara dan kalsium hydroksida pada semen lalu
membentuk ferri hydroksida gypsum. Proses ini seperti yang ditunjukkan oleh persamaan
(2.5).

FeS2 + 2Ca(0H)2 + Air = Fe (OH )3 + 2CaSO4. 2H2O (2.5)

Reaksi yang dihasilkan dapat mengakibatkan terjadinya proses pengembangan dan


kelupasan pada permukaan beton. Sebagai tambahan, kalsium sulfat mungkin larut dan
bersatu kedalam pesta semen dan bila bereaksi dengan kalsium aluminat mengakibatkan
kalsium sulpho-aluminat yang expansif.

2.3.1.7 Tanah liat (Clay)


Peristiwa penyusutan yang mengakibatkan terjadinya kehilangan air dan mengembang
bila menyerap ,air dapat terjadi pada mineral clay tertentu seperti monmorillonite dan mica
dengan struktur berlapis. Clay yang mengandung lapisan tidak stabil dikenal sebagai
komponen ekspansif, seperti yang terdapat pada batu kapur dan shale yang mengandung
tanah liat. Reaksi yang terjadi sangat sederhana seperti halnya proses penyerapan air dalam
zeolite, hal ini dibuktikan dengan penyusutan dan pemuaian secara berlebihan pada beton,
dan dalam keadaan ekstrim dapat mengakibatkan . kerusakan signifikan pada konstruksi.

2.3. 1.8 Pencemaran


Batuan dapat tercemar oleh tanah liat dan Lempung, mica, arang, serpihan kayu,
humus, bahan organik lain atau garam anorganik dan berakibat menurunnya kekuatan serta
keawetan. Apabila batuan ini diolah menjadi agregat beton akan memberikan pengaruh
kurang baik terhadap penampilannya. Bahan ini sebagai unsur penyebab terjadinya proses
penyusutan dan pemuaian yang terjadi akibat penyerapan dan pengeluaran air dari butiran,
dan apabila terkandung sebagai bagian dari batuan, maka batuan tersebut sangat terpengaruh
oleh perusakan yang terjadi akibat cuaca. Kandungan tanah liat dan lempung dari fraksi
bahan yang sangat halus pada agregat halus tetap harus dijaga dengan jumlah minimum.
Kandungan tanah, sudah tentu berakibat pada penurunan kekuatan dan keawetannya.
Kandungan bahan silikat alami jarang memberikan pengaruh yang menguntungkan seperti
halnya bahan pozolana. Tanah liat dijumpai pada agregat sebagai pelapis permukaan. Lapisan
ini menghalangi terjadinya proses ikatan antara agregat dan pasta semen, dimana lekatan
yang baik merupakan persyaratan utama agar dapat menjamin tercapainya kekuatan dan
keawetan beton yang memuaskan. Lapisan tanah liat dan Iempung juga mengakibatkan
menurunnya sifat modulus elastisitas agregat secara keseluruhan dan selanjutnya
meningkatkan pengaruh penyusutan dan rangkak pada beton.
Mica merupakan mineral pencemar yang banyak ditemui pada agregat dan memberikan
kontribusi terhadap menurunnya kekuatan dan keawetan serta mempunyai volume yang tidak
stabil bila terpengaruh keadaan basah dan kering.
Arang dan serpihan kayu yang terkandung pada agregat dapat menyebabkan rendahnya
pencapaian kekuatan dan menghasilkan bentuk pandangan yang kurang baik. Secara umum
bila bahan ini digunakan berakibat terhadap penurunan ketahanan beton untuk melawan
temperatur sangat rendah atau tinggi. Bahan organik yang telah membusuk juga terkandung
pada agregat beton sebagai humus atau lumpur organik dan sering mengandung asam organik
yang dapat menghalangi proses hidrasi semen, Sena cenderung lebih banyak ditemui pada
pasir dibandingkan dengan agregat kasar. Kandungan humus pada agregat halus dapat
ditentukan dengan cara menetralisir dengan menggunakan larutan sodium hidroksida dengan
konsentrasi 3% (lihat Standar ASTM 40 c). Humus lebih memberikan pengaruh terhadap
ikatan awal dibandingkan dengan kekuatan dalam jangka waktu lama.
Keadaan sebaliknya ternyata benar, bila agregat tercemar oleh garam belerang
anorganik, akan memberikan pengaruh terhadap kekuatan dan merusak pada tahap akhir serta
menimbulkan pemuaian. Meluasnya kerusakan yang mungkin terjadi akibat adanya
kandungan belerang sukar diukur dengan suatu ukuran derajat tertentu.
Pengaruh gypsum dengan butiran sangat haius diperkirakan akan beraksi secara
sempuma pada semen yang menyebabkan terjadinya pengembangan. Pada umumnya, Standar
Spesifikasi untuk Semen Portland membatasi jumlah penambahan maksimum bahan gypsum
hingga 5% berat semen, dan penggunaan gypsum dengan serat lebih kasar tidak begitu
membahayakan.
Garam organik lain merupakan unsur merugikan pada agregat beton bila kandungan
garam tidak melebihi 1% berat kandungan semen. Jumlah kandungan garam yang tinggi
seperti pada kalsium klorida dapat mengakibatkan korosi pada tulangan dan menghasilkan
beton yang sangat porous serta menciptakan lingkungan yang buruk bila air dan udara
menembus tulangan.
Kandungan klorida, karbonat dan fosfat lain dalam jumlah tinggi mengakibatkan proses
penggaraman (efflorescence) yaitu lapisan tipis berwarna keputih-putihan pada permukaan
beton. Adanya noda-noda putih pada permukaan beton mengakibatkan terganggunya
keindahan dan mengakibatkan umur pengecatan menjadi pendek, dimana lapisan cat akan
segera terkelupas bila permukaan yang mengalami proses penggaraman tidak dibersihkan
dahulu sebelum dikerjakan.

2.3.2 Kekekalan Fisik


Suatu agregat dianggap mempunyai sifat kekekalan fisik apabila tidak mengalami
perubahan volume yang besar akibat pengaruh pelelehan, pemanasan dan pendinginan
ataupun akibat perubahan keadaan basah dan kering.
Partikel batuan yang secara fisik lemah, memiliki tingkat penyerapan sangat tinggi,
mudah dibelah atau menyusut dan memuai bila mengeluarkan atau menyerap air, sehingga
batuan seperti itu tidak boleh digunakan sebagai bahan agregat untuk beton. Bila agregat
tersebut digunakan pada beton yang terpengaruh oleh cuaca, akan menghasilkan kekuatan
beton yang rendah, lekatan antara adukan dan agregat lemah, timbulnya retakan, letusan dan
pecahnya permukaan beton. Agregat yang terbuat dari bahan shale, batuan pasir yang tidak
terikat, batuan yang mengandung mineral clay dan mica dalam jumlah besar, batuan dengan
kristal sangat kasar, serta chert, biasanya mempunyai sifat fisik tidak kekal, oleh karena itu
tidak baik digunakan untuk agregat beton.
Porositas agregat, distribusi ukuran butir dan pori menerus merupakan sifat paling
penting yang dapat mempengaruhi sifat kekekalan fisik agregat. Akibat berbagai hal seperti
sifat karakteristik ukuran pori agregat dapat mempengaruhi pada hampir sifat teknis beton,
dan adanya rongga pori akan mengurangi volume padat suatu agregat dan tertahannya larutan
yang agresif pada rongga pori.
Pengaruh porositas terhadap kepadatan sangat penting untuk rancangan campuran dan
untuk menghasilkan agregat beton ringan: Selain itu, kekuatan dan ketahanan terhadap
keausan akan berkurang bila menggunakan agregat yang porous, demikian juga modulus
elastisitas juga akan berkurang dan memberikan pengaruh penyusutan yang besar karena
berkurangnya derajat ketahanan butiran agregat pada pasta yang mengalami penyusutan.
Butiran agregat yang porous sangat mudah terserang oleh larutan agresif, dimana
semakin besar permukaan internal yang bersentuhan maka kecepatan perusakan yang terjadi
semakin tinggi. Apabila pori-pori suatu agregat secara keseluruhan atau sebagian berada
dalam keadaan jenuh, maka sifat thermalnya akan lemah. Pada keadaan ekstrim agregat
porous akan menyusut dan memuai bila mengeluarkan dan menyerap air, hal ini
mengakibatkan retakan dan kerusakan pada beton secara menyeluruh.
Agregat yang porous, lemah dan absortif pada umumnya mempunyai berat jenis yang
rendah, sedangkan agregat dcngan kualitas tinggi biasanya mempunyai berat jenis yang tinggi
pula.

2.4 Sifat-sifat Agregat lainnya


Untuk dapat menghasilkan beton berkualitas tinggi, selain harus mengetahui sifat
kekekalan kimia dan kekekalan fisiknya, perlu pula diketahui sifat agregat lainnya seperti:
susunan butiran, kandungan lumpur, kandungan zat yang merugikan, kekerasan butir,
keausan butiran, bentuk butiran, faktor pengembangan volume, penyerapan air, kadar air,
bobot isi dan berat jenis. Data dari sifat-sifat agregat ini diperlukan untuk menentukan
kebutuhan air dan kebutuhan semen, disamping kebutuhan agregat itu sendiri untuk kualitas
beton tertentu.
2.4.1 Susunan Butiran Agregat
Susunan butiran agregat sangat menentukan apakah agregat yang digunakan akan
menghasilkan beton yang berkualitas. Seperti telah diuraikan pada bagian jcnis-jenis agregat,
susunan butiran yang baik (well graded), adalah butiran dcngan susunan yang menerus dan
hal ini dapat diketahui melalui percobaan analisa saringan dan kemudian dapat digambarkan
grafik susunan butirannya.
Tidak semua agregat, memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Hal ini akibat
proscs transportasi batuan yang tidak sama dari satu lokasi dengan lokasi lainnya sehingga
acapkali ditemukan agregat yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Untuk
mengatasi hal itu, dilakukan pencampuran bebcrapa agregat dari satu lokasi dengan lokasi
lainnya. Dengan mengadakan pencampuran beberapa agregat dari tempat yang berbeda,
diperoleh agregat yang memenuhi klasifikasi agregat dengan “susunan butir baik.” dan dari
hasil itu dapat diketahui masing-masing prosentase dari setiap lokasi pengambilan agregat.
Susunan butir agregat dapat menentukan jumlah pemakaian semen, dimana susunan
butiran agregat yang halus cenderung memerlukan pemakaian jumlah semen lebih banyak
dibandingkan dengan susunan butir yang kasar. Hal ini disebabkan oleh karena butiran halus
memiliki jumlah luas permukaan lebih besar persatuan volume yang sama sehingga
memerlukan jumlah semen lebih banyak untuk mengikat seluruh permukaannya.

2.4.2 Susunan Butir Agregat Halus


Susunan butiran “agregat halus yang baik" atau pasir yang digunakan untuk pekerjaan
beton memerlukan beberapa persyaratan, dan berikut ini diberikan cara menguji bahan ini.
Pengambilan contoh uji yang akan ditentukan susunan distribusi ukuran butirannya
harus diambil dari 5 lokasi terpisah dari timbunan agregat halus tersebut yang mewakili
keseluruhan timbunan, dan contoh uji tadi dicampur hati-hati hingga merata. Dari jumlah
kelima contoh uji tersebut kemudian diambil sejumlah contoh yang diperlukan untuk
pengujian susunan butir dan pemisahan contoh dapat dilakukan dengan menggunakan alat
pemisah (splite apparatus) atau secara manual. Pemisahan secara manual dilakukan dengan
membuat tumpukan yang beralas bundar dan berbentuk gunung, lalu„ dibagi menjadi empat
bagian (Gambar 2.5) dan dari kcempat bagian tersebut lalu diambil dua bagian yang
berhadapan dengan arah diagonal, kemudian disatukan lagi dan dicampur hingga merata.
Tindakan ini dilakukan beberapa kali hingga diperoleh jumlah yang diperlukan. Jumlah berat
benda uji yang diperlukan antara 0,5 hingga 1,0 kg dan setiap proses pengayakan paling
banyak diperlukan 0,5 kg.
Seri susunan ayakan yang digunakan adalah pan, 0.125 mm (N0. 100), 0,25 mm (No,
50), 0,50 mm (No. 30), 1,0 mm (No.16), 2,0 mm (No. 8), 4,0 mm (No. 4), 8,0 mm (3/8"),l6
mm (3/4"), 32 mm (1,5‟), 64 mm (6.0") untuk seri ASTM dan yang didalam kurung adalah
untuk standar Intemasional. Sedangkan susunan seri ayakan menurut British Standard adalah
0,15 m, 0,30 mm, 0,60 m, 1,20 mm. 2,40 mm. 4,80 mm, 9.60 mm, 19,0 mm, dan 18,0 mm.
Gambar 2.5 : Pengambilan sample pasir dengan system quarter

Gambar 2.5 : Seri Ayakan dan mesin pengayak

Menurut Buku SNI 03-1750-1990, susunan butir agregat halus harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
- sisa di atas ayakan 4,0 mm harus maximum 2 % berat;
- sisa di atas ayakan 1,0 mm harus maximum 10 % berat;
- sisa di atas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80 hingga 95 % berat.
Sedangkan batasan susunan butir agregat halus menurut SNI 03-1750-1990 diberikan
pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1
Batasan agregat halus menurut SNI 03-1750-1990

Untuk kemudahan menganalisa, jumlah agregat yang melalui ayakan dicatat dan
digambarkan dalam bentuk grafik. Pada grafik tersebut dilengkapi batasan yang
dipersyaratkan untuk klasiflkasi. Agregat halus diklasiflkasi zone 1 hingga zone 4 menurut
British Standard. Grafik susunan butir zone 1 hingga zone 4 dapat dilihat pada Gambar 2.7
s/d 2.10.
Dengan menggambarkan kurva susunan dari setiap jenis pasir yang diuji di atas kertas
transparan, maka daerah susunan butiran agregat dapat ditentukan dengan segera apakah
termasuk diantara keempat zona pasir tersebut.
Gambar 2.7: Susunan gradasi butira pasir Zone – 1 (SNI 03-1750-1990)

Gambar 2.7: Susunan gradasi butira pasir Zone – 2 (SNI 03-1750-1990)


Gambar 2.7: Susunan gradasi butira pasir Zone – 3 (SNI 03-1750-1990)

Gambar 2.7: Susunan gradasi butira pasir Zone – 4 (SNI 03-1750-1990)


2.4.3 Susanan Butir Agregat Halus Gabungan

Kadang-kadang di jumpai di suatu daerah, bahwa pasir yang digunakan tidak memenuhi
persyaratan susunan butir pasir yang baik. Untuk itu diperlukan panggabungan beberapa jenis
pasir dan' lokasi yang berbcda agar persyaratan susunan butiran yang dikehendaki dapat
terpenuhi Pada Tabel 2.2 diberikan cara mencari susunan agregat yang memenuhi persyaratan
dari beberapa jenis pasir yang ada.

Tabel 2.2
Cara mencari susunan butiran pasir yang memenuhi persyaratan

Kombinasi (VIIa) Kombinasi (VIIa)


Pasir IV 47 % IV + 53 % V 36 % IV + 64 % V
Ukuran
lewat %
ayakan Lewat, % Lewat, % Lewat, % Lewat, % Lewat, % Lewat, %
Yiv Y Yia
0,47 x Yiv 0,53 x Yv Kombinasi 0,36 x Yiv 0,64 x Yiv Kombinasi
9,6 100 100 47 100 36 64 100
4,8 100 100 47 100 36 64 100
2,4 100 62 47 80 36 40 76
1,2 100 30 47 63 36 19 55
0,6 85 10 40 45 31 6 37
0,3 60 0 27 27 22 0 22
0,15 30 0 14 14 11 0 11
pan 0 0 0 0 0 0 0

Pasir IV dan Pasir V mempunyai susunan butir yang kurang baik, dan dengan
menggabungkan keduanya akan dibuat pasir gabungan yang masuk dalam klasifl 2. Pasir IV
sangat halus diklasiflkasikan di atas batasan zone 4, sedangkan kasar diklasiflkasikan di
bawah zone 1.
Apabila tersedia dua jenis pasir yang berbeda susunan butirannya, maka diperlukan
kurva gradasi gabungan yang lewat melalui satu titik sembarang pada diagram analisa ayakan
yang terletak diantara masing-masing kurva bahan agregat. Jika terdapat tiga jenis agregat
yang berbeda susunan gradasinya, akan diperlukan kurva gradasi gabungan yang melalui dua
titik yang terletak diantara kurva gradasi ketiga bahan tersebut, gabungan empat jenis bahan
diperlukan tiga titik dan seterusnya.
Dari contoh Tabel 2.2 kelihatannya diperlukan kurva gradasi gabungan titik hubung
45% pada bahan lewat ayakan 0.60 mm. Prosentase Pasir V Yang diperlukan dapat dihitung
dari persamaan (2.6).

45 = Yiv

Dengan memasukkan bilangan dari Tabel 2.2, Yiv= 85 %, yang menyatakan 85% pasir
lolos ayakan 0.6 mm, dan y = 10. yang menyatakan 10 % pasir V lolos ayakan 0.6 mm, maka
akan diperoleh:

45 = 85

x = 47 %
Dengan demikian dipérlukan Pasir IV sebanyak 47 % dan Pasir V sebanyak (100 % -
47%) = 53 % untuk menggabungkan kurva gradasi gabungan yang melalui satu titik pada
diagram analisa ayakan yang berhubungan dengan 45% campuran bahan lewat layakan 0.6
mm. Pada Tabel 2.2 ditunjukkan bagaimana kurva gradasi gabungan dapat dihitung jika
menggunakan proporsi ini. Kurva gradasi gabungan untuk pasir gabungan dapat dilihat pada
diagram analisa ayakan pada Gambar 2.11. Kurva gradasi gabungan. yang dihasilkan
termasuk klasifikasi Zone 2, hanya terdapat agregat halus yang lebih kecil dari 0.15 mm
dalam jumlah yang besar.
Kurva gradasi gabungan yang dihasilkan termasuk klasifikasi Zone 2, dimana terdapat
agregat halus < 0.15 mm daiam jumlah besar Kelebihan kandungan halus dapat
meningkatkan kebutuhan air pencampur, dengan demikian harus diusahakan untuk
mengu'rangi kandungan halus dengan cara menambah pioporsi kandungan kasar dari Pasir V.
Dari diagram analisa ayakan dipcroleh perbandingan maksimum pasir kasar yang dapat
digunakan. Jika diinginkan kurva gradasi gabungan tetap termasuk dalam klasifikasi Zone 2,
dapat dihitung dengan kurva gradasi gabungan yang harus menyentuh batas bawah Zona 2.
dari ayakan 12 mm, dimana kurva gradasi kurva gabungan hams melintasi suatu titik temu
55% bahan lewat ayakan 1.2 mm.
Dengan demikian diperoleh:

55 = Yiv

55 = 100

x = 36 %

Dengan demikian akan diperlukan 36 % Pasir IV dan 64 % Pasir V untuk kurva gradasi
gabungan yang lewat melintasi titik khusus pada kurva gradasi. Kurva gradasi gabungan
dihitung pada Tabel 2.2 dan ditunjukkan oleh diagram analisa ayakan pada Gambar 2.11
Gambar 2.11: Kurva gradasi gabungan (VI) ketika pasir halus IV dan pasir kasar V yang
digabungkan dengan proporsi 47 % dan 53 % (Gab VIa) dan 36 % dan 64 %(Gab VIb)

2.4.4 Susunan Butir Agregat Kasar


Seperti halnya agregat halus, agregat kasar perlu diketahui juga gambaran susunan
butirnya, dengan menggunakan susunan seri ayakan seperti yang digunakan pada pengujian
agregat halus. Yang dimaksud agregat kasar adalah butiran agregat lebih besar dari 4.80 mm,
dan SNI 03-1750-1990 memberikan batasan persyaratan susunan butir agregat kasar sebagai
berikut: '
- sisa diatas ayakan 31.5 mm, harus 0 % berat
- sisa diatas ayakan 31.5 mm, harus berkisar antara 90 98 % berat;
- selisih antara sisa kumulatif di atas dua ayakan yang berurutan, adalah maksimum 60% dan
minimum 10% berat.
Persyaratan susunan butir agregat kasar menurut SNI 03-1750-1990 adalah seperti yang
diberikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3
Persyaratan susunan agregat kasar menurut SNI 03-1750-1990

Presentase berat tembus ayakan


Ukuran ayakan
Ukuran nominal gradasi agregat, mm
mm inc 38.0 - 40 19.0 - 4.80 9.6 - 4.80
38.1 95 -100 100 -
19.00 35 - 70 95-100 100
9.52 10 -- 40 30 - 60 50 - 85
4.76 0-5 0 - 10 0 - 10
Grafikpersyaratan susunan agregat kasar seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.12
hingga 2.15. Grafik-grafik tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam merancang
campuran beton.

Gambar 2.12 : Batasan gradasi untuk ukuran agregat kasa 9.6 mm

Gambar 2.13 : Batasan gradasi untuk ukuran agregat kasa 19.00 mm


Gambar 2.14 : Batasan gradasi untuk ukuran agregat kasa 38.00 mm

Gambar 2.15 : Batasan gradasi untuk ukuran agregat kasa 76.00 mm


2.4.5 Susunan Butir Agregat Kasar Gabungan
Sebelumnya telah diuraikan bahwa kadang-kadang suatu jenis pasir tidak memenuhi
persyaratan batasan susunan gradasi yang telah ditentukan. Untuk mengatasi hal itu
diperlukan tindakan penggabungan dari beberapa lokasi deposit pengambilan agregat.
Penggabungan dapat dilakukan antar agregat halus atau .agregat kasar, dan juga
menggabungkan antara agregat kasar dan agregat halus.
Pada Tabel 2.4 diberikan contoh'penggabungan tiga jenis kerikil dengan susunan butir
berbeda.
Dengan melakukan analisa uji coba (trial and error), dicoba beberapa presentase
berbeda dari Kerikil I, Kerikil II dan Kerikil III. Setelah diperoleh prosentase memungkinkan
kerikil gabungan memenuhi persyaratan susunan butir, maka prosentase tersebut digunakan
sebagai rancangan campuran beton. Contoh yang diberikan pada Tabel 2.4 adalah hasil akhir
dari proses uji coba tersebut, sehingga ditemukan komposisi yang terpilih adalah 57 % untuk
kerikil I, 29% untuk Kerikil II dan 14% untuk Kerikil III (Gabungan). Hasil komponen
agregat kasar gabungan ditunjukkan pada Gambar 2.16.
Dengan cara demikian maka hambatan dalam menentukan gradasi butiran yang tidak
memenuhi persyaratan telah dapat diatasi, dan diperoleh agregat kerikjl gabungan yang
kemudian diberi Notasi Kerikil IV (Kerikil Gabungan). Data ini selanjutnya akan dipakai
pada Bab dalam rancangan campuran beton.

Tabel 2.4
Contoh perhitungan penyesuaian susunan besar butir agregat kerikil guna memenuhi
kurva susunan butir yang memenuhi persyaratan penggabungan 3 jenis kerikil yang
berbeda susunan butirnya
kerikil I kerikil II kerikil III keririkil gabungan IV
19 -38 mm 9.6 -19 mm 4.8 - 9.6 mm 57 % (I) + 29 % (II) + 14 % (III)
Uk. Tinggal Tinggal Bagian ayakan yang lewat
Tinggal
Mm Lewat Pada Lewat Pada Lewat % % % % Yvii
Pada
ayakan % ayakan ayakan % ayakan ayakan % 57/100 x 29/100 x 14/100 x krikil
ayakan %
% %
Yi Yi Yi Gab.
76 - 100 - 100 - 100 57 29 14 100
38 - 95 - 10 - 100 54 29 14 97
19 - 5 - 95 - 100 3 28 14 45
9.6 - 0 - 5 - 95 0 1 13 14
4.8 - 0 - 0 - 5 0 0 1 1
2.4 - 0 - 0 - 0 0 0 0 0
Gambar 2.16: Kurva gradasi gabungan (VII) kctika masing-masing ukuran agregat I. II. III
yang digabungkan dengan proporsi 57 % dan I4 %

2.4.6 Susunan Gradasi Agregat Kasar dan Halus Gabungan


Setelah diperoleh susunan agregat gabungan dari masing-masing agregat kasar dan
halus, maka dicari susunan agregat halus dan kasar gabungan. Hasil pemilihan agregat halus
dan kasar gabungan dapat dilihat pada Tabel 2.5 serta dilukiskan pada pada Gambar 2.17.

Tabel 2.5
Mencari susunan gradasi agregat kasar dan halus gabungan
Gabungan pasir dan kerrikil
Pasir Gab Kerikil Gab 35 % pasir Iv + 65 % kerikil VII
Ukuran
(IV) bagian (VI) bagian Lewat Lewat Lewat
ayakan
ayakan ayakan ayakan ayakan ayakan
mm
lewat, % lewat, % lewat, % lewat, % lewat, %
35 %X 65 %X 35 %X psr
76 100 100 35 65 100
38 100 97 35 65 98
19 100 45 35 29 64
9.6 100 14 35 9 44
4.8 100 1 35 1 36
2.4 76 0 27 0 27
1.2 55 0 19 0 19
0.6 37 0 13 0 13
0.3 22 0 8 0 8
0.15 11 0 4 0 4
Gambar 2.17: Kurva gradasi gabungan (VIII) ketika pasir VI dan agregat kasar VII
digabungkan dengan proporsi 35 % Pasir dan 65 % agregat kasar

2.4.7 Modulus Kehalusan Agregat


Kurva susunan gradasi sangat mempennudah peketjaan dalam merencanakan campuran
beton. Suatu hal yang kurang menguntungkan adalah kurva ini hanyalah menggambarkan
suatu barisan bilangan, namun tidak menggambarkan distribusi ukuran butiran dan jumlah
setiap butiran. Sesungguhnya data ini merupakan fungsi dan' distribusi ukuran butir yang
akan direncanakan.
Indeks yang biasa digunakan untuk menentukan data ini adalah dengan cara
menentukan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan kadang-kadang didefmisikan
sebagai kurva susunan gradasi bagian atas sebelah kanan dari garis vertikal yang melalui
garis x = 0.125 mm. Berdasarkan defmisi ini, maka perhitungan angka modulus kehalusan
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus (2.7).

FM(Internasional) = 1/100 (1.2 . Y0.125 + Y0.250 + …. + Ymax) (2.7)

Dimana : Y = presentase kumulatif yang tertahan di atas ayakan yang dltunjukkan oleh angka
sub indeks. Di Amerika Serikat, angka modulus kehalusan didefmisikan sebagai jumlah
prosentase kumulatif bahan yang tertahan di atas seri ayakan standar Amerika atau seperti
yang ditunjukkan olch persamaan (2.8).

FM(Amerika) = 1/100 (1.2 . Y0.100 + Y50 …. + Ymax) (2.8)

Angka modulus kehalusan yang sama dapat menyatakan suatu bilangan tidak terbatas
dari kurva gradasi yang berlainan. Angka modulus kehalusan dengan penyebaran ukuran
butir yang besar sangat baik untuk keadaan tertentu bila modulus kehalusannya berada dalam
batasan yang wajar. Hal ini menunjukkan bahwa konsep modulus kehalusan sangat berguna
dalam merancang campuran beton dengan segala permasalahannya yang kadang-kadang
sukar untuk ditentukan dengan pasti Angka modulus kehalusan yang tinggi dari suatu agregat
merupakan pertanda bahwa agregat tersebut memiliki kadar halus cukup besar. Kandungan
kadar halus yang tinggi di dalam suatu campuran beton dapat mempengaruh penyusutan yang
besar, dan pada tahapan tertcntu akhirnya akan mempengaruhi kekuatannya.
Angka modulus kchalusan yang diperoleh adalah jumlah prosentasi kumulasi dan
semua bahan yang tersisa diatas ayakan, termasuk ayakan 0.15 mm, namun tidak termasuk
“pan” lalu dibagi dengan 100.

2.4.8 Proporsi Antara Agregat Kasar Jan Halus


Salah satu langkah penting dalam tata cara rancangan campuran beton adalah
menghitung proporsi optimal air pencampur yang dapat menghasilkan beton sesuai dengan
persyaratan yang dipilih, tanpa mengakibatkan terjadinya pengaruh segregasi atau bleeding.
Hal ini dapat dilakukan dcngan cara memperhatikan uraikan berikut. Kandungan pasir
tidak boleh mengandung susunan butiran yang tidak mampu mengisi rongga-rongga yang ada
diantara agregat kasar. Bila hal ini terjadi, dikatakan sebagai campuran kekurangan pasir
(Undersanded). Butiran agregat kasar dengan mudah mengalami segregasi pada campuran
dengan kandungan pasir yang kecil, khususnya bila campuran dibuat kaku dan kering.
Campuran yang kekurangan pasir sukar untuk dikerjakan dan pada saat pengecoran dan akan
membetuk kantong-kantong udara. Rongga-rongga diantara butiran agregat kasar tidak akan
terisi oleh adukan. Beton yang dihasilkan menghasilkan permukaan kasar dan porous serta
memiliki keawetan rendah.
Dalam keadaan sebaliknya, bila campuran memiliki kandungan pasir sangat tinggi,
agregat kasar tidak terlihat sama sekali, maka disebut campuran kelebihan pasir
(Oversanded). Campuran seperti ini mempunyai sifat kohesif, namun agak sukar dikerjakan.
Pada keadaan khusus dimana campuran kelebihan agregat halus, dengan butir dari 0115
hingga 0.6 mm akan menghasilkan permukaan beton yang kasar.
Campuran dengan kandungan pasir berlebih (Oversanded) memerlukan lebih banyak
air agar diperoleh faktor kemudahan kerja yang sama seperti bila campuran dibuat dengan
proporsi agrcgat kasar dan halus yang optimal.
Proporsi kebutuhan pasir dan agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa sehingga
semua butiran agregat kasar di dalam campuran dapat terselimuti pasta adukan, namun masih
dapat terlihat.

2.4.9 Ukuran Butir

Ukuran butir suatu agregat dapat mempengaruhi kualitas campuran beton. Ukuran butir
yang digunakan untuk pekarjaan beton harus mempertimbangkan beberapa hal seperti:
ukuran penampang beton yang akan dikerjakan, jumlah dan jarak antar tulangan, dan
peralatan pengccoran yang akan digunakan.
SNI 03-1750-1990 memberikan persyaratan pemilihan agregat yang akan digunakan pada
pekeijaan beton sebagai berikut:
Besaran butir agregat maksimum tidak boleh melebihi seperlima (1/5) jarak terkecil
antara bidang-bidang samping cetakan, sepertiga (1/3) tebal pelat atau tigaperempat (3/4)
jarak bersih minimum batang-batang dan berkas-berkas tulangan. Penyimpangan diijinkan,
apabila menurut penilaian Pengawas Ahli cara-cara pengecoran beton dilakukan sedemikian
rupa hingga terjamin tidak akan terjadi sarang kerikil (honey comb).
Pembatasan ini dimaksudkan agar agregat halus dapat masuk tanpa terhambat oleh
agregat kasar yang tersangkut diantara tulangan pada saat proses pengecoran. TerSangkutnya
ageregat kasar diantara batang tulangan dapat menghasilkan campuran yang tidak homogen,
scrta menimbulkan sarang tawon pada permukaan bidang yang dicor. Secara prinsip
dianjurkan untuk menggunakan agregat berukuran sebesar mungkin untuk maksud
mengurangi kebutuhan air dan kadar semen pada suatu nilai kekentalan dan kekuatan yang
telah ditetapkan. Akan tetapi akibat keterbatasan ruang kerja, maka dilakukan pembatasan
terhadap pemiiihan ukuran maksimum agregat yang digunakan. Hanya untuk suatu pekerjaan
yang memerlukan kekuatan sangat tinggi, diperlukan campuran percobaan (trial mix) untuk
menentukan ukuran maksimum agregat yang memerlukan kandungan semen dalam jumlah
kecil, dan dengan kekuatan yang diinginkan.
Pada Gambar 2.18 diperlihatkan pengaruh ukuran agregat kasar maksimum terhadap
kekuatan beton. Data ini diperoleh dari hasil penelitian yang intensif oleh Bureau of
Reclamation di Amerika Serikat.

Gambar 2.18 : Pengaruh ukuran agregat maksimum terhadap kekuatan beton

2.4.10 Bentuk Butiran dan Tekstur Permukaan Agregat


Agregat dapat ditemui dalam berbagai bentuk, tergantung pada proscs pembentukan
maupun transportasinya di alam.
Secara umum bentuk agregat dapat dibagi menjadi:
1) Bulat : Berbentuk bulat atau bulat telur. Yang termasuk jenis ini ialah
pasir dan kerikil alam.
2) Tidak beraturan : Bentuk alamiahnya tidak beraturan akibat pergcsekan selama
proses transportasi. Yang termasuk jenis ini ialah pasir dan kerikil
alam yang berasal dari lahar.
3) Bersudut : Bentuknya tidak beraturan mempunyai sudut-sudut yang tajam dan
permukaannya kasar dan biasanya diperoleh dari hasil p3mecahan
batuan.
4) Pipih : Batas pipih disini adalah bila tebalnya kurang dari sepertiga
lebarnya dan biasanya diperoleh dari hasil pengolahan batuan
berlapis
5) Memanjang : Batasan panjang disini adalah bila panjangnya melebihi batasan
ukuran agregat yang disyaratkan,
6) Berpori dan berongga: Mempunyai pori yang kasat mata seperti batu apung, tanah liat
yang dikembangkan dan batuan beku magmatik.
Bentuk dan tekstur permukaan agregat berpengaruh terhadap sifat baton, pada saat
keadaan elastis maupun setelah mengeras. Tekstur dan karaktcristik permukaan agregat dapat
dibedakan atas 6 jenis scperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6
Bentuk tekstur dan karakteristik permukaan agregat

Tekstur Permukaan Karakteristik


Gelas Pecahan conchoidal
Halus Halus akibat gerusan air, akibat belahan lapisan, atau batuan
dengan serat halus
Granular Kasar Pecahan memperlihatkan serat yang agak bulat merata
Kasar Pecahan atau serat batuan berserat kasar dan halus yang
terbentuk dari Kristal yang tidak mudah terlihat
Kristal Mengandung Kristal yang mudah diambil
Sarang Tawon Rongga dan pori yang dapat mudah terlihat

Ukuran keliling butiran ditentukan sepenuhnya oleh diameter butiran yang


bersangkutan dengan bentuk tidak beraturan dapat diklasifikasikan berdasarkan pada ketiga
perbandingan dari ketiga penampang utamanya:

q = perbandingan sumbu tengah


Perbandingan panjang : q= a = panjang sumbu terpanjang (2.9)
agregat, cm
b = panjang sumbu tengah
Perbandingan kepipihan : q= agregat, cm (2.10)
c = panjang sumbu terkecil
agregat, cm
Pwrbandingan bentuk : q= = (2.11)

Apabila faktor bentuk lebih besar dari 1.0, berani sumbu tengah mendekati sumbu
terpendek, dan butiran disebut prolated. Apabila faktor bentuk kurang dari 1.0 berarti sumbu
tengah mendekarti sumbu terpanjang dan butiran disebut oblate.
Kerataan dinyatakan oleh jumlah bidang rata. Ini merupakan perbedaan volume padat
antara butiran pipih dengan agregat bundar setelah pemadatan pada silinder standar, dan
dinyatakan sebagai prosentase volume silinder dan volume padat butiran agregat yang sedang
diperiksa ketika dipadatkan dengan cara yang sama. Ini merupakan ukuran pertambahan
rongga pada pemadatan agregat yang tidak bundar. Angka kerataan berkisar dari 0 hingga12.
Agregat yang jumlah butiran lerlalu besar dapat berpengaruh terhadap kekuatan beton
untuk memikul beban. Oleh karena itu, SNI 03-1750-1990 membatasi jumlah butiran pipih
tidak boleh lebih dari 20 % dari keseluruhan jumlah butiran.

2.4.11 Kekerasan dan Kepadatan Butir


Kekuatan beton ditentukan oleh sifat kekerasan butiran agregat, baik agregat kasar
maupun halus. Pada umumnya butiran agregat memiliki sifat kekerasan yang tinggi,
cenderung memiliki sifat kepadatan yang tinggi pula. Butiran yang keras dan padat memiliki
pori yang rendah bila dibandingkan dengan butiran yang lunak, sehingga mempengaruhi
kebutuhan air pencampur pada pekerjaan beton.
Pada beton normal, bila suatu penampang mengalami proses kehancuran, maka
tegangan yang menghancurkan tersebut akan menyebar melalui adukan dan tidak melalui
agregat kasarnya. Hal ini disebabkan agregat memiliki Sifat kekerasan yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kekerasan butir semen. Mekanisme sebaliknya terjadi pada beton
ringan.
Beton yang akan digunakan pada temperatur sangat rendah, sangat baik bila dibuat dari
agregat dengan kekerasan dan kepadatan tinggi, karena resiko pembekuan air pada pori-pori
dapat dihindarkan. Pekerjaan beton 15.5 cm dengan persyaratan kedap air tinggi, sebaiknya
dibuat dari agregat dengan sifat kekerasan dan kepadatan tinggi. Hal ini disebabkan jumlah
pori yang dikandungnya relatif kecil sehingga mencegah Penetrasi air. Sifat kekerasan dan
kepadatan yang tinggi juga memberikan indikasi bahwa agregat tersebut memiliki berat jenis
yang tinggi
kekerasan butiran agregat kasar dapat
ditentukan dengan beberapa cara, antara lain
melalui pengujian dengan menggunakan Bejana
Rudeloff atau dengan cara Pangujian Goresan.
Pengujian dengan Bejana Rudeloff dilakukan
dengan memasukkan agregat sebanyak 1 liter yang
ditempatkan dalam suatu tabung silinder dengan
gari; tengah 15.5 cm dan tinggi 40 cm (Lihat
gambar 2.19). Untuk agregat dengan ukuran 30
hingga 65 mm dipakai bejana berukuran 11.8 cm,
dan tinggi bejana 40 cm digunakan agregat lebih
kecil dari 30 mm. Agregat di dalam tabung diberi tekanan sebesar 20 ton yang dicapai dalam
waktu 1 1/2 menit dan tekanan tersebut ditahan selama 1/2 menit. Pengujian dengan cara
gorcsan dilakukan untuk pemeriksaan awal atau di lapangan pekerjaan. Agregat dipilih
dengan membuang kandungan yang lebih halus dari 9.6 mm, dimana diperlukan jumlah
contoh uji sebanyak 800 gram untuk ukuran agregat 9.6 ~ 19 mm dan 500 gram untuk ukuran
agregat antara 19 -38 mm. Alat penggores yang digunakan adalah batang logam kuningan
berdiameter 1.6 mm yang dibulatkan,ujungnya dan memiliki kekerasan pada 65 7O skala
Rockwell B. Kekerasan ini dapat dibandingkan dengan cara berikut, apabila digoreskan pada
aluminum 5 Rph maka aluminium akan tergores, dan bila digoreskan pada Nickel 100 Rph,
maka tidak akan mempengaruhi nickel tersebut. Selanjutnya penggoresan pada agregat
dilakukan dengan tekanan sebesar 1 kg.
Angka kekerasan ditentukan dengan menghitung berapa prosentase agregat yang dapat
tergores, apabila jumlah yang tergores lebih dari 5 maka sebelum digunakan agregat harus
diuji lebih lanjut di laboratorium.
Pengujian kekerasan pasir dilakukan bila beton yang akan dibuat memiliki bobot isi 1.8
ton/m3, sedangkan beton dengan bobot isi lebih kecil tidak diuji dengan cara ini. Pengujian
dilakukan dengan tabung berdiameter 20 cm dan panj an g 19 cm, yang terbuat dari baja atau
keramik yang dibakar dengan temperatur tingg i dan tabung dapat berputar dengan kecepatan
28 rpm. Jumlah pasir yang dibutuhkan sebanyak 100 gram dan berada dalam keadaan kering,
serta telah dianalisa distribusi ukuran butimya. Pasir yang dimasukkan mempunyai ukuran
butir lebih kecil dari 4.8 mm lebih besar dari 0.15 mm, lalu kedalam bejana ditambah air
sebanyak 200 ml serta 100 buah kelereng yang terbuat dari gelas dengan ukuran diameter 17
+ 1 mm. Bejana diputar selama 1 jam, dan selama pemutaran tidak diperkenankan danya air
yang keluar. Setelah 1 jam, pasir dikeluarkan dari tabung dan ditampung, lalu bejana
dibersihkan dengan air bersih sehingga tidak ada pasir yang tertinggal. Pisahkan kelereng dari
campuran, lalu endapkan campuran dan buang air bening yang tidak mengandung pasir,
kemudian keringkan. Sesudah itu pasir diayak dengan ayakan 0.3 mm, lalu ditimbang sisa
pasir di atas ayakan 0 3 mm hingga ketelitian 0 1 gram Pekerjaan tersebut diulangi lagi,
dengan memasukkan pasir kuarsa.

Indeks kekerasa pas = (2.12)

2.4.12 Keausan Agregat


pengujian keausan dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan beton mcnahan beban
dalam jangka panjang. Beton sebagai unsur struktur akan menerima tegangan secara terus
menerus. Tegangan yang bekerja harus mampu ditahan oleh pennukaan agregat yang
merupakan tempat mengikatnya semen dan agregat yang diuji keausannya adalah agregat
kasar. Agregat dengan keausan tinggi tidak akan mampu bertahan terhadap tegangan yang
bekerja dan agregat tersebut kcmungkinan telah mengalami proses pelapukan pada
permukaannya walaupun bagian dalamnya masih memiliki sifat kekerasan yang tinggi.
Pengujian keausan dilakukan dengan menggunakan alat uji bejana Los Angeles yang
berbentuk silinder berdiameter 711 + 5 mm dan panjang 508 + 5 mm (Gambar 2. 20). Alat ini
dapat berputar pada poros yang terletak pada di tengah diameter bejana dan dapat berputar
dengan kecepatan 3O - 33 rpm.
Gambar 2.20: Alat Uji keausan dengan mesin Los Angeles

Agregat yang dapat diuji dengan bejana ini adalah berukuran butir lebih kecil dari 75
mm dan jumlah benda uji dan bola baja yang dimasukkan kedalam bejana ditentukan dari
distribusi ukuran butirnya. Ketentuan ini dapat dilihat pada Tabel 2.4, dimana bola baja
mempunyai ukuran diameter 46.5 mm dan berat 390-445 gram. Bola baja berfungsi sebagai
penggesek batuan, sehingga memberikan efek pengausan. Cara penentuanjumlah bola yang
digunakan untuk menguji dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7
Susunan butiran contoh uji, jumlah bola baja yang dipakai dan jumlah putaran mesin
untuk setiap pengujian

2.4.13 Specific Gravity dan Kapasitas Penyerapan Agregat


Bila ingin merencanakan suatu struktur beton dengan persyaratan khusus, maka sifat
kepadatan agregat mempunyai ani sangat penting. Agregat alami ringan seperti bermis atau
agregat buatan seperti lempung digunakan sebagai bahan untuk membuat struktur beton
ringan, yang mempunyai nilai spesifxc gravity antara 240-1900 kg/m3. Agregat normal
mempunyai besaran specific gravity antara 1900- 2500 kg/m3 untuk agregat alami atau
agregat batu pecah, namun dcngan menggunakan agregat buatan yang terbuat dari baja
tempa, maka nilai specific gravity beton mencapai berat hingga 6000 kg/m3.
Pada umumnya agregat mengandung pori-pori, sehingga bila ingin mendefinisikan
tentang spesiflc gravity harus dikaitkan dengan ha] ini. Spesific gravity absolut adalah gaya
berat dari benda dalam keadaan padat, tidak terhitung kandungan rongga yang ada. Untuk
menghasilkan benda uji yang tidak mengandung pori khususnya benda yang memiliki sifat
kedap air, maka benda tersebut hams dibuat menjadi tepung terlebih dahulu. Akan tctapi
tindakan ini tidak menjamin untuk menghilangkan semua pod-pori yang ada, dan ini
merupakan salah satu sumber penyebab kesalahan dalam perhitungan. Namun, hal yang
menguntungkan dalam teknologi beton adalah jarang sekali diperlukan data tentang spcsiflc
gravity absolut.
Specific gravity nyata adalah gaya berat dari suatu benda dalam keadaan poripori yang
kedap, sérta tidak memperhitungkan rongga kapiler terbuka. Spesiflc gravity
ini dinyatakan sebagai perbandingan berat antara berat agregat setelah diken'ngkan pada
temperatur 105° C selama 24 jam dengan berat air yang diperlukan untuk mengisi benda
padat termasuk rongga yang kedap. Berat volume air ditentukan sccara teliti dengan mengisi
bejana yang diketahui volumenya.
Besaran specific gravity nyata ditentukan berdasarkan persamaan (2.13).

Spesifik gravityaktual = SGaktual = (2.13)

dimana: w1 = berat contoh kering (gram)


w2 = berat bejana + air (gram)
w3 = berat contoh kering permukaan, ssd (gram)
w4 = berat bejaa + contoh ssd + air (gram)

w2 (w3 + W2) adalah berat volume air yang dipindahkan oleh benda padat termasuk rongga-
rongga yang kedap. Air yang mengisi rongga agregat tidak ikut berperan di dalam reaksi
kimia yang terjadi pada semen. Apabila seluruh pori-pori yang terbuka maupun yang kedap
telah terisi dengan air, maka bahan disebut berada dalam keadaan kering permukaan. Specifik
gravity agregat dalam keadaan kering permukaan dapat ditentukan melalui persamaan (2.14).

SG ssd = (2.14)

Kapasitas penyerapan air, pn, dari suatu agregat dinyatakan dalam presentase berat bahan
dalam keadaan kering oven yang ditentukan berdasarkan persamaan (2.15).

Pn (%) (2.15)

Cara pengujian untuk menentukan nilai spesific gravity agregat halus ataupun kasar diuraikan
dalam standar ASTM C-127 dan C-128. Peralatan yang digunakan ditunjukkan pada Gambar
2.21 dan Gambar 2.22 alat uji untuk sifat permeabilitas.
2.4.14 Kandungan Partikel Halus Agregat
Pada umumnya, agregat alam dengan bentuk alami maupun pecah yang digunakan
sebagai agregat beton selalu mengandung partikel halus bawaan. Partikel halus bawaan ini
dapat berupa lumpur, lanau, lempung atau partikel halus akibat proses pengolahannya
Partikel halus diperlukan pada pekeljaan beton untuk menjamin terjadinya campuran beton
dengan sifat mudah dikerjakan (Workability). Akan tetapi bila terdapat kandungan halus
termasuk butiran semen yang terlalu banyak dapat berakibat terhadap kemungkinan
timbulnya penyusutan yang sangat besar. Bila terjadi penyusutan, maka kualitas beton setelah
mengeras akan berpengaruh.
SNI-03-1750-1990 membatasi jumlah untuk kandungan halus yang diijinkan, pada
agregat kasar tidak boleh melebihi 1%, sedangkan untuk agregat halus tidak boleh lebih dari
5% dari berat agregat. Bila agregat mengandung kandungan halus melebihi ketentuan ini,
harus diadakan pencucian dahulu sebelum digunakan. Yang dikatagorikan agregat halus
adalah butiran yang lolos ayakan 0.063 mm. Pengujian kandungan halus pada pasir dapat
ditentukan dengan menghitung prosentase butiran lolos ayakar„ 50 mikron terhadap contoh
asal, dan dilakukan dengan analisa basah. Di lapangan pengujian kandungan halus dapat
dilakukan secara cepat dengan menggunakan bejana dari gelas yang berukuran penampang
atas dan bawah sama.
Contoh yang akan diuji dimasukkan dalam bejana, lalu ditambahkan dengan air hingga
mencapai ketinggian tiga perempat volume bejana, lalu air dan agregat dikocok hingga
campuran menjadi rata, dan tidak boleh ada air yang terbuang. Kemudian endapkam larutan
selama 1 jam, dan setelah larutan mengendap dan air kembali menjadi jernih. maka dapat
diamati butiran halus berada di atas butiran kasar. Dengan mengukur tinggi kandungan halus
dan kasar, dapat dihitung presentase kandungan halus dari agregaf halus tersebut (Gambar
2.23).
Jumlah agregat kasar yang diperlukan untuk pengujian tergantung pada ukuran yaitu
ukuran butiran 4,8 - 9, 6 mm dibutuhkan 1000 gram, 9.6 - 19 mm sebanyak 2000 gram, dan
19 - 38 mm sebanyak 3000 gram serta > 38 mm sebanyak 5000 gram.
Gambar 2.23: Pengujian kadar kandungan halus

2.4.15 Kandungan Zat dan Bahan Organik pada Agregat


Zat organik dalam agregat dapat membahayakan bila digunakan pada pekerjaan beton.
Zat organik, pada tingkatan tertentu dapat menghalangi proses pengikatan antara semen dan
agregat. Bahan organik seperti serpihan kayu dan sampah dapat mengakibatkan mutu beton
tidak seragam, dan merupakan titik awal kerusakan bila penampang yang mengandung bahan
tersebut menerima tegangan yang besar.
Pengujian dilakukan dengan mengambil contoh agregat halus sebanyak 500 gram,
dimana pengambilannya mewakili seluruh deposit yang ada. Agregat halus yang telah
dikeringkan lalu dimasukkan kedalam bejana dari gelas yang mempunyai volume 500 ml
setinggi 7 cm, kemudian dimasukkan cairan yang mengandung larutan NaOH dengan
konsentrasi 3%. Campuran lalu dikocok hingga merata, lalu diendapkan selama 24 jam.
Setelah 24 jam akan terjadi perubahan warna pada larutan. mulai dari kuning hingga hitam,
yang tergantung pada besar kecilnya kepekatan kandungan organis pada agregat. Warna
larutan yang terjadi kemudian dibandingkan dengan warna standar yang terbuat dari beberapa
bahan kimia yaitu: 9 gram Ferri klorida (FcCls.6HzO), 1 gram Cobalt Chlorida (CoCl. 6H2O)
di dalam 100 ml air yang telah dicampur dengan 1/3 ml asam hydrochloric. Campuran ini bila
disimpan dalam bejana kaca yang kedap udara akan mempunyai warna yang tidak dapat
berubah selamanya (Gambar 2.24).
Warna pasir, apakah halus, kuning, abu-abu dan lainnya, bila dicuci dengan larutan
NaOH 3 % belum tentu memberikan wama yang lebih tua dari warna standar, karena -warna
dari pasir ditentukan oleh mineral yang dikandungnya.
Gambar 2.24: Pengujian kadar organis dalam agregat

2.4. 16 Bobot Isi Agregat


Pekerjaan pembuatan beton dapat dilakukan dengan menggunakan analisa berat atau
volume. Agregat mempunyai berat yang berbeda bila dalam keadaan gembur atau padat. Bila
dipilih analisa berdasarkan volume, diperlukan data tentang volume dalam keadaan padat
maupun gembur. Dengan mengadakan konversi dari padat kc gembur, dapat diperhitungkan
kebutuhan agregat yang dipcrlukan untuk pekerjaan tertentu.
Untuk penentuan bobot isi gcmbur dilakukan sebagai berikut: diperlukan pasir
sebanyak lebih kurang 1.0 liter dan kemungkinan dimasukkan kedalam bejana. Ratakan
pcrmukaan bcjana dari pasir yang berlcbihan, lalu ditimbang (w6 gram). Takaran kemudian
dikosongkan, lalu diisi dcngan air, lalu ditimbang (w7 gram), lalu timbanglah takaran dalam
kcadaan kosong (w5 gram), lihat gambar 2.25.

Bobot isi gembur = gram/cm3 (2.16)

Bobot isi padat ditentukan dengan cara berikut. Pasir gembur diisikan pada takaran, lalu
diratakan dari pasir yang berlebihan. Takaran dan pasir diletakkan di atas alat yang dapat naik
turun. Pemadatan dilakukan dengan naik tumnnya alat sebanyak 500 kali. Selama masa
pemadatan, bila pasir menyusut, maka ditambah pasir lagi seperti pada pengujian bobot isi
gembur, termasuk persamaan untuk menghitung bobot isinya.
Pengujian bobot isi gembur dan bobot isi padat agregat kasar dapat dilakukan dengan
cara yang sama seperti pengujian bobot isi gembur agregat halus, hanya memerlukan contoh
uji sebanyak 5000 ml, serta takaran 5 liter. Untuk pengujian ini diperlukan takaran yang kuat
dan kokoh, karena mengalami hentakan dalam jumlah besar.

2.4.17 Pengembangan Volume Pasir (Bulking of Sand)


Volume pasir ketika berada di alam akan berbeda dengan volume ketika akan
digunakan, karena proses pengambilan dan transportasi yang terjadi. Volume yang
dibutuhkan dalam peketjaan adalah volume seperti ketika dalam keadaan aslinya sebelum
terganggu. Pada umumnya data tentang pengembangan volume hanya diperlukan untuk
agregat halus saja, sedangkan agregat kasar mempunyai nilai pengembangan yang dapat
diabaikan.
Pengembangan yang terjadi berbeda antara satu jenis pasir dengan jenis pasir lainnya.
Pasir yang memiliki gradasi halus dan seragam memiliki pengembangan yang relatif lebih
besar bila dibandingkam dengan butiran yang bergradasi balk. Faktor pengembangan yang
tinggi merupakan indikasi jumlah kandungan halus yang tinggi atau susunan gradasi yang
kurang baik, dan tentu menghasilkan penyusutan yang tinggi pula. .
Berdasarkan analisa volume untuk mendapatkan volume yang tepat untuk menentukan
campuran berdasarkan analisa volume, maka volume pasir perlu ditambahkan sebesar faktor
pengembangan volume yang terjadi. Pada pekerjaan pencampuran dengan menggunakan
analisa berat, maka faktor pengembangan volume ini tidak perlu dipergunakan.
Pengujian faktor pengembangan volume dilakukan secara berikut. Pasir yang
diperlukan adalah yang memiliki kelembaban alami, dan diambil dari deposit sebanyak 300
ml. Pasir ini kemudian dimasukkan kedalam bejana gelas dengan ukuran 500 cc (HI) hingga
ketinggian 300 cc (H20), kemudian bejana dikosongkan, lalu diisi air hingga 250 ml.
Tuangkan secara hati-hati pasir kedalam bejana yang telah berlsi air, sambil diaduk agar
udara yang terpera'ngkap diantara butiran dapat keluar. Bila gelembung udara sudah tidak
keluar lagi, bacalah tinggi volume pasir pada gelas uk„ur (H3) lihat Gambar 2.25.
Faktor pengembangan volume pasir, Bv yang terjadi dapat ditentukan melalui
persamaan 2.17.

Bv =

Dimana : H2 = tinggi pasir dalam gelas ukur sebelum ditambah air, dan
H3 = tinggi pasir dalam gelas ukur setelah ditambah air, dan gelembung udara
telah keluar dari agregat
Gambar 2.25 : Pegujian pengembangan volume pasir

2.5 Pengolahan Agregat


Agregat untuk pekerjaan beton biasanya dibuat dengan memecah batuan menjadi
agregat kasar dapat dilakukan dengan cara manual atau dengan menggunakan mesin pemecah
batu. Berbagai jenis mesin dapat digunakan tergantubg dari kapasitas yang diinginkan. Mesin
pemecah batu tersedia dengan jenis yang permanen atau dapat bergerak, seperti yang
ditunjukan pada Gambar 2.26 s/d 2.28. Alat pemecah batu dapat dilengkapi dengan penyaring
dan ban berjalan untuk menyimpan agregat hasil olahan. alat penyaring disesuaikan dengan
ukuran yang direncakan.
BAB 3
AIR DAN PERMASALAHANNYA

3.1 Umum
Pada pekerjaan beton, air mempunyai beberapa fungsi yaitu: sebagai pembersih agregat
dari kotoran yang melekat; merupakan media untuk pencampur; mengecor dan memadatkan
serta memelihara beton. Selain itu yang tidak kurang pentingnya yaitu air berfungsi sebagai
bahan baku yang mengakibatkan proses kimia sehingga semen bereaksi dan kemudian
mengeras. Mengerasnya semen diantara agregat mengakibatkan bersatunya butiran antar
agregat sehingga membentuk bahan buatan yang disebut beton.
Untuk memperoleh pengikatan semen dengan agregat yang sempurna, diperlukan air
yang berfungsi menjaga temperatur tidak terlalu tinggi, sehingga proses hidrasi semen
berjalan secara sempurna.
Air di alam dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti dari sungai, laut, sumur
artesis ataupun dari sumur terbuka, namun tidak seluruh air di permukaan bumi dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan beton, yang dapat menghasilkan beton
berkualitas baik. Air yang dapat digunakan sebagai bahan pencampur pada pekerjaan beton
ialah air yang tidak mengandung zat yang dapat menghalangi proses pengikatan antara semen
dan agregat. Pada umumnya air yang tidak berbau dan dapat diminum boleh digunakan
sebagai bahan pencampur.
Kandungan zat yang dapat memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap kualitas
beton antara lain: lempung, clay, asam, alkali, beberapa jenis garam lainnya, air limbah dan
zat organik.
SNI-O3-2847-2002 daiam Pasal 5.4 ayat 1 s/d 3 mensyaratkan sebagai berikut:
1) Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan bahan yang
merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam dan bahan organik, atau bahan-bahan
lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
2) Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya
tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh
mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. [Lihat psl 6.4. (1) SNI-O3-
2847-2002]
3) Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan , kecuali ketentuan berikat terpenahi :
(1) Pemilih proporsi campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama
(2) Hasil pengujian pada umur 7 hari dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat
dari adukan air yang tidak dapat diminum hams mempunyai kekuatan sekurang
kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda aji yang dibaat dari air yang
dapat diminam. Perbanadingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada
adukan serupa, terkecuali pada air pencampuran; yang dibuat dan diuji dengan
“Metoda uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis” (Menggunakan spésimen
kubus dengan ukuran sisi 50 mm) [ASTM C 109]
Uraian selanjutnya akan membahas unsur-unsur di alam yang dapat memberikan
pengaruh yang kurang baik pada pekerjaan beton.
3.2 Unsur-Unsur Marugikan yang terdapat dalam Air

3.2.1 Kandungan Benda Padat


Air dapat méngandung benda padat terlarut, yaitu bila jumlahnya kurang dari 6% berat
air, pada umumnya cukup aman untuk digunakan pada pembuatan beton. Dalam beberapa
kasus, air minum di perkotaan yang didistribusikan oleh perusahaan air bersih mengandung
benda padat scbanyak 2%, akan tetapi pada umumnya mempunyai kandungan jauh di bawah
konsentrasi ini.
Sangat jarang air yang diambil dari alam seperti sumur dan sungai yang belum tercemar
dan mcngandung larutan padatan lebih dari 0,5 %, kecuaii air laut. Dengan melihat pada
kenyataan bahwa umumnya terdapat pada air yang didistribusikan selain mengandung larutan
padatan, juga mengandung garam, sehingga dapat dikatakan bahwa air yang diperoleh dari
alam yang belum tercemar dapat digunakan sebagai air pencampur.

3.2.2 Ion-Ion yang Umum Ditemui


Air dari alam yang belum diolah atau digunakan yang tidak mcngandung limbah
industri, pada awalnya mengandung ion-ion positif dan negatif yang berasal dan' larutan
garam anorganik sebagai berikut:

Tabel 3.1
Ion-ion positif dan negatif yang berasal larutan garam anorganik

Kation Anion
Kalsium ( Ca ++) Bikarbonat (HCO3-)
Magnesium (Mg ++) Sulfat ( SO4-)
Sodium ( Na+) Klorida ( Cl -)
Potasium ( K+) Nitrat ( NO3-)

Ion-ion karbonat (CO „) degan jumlah sedang yang dijumpai dalam air yang
dilunakkan. Pada air mineral dengan kadar karbonat yang tinggi, s3bagian dari alkali
bikarbonat berubah menjadi alkali karbonat yang tinggi. ion-ion karbonat dan bikarbonat
pada umumnya menimbulkan permasalahan bila terdapat dalam konsemtrasi yang tinggi dan
beberapa ion lain yang terkandung dalam jumlah besar tidak mengakibatkan pengaruh yang
sangat merugikan terhadap kekuatan.
Seperti diketahui bahwa pada komposisi semen portland pada umumnya mengandung .
empat kation. Toleransi kandungan tertentu pada air pencampur dapat dipertimbangkan
Untuk digunakan bila mengandung 0,2 % sodium karbonat (Na2C03) atau sodium bikarbonat
(Na HCOS), atau kombinasi dari keduanya, karena hal ini tidak memberikan pengaruh yang
kurang baik. Waktu pengikatan yang cepat dapat terjadi bila mengandung sodium karbonat
dalam konsentrasi yang tinggi. Beberapa jenis semen mengalam8 percepatan waktu
pengikatan bila dipengaruhi oleh, bikarbonat, akan tetapi dapat juga memperlambat waktu
pengikatan pada semen yang lain. Kekuatan beton yang dibuat dengan air yang mengandung
salah satu dari zat tersebut dapat merugikan, sehinggga disarankan untuk mengadakan
percobaan waktu pengikatan dan percobaan kekuatan tekan pada umur 28 hari bila jumlah
kandungan alkali karbonat dan alkali bikarbonat melebihi 0,1 persen.
Garam lain yang dapat diformulasikan dengan cara menggabungkan ion yang
disebutkan sebelumnya tidak pernah ditemui dengan konsentrasi tinggi, karena daya larutnya
yang rendah, atau bila memiliki daya larut yang lebih baik namun masih mungkin
dipertimbangkan bila digunakan dalam jumlah cukup besar. Suatu perkecualian, bahwa air
alami mengandung larutan padat yang tinggi karena adanya kandungan sodium sulfat dan
sodium klorida yang tinggi. Kedua kandungan garam tersebut dapat ditemukan dalam jumlah
besar pada daerah gersang. Konsentrasi klorida yang tinggi juga merupakan indikasi bahwa
air telah tecemar oleh air laut Kandungan kalsium dan magnesia merupakan jawaban apakah
benar telah tercemar oleh air laut. Pada air alami. , kandungan kalsium biasanya lebih besar
bila dibandingkan dengan dengan kandungan magnesia, dan pada air laut keadaan akan
berbanding terbalik.
Temyata hanya 1% konsentrasi gabungan dari ion-ion yang biasa tidak berpengaruh
terhadap kekuatan beton, terkecuali karbonat dan bikarbonat yang terdapat dalam air
pencampur. Pada umumnya konsentrasi dalam jumlah lebih besar dapat diperkenankan
apabila air lain sukar ditemukan, sehingga harus menggunakan air lain yang tercemar. Untuk
itu;lisarankan untuk menguji waktu pengikatan dan kekuatan beton yang dibuat dengan air
yang tidak diketahui sifatnya tersebut yang mengandung 0,2% larutan padatafl atau lebih dari
0,1% alkali karbonat dan bikarbonat.
Sebelum mengambil keputusan untuk menggunakan air yang sangat tercemar, maka
dampak kemungkinan pengaruh yang akan ditimbulkannya terhadap keawetan betOn harus
ditentukan. Perhatian utama harus dipusatkan pada reaksi alkali-silika dan ketahanan
terhadap sulfat. Jumlah ion sulfat dan alkali dalam prosentase berat semerl digunakan sebagai
dasar untuk mengevaluasi terhadap kemungkinan kerusakan.
Untuk perbandingan air semen 0.60, konsentrasi 0,1% ion alkali adalah setara den garl
0,06% berat semen dan ini sebanding dengan 0,08% oksida alkali. OKSida alkali yang
terdapat di dalam air harus ditambah terhadap semen agar supaya dapat'mengevaluasi apakah
air tersebut menimbulkan efek yang membahayakan. Bila menggunakan agregat yang reaktif,
maka jumlah kandungan oksida sodium dan potassium blasanya dibatasi hingga 0.6%
Suatu konsentrasi ion sulfat 0,l% di dalam air atau setara dengan 0,06%.semen atau
0,05% SOB. Kandungan sulfat pada semen biasanya tidak dapat ditcntukan dengan ketelitian
yang lebih besar dari 0,25%, dan bila melebihi jumlah ini sebenamya sangat memberikan
pengaruh. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa beberapa air pencampur yang
mengandung sulfat dalam jumlah yang besar akan merugikan terhadap ketahanan sulfat.
Garam di dalam larutan dapat mengakibatkan korosi pada tulangan. Kandungan
kalsium klorida 2% berat semen dapat diperkenankan untuk beton bertulang bcrkualitas
tinggi, namun memberikan konsekuensi serius bila digunakan pada beton prategang.
Apabila air yang tidak diketahui kualitasnya mengandung zat pencemar lebih besar dari
0.5 1.0%, maka disarankan untuk mcnguji kestabilan volume beton disamping pengujian
waktu pengikatan dan kekuatannya.

3.2.3 Air Bersifat Asam


Air yang bersifat asam biasanya berasal dari gunung berapi atau air yang berasal dari
galian tambang yang mengandung asam belerang sebagai hasil oksidasi pyrite dan sulfida
lainnya. Kandungan asam anorganik biasa dengan kadar beberapa perpuluhan persen dapat
diperkenankan terkandung pada air pencemar sejauh tidak mempcngaruhi waktu pengikatan
clan kekuatan Air dengan kandungan asam yang pekat dengan nilai ph < 3 dapat
menimbulkan masalah dan oleh karena itu penggunaannya harus dibatasi.

3.2.4 Air Mengandung Alkali


Ketika semen berhidrasi. air pencampur menjadi sangat basa akibat pembentukan
kalsium dan reaksi proses berhidrasinya alkali, oleh karena itu prosentase alkalinitas air
pencampur tidak merugikan. Air alami jarang atau tidak akan pernah lebih basa dibandingkan
cairan pasta beton.
Kalsium hidroksida dalam jumlah besar dihasilkan akibat proses hidrasi semen,
sehingga cairan pasta menjadi jenuh oleh larutan ini. Berdasarkan hal ini, air yang jenuh oleh
kandungan kapur dapat digunakan sebagai air pencampur tanpa memberikan pengaruh
berbahaya.
Pengaruh yang kurang baik dari kandungan unsur sodium karbonat telah dibahas.
Kandungan alkali hidroksida pada air pencampur dalam jumlah sedang (0,5 % berat semen)
dapat menyebabkan semen mengikat dengan cepat. Kadar kandungan yang jauh lebih besar
dapat mengakibatkan pengurangan kekuatan beton.

3.2.5 Garam Besi


Akibat proses hidrolisa dan oksidasi pada garam besi, maka akan terbentuk ferric
hidroksida yang tidak dapat larut, dimana air tanah jarang mengandung besi lebih dari
beberapa perjuta bagian (F ++ dan F+++). Air bersifat asam dari galian tambang dapat
mengandung besi dalam jumlah besar,„walaupun demikian hanya berpengaruh kecil terhadap
waktu pengikatan serta kekuatan beton.

3.2.6 Kandungan Partikel Clay dan Batuan


Kandungan partikel clay dan batuan hingga 0.2% dipcrkenankan dalam air pencampur,
namun air dengan larutan partikel benda padat dalam jumlah bcsar harus dibiarkan
mcngendap dalam bak scbelum digunakan untuk mcnccgah gangguan tcrhadap proses
pengikatan dan penyusutan.
Kandungan clay yang melekat pada butiran agregat dan tidak tcrlcpas kctika proscs
pcngadukan dapat mempengaruhi kekuatan ikatan dimana agrcgat itu berada.

3.2.7 Air Laut


Air laut pada umumnya mcngandung konsentrasi larutan garam 3.5% dan bila
dipergunakan scbagai air pencampur kelihatannya tidak terlalu mempengaruhi terhadap
kekuatan dan keawetan beton, namun dapat menyebabkan timbulnya noda-noda,
penggaraman dan berkurangnya kekcdapan terhadap air. Garam pada air laut mengandung
78% sodium klorida, 15% klorida dan magnesium sulfat,.sedangkan kandungan karbonat
cukup rendah yaitu berkisar sekitar 75 ppm. Selain itu, apabila beton digunakan sebagai
komponen beton bertulang, air laut dapat mengakibatkan proses korosi pada tulangannya.
Dengan demikian, bila dipersyaratkan beton berpenampilan menarik, maka air Iaut
tidak boleh digunakan sebagai pencampur.
Secara umum garam yang terkandung didalam air laut dapat memberikan tiga pengaruh
yaitu:
a. Kandungan unsur sodium klorida memperccpat waktu pengikatan dan pengerasan seperti
halnya pengaruh kalsium klorida dalam kadar yang sama.
b. Garam muncul kcpermukaan beton sebagai lapisan tipis berwarna keputih-putihan ketika
beton mengeras,
c. Sodium klorida mengakibatkan korosi pada tulangan, apabila beton tidak mempunyai
kualitas dan selimut beton yang mencukupi, karena air laut dapat mengakibatkan
pengaruh korosi pada tulangan.
Untuk itu air laut tidak boleh digunakan bila persyaratan menetapkan bahwa tidak
boleh adanya penambahan unsur kalsium klorida. Dengan uraian ini maka anggapan
sebelumnya bahwa air laut tidak dapat digunakan sebagai air pencampur dalam pckerjaan
beton tidak selamanya benar. Keadaan ini benar bila konstruksi beton bertulang terbuka
terhadap pengaruh atmosfir, karena dengan terjadinya kontak dengan udara dapat
mengakibatkan tulangan menjadi berkarat.
Akan tetapi apabila beton bertulang secara terus menerus berada dalam air,
kcmungkinan resiko korosi hanya kecil. Dcngan percncanaan rancangan campuran yang baik,
ketcrampilan pekerja yang memadai, maka dapat menghasilkan beton yang padat dengan
tulangan terlindung dari pcngaruh korosi. Untuk ini diperlukan persyaratan beton yang kedap
air, pemadatan yang optimum, kadar semen yang tinggi, perbandingan airsemen yang rendah
dan selimut beton setcbal sckurangnya 7.5 cm. Pada pembuatan beton prategang, air laut
sama sekali tidak boleh digunakan.

3.2.8 Air yang Mengandung limbah lndustri


Pada umumnya air sanitasi mengandung bahan organik dan benda yang dapat larut
dengan konsentrasi 400 ppm, dan dengan melalui proses pengolahan, kadar konsentrasi dapat
dikurangi dari 400 ppm menjadi lebih kecil dari 20'ppm, dan dengan demikian dapat
digunakan sebagai air pencampur tanpa mengakibatkan bahaya bagi beton.

3.2.9 Air yang Membawa Limbah lndustri


Air dapat membawa berbagai limbah indusrri dengan berbagai komposisi dan bcberapa
diantaranya akan dibahas berikut ini.

1) Mineral Minyak
Apabila air yang terccmar limbah industri mengandung asam dan alkali, beberapa
peraturan menyatakannya sebagai pencemar berbahaya. Mineral minyak yang berasal dari
bumi mempunyai pengaruh lebih besar bila dibandingkan dengan oliyang berasal dari hewan
dan tumbuhan atau yang dikenal dengan minyak nabati. Beberapa persen mineral minyak
biasanya dapat bersatu dengan pasta semen Portland dan sangat mempengaruhi kekuatan
pasta atau adukan, dimana lapisan tipis yang menutupi permukaan agregat kasar memberikan
pengaruh pengurangan kekuatan beton, dan secara nyata mengurangi kemampuan daya
lekatnya. Kandungan mineral minyak hingga 10% menunjukkan hasil yang baik terhadap
kekuatan tarik adukan, namun kekuatan beton akan berkurang sebesar 25-30% dari kekuatan
tekan rencana. Kandungan minyak hewan atau minyak tumbuh-tumbuhan sebesar 2% dapat
menurunkan kekuatan tarik hingga 30%.

2) Bahan Pencemar lainnya (Gula)


Larutan bahan organik alamiah selalu memberikan pengaruh kurang baik, namun
biasanya kandungan ini dapat dikurangi dengan metoda pengolahan yang tepat. Kandungan
organik yang mencemari permukaan agregat akan mempengaruhi daya lekatan antara agregat
dan semen, dan beberapa larutan organik yang berasal dari industri dapat menyebabkan
timbulnya buih. Gelembung-gelembung udara yang terdapat dalam beton akibat kandungan
buih-buih pada waktu pencampuran dapat dianggap sebagai pengganti additive beton.
Larutan gula dan sucrose (gula sintetis) sangat membahayakan bila terkandung di
dalam air pencampur atau agregatnya, ini disebabkan karena akan terjadi pengikatan yang
kuat terhadap kumpulan hydroksil, sehingga mcmpengaruhi reaksi hidrasi normal dari semen.
Kandungan gula dalam jumlah kccil dengan konsentrasi di bawah 0.005 % dapat
mengakibatkan penundaan waktu pengikatan dan kckuatan awal beton, dan dapat
meningkatkan kekuatan akhir beton. Kandungan gula dalam jumlah besar biasanya
mempercepat waktu pengikatan dan dapat mengakibatkan penurunan kekuatan yang telah
dircncanakan pada beton secara permanen.
Apabila kandungan gula mengakibatkan penundaan terhadnp pengembangan kekuatan beton,
maka perlu diberi tindakan pengamanan dengan memberikan Pemeliharaan basah agar
tercapai pengembangan kekuatan beton yang baik.

3) Garam-Garam Inorganik
Garam-garam inorganik yang dapat mempengaruhi kekuatan beton adalah seperti yang
diberikan pada Tabe1 3.2

Tabel 3.2
Garam Anorganik yang mempengaruhi kekuatan beton

Kation Anion
Lithium Barium Flurioda Peroksida
Sodium Strontium Chlorida Hydrosulphite
Potasium Seng Bromide Thiosulphate
Ammonium Kadmium Iodide Sulfit
Magnesium Aluminium Chlorate sulfat
calsium Chromium Perchlorate nitrat
Besi Mangan Iodate Nitrit
Nikel Cobalt Cronate Bicromat
Timah Putih Timah Hitam Posfat arsenat
Tembaga Borat Aluminat
Silicofluride

Yang termasuk kation garam dan dapat menyebabkan pengurangan besar terhadap
kekuatan beton adalah: mangan, timah putih, seng, tembaga, dan timah hitam (nitrat)Yang
termasuk garam anion dan dapat menyebabkan pengurangan yang besar terhadap kekuatan
beton adalah: sodium iodate, sodium posfat, sodium arsenat, sodium borate. sodium sulphide.
Di lapangan industri dan pertanian, penggunaan ion ammonium mempakan hal biasa.
4) Gas Terurai
Beberapa sumber air yang berasal dari gunung api bermuatan karbondioksida dan
lainnya mengandung hydrogen sulfida. Dalam praktek Sabaliknya dilakukan proses aerasi
terhadap air Yang bermuatan hingga tercapai kondiSi atmosfer yang normal secara sempurna,
Gas terurai lainnya memberikan efek ringan.
Gas Paling umum dipakai pada industri pengolahan air adalah oksigen,
karbondioksida, hydrogen sulfida, dan amoniak, dan bahan-bahan ini Jarang atau tidak
pernah ditemukan dengan jumiah cukup besar yang dapat menyebabkan sesuatu
permasalahan.
BAB 4
SEMEN DAN PERMASALAHANNYA

4.1 Umum
Bahan semen pada pekerjaan beton berfungsi sebagai bahan pengikat antara agregat
kasar dan agregat halus, sehingga menghasilkan bentuk yang telah direncanakan. Karena
fungsinya sebagai bahan pengikat, maka semen harus memiliki persyaratan-persyaratan
sebagai bahan pengikat.
Semen dibuat dari bert :.gai bahan baku yang terdapat di alam dengan perbandingan
tertentu dari setiap bahan baku yang digunakan, dan setelah melalui proses pembuatannya
maka terbentuklah klinker. Dengan menghaluskan butiran klinker tadi, dihasilkan suatu
bahan bergradasi sangat halus, dan bahan inilah yang disebut semen. Semen akan bereaksi
dan mengeras bila dicampur dengan air atau molekul air yang terdapat di udara dan semen
yang mengeras bila bereaksi dengan air disebut semen hidrolis.
Bahan semen yang dapat ditemui dalam berbagai jenis sesuai dengan kebutuhan jenis
pekerj aan, dan karena sifatnya sangat mudah terpengaruh oleh.kelembaban udara, maka
semen sebaiknya disimpan secara baik dan terhindar dari air atau udara lembab.
Kelalaian terhadap cara penyimpanan dapat mengurangi kemampuan semen sebagai
bahan pengikat. Bahan semen pada volume yang sama dengan agregat atau air mempunyai
harga yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga bahan baku pembuatan beton
lainnya. Jumlah semen yang diperlukan dalam suatu pekerjaan beton sangat ditentukan oleh
sifat-sifat bahan baku pembuat beton lainnya serta jenis pekerjaan dan lingkungan yang
mempengaruhinya pada saat dimanfaatkan.
Dengan mengetahui sifat~sifat bahan baku agregat dengan baik, maka dapat ditentukan
kebutuhan semen paling minimum dan menghasilkan kekuatan paling optimum, dan bila
keadaan ini tercapai diharapkan diperoleh harga beton paling ekonomis. Kekuatan beton
ditentukan oleh jumlah semen yang digunakan, dengan demikian beton dengan kuat tekan
lebih tinggi memerlukan jumlah pemakaian semen lebih tinggi. Akan tetapi penggunaan
kandungan semen dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan pengaruh kurang baik
terhadap kekuatan akhir, dimana terjadi penurunan kekuaran akibat penyusutan beton. Jumlah
semen dengan luas melebihi luas permukaan butiran yang akan diikatnya dapat menurunkan
kekuatan beton.
Air dapat juga memberikan pengaruh terhadap kemampuan pengikatan semen, dimana
air tercemar dapat memperlambat waktu pengikatan atau dapat mengakibatkan semen sama
sekali tidak mengikat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka selayaknya sifat-sifat semen mendapat perhatian
yang baik sebelum digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut pengamatan di lapangan,
masih banyak ditemui para praktisi belum memahami sepenuhnya tentang sifat-sifat semen
dan perilakuhya bila digabungkan dengan bahan lainnya, sehingga banyak ditemui kerusakan
pada bangunan beton.
Selain itu masih banyak ditemui dalam praktek bahwa pekerjaan beton dilakukan
dengan cara menggunakan pencampuran berdasarkan volume tanpa memperhatikan sifat-sifat
agregat yang akan digunakan, dan secara umum masih dikenal adanya campuran 1 Pc : 2 Ps :
3 Kr, dll. Campuran seperti ini tidak mencerminkan berapa sebenarnya kemampuan suatu
penampang beton dalam menerima tegangan, ini disebabkan karena setiap jenis semen dan
agregat mempunyai sifat-sifat yang dapat berbeda dari waktu ke waktu. Dengan mengetahui
sifat dari masing-masing bahan baku pembuatan beton, maka dapat ditentukan berapa
sebenamya suatu penampang beton mampu menerima tegangan.
Pada uraian selanjutnya akan dibahas mengenai semen dan karakteristiknya serta
permasalahan yang berkaitan.

4.2 Bahan Baku


Semen Hidrolis adalah suatu jenis bahan pengikat yang dapat mengeras bila bereaksi
dengan air sehingga menghasilkan benda padat kedap terhadap air. Yang di sebut semen
hidrolis adalah semen Portland, semen alumina dan semen slag. Gypsum tidak dapat
dimasukkan kedalam kategori semen hidrolis, karena benda padat yang dihasilkannya dapat
larut dalam air, demikian juga halnya dengan kapur tidak dapat disebut semen hidrolis,
walaupun benda padat yang dihasilkannya setelah mengeras kedap terhadap air, tetapi
pengerasannya terjadi akibat bereaksi dengan karbondioksida.
Bahan baku utama yang diperlukan dalam pembuatan semen hidrolis adalah kapur,
alumina, silica dan oksida besi diperoleh dari bahan yang mengandung clay, shale atau schist.
Uraian selanjutnya akan membahas secara singkat mengenai sifat dari bahan baku
pembuatan semen.

4.2.1 Kapur
Kapur merupakan istilah yang terlalu umum dan belum memberikan pengertian secara
teknis. Kapur secara teknis dapat dibedakan menjadi batu kapur, kapur tohor dan kapur
padam. Ini dimulai pembentukan batu kapur menjadi kapur tohor. lalu menjadi kapur padam
yang disebabkan oleh perubahan komposisi kimia pada saat proses pembakaran, proses
pemadaman dan dan proses pengerasan.
Ketiga proses pengolahan tersebut dapat dilukiskan melalui skema pada Gambar 4.1

CaO, Kapur tohor


Batu kapur, dibakar, CO2 Kapur tohor, direndam H2O

CaCO3, Batu kapur Ca(OH)2, Kapur padam

Gambar 4.1 : Skema Perubahan difat kimiawi batu kapur akibat proses pengolahan

Batu kapur CaCO3 yang ditemui di alam bila dibakar pada temperatur 1000°C
mengakibatkan kandungan karbondioksida yang terikat akan terurai dan menguap, dan
terbentuklah benda dengan komposisi kimia baru yang disebut kapur tohor CaO. Kapur tohor
mempunyai volume sama dengan volume batu kapur, akan tetapi berubah sifat menjadi
porous dan réaktif.
Setelah itu apabila kapur tohor bereaksi dengan air H20 maka air akan segera terserap
oleh rongga-rongga kosong yang ditinggalkan oleh molekul karbondioksida yang lepas dan
menimbulkan reaksi sangat kuat, lalu terbentuklah benda dengan komposisi lain yang disebut
kalsium hidroksida, Ca(0H)2 atau dikenal dengan kapur padam. Volume pada keadaan ini
lebih besar 20% dari volume asalnya dan menghasilkan benda berupa tepung dengan butiran
sangat halus dan berwarna putih.
Selanjutnya bila kapur padam bereaksi dengan udara, lalu terjadilah proses pengerasan,
karena air yang terkandung akan menguap sambil mengikat karbondioksida, dan apabila
pengerasan terjadi maka komposisi kimia akan kembali pada keadaan semula yaitu CaCO3
Mengikatnya butiran kapur dapat disebabkan oleh daya kohesi dari butiran yang sangat halus.

4.2.2 Silika
Mineral silika merupakan kandungan mineral utama pada batuan dan tanah, dimana
mineral ini dapat ditemui dalam keadaan mumi dan mempunyai komposisi kimia yang stabil
dan tidak dapat larut dalam bentuk kuarsa, pasir kuarsa dan batuan pasir. Silika dapat juga
ditemui dalam bentuk butiran sangat halus seperti flint, Opal dan tanah diatomea, dan karena
butirannya sangat halus. maka jenis silika ini lebih reaktif dan merupakan suatu sifat yang
sangat diperlukan dalam proses pembuatan semen. Pada temperatur yang tinggi, silika sangat
reaktif dan bersifat asam oksida serta mampu bergabung dengan basa untuk membentuk
silikat, serta melepaskan asam-asam lain dari larutannya. Di bawah pengaruh tekanan, kuarsa
akan bereaksi dengan air dan keadaan ini dimanfaatkan dalam proses pembuatan bata pasir-
kapur.
Apabila dilakukan pencampuran terhadap larutan cairan yang mengandung kapur dan
silica, terjadi pembentukan endapan kalsium silikat yang hampir mempunyai sifat tidak dapat
larut. Ini disebabkan kalsium oksida dan silika mempunyai kemampuan melamt sangat
rendah. Seperti halnya pada proses pengendapan, melalui proses ini terbentuk lapisan
berstruktur pada kalsium silikat kohesif yang disebut gel, sama seperti halnya pada saat
semen berhidrasi dan mengeras. Gel adalah larutan yang terbentuk dari butimn berukuran
koloidal dengan sifat kohesif dan istilah koloidal diberikan pada butiran berukuran 104
hingga 107 cm. Sifat koloidal ditentukan oleh luas permukaan dalam dari setiap partike],
dimana semakin halus ukuran butirannya akan memiliki luas permukaan dalam gel yang lebih
besar.
Luas 1 gram permukaan dalam dari bahan disebut luas permukaan spesifik, dan
umumnya, kekuatan bahan koloidal bertambah dengan benambahnya luas permukaan
Spesifik bahan tersebut.

4.2.3 Alumina
Oksida aluminium, Al2O3 merupakan komponen bahan yang diperlukan dalam
pembuatan semen. Mineral clay dalam jumlah besar pada umumnya mempunyai kandungan
alumina terikat agak kuat seperti yang ditemui pada air dan silika, dimana jumlah kandungan
setengah dari jumlah yang terkandung di dalam silika. Silika dan alumina mempakan hasil
penghancuran batuan di bawah pengaruh pembentukan geologi batuan dan apabila hasil
bentukan dipindahkan dari tempat asal batuan melalui aliran sungai atau banjir, lalu
terbentuklah clay. Tergantung pada sejarah pembentukannya, clay juga mengandung bahan
mineral lainnya seperti kuarsa, oksida besi, sena mineral dan bahan organis lainnya.
Aluminium yang telah diaktitkan melalui panas pada temperatur tinggi dapat bereaksi
dengan air dan membentuk gel yang agak kuat, seperti halnya pada silika. Mineral Mar]
merupakan deposit alam yang terdiri dari campuran kalsium karbonat, dan clay, dan bahan ini
sangat penting dalam industri semen, sebab pada bahan ini terkandung semua unsur utama
yaitu silika, kapur, alumina dan oksida besi. Alumina bebas terdapat dalam bentuk hidrasi,
tercampur dengan sebagian oksida besi dan titania dalam jumlah kecil, serta silika pada
bauksit, dan bahan ini digunakan pada pembuatan semen berkadar alumina tinggi.

4.2.4 Oksida Besi


Mineral oksida besi dapat diperoleh pada semua kandungan biji besi, yang ditandai
dengan bentuk karat. Selain itu juga dapat diperoleh sebagai komponen atau sebagai unsur
tambahan pada semua jenis bahan baku, sehingga oksida besi dapat ditemui pada hampir
semua jenis semen hidrolis. Oleh karena oksida besi memiliki titik leleh lebih rendah, maka
bahan tersebut bertindak sebagai bahan bakar pembantu dalam proses pembakaran klinker.
Akibat titik lelehnya yang rendah sehingga memberi peluang pembentukan formasi
komposisi kimia baru yang merupakan dasar pembuatan semen. Warna keabu-abuan yang
tidak mengkilap pada semen sebenarnya berasal dari oksida besi. Semen putih dapat dibuat
bila kandungan oksida besinya sangat kecil atau tidak terdapat sama sekali, namun hal ini
sangat jarang sekali ditemui.

4.3 Type Semen


Type semen yang umum dikenal dan beserta uraian singkatnya adalah sebagai berikut:

4.3.1 Semen Portland Normal (Ordinary Portland Cement)


Semen Portland normal adalah semen portland dengan kecepatan pengerasan sedang
dan dapat digunakan untuk segala Jenis pekerjaan pembetonan, serta bahan ini mempunyai
kemampuan melawan serangan unsur kimia yang rendah.

4.3.2 Semen Portland yang Cepat Mengeras (Rapid Hardening Portland Cement)
Beberapa hari setelah pencampuran. semen tipe ini dapat mencapai kekuatan lebih
tinggi dari pada Semen Portland Normal. Komposisi kimia yang dikandung hampir sama,
namun dengan perbandingan kadar trikalsium silikat agak lebih tinggi terhadap kandungan
dikalsium silikatnya sexta butiran semen yang dihasilkan digiling lebih halus. Selain
memiliki sifat kekuatan awal lebih tinggi dan kecepatan pengembangan panas hidrasi yang
lebih. besar, betOn yang dibuat dari semen ini mempuny'ai sifat hampir sama dengan semen
Portland Normal.
Bertambahnya kecepatan hidrasi diikuti oleh kecepatan peningkatan panas yang tinggi.
dimana sifat ini tidak diharapkan untuk pekerjaan dengan massa yang besar, meskipun
menguntungkan bila digunakan di daerah beriklim dingin.

4.3.3 Semen yang Lebih Cepat Mengeras (Extra-Rapid Hardening Cement)


Semen tipe ini dibuat dengan menggiling secara bersamaan bahan semen yang cepat
mengeras dengan sejumlah kecil kalsium klorida. Pengaruh yang ditimbulkan dari hasil
pencampuran yaitu terjadinya percepatan proses hidrasi, pengkakuan yang lebih cepat,
kekuatan awal dan peningkatan panas hidrasi yang lebih tinggi. Semen ini sangat sesuai
untuk pekerjaan pembetonan di daerah beriklim dingin, meskipun dapat juga digunakan
untuk pekteaan penting di daerah bertemperatur normal, seperti pada pekerjaan pembetonan
dengan waktu pengecoran dan pemadatan selama 30 menit setelah pencampuran. Dalam
kenyataannya, penggunaan semen ini meningkatkan resiko korosi pada tulangan, khususnya
bila jumlah kalsium klorida yang tidak terhidrasi lebih besar dari 1.5 % berat semen dan
akibat adanya kandungan kalsium klorida. Berdasarkan ha] tersebut maka semen tipe ini
tidak disarankan untuk digunakan pada pekerjaan beton bertulang.

4.3.4 Semen yang Sangat Cepat Mengeras (Ultra-High Strength Cement)


Akhir-akhir ini dapat ditemui di pasaran semen dengan kemampuan untuk mencapai
kekuatan sangat tinggi pada usia dini tanpa kandungan kalsium klorida, dimana semen ini
mempunyai kehalusan butiran antara 700-800 mzlkg. Selain kehalusannya yang tinggi, semen
ini memiliki kandungan gypsum yang tinggi pula, dengan tingginya kandung kadar bahan ini
maka memiliki sifat peningkatan kekuatan awal lebih tinggi bila dibandingkan dengan semen
dari jenis Rapid Hardening Portland Cement, namun setelah berumur 28 hari pertambahan
kekuatannya hanya sedikit.

4.3.5 Semen Portland Blastfurnace


Semen tipe ini diperoleh dengan cara menggiling bersama semen Portland biasa dengan
agregat tanur. Jumlah perbandingan semen yang dipakai adalah antara 0.5 hingga 2 kali
jumlah butiran agregat tanur dan pada umumnya perbandingan semen adalah setengah dari
jumlah agregat tanur.

4.3.6 Semen Portland Berkadar Panas Bendah (Low Heat Portland Cement)
Sifat utama yang membedakan semen Portland Normal dan semen jenis ini adalah pada
rendahnya panas hidrasi yang ditimbulkan, karena dibatasinya jumlah kandungan C3A dan
C3S pada komposisi semen yang dibuat.
Panas hidrasi pada umur 28 hari adalah 280 kj/kg, lebih rendah bila dibandingkan
dengan 350 kj/kg pada semen Portland Normal, sehingga bila digunakan akan menghasilkan
sifat peningkatan awal yang rendah namun dengan nilai kekuatan akhir yang sama dengan
Semen Portland Normal. Oleh karena rendahnya kandungan C3A, semen ini mempunyai
kemampuan menahan sulfat yang sedang yang tidak mencapai kemampuan semen tahan
sulfat.
Semen tipe ini merupakan pilihan tepat untuk pekerjaan dengan massa yang besar,
dimana panas yang dikembangkan adalah rendah pada hari-hari awal setelah pengecoran. Jika
pada pekerjaan beton dengan massa besar tidak menggunakan semen berkadar panas rendah,
maka panas yang dikembangkan beberapa hari setelah pencetakan akan mencapai temperatur
yang sangat tinggi, dan keadaan ini dapat mempengaruhi pencapaian kekuatan akhir beton.

4.3.7 Semen Portland Furnace Berkadar Panas Rendah

Kecepatan peningkatan panas yang dimiliki semen ini hampir sama dengan Semen
Portland berkadar panas rendah, tetapi lebih rendah dari semen jenis blast furnace. Semen ini
dibuat dengan cara menggiling halus klinker semen yang dicampur dengan agregat tanur
sebanyak 50-90% berat semen secara bersamaan.
Pemakaian yang ideal untuk semen ini adalah sama dengan semen Portland berkadar
panas rendah.
4.3.8 Semen Portland Tahan Sulfat (Sulphate-Resisting Portland Cement)
Akhir-akhir ini semen jenis ini telah digunakan secara luas, sejak hasil percobaan dan
pengamatan yang teliti menunjukkan bahwa beton yang dibuat hampir memiliki sifat sama
dengan beton yang dibuat dengan semen Portland Normal. Akan tetapi bila unsur C3A
terkandung di dalamnya sebanyak 3.5% akan menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap
larutan sulphat yang agresif yang berasal dari air tanah .
Pada Semen Portland Normal, air yang mengandung sulfat bereaksi dengan CA dan
membentuk unsur kimia baru yang disebut etringite dan pada keadaan ekstrim ha] ini
menyebabkan pemuaian dan kerusakan pada beton.
Dengan membuat beton memiliki sifat kedap air sesuai dengan kandungan sulfat yang
ada, maka akan mengurangi penetrasi bahan reaktif ini kedalam penampang beton.

4.3.9 Semen Putih dan Semen Berwarna


Semen putih dibuat dengan menggunakan bahan clay cina sebagai pengganti clay biasa
yang dipakai untuk pembuatan semen Portland Normal, dimana dalam pembuatan unsur-
unsur lain dikeluarkan khususnya unsur oksida besi yang terkandung. Unsur oksida besi akan
memberikan wama keabuabuan pada semen biasa.
Jika tindakan ini tidak dilakukan, maka semen putih mempunyai sifat sama dengan
Semen Portland Normal. Semen putih digunakan untuk tujuan estetika dan dekoratif,
sehingga dalam penggunaan semen ini diperlukan kehatihatian dalam proses pencampuran,
pencetakan dan pemeliharaan agar tidak tercemar oleh bahan pewama lainnya.
Semen berwama dibuat dengan menambahkan
bahan pewarna sebanyak 10% berat semen putih guna
menghasilkan warna tertentu atau terhadap Semen
Portland biasa bila diperlukan wama yang lebih gelap.
Untuk menguji tingkat kadar putih dari bahan
semen putih dapat digunakan alat yang ditunjukkan
pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Alat penguji kadar putih ada semen putih

4.3.10 Semen Hydrophobic


Semen ini dikembangkan bertujuan mencegah terjadinya proses hidrasi pada sebagian
butiran semen selama masa penyimpanan di gudang atau sebelum dipakai, khususnya pada
daerah yang beriklim lembab.
Semen ini dibuat dengan memberikan suatu lapisan penahan air di permukaan setiap
butiran semen. Pelapisan dilakukan dengan menggiling bahan-bahan yang dapat memberikan
sifat penahan air seperti bahan oleic acid, lauric acid, atau sterric acid dengan klinker secara
bersamaan pada waktu membuat semen portland.
Pada waktu proses pencampuran pembuatan beton segar, lapisan penahan air ini akan
terkelupas akibat proses gesekan sesama butiran dan tercampur menjadi satu, sehingga proses
hidrasi kembali berjalan secara normal. Untuk tujuan ini diperlukan adukan yang merata dan
sempuma.
Campuran beton segar yang dihasilkan mempunyai sifat kemudahan dikerjakan yang
baik dan mengandung udara sebesar 1%, dimana karakteristik ketahanan air tetap bertahan
walaupun setelah beton mengeras.

4.3.11 Semen Tahan Air (Water-Repellent Cement)


Beberapa jenis semen dibuat dengan bahan-bahan yang mempunyai sifat tahan air.
Semen jenis ini dibuat untuk tujuan beton yang hams memiliki sifat kedap air, dimana beton
lebih padat dan lebih tahan terhadap penetrasi air dibandingkan dengan semen Portland
Normal.

4.3.12 Semen Berkadar Alumina Tinggi (High Alumina Cement)


Semen mi dibuat dari bahan yang mengandung mineral kapur, seperti batu kapur dan
mineral yang mengandung alumina seperti bauksit, dimana oksida alumina biasanya
mengandung bahan lain seperti oksida besi titanium, dan sejumlah kecil silica.
Di dalam proses pengolahannya, bauksit dan batu kapur dihancurkan menjadi pecahan
butiran berukuran 100 mm dan dimasukkan kedalam tanur lalu dibakar dengan abu batu bara
dan dipanaskan hingga temperatur I600°C. Proses 'fusi akan terjadi dan bahan yang mencair
dibiarkan mendingin lalu digiling hingga mencapai kahalusan .250 ~350 mzlkg, dimana
komponen bahan utama adalah Kalsium Aluminat. Keuntungan utama dengan menggunakan
semen berkadar alumina tinggi adalah kekuatan awal yang tinggi dan bertambahnya
ketahanan beton terhadap serangan sulfat serta beberapa jenis asam, dan memiliki sifat
kekekalan yang baik.
Bertolak belakang dengan sifat tersebut, pada usia dini akan terjadi kecepatan evolusi
panas ,sangat tinggi. Selain itu penggunaan semen ini dapat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan tertentu, dan semen ini mempunyai harga relatif tinggi. Oleh karena itu semen ini
tidak boleh dicampur dengan semen lain dan additive dari bahan kalsium klorida serta air laut

4.3.13 Semen Supersulfat


Semen ini dibuat dengan menggiling campuran agregat tanur sebanyak 30-85%, 10-
15% Kalsium Sulfat dan 5% klinker Semen Portland Normal secara bersamaan hingga
mencapai kehalusan 400-500 m2/kg. Semen ini memiliki sifat sangat sensitif terhadap cara
penyimpanan yang kurang baik sebelum digunakan dan berpengaruh kurang baik terhadap
beton.
Beton yang dibuat dari bahan ini mempunyai sifat ketahanan sulfat pada semua
tingkatan konsentrasinya yang umum terdapat pada air tanah atau terhadap tanah, serta
memiliki ketahanan terhadap lingkungan dengan tingkat keasaman rendah.
Semen ini memiliki panas hidrasi rendah yaitu 120-210 kj/kg pada umur 28 hari, Oleh
sebab itu diperlukan perhatian khusus jika menggunakan semen ini di udara dingin. Selain itu
betonjuga memerlukan tindakan pemeliharaan yang baik selama 4 hari setelah pencetakan
guna mencegah timbulnya lapisan tipis endapan tepung pada permukaan penampang yang
dicor. Penggunaan semen ini tidak boleh dicampur dengan semen tipe lain.

4.3.14 Semen Pozzolan


Semen Pozzolan dibuat dengan menggiling menjadi satu bahan pozzolan hingga 40%
dengan Semen Portland Normal. Bahan pozzolan akan menangkap kapur yang terbebaskan
ketika proses pengikatan dan pengerasan Semen Portland sehingga membentuk bahan yang
mempunyai sifat bahan pengikat. Pozzolan dapat ditemui d1 alam secara mumi seperti pada
abu gunung api atau dalam bentuk lain sebagai bahan buatan Fly Ash. Kecepatan peningkatan
kekuatan dan panas yang dilepaskan lebih rendah bil dibandingkan dengan Semen Portland
Normal, dan sifat ini Sangat berguna untuk pekerjaan beton dengan jlimlah massa yang besar.
Seperti halnya jenis Semen Portland Tahan Sulfat, sernen ini memiliki sifat ketahanan
terhadap serangan unsur kimia.

4.3.15 Oil Well Cement


Oil Well Cement adalah Semen Portland yang dicampur dengan bahan retarder khusus
seperti: Casein, lignin gula, atau organic hydroxid. Fungsil dari retarder adalah untuk
mengurangi kecepatan pengerasan semen, sehingga adukan dapat dipompakan kedalam
sumur minyak atau gas Menurut API Specification 10, 1986, semen ini dapat dibagi kedalam
Kelas A, B, C, D, E, F dan G.

4.3.16 Semen Anti Bakteri


Semen type ini adalah semen normal yang dicampur secara homogen dengan “anti
bacterial agent” seperti Germicide yang akan berfungsi sebagai “self disinfectant” beton
terhadap serangan bakteri dan jamur. Semen ini biasa digunakan untuk pekerjaan kamar
mandi, kolam, lantai industri makan, rumah sakit, dll.

4.3.17 Semen Kedap Air


Semen ini adalah campuran yang homogen antara semen normal dengan sejumlah kecil
water proof agent seperti: kalsium, alumunium, atau logam stearat. Semen ini dipakai untuk
konstruksi yang berfungsi menahan tekanan hidrostatis seperti pada tangki penyirnpanan
bahan kimia.
Dari uraian di atas, untuk kemudahan mengetahui sifat utama berbagai semen yang
telah diuraikan, maka pada Tabel 4.1 diberikan nama Jenis Semen dan sifat-sifat utamanya.

4.4 Proses Pembuatan Semen


Proses pembuatan semen memerlukan beberapa tahapan pekerjaan yang meliputi pemilihan
bahan baku, proses sintering, proses pembentukan klinker dan penggilingan klinker menjadi
semen, secara garis besar berikut ini akan diuraikan tahap-tahap proses semen.

4.4.1 Pemilihan Bahan Baku


Semen dibuat dari bahan-bahan yang mengandung mineral kapur seperti yang terdapat
pada batu kapur, dan bahan-bahan yang mengandung Shale dan Clay dalam proporsi tertentu.
Setelah melakukan analisa kimia dari bahan-bahan yang akan digunakan, kemudian dapat
ditentukan jenis material yang terkandung di dalam batuan tersebut. Prosentase komposisi
mineral bahan baku utama yang diperlukan dalam pembuatan semen pada umumnya adalah
sebagai berikut:
- Kapur (CaO) : 60% - 66%
- Silika (SiO2) : 19% - 25%
- Alumina (A12 03) : 3% - 8%
Dengan menentukan tipe semen yang akan diproduksi dan sifat kandungan mineral dari
setiap bahan baku yang tersedia, maka dapat ditentukan berapa berat dari setiap bahan baku
yang diperlukan.

4.4.2 Proses Penghalusan Bahan Baku


Bahan baku yang telah dipilih kemudian digiling menjadi halus, lalu ditakar menurut
kebutuhan komposisi yang diperlukan untuk tipe semen yang akan diproduksi. Bahan ini
kemudian dicampur dan diaduk hingga merata.

4.4.3 Proses Sintering


Bahan yang telah dicampur dengan berat tertentu dimasukkan kedalam tanur putar atau
tanur tegak yang dipanasi dengan menggunakan bahan bakar seperti minyak bumi. batu bara
atau gas. Yang menjadi permasalahan dalam proses sintering ini adalah penentuan temperatur
yang diperlukan untuk pembentukan Trikalsium Silikat (C3S).
Pada temperatur 1250oC, campuran bahan baku belum dapat tercampur seluruhnya.
sedangkan pada temperatur lebih tinggi, pembentukan Trikalsium Silikat berlangsung terus
dengan pembentukan padatan dalam kecepatan rendah. Reaksi pembentukan ini tidak dapat
dipercepat akibat keadaan campuran yang telah meleleh, karena campuran baru akan berubah
bentuk pada titik leleh 2240°C. Oleh karena itu penentuan reaksi pembentukan padatan
merupakan hal sangat penting ketika mempersiapkan pembentukan Trikalsium Silikat. Reaksi
pembentukan padatan dapat dipermudah bila pada campuran Silika dan kapur ditambahkan
suatu bahan yang berfungsi membantu peningkatan temperatur pembakaran, sehingga dapat
mempercepat pembentukan masa cair pada temperatur dimana kondisi Trikalsium silikat
berada dalam keadaan stabil. Bahan tambahan ini dapat berfungsi sebagai bahan bakar yaitu
Alumina dan Oksida besi
Kapur dan Silika dapat melebur kedalam bahan baku yang meleleh dan bereaksi untuk
membentuk kristal trikalsium Silikat. Proses pembentukan kristal trikalsium silikat ini disebut
Proses Sintering.

4.4.4 Proses Pembentukan Klinker


Larutan yang berada dalam keadaan lunak di dalam tanur yang berputar semi
mempunyai kemiringan kemudian membentuk butiran kecil dan jatuh pada penampung di
ujung tanur yang berfungsi sebagai pendingin. Butiran kecil yang didinginkan dengan udara
ini disebut dengan udara ini disebut Klinker.
3CaO + SiO – 3CaO – SiO2 (trikalsium silikat)
Batu kapur – CaO + CO2
(lime carbon dioksida) 2CaO + SiO2 – 2CaO SiO2 (dikalsium silikat)
Clay – SiO2 +Al2 O3 + FeO2 + H2O 3CaO+N2O3 – 3CaO.N2O3 (trikalsium aluminat)
(Silika Alumina Ferric water oxide)
4CaO + Al2O3 +Fe2O3 - 4CaO.Al2O3 - Fe2O3

Gambar 4.3. Skema reaksi pembentukan klinker


4.4.5 Kehalusan Butiran
Kehalusan butiran semen merupakan indikasi kemampuannya menghasilkan reaksi
pengikatan. Semakin halus butiran semen akan menciptakan jumlah luas permukaan spesika
yang lebih luas dalam volume yang sama bila dibandingkan terhadap semen dengan butiran
lebih besar
Luas permukaan spesiflk yang besar akan memberikan kecepatan reaksi hidrasi lebih
tinggi serta mempercepat pencapaian kekuatan yang diinginkan. Luas permukaan spesifik
yang besar dapat dicapai dengan menggiling semen sangat halus.
Agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai luas permukaan spesiflk,
berikut akan diberikan suatu contoh. Butiran klinker dari suatu jenis semen dengan berat 1
gram bila dibentuk menjadi benda padat berbentuk bola dengan volume 0,317 cc. Bola ini
mempunyai keliling sebesar 0,848 cm, dan dengan luas perrnukaan spesiflk 2.26 cm2 dan
dengan satuan cm2/ gram.
Dalam praktek, pengetahuan tentang butiran ini memberikan arti yang penting. Dapat
terjadi bahwa dengan jenis semen yang sama dapat menghasilkan kemampuan pengikatan
berbeda untuk jenis agregat yang sama, karena sebagian semen telah berhidrasi.
Hidrasi sebagian butiran semen ini dapat disebabkan karena terlalu lama di dalam
penyimpanan atau disimpan di tempat yang lembab, sehingga berhidrasi dengan air yang
berasal dari udara. Dengan demikian jelaslah bahwa masalah penyimpanan harus
diperhatikan agar semen tidak kehilangan luas permukaan spesifiknya. Alat uji yang
digunakan untuk mengukur kehalusan butiran semen seperti yang dikembangkan oleh Blaine,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4
Selanjutnya bila satu gram klinker tadi digiling menjadi halus hingga berbentuk butiran
semen, akan mempunyai luas permukaan spesiflk 2000 cm2, diameter 0.00093 cm, jumlah
butir sebanyak 700.000.000 butir, dan bila butiran disusun dalam suatu garis memanjang
akan mempunyai panjang 6.8 km (4.2 mil).
Kemudian bila butiran semen sebanyak 1 gram
tadi dicampur dengan air dan berhidrasi lalu akan
mengeras. dimana luas spesifik permukaan semen
yang telah berhidrasi adalah sebesar !' 2 000.000
cm‟ untuk setiap gram. Panjang keliling butiran
adalah 0.0000015 cm Jumlah butir pergram
adalah 220 000.000.000.000 dan bila dibariskan
akan mempunyai panjang 3200 km. Data di atas
jelas memberikan gambaran, bahwa semakin
halus butiran akan menghasilkanluas permukaan
lebih besar, dan berarti menghasilkan kemampuan
untuk mengikat permukaan agregat lebih luas.

Gambar 4.4 Uji kehalusan butiran semen


4.4.6 Hidrasi
Pada uraian sebelumnya telah sering ditemui kata hidrasi, dan karena hidrasi
mempunyai arti yang sangat penting didalam teknologi beton, dan selanjutnya akan dibahas
mengenai pengertiannya. Pada umumnya semen terdiri dari senyawa pokok C3S (elite), C2S
(belite), C3A dan C4AF. Keempat senyawa tersebut bersama-sama dengan gypsum (Kalsium
Sulfat) akan menghasilkan beberapa seri reaksi yang sangat komplek apabila bereaksi dengan
air.
Reaksi yang akan timbul adalah sebagai berikut:
1) Reaksi pertama akan terjadi di permukaan agregat dan ion-ion dari senyawa pokok
mengalir ke larutan yang berisi sejumlah kapur (kalsium Hidroksida), dan sedikit natrium
dan potassium hydroksida :
2) Selanjutnya phase C3A bereaksi dengan gypsum untuk membentuk kalsium
Sulphoaluminate hydrat, yaitu sulphoaluminat berkadar tinggi (CéHn) atau larutan padat
dari kaisium aluminat hidrat.

Reaksi yang terjadi dapat dituiiskan sebagai berikut:

a. C3A +26H+3CS C3AS3H30-32 (kalsium sulphate aluminathydrat)


(atau ettringit)

Atau

3CaO Al2O3 +26H2O +3CaSO4 2H2O 3CaOAl2O3

b. C3 + IOH + CS C4ASH12

Atau

3CaOAl2O3 +10H2O +CaSO4OH2O CaO Al2O3 CASO4 (monosulfat)

Kristal dari kalsium aluminat hydrat uga terbentuk :

C3 + 12H + CH C4AH13

Atau

3CaO Al2O3 +12 H2O + Ca (OH)2 3CaOAl2O3 Ca (OH)2 12H2O

C4 dalam kalsium hidroksida membentuk C4AH19 dan C2AH8 yang kedua-duanya bersifat
stabil dan lebih stabil yaitu dalam bentuk C3AH8

3) Phase ferrit teljadi sangat lambat bila dibandingkan dengan phase aluminat, tetapi
memberikan hasil reaksi yang sama dan membentuk sulphaferrit dan larutan padat.

C4 + 10H +2 HC C6AFH12

4Ca (Al2O3Fe2)3 + 10H2) + 2Ca(OH)2 = 3CAOCO2O36H3O


4) Trikalsium silikat dan dikalsium silikat akan bereaksi dengan air dengan membentuk
kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida

2C3 + 6H C3S2H3 = 3CH

Atau

2(3CaOSiO2) + 6H2O 3CaO SiO2 3H2O + Ca (OH)2

Dalam keadaan ini terdapat senyawa kristal CSH dan C2SH2 dalam jumlah kecil. karena
mengalami proses sintesa pada temperatur normal. Pada proses hidrasi semen Portland,
senyawa tersebut berada dalam keadaan metastabil dan berubah menjadi C 3S2H3 seperti di
atas. Akibat hasil reaksi kimia makaa terjadi beberapa perubahan flsik apabila semen
Portland terhidrasi, lalu menghasilkan panas serta berkurangnya sifat kemudahan untuk
dikerjakan dan meningkatnya kekuatan. Berdasarkan kecepatan reaksi dan senyawa ini, dari
hasil percobaan menunjukkan waktu yang diperlukan untuk mencapai reaksi senyawa 80%
seperti yang pada Tabel 4.1-4.2 (Soetz).

Tabel 4.1
Sifat-sifat utama berbagai jenis semen
Tabel 4.2
Kecepatan reaksi senyawa dan waktu yang diperlukan
untuk mencapai reaksi senyawa 80 %

Komponen utama + air Kecepatan reaksi (hari)


C3S + H2O 10
C2S + H2O 100
C3A + H2O 6
C4AF + H2O 50

4.4.7 Waktu pengikatan (Setting time)


Apabila air ditambahkan dieampurkan dengan semen Portland, terjadilah reaksi kimia
yang dinamakan hidrasi yang menghasilkan pasta yang plastis dan dapat dibentuk sampai
kurun waktu tertentu, dimana karakteristiknya tidak berubah. Kurun waktu dimana tidak jadi
perubahan karakteristik ini dikenal dengan periode dorman. Selang beberapa saat terjadi
perubahan pada pasta plastis tadi menjadi lebih kaku, walaupun masih lunak namun sudah
mulai sukar dibentuk. Fase ketika terjadi perubahan ini disebut “initial set", dimana waktu
ketika air mulai dicampurkan dengan initial set disebut waktu pengikatan awal (initial setting
time). Fase ini berlanjut hingga kekakuannya menciptakan padatan yang utuh, dan bila ini
tercapai disebut fase “final set”, dimana waktu yang diperlukan untuk terbentuknya padatan
yang utuh disebut waktu pengikatanakhir (final setting
time).
Menurut standar, waktu pengikatan awal yang
diperlukan adalah 45 menit (Vicat test) dan 60 menit
(Gillmore), sedangkan waktu pengikatan alchir adalah 8
jam (Vicat Test) dan 10 jam (Gillmore).
Dalam kenyataan di lapangan, waktu setting ini
sangat banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yaitu
temperatur lapangan dan angin dapat mempercepat
waktu pengikatan. Selain itu, kondisi agregat juga
memegang peranan penting terhadap waktu pengikatan
ini, dimana agregat yang kering dan panas dapat juga
mempercepat waktu pengikatan.
Gambar 4.5: Alat uji Vicat

4.4.8 Specifik Gravity


Walaupun bahan semen dibuat di pabrik dengan control kualitas yang
sangat tinggi, namun sering terjadi semen telah , mengalami
perubahan komposisi kimia ketika digunakan. Persyaratan Specifik
gravity untuk bahan semen adalah sebesar 3.10. Namun, akibat
terlalu lama disimpan atau kemasannya mengalami kerusakan,
sehingga besaran spesifik gravity tersebut dapat mengalami
perubahan. Berubahnya nilai ini mengakibatkan kemampuan semen
sebagai bahan pengikat akan berkurang, karena diantara butiran telah
terjadi penggumpalan, sehingga jumlah butirannya menjadi
berkurang. Untuk mengetahui berat . Specifik gravity semen dapat digunakan alat yang
ditunjukkan pada Gambar 4.6 Untuk menghindarkan hal tersebut harus diperhatikan cara
penyimpanan semen yang baik, dan semen yang terlebih dahulu datang harus digunakan
terlebih dahulu.

4.5 Penggunaan Semen Sesuai dengan Tipenya


Seperti telah dijelaskan bahwa dari 5 jenis semen yang dapat diperoleh di pasaran
mempunyai sifat yang berbeda, sehingga penggunaannya harus disesuaikan dengan maksud
penggunaan itu sendiri.
Pada Tabel 4.3 diberikan pemilihan semen menurut tujuan penggunaannya.

Tabel 4.3: Type Semen dan Penggunannya


BAB V
BAHAN PENAMBAH DAN PERMASALAHANNYA
(ADMIXTURE)

5.1 Umum
Agregat, semen, dan air bila digabungkan dan menjadi campuran beton atau beton yang
mengeras akan mempunyai sifat berbeda sesuai dengan sifat alami bahan-bahan yang
digunakan.
Campuran beton yang telah mengeras akan bernbah karakteristiknya yang dipengaruhi
oleh metoda kerja, lingkungan pekerjaan, iklim sctempat dan faktor-faktor lainnya, sehingga
dipcrlukan pengetahuan tentang sifat alami bahan baku yang dipergunakan agar dapat dicapai
kualitas dan sifat pekerjaan yang diharapkan. Sebagai contoh pengetahuan tentang pengaruh
bahan baku yang kurang mengnntungkan umpamanya penggunaan susunan gradasi agregat
yang kurang baik bci'dampak pada proses bleeding, sehingga gagal memenuhi persyaratan.
Dalam praktek sering pekerjaan harus diselesaikan dalam waktu singkat seperti
kebutuhan waktu pemakaian yang mendesak atau menghindarkan musim hujan, sehingga
untuk mengatasi hal tersebut diperlukan bahan yang dapat mengubah sifatalami kecepatan
waktu pengikatan agar dapat dicapai kekuatan tinggi dalam waktu singkat tanpa
mengorbankan sifat-sifat lainnya.
Temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu rendah mempengaruhi waktu pengikatan,
dan diperlukan bahan agar waktu pengikatan dapat diperlambat, dan untuk itu diperlukan
bahan penambah waktu pengikatan dapat berjalan secara normal
Untuk bangunan bertingkat tinggi di atas tanah yang lunak dan atau di daerah rawan
gempa diperlukan massa bangunan yang ringan, dan untuk itu diperlukan bahan penambah
yang dapat menghasiikan gelembung-gelembung udara sehingga Kepadatan beton menjadi
kecil.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa bahan penambah adalah suatu bahan yang
berfungsi mengubah sifat alami beton dengan cara menambahkannya pada campuran beton,
serta mempunyai tujuan tertentu dalam pencapaian target kerja.
Akan tetapi yang harus menjadi perhatian bahwa kesalahan dalam dosis penggunaan
serta tata cara pemakaiannya dapat berpengaruh merugikan terhadap kualitas beton yang
dihasilkan. Untuk itu diperlukan tindakan kehati~hatian dalam pemakaiannya dengar cara
mengikuti secara ketat petunjuk yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya.
Berikut ini dapat disimpulkan sifat dan maksud penggunaan bahan penambah bila
ditinjau terhadap penyebab penggunaannya:
1) Untuk menghasilkan suatu sifat tertentu dari campuran yang tidak dimiliki oleh
campuran tersebut,
2) Untuk menghasilkan beberapa perubahan sifat alami bahan campuran guna proses
pengerjaan mempermudah proses pengerjaaan,
3) Untuk mengurangi biaya pengecoran, pemadatan dan biaya beton secara keseluruhan.
Bahan penambah yang mengandung hydroxilfacid mempunyai pengaruh kecil terhadap
sifat kohesif, narnun dapat meningkatkan pengaruh bleeding serta mengakibatkan timbulnya
gelembung-gelembung udara pada beton.
5.2 Jenis-Jenis Bahan. Penambah
ASTM 494 tentang Bahan Admixture membagi bahan admixture dalam 7 type yaitu:
- Type A: Bahan Pengurang Kadar Air (Water reducing )
- Type B : Bahan pemerlambat setting time (Retarding)
- Type C : Bahan Pemercepat Setting time (Accelerating),
- Type D :Bahan Pengurang air dan penunda setting time (Water reducing and set
retarding)
- Type E : Bahan Pengurang kadar air dan pemercepat setting time (Water reducing high
range and acceleratiiig)
- Type F : Bahan pengurang kadar air dalam jumlah besar (High range water reducing)
- Type G : Bahan pengurang kadar air dalam jumlah besar dan penunda setting time
(High range Water reducing and set-retarding)

5.2. 1 Bahan Pe'ngurang Kadar Air (Water Reducing Agent)


Air diperlukan dalam jumlah cukup untuk dapat menjamin berlangsungnya proses
hidrasi secara sempurna. Dalam pekerjaan pembetonan selain untuk memenuhi sifat
kemudahan pengerjaan diperlukan juga sifat kemudahan pemadatan, sehingga jumlah air
yang diperlukan menjadi tidak cukup, karena air yang tersedia hanya tersedia untuk
berlangsungnya proses hidrasi saja. Bila kemudian ditarnbahkan air untuk keperluan
pemadatan, maka terjadi mekanisme bleeding (naiknya air kepermukaan) yang membawa
partikel halus semen atau agregat halus dan akhirnya mengurangi kualitas beton setelah
mengeras.
Dengan demikian, bila diperlukan sifat beton yang mudah dikerjakan dan dipadatkan
serta menghasilkan proses hidrasi yang sempurna diperlukan suatu bahan tambahan yang
dapat berfungsi sebagai pengganti air dan bahan ini dikenal sebagai bahan pengurang kadar
air (Water reducing agent). Bahan, ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan
bahan pembuatnya yaitu kelompok yang mempunyai bahan baku sodium, ammonium,
magnesia, dan sodium lignosulphonate dan kelompok dengan bahan baku garam dari
hydroxyllated carboxylic acid.
Penggunaan kedua jenis kelompok bahan ini dapat mengurangi kadar air sebanyak 5-10
% yang tergantung pada beberapa faktor termasuk komposisi kimia, sifat semen„ proporsi
campuran serta beberapa variabel lainnya. Sebagai contoh, beton dengan kadar alkali dan
C3A yang rendah cenderung lebih efektif bila ditambahkan bahan ini. Bahan dengan bahan
dasar lignosulphate akan menghasilkan nilai slump yang sama besarnya dengan beton biasa
yang tidak mengandung bahan penambah, akan tetapi belum tentu dapat dipadatkan atau
mudah dikerjakan ini karena timbulnya gelembung udara bila bahan penambah ini digunakan.
Namun dengan penemuan akhir-akhir ini, maka permasalahan ini dapat diatasi. Bahan ini
juga dapat mengurangi mekanisme bleeding walaupun kadar airya telah dikurangi. namun
tetap masih dapat menimbulkan susut kering yang agak besar bila dibandingkan dengan beton
biasa. Bahan penambah yang mengandung hydroxyl-acid mempunyai pengaruh kecil
terhadap sifat kohesif, namun dapat meningkatkan pengaruh bleeding serta mengakibatkan
timbulnya gelembun'g udara pada beton.
5.2.2 Bahan Penunda Waktu Pengikatan (Retarder)
Beton secara alami berangsur-angsur kehilangan kekakuannya setelah dicampur, dan
setelah béberapa jam dibiarkan mulai sukar atau sama sekali tidak dapat dipadatkan secara
sempuma. Lamanya waktu yang diperlukan untuk beton menjadi sukar dipadatkan akan
berbeda, dan perbedaan ini terutama disebabkan oleh perbandingan air semen yang
digunakan, sifat kemudahan pengerjaan dan temperatur.
Dalam praktek, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperlambat waktu
pengikatan sehingga pekerjaan tetap dapat berlangsung kendati menghadapi temperatur
sangat tinggi, atau guna mencegah timbulnya sambungan dingin (cold joint) pada pekerjaan
dengan massa yang besar dan memerlukan waktu pengikatan cukup panjang.
Sifat bahan penunda secara kimia hampir mempunyai sifat sama dengan bahan
penambah jenis pengurang kadar air, dan banyak diantara bahan ini diproduksi dengan
menggabungkan kedua sifat kelompok bahan penambah dan pengurang kadar air. Komponen
kimia yang mengakibatkan tertundanya waktu pengikatan antara lain disebabkan oleh unsur
selulosa atau stratch. Jumlah bahan penunda yang digunakan tergantung pada kebutuhan
lamanya waktu penundaan yang diinginkan, dan biasanya berkisar 2 -6 jam, namun
penundaan hingga waktu 24 jam atau lebih juga masih dapat dilakukan.
Hal penting yang harus dilakukan bila menggunakan dosis efektif bahan penunda
adalah dengan memperhatikan temperatur saat bekerja. Dosis efektif untuk temperatur 10°C
dapat mengakibatkan penundaan terhadap waktu pengikatan yang lebih lama bila temperatur
tiba-tiba turun di bawah 10°C. Pemberian dosis secara berlebihan dapat mengakibatkan beton
segar baru mengeras setelah jangka waktu 10 hari. Bila melakukan pengecoran dalam volume
besar, cara paling efektif dalam menggunakan bahan penunda ini adalah dengah mengurangi
dosis pemakaiannya secara bertahap, sehingga keseluruhan massa akan mempunyai waktu
pengikatan sama diakhir pengecoran.
Apabila diperlukan perencanaan penundaan pekerjaan pengecoran akibat terlalu
besamya pekerjaan, sebaiknya diadakan penambahan dosis yang dilakukan pada setiap siklus
pengadukan. Apabila diben'kan penambahan dosis diakhir pekerjaan pada saat akan
dilakukan penundaan, dapat mengakibatkan tertundanya waktu pengikatan yang lebih lama
bila dibandingkan dengan dosis yang sama bila ditambahkan pada setiap melakukan
pengadukan.
Karena di dalam bahan penunda waktu pengikatan terkandung Juga bahan pengurang
kadar air maka penggunaan bahan penunda harus mengikuti salah satu dari tiga tujuan
penggunaan berikut mi:
1) Mengurangi perbandingan air-semen, dengan demikian akan menambah kekuatan beton,
2) Menambah sifat kemudahan pengerjaan beton tanpa menambah kadar air,
3) Mengurangi kadar air dan kadar semen, sambil mempertahankan perbandingan air semen
dan kemudahan pengerjaan.
Kalau diperhatikan dari ketiga cara di atas, maka perbedaan satu dengan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan secara nyata. Akan tetapi cara I pada umumnya digunakan bila di
lapangan sukar untuk mempertahankan kekuatan beton yang tinggi; cara 2 untuk pekerjaan
yang memerlukan kecepatan pekerjaan dan volume yang besar dan cara 3 untuk pekerjaan
yang memerlukan panas hidrasi dan biaya rendah terhitung penambahan bahan penambah
serta metoda pengendaliannya.
Pada prinsipnya, bahan penunda efektif untuk digunakan pada daerah beriklim panas,
dimana tingkat kehilangan sifat kemudahan pengerjaan sangat tinggi.

5.2.3 Bahan Pemercepat Waktu Pengikatan (Accelerating Setting Time)


Bahan pemercepat waktu pengikatan pada prinsipnya bekerja mempercepat kecepatan
proses hidrasi semen sehingga peningkatan kekuatan dapat dicapai dalam tempo singkat.
Bahan pemercepat waktu pengikatan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pemercepat
waktu pengikatan dan pemercepat pengerasan.
Kelompok pertama mengandung larutan alkaline yang dapat mengurangi waktu
pengikatan agak besar, dan sangat tepat untuk digunakan pada pekerjaan perbaikan seperti
masalah kebocoran.
Karena bahan ini dapat memberikan pengaruh kurang baik pada pengembangan
kekuatan, maka bahan ini tidak boleh digunakan bila sifat kekuatan akhir beton mempakan
halpenting Kedua kelompok bahan ini mempercepat waktu pengikatan, dan yang paling
banyak digunakan dalam pekerjaan beton ialah Kalsium klorida. Oleh karena itu, sifat-sifat
bahan ini dijelaskan lebih rinci.

1) Kalsium klorida
Bahan ini bertindak sebagai katalis pada proses hidrasi unsur C3S dan C2S. Katalis
adalah suatu bahan yang mampu mengurangi keaktifan enersi yang diperlukan untuk
berlangsungnya proses kimia. Setelah proses reaksi kimia terjadi maka katalis akan bebas
kembali, oleh karena itu katalis tidak akan hilang dan selalu digunakan ulang selama proses
berlangsung.
Bahan ini akan bereaksi dengan unsur C3 dari semen dan membentuk unsur C3A. CaCl,
10H2O yang telah dinetralisir, oleh karena itu semen mendapat pengaruh yang berbeda dari
bahan ini. Suatu hal yang membuat seseorang membatalkan untuk memilih penggunaan
kalsium klorida ialah kemungkinan resiko bahaya korosi pada tulangan yangmungkin terjadi.
Akan tetapi apakah korosi akan terjadi atau tidak, sangat tergantung pada kualitas beton yang
dihasilkan dan lingkungan yang mempengaruhinya. Pada umumnya korosi akan berlangsung
pada tulangan bila beton yang menyelimutinya porous dan dipadatkan secara tidak sempuma,
sehingga air dan oksigen masuk kedalam penampang beton. sehingga mempengaruhi
tulangan. Dapat dikatakan bahwa korosi tidak akan berlangsung bila tidak dibantu oleh
oksigen.
Untuk menghindarkan tetjadinya korosi, maka disarankan untuk:
a. Menggunakan kandungan Kalsium klorida < 1.5%,
b. Buatlah beton yang dipadatkan dengan scmpuma, tcrutama bila digunakan un melindungi
tulangan,
c. Jangan gunakan calsium chlorida untuk pekerjaan beton prategang.
Beton yang terpengaruh temperatur sangat tinggi dan terjadi secara berulang-ulan sorta
dalam keadaan jenuh, akan mengalami pengurangan kemampuannya menah pcngaruh
tersebut bila menggunakan kalsium klorida. Kalsium khlorida juga dap mcngakibatkan proses
pembentukan lapisan berwama keputih-putihan pada permuka beton (ejj„lorence) atau yang
disebut dengan penggaraman.
Dalam jangka waktu 3-hari, penambahan 1.5% kandungan Kalsium klorida akan
meningkatkan kekuatan scbesar 30% dan pada temperatur yang tinggi peningkatan kekuatan
akan bertambah besar, namun setelah berumur 28 hari peningkatan ini tidak terlihat lagi.
Panas hidrasi berkembang dengan cepat, dan temperatur maksimum pada campuran
beton massal dapat dicapai dengan cepat bila ditambahkan kandungan kalsium klorida
dengan dosis yang lebih tinggi lagi. Pengaruh percepatan ini sangat penting untuk pckerjaan
yang dipengaruhi oleh air dimana diperlukan waktu untuk melindungi pekerjaan yang baru
dicor.
Untuk perkerjaan beton massal disarankan untuk tidak mcnggunakan kalsium klorida
karena timbulnya peningkatan temperatur yang bcsar akan mengakibatkan timbulnya retakan,
hal ini disebabkan oleh bahan kalsium kloridda bersifat hygroskopis, dan sebaiknya bahan ini
disimpan di tempat kering.
Bahan pemercepat (accelerator) waktu pengikatan lainnya adalah alumunin klorida,
stamo klorida. sodium sulfur, kalsium sulfo aluminat hydrate dam crystd nucley.

5.2.4 Bahan Pemelastls (PIastIclzer/Super Plasticlzers)


Bahan pemelastis terbuat dari bcrbagai bahan yang berasal dari sulphite iye, campuran
albumin dan gula. Olch karcna bahan ini dapat juga bersifat pemercepat waktu pengikatan.
maka kadang-kadang dicampur dengan kalsium klorida untuk melawal„ pengaruh waktu sifat
pcmcrccpat terscbut. Bahan ini memberikan pcngaruh signifikal' tcrhadap sifat kemudaian
pengerjaan tanpa mcmerlukan penambahan kadar air dalam kondisi ini sangat baik untuk
pckcrjaan pengecoran lantai.
Dengan menggunakan bahan ini dimungkinkan untuk mengurangi penggunaan kadar
air sehingga memberikan dampak peningkatan kekuatan, mengurangi penyusutan,
permeabilitas, tanpa mengurangi sifat kemudahan pengerjaan.
Bahan yang dibuat dengan menggiling batuan dalam gradasi sangat halus juga dapat
memberikan efelc pemelastis dan batuan yang biasa digunakan untuk maksud tersebut adalah
bentonit, tanah diatomea, trass dan slag tanur. Beton dengan k'adar semen rendah dan
kemudahan pengerjaan sangat baik dapat menyebabkan timbulnya proses bleeding. Hal ini
dapat dicegah dengan menggunakan bahan yang digiling halus tersebut dan campuran yang
dihasilkan akan mempunyai sifat lebih kohesif dan mudah dikerjakan.
Bila bahan ini digunakan pada campuran beton berkadar semen tinggi, maka diperlukan
penambahan air agar tetap mudah dikerjakan, namun kekuatan beton akan menurun serta
timbulnya susut kering. Pada campuran beton berkadar semen rendah, tidak mengakibatkan
penambahan kebutuhan kadar air.
Jenis plasticizer dapat dibedakan berdasarkan senyawa kimianya menjadi 4 Ikategori:
1) Kategori A : Golongan Sulfonat Melamin Formaldehide Condensat
2) Kategori B : Golongan Sulfonat Neptalen Formaldehide Condensat
3) Kategori C : Golongan Modified Lignosulfat
4) Kategori D : Golongan selain A, B, C
Mekanisme reaksi yang terjadi antara plasticizer dengan beton segar adalah: plasticizer
terabsorbsi pada permukaan partikel semen yang menyebabkan rendahnya interaksi antar
molekul, sehingga menghasilkan dispersi semen yang lebih baik dan lebih homogen
dibanding dengan normal water reducer. Hal-ha] yang dapat mempengaruhi fungsi plasticizer
antara lain: Dosis, type semen, jenis dan gradasi agregat, susunan campuran dan temperature.

5.2.5 Bahan Pembentuk Gelembung Udara (Air Entraining Agehts)


Bila bahan ini digunakan, dapat mengakibatkan terbentuknya gelembung udara yang
sangat halus dengan diameter 1/100 >~ 2 mm. Bahan ini menurunkan senyawa organik yang
aktif permukaan (Surfactants) yang berfungsi untuk mengontrol j umlah kadar udara yang
terdispersi secara serba sama dalam campuran beton Bahan baku yang digunakan antara lain
vinsol resin yang telah dinetralkan, Garam Abretic, Asam Fatty dan Garam Asam Fatty,
Alkyl Ari} Sulfonal, Alkyl Sulphate, Rhenol ethoxilat. Apabila bahan ini dicampurkan
kedalam campuran beton' dan sebagai akibat pencampuran terbentuk gelembung-gelembung
udara dalam jumlah sangat besar. Ukuran gelembung udara yang tidak mempengaruhi
kekuatan beton harus < 0.4 % untuk agregat 40 mm.
Suatu persyaratan dari bahan ini adalah gelembung udara yang terbentuk harus cukup
kecil dan stabil ketika diangkut, dicor dan dipadatkan. Gelembung udara dalam ukuran lebih
besar bersifat kurang stabil dan biia bahan ini digunakan akan menghasilkan beton
berkekuatan rendah.
Dosis penggunaan bahan ini sekitar 0.05 % berat semen, meskipun masih banyak faktor
yang akan mempengamhi pernilihan dosis yang dipilih temiasuk diantaranya ukuran dan ripe
alat pengaduk, serta ukuran takaran. Penggunaan bahan penambah lainnya juga dapat
mempengaruhi dosis yang digunakan dan penambahan dosis diperlukan bila digunakan
kalsium klorida atau pulveriaed-fuel ash.
Kegunaan lain dari bahan ini adalah untuk mengurangi kepadatan beton dan dapat
dihasilkan dengan cara mcmasukkan 20% udara kedalam campuran. serta untuk memperbaiki
sifat insulasi termal.
Hal-ha] yang mempengaruhi fungsi bahan ini antara lain : dosis, tipe semen, jenis dan
gradasi agregat, susunan campuran, temperature dan waktu pengadukan.

5.2.6 Bahan Pewarna (Pigment)


Bahan pewama dapat berwarna putih atau berwarna lainnya yang dibuat dari tepung
halus dan tidak dapat larut terhadap bahan yang akan diwamai, serta bahan ini memiliki
ketahanan terhadap bahan kimia, baik terhadap alkali didalam beton dan asam dari udara.
Bahan ini tidak boleh mempengaruhi sifat beton, juga tidak boleh mengalami perubahan bila
dilakukan pemeliharaan dengan uap, atau terbilas ketika dicor, sena dcngan harga tidak
mahal.
Warna yang paling banyak digunakan adalah hitam yang dimaksudkan sebagai wama
dasar untuk menghasilkan wama abu-abu gelap pada beton, selain wama coklat dan merah.
Pewarna pada umumnya berbentuk tepung, walaupun dapat„juga dijumpai dalam bentuk
pasta dan tepung pewama biasanya ditambahkan secara langsung pada campuran kering.
Pengaruh proses timbulnya timbunan lapisan garam (efflorence) menjadi kendala pada
penggunaan bahan pewarna, karena lapisan ini dapat menutupi sebagian wama sehingga
wama kelihatan menjadi kotor. Lapisan garam ini dapat dihilangkan dengan cara mencuci
dengan bahan hydrochloric acid yang telah dilunakkan dan dilakukan setelah beton mengeras.
Warna coklat dapat dihasilkan dari oksida besi, dan akan dapat mengalami perubahan
wama pada temperatur 110°C dan wama merah juga berasal dari bahan oksida besi.
Warna kuning diperoleh dari bahan oker yang berwama kuning. Warna hijau diperoleh
dari bahan oksida chromium dan wama biru diperoleh dari bahan cobalt. Warna putih
diperoleh dari bahan oksida titanium dan wama hitam diperoleh dari bahan arang.

5.2.7 Bahan penahan Air (Retarder)


Struktur beton yang telah mengeras termasuk jaringan kapiler yang menerus di
dalamnya ada kemungkinan menjadi tertutup, tergantung pada perbandingan air-semen dari
beton dan volume hidrasi yang telah tcrjadi. Apabila pori pori menerus, maka yang air dapat
lewat jumlahnya tergantung dari besarnya ukuran pori dan jumlah pori. Oleh karena itu
permukaan beton dan permukaan dalam pori dapat bersifat menahan air bila diberikan bahan
penambah kalsium atau ammonium stearate, dan dengan adanya bahan ini maka air tidak
dengan mudah lewat melalui pori-pori. Bahan yang digunakan untuk tujuan ini dapat
mengakibatkan timbulnya gcle'mbung-gelembung udara dalam jumlah agak besar, sehingga
menghasilkan beton yang porous.
Meskipun bahan ihi dapat méngurangi keluamya air dari beton, tetapi temyata tidak
terlalu efektif untuk menahan uap air atau air yang dipcngaruhi oleh tekanan tinggi dan
kelihatannya suatu gara yang dapat memberikan kontribusi terbaik terhadap kekedapan
adalah dengan menggunakan bahan pengurangan. kadar air. Bila hal ini dilakukan, maka
dapat memperbaiki sifat kemudahan pcnge'rjaan dan sifat kohcsif, sehingga mengurangi
resiko pemadatan yang berkualitas rendah atau retakan termal pada penampang beton.
Bahan mi memberikan keuntungan bila digunakan terhadap beton tekstur tcrbuka untuk
tujuan dekoratif, karcna mempunyai kemampuan untuk membersihkan secara otomatis bila
terkena perubahan cuaca, meskipun kemampuan ini berkurang seiring dengan bertambahnya
umur bangunan.

5.2.8 Bahan untuk Membantu Kelancaran Pemompaan


Bahan penambah yang dapat membantu untuk mémudahkan pemompaan campuran
beton kedalam bekisting antara lain bahan pembentuk gelembung udara, bentonite, bahan
flocculate dengan bahan dasar selulosa Kemudahan yang diperoleh tergantung pada situasi
kerja antara lain panjang pipa, tekanan pada pipa dan pompa, kandungan pori agregat kasar
gradasi agregat halus dan kadar semen. Berdasarkan pengalaman, bahan selulosa
kelihatannya memberikan hasil yang lebih baik tetapi hingga kini belum dapat diketahui
pengaruhnya terhadap struktur beton.
Pada TabeI 5.1 diberikan persyaratan flsis bahan tambahan untuk beton, pada Tabel 5.2
diben'kan persyaratan berbagai tipe bahan tambahan dan Tabel 5.3 diberikan ringkasan dari
sifat-sifat yang penting bahan penambah untuk pekerjaan beton guna memudahkan
pengertiannya.
BAB 6
RANCANGAN CAMPURAN BETON

6.1 Umum
Setelah semua sifat bahan baku yang akan digunakan dalam pekerjaan beton diketahui,
maka dilanjutkan pada tahap perancangan komposisi yang akan digunakan pada pekerjaan
tersebut. Selanjutnya perlu diketahui beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
pekerjaan pembuatan rancangan campuran beton, diantaranya adalah kondisi lokasi dimana
bangunan akan dikerjakan, kekuatan beton yang direncanakan, keterampilan pekerja,
pengawasan yang dapat diben'kan, peralatan yang akan digunakan dan tujuan penggunaan
bangunan serta faktor-faktor lainnya.
Proses pembuatan campuran beton mempakan jawaban terhadap kegagalan yang sering
terjadi bila membuat campuran beton dengan cara yang lama, yaitu dengan menentukan
komposisi yang standar seperti campuran 1 semen: 2 pasir: 3 kerikil (1 PC:2 Ps:3 Kr) atau
komposisi yang lainnya. Dengan cara lama ini tidak dapat diketahui berapa kekuatan yang
akan dihasilkan oleh komposisi tersebut, sehingga bila para perencana telah menetapkan
kekuatan tekan beton yang harus dicapai, maka kemungkinan akan mengalami kesukaran
untuk menentukan berapa komposisi. yang harus dipilih. ' Pada bab-bab sebelumnya telah
diuraikan bahwa setiap bahan baku mempunyai variasi sifat yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor alami yang tidak dapat dihindarkan, namun dengan mengetahui sifat-sifat bahan baku,
maka dapat diketahui kebutuhan dari masingcmasing bahan baku dan beberapa kekuatan
yang akan dicapainya. Proses penentuan kebutuhan bahan ini dinamakan proses merancang
campuran.
Perbedaan utama antara perancangan dengan cara lama dan cara baru yaitu bila pada
cara lama komposisi ditetapkan lebih dahulu kemudian baru diketahui kekuatannya,
sedangkan dengan cara baru adalah merupakan kebalikannya yaitu kekuatan ditetapkan lebih
dahulu dan kemudian ditentukanlah komposisi bahan yang diperlukan.
Jadi dapat dikatakan bahwa dengan metoda yang baru diperoleh tingkat keyakinan lebih
tinggi bila dibandingkan dengan cara lama.
Ada beberapa metoda rancangan campuran beton yang dikenal di dunia, akan tetapi
Indonesia mengadopsi metoda rancangan campuran beton dari Inggris yang dikenal dengan
nama Metoda-DOE, yang dikembangkan oleh Department of Environment, English. Dengan
menggunakan metoda ini diharapkan bahwa kesukaran yang dihadapi di lapangan untuk
menghasilkan kekuatan beton sepetti yang direncanakan dapat diatasi. Metoda lain yang
dikenal antara lain Metoda ACI, Metoda JIS, dll.
Selain itu, dengan metoda ini diperoleh pemanfaatan bahan baku secara optimal
schingga diharapkan akan diperoleh campuran dengan kekuatan yang optimum, namun
menghasilkan harga paling ekonomis. Harga paling ekonomis dapat dicapai karena dapat
diketahui berapa volume semen yang paling tepat untuk diberikan terhadap bahan baku
lainnya sehingga menghasilkan campuran beton yang berkualitas. Seperti diketahui bahwa
semen mcrupakan komponen dengan harga paling mahal bila dibandingkan dengan harga
bahan baku lainnya.
Untuk lebih jelas bagaimana caranya membuat rancangan campuran beton dengan
metoda DOE, berikut ini akan diuraikan langkah-langkah yang hams dilalcukan berikut
contoh perhitungannya. Berdasarkan kekuatan yang hendak dicapai, maka rancangan
campuran beton dapat dibagi menjadi: kekuatan tekan S 45 MPa, 45 s/d 80 MPa, 80 s/d 110
MPa dan> 110 MPa.
Akan tetapi pada buku ini yang hanya dibahas suatu contoh perhitungan nntuk proses
rancangan campuran beton normal dengan kekuatan tekan hingga 45 MPa hal ini disebabkan
karena campuran dengan kekuatan hingga 45 MPa yang paling banyak dilaksanakan untuk
berbagai tujuan di lapangan pekerjaan pcmbangunan dewasa ini.
Tujuan dari rancangan campuran beton bila diringkaskan dari maksud penggunaannya
adalah sebagai berikut:
1) Agar memenuhi persyaratan kuat tekan karakteristik.
2) Agar memiliki sifat keawetan yang memuaskan terhadap situasi lingkungan dimana
struktur ditempatkan.
3) Agar menghasilkan penampilan yang baik, terutama pada beton ekspose.
4) Agar memiliki kemampuan untuk dicampur, diangkut, dicor, dipadatkan, dan dipelihara
secara efrsien.
5) Agar sedapat mungkin mcnghasilkan harga yang ekonomis.
Proses pembuatan rancangan campuran beton pada umumnya dibagi menjadi tiga tahap
utama yaitu:
1) Melakukan perhitungan proporsi campuran yang tepat berdasarkan data yang diberikan
atau data pengalaman terdahulu dan pengetahuan tentang sifat bahan baku yang
digunakan. dan biasanya diikuti dengan pckerjaan pra pengujian.
2) Membuat campuran percobaan dalam skala kecil, dengan men ggunakan aggregat yang
diketahui kadar airnya,
3) Membuat percobaan dalam skala penuh sebelum pelaksanaan konstruksi sebenamya
dimulai.

6.2 Jenis Rancangan Campuran Beton


Berdasarkan tujuannya, proses rancangan pembuatan rancangan campuran baton dibagi
menjadi:
l) untuk pencapaian kekuatan.
2) untuk pencapaian keawetan,
3) Untuk pencapaian sifat tertentu.

6.2. 1 Pencapaian Kekuatan


Pada umumnya rancangan campuran ditujukan pada pencapaian kekuatan, karena
faktor ini merupakan indikasi terhadap sifat beton lainnya setelah mengeras seperti
kepadatan, walaupun hal ini tidak selamanya benar.
Rancangan campuran baton tcrhadap pencapaian kekuatan dapat dibagi mcnjadi tiga
bagian yaitu:
- untuk kekuatan tekan hingga 45 MPa
- untuk kckuatan tekan dari 45 MPa hingga 80 MPa
- untuk kekuatan tekan dari 80 MPa hingga 110 MPa.
- untuk kekuatan tekan diatas 110 MPa.
6.2.2 Pencapaian Sifat Keawetan
Keawetan suatu hasil pekerjaan beton pada umumnya sangat ditentukan oleh pengaruh
luar bila dibandingkan dengan pengaruh yang datang dari beton itu sendiri setclah mengeras,
seperti akibat bcban yang hams dipikulnya. Pengaruh luar datang juga dari kekuatan alam
yang merusak beton itu sendiri pada saat digunakan.
Tujuan rancangan campuran beton tcrhadap pencapaian sifat keawetan dapat dibagi menjadi:
- pencapaian sifat permeabilitas,
- perlindungan logam terhadap cuaca.
- perlindungan terhadap sulphat,
- perlindungan terhadap alkali dan asam, dan
- perlindungan terhadap pengaruh penggaraman.

6.2.3 Pencapaian Sifat Tertentu


Kadang-kadang sifat.kekuatan bukan mcrupakan sifat paling utama yang harus dicapai
dalam suatu struktur bcton. Kebutuhan penampilan yang indah, masa bangunan yang ringan,
mempakan contoh kebutuhan utama lain dan' penciptaan suatu pembangunan yang terbuat
dari beton:
Rancangan campuran beton untuk tujuan pencapaian sifat tertentu dapat dibagi menjadi:
- tujuan estetika,
- tujuan penggunaan kandungan gelcmbunggelembung udara,
- tujuan untuk pembuatan beton ringan
- tujuan untuk mendapatkan bcton dengan sifat kepadatan yang tinggi,
- tujuan untuk mendapatkan campuran beton dengan evolusi panas yang rendah,
- tujuan penggunaan campuran dengan ukuran agregat maksimum,
- tujuan penggunaan campuran dengan bahan abu terbang,
- tujuan penggunaan campuran dengan kadar air yang rendah,
- tujuan penggunaan campuran beton dengan sifat susut kering yang rendah,
- tujuan penggunaan campuran beton untuk mencegah rangkak,
- tujuan penggunaan campuran beton yang kedap air,
- tujuan penggunaan campuran beton yang mcmiliki sifat yang memiliki sifat ketahanan
terhadap temperatur yang tinggi.
- tujuan penggunaan campuran berkadar alumina rendah.
- tujuan penggunaan campuran dengan semen super sulphate.
- tujuan penggunaan campuran dengan kadar semen yang rendah
- tujuan untuk pembuatan bata beton
- tujuan untuk pemeliharaan pada temperatur yang rendah.
- tujuan untuk pengecoran dengan cara pemompaan,
- tujuan untuk pembuatan beton grouting,
- tujuan untuk pemadatan dengan teknik ekstraksi air.
Akan tetapi dari Sekian banyak tujuan rancangan campuran, pada buku ini hanya akan
dibahas tentang perencanaan untuk pencapaian terhadap kekuatan saja; Karena yang paling
banyak diperlukan adalah yang berkaitan dengan masalah ini, .sedangkan untuk pencapaian
terhadap tujuan yang lain dapat Juga dilakukan dengan menambahkan beban tertentu guna
memenuhinya.
6.3 Menentukan Proporsi Bahan Baku.
Untuk menentukan jumlah bahan baku yang diperlukan untuk membuat campuran
beton dapat diketahui setelah mengetahui sifat-sifat keseluruhan bahan baku yang digunakan
dan beberapa persyaratan lainnya.
Secara umum, SNI 03-2847-2002 Pasal 7.2 memberikan petunjuk sebagai berikut:
l) proporsi material untuk campuran beton harus ditentukan untuk menghasilkan sifatsifat:
a) Memiliki sifat kelecakan dan konsistensi yang menjadikan beton mudah di cor
b) Memiliki persyaratan ketahanan terhadap pengaruh lingkungan
c) Memenuhi persyaratan uji kekuatan
2) Untuk setiap campuran beton yang berbeda, baik dari aspek material yang digunakan
ataupun proporsi campurannya, harus dilakukan pengujian
3) Memenuhi proporsi beton, termasuk rasio air semen
Untuk selanjutnya, guna memudahkan penerapannya ddalam praktek diberikan
panduan untuk merancang campuran beton menurut. SNI-O3-2834-2000. Di dalam panduan
itu diberikan formulir isian seperti yang diuraikan bertikut:
Formulir isian tersebut berisi 22 langkah pekerjaan, yaitu:
Langkah 1 : menentukan nilai kuat tekan karakteristik rencana pada umur 28 hari
Langkah 2 : menentukan nilai deviasi standar,
Langkah 3 : menentukan nilai margin I
Langkah 4 : menentukan kuat tekan rata-rata yang hendak dicapai
Langkah 5 : menentukan jenis semen yang digunakan
Langkah 6 : menentukan jenis agregat kasar dan halus
Langkah 7 : menentukan faktor air semen (fas)
Langkah 8 : menentukan faktor Air-Semen maksimum
Langkah 9 : menentukan N1la1 Slump
Langkah 10 : menentukan ukuran agregat maksimum
Langkah 11 : menentukan kadar air bebas
Langkah 12 : menentukan kadar semen
Langkah 13: menentukan kadar semen maksimum
Langkah 14 : menentukan kadar semen minimum
Langkah 15 ; menentukan faktor air semen yang disesuaikan
Langkah 16 : mencntukan zona susunan gradasi agregat halus
Langkah 17 : menentukan prosentase fraksi agtegat halus .
Langkah 18 : menentukan betat Jenis relatif agregat
Langkah 19 : menentukan betat jenis beton
Langkah 20 : menentukan kandungan agtegat gabungan

Langkah 21 : menentukan kandungan agregat halus, dan


Langkah 22 : menentukan kandungan agregat kasar
Dalam pelaksanaan peketjaan di lapangan, sexing harus dilakukan koreksi tethadap
kadat ait yang telah ditencanakan katena agregat yang dipakai dapat terkena hujan atau tetlalu
kering.
Sebelum sampai pada contoh perhitungan, perlu dijelaskan tahapan 1 s/d 22 lebih tinci
agar memudahkan mengikuti penyelesaian contoh yang akan diberikan.
6.3.1 Langkah-1: Menentukan Kuat Tekan Karakteristik Rencana pada _ Umur 28
Hari
Seperti diketahui, untuk dapat merencanakan ukuran penampang beton suatu struktur
dipetlukan data tentang betapa kemampuan penampang beton tetsebut menahan beban
tekanan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tancangan campuran beton metupakan suatu
teknik untuk mendapatkan kepastian tentang kekuatan tekan karakteristik yang akan dicapai.
Sebagai dasar perencanaan digunakan kckuatan beton pada umut 28 hari, karena pada umut
setelah 28 hati kekuatan beton mulai menunjukkan gtafik peningkatan yang tidak begitu besat
lagi bila dibandingkan pada hari-hati sebelumnya.

6.3.2 Langkah 2: Menentukan Nilai Deviasi Standar


Pada pelaksanaan pembuatan peketjaan pembetonan di lapangan diawali dari pemilihan
bahan baku, penakatan, pencampuran, pengangkutan, pemadatan dan pemeliharaan yang
selalu dipengaruhi beberapa faktor, baik yang betasal dati bahan baku itu senditi maupun
pengaruh dan luar seperti pengaruh manusia maupun alam.
Pengaruh-pengaruh ini dapat mengakibatkan hasil akhit suatu pekerjaan beton tidak
akan sempuma secata keselutuhan, dimana kemungkinan menyimpang dari hasil yang telah
direncanakan. Penyimpangan yang terjadi sangat betvatiasi dan tcrgantung dati berbagai
faktor yang mempengaruhinya dan dengan mempcrkecil pengaruh-pengaruh tersebut, maka
penyimpangan yang terjadi dapat pula diperkecil.
Nilai standar deviasi ditentukan bcrdasarkan Pasal 3.3.1 ayat 1 SNI 03-2894-1992. Bila
belum tersedia data hasil uji, sebagai pendekatan awal, maka Tabel 6.1 (FBI-1971)
memberikan perkitaan standar deviasi berdasarkan besarnya volume pekerjaan atau
pendekatan yang dibetikan pada Tabel 6.3.
Selain itu pada Pasal 3.3.1 butir ayat 4 disebutkan: Bila suatu produksi beton tidak
mempunyai hasil uji yang memenuhi persyaratan Pasal 3.3.1 butir 1, tetapi hanya ada
sebanyak 15 sampai 29 hasil uji yang berurutan, maka nilai standar deviasi adalah nilai
standar deviasi yang dihitung dari data hasil uji tersebut déngan faktor pengali dari Tabel 6.2.
6.3.3 Menentukan Nilai Tambah
Walaupun telah diketahui sifat-sifat bahan baku yang akan digunakan, namun scpcrti
yang telah diuraikan pada Butir 6.3.1 akan selalu terjadi penyimpangan tcrhadap basil
pekerjaan pembuatan beton. Dengan demikian basil pckcrjaan yang diperolch tidak
seluruhnya mencapai kekuatan absolut seperti yang direncanakan: Dalam Teknologi Beton
dinyatakan bahwa sebagian dari hasil pekerjaan akan mémpunyai hasil di bawah kekuatan
yang direncanakan, sehingga nilai yang diperoleh adalah nilai rata-rata yang akan mencapai
kekuatan yang telah direncanakan.
SNI-03-2834-2000 dan berbagai literatur yang terkait dengan masalah ini pada
umumnya méngambil nilai kemungkinan tidak memenuhi standar sebesar 5 %, atau dengan
dengan kata lain bahwa tin gkat kepercayaan akan keberhasilan hanya mcncapai scbesar 95
%. Konstanta k untuk probabilitas kegagalan 5 % adalah scbesar 1.64. Untuk benda uji yang
harus diambil menurut SNI-03-2834-2000 adalah sebanyak 20 buah, schingga besamya nilai
tambah adalah seperti yang diberikan melalui persamaan (6.1).

M = nilai tambah = k . s. (6.1)

dimana s : nilai deviasi standar


k : tetapan yang nilainya diambil dari prosentase hasil uji yang < fc‟ dan untuk 5 %
diambil 1.64
dengan demikian: fcr‟ = fc‟ + M
fcr‟ = fc‟+ 1.64 s
Pada grafik yang dibarikan pada Gambar 6.1 dilukiskan hubungan antara faktor k
dengan prosentase basil yang diharapkan kemungkinan tidak memenuhi spesifikasi. Dari
sejumlah itu ada kemungkinan bahwa 1 (satu) buah kubus akan berada di bawah kekuatan
yang telah ditetapkan.

6.3.4 Langkah 4: Menentukan Kuat Tekan Rata-rata yang Hendak Dicapai


Kekuatan rata-rata yang diharapkan dapat diperoleh dengan menjumlahkan kekuatan I
karakterisik rencana dengan nilai margin. Kekuatan rata-rata yang diperoleh harus melebihi
kekuatan menurut Spesifikasi yang tclah ditetapkan seperti yang dinyatakan dalam persamaan
(6.2)

Fcr = fc‟ + k.s (6.2)

dimana: fcr = kuat tekan beton rata-rata


fc‟ = kekuatan tekan beton karakteristik
s = nilai deviasi standar
k = konstanta, yang tergantung pada derajat kepercayaan.
Bila nilai kuat tekan rata-rata yang diperoleh berdasarkan nilai margin dengan deviasi
standar rencana berada di bawah nilai minimum, maka dapat diambil nilai deviasi standar
berdasarkan hasil dari benda uji.

6.3.5 Langkah 5: Menentukan Jenis Semen yang Digunakan


Pemilihan jenis semen adalah berdasarkan pertimbangan tujuan penggunaan konstruksi
nantinya, seperti yang telah diuraikan pada Bab IVtentang Semen dan Permasalahannya,
dimana setiap jenis semen mempunyai kekuatan tekan tertentu pada umur yang tertentu.
Jenis semen dan kuat tekan yang mungkin diperoleh pada umur tertentu dapat dilihat
pada Tabel 6.4
6.3.6 Langkah 6: Menentukan Jenis Agregat Kasar dan Halus
Agregat halus maupun kasar dapat diperoleh langsung dari alam ataupim melalui proses
pembuatan. Pemilihan jenis agregat yang akan,digunakan tergantung pada jenis konstruksi
yang akan dibangun. Untuk lebih jelasnya dapat kembali mclihat bahasan pada Bab II tentang
Agregat dan Permasalahannya.

6.3.7 Langkah 7: Menentukan Faktor Air Semen (fas)


Faktor air-semen adalah nilai yang diperoleh dari hasil perbandingan kadar air dan
kadar semen yang diperlukan. Semakin rendah perbandingan air-semen, berarti semakin
kental campuran beton yang dihasilkan.
Dalam teknologi beton dikenal suatu hukum atau konsep dasar yang menyatakan bahwa
untuk memperoleh beton yang berkualitas tinggi dapat dicapai dengan menggunakan
perbandingan air-semen yang rendah. Menentukan perbandingan air-semen merupakan suatu
pekerjaan yang sukar; karena agregat dapat menyerap air ke dalam partikel dalam jumlah
yang sangat besar.
Perbandingan air-semen bebas (free water-cement ratio) adalah perbandingan antara air
pada permukaan agregat ditambah air pencampur terhadap semen. Perbandingan air-semen
total (total water-cement ratio) adalah perbandingan antara air yang berada di dalam dan di
luar butiran serta air pencampur dengan semen.
Penggunaan perbandingan air bebas-semen mempunyai keuntungan, di mana nilai
perbandingan yang telah diperoleh menggambarkan secara langsung sifat-sifat pasta semen
pada beton, sehingga menunjukkan faktor keawetan yang lebih baik biia dibandingkan
dengan perbandingan air-semen total.
Adanya kesukaran untuk mengukur jumlah air yang terserap pada permukaan agregat,
dan juga untuk menentukan metoda pengukuran kadar air dalam keaduan jenuh bagian dalam
dan kering pada permukaan (keadaan SSD-Saturated Surface Dry). Sebaliknya, perbandingan
total air-semen kurang begitu tepat bila digunakan sebagai ukuran kualitas pasta semen,
karena mengukur kadar air lebih mudah dilakukan dengan cara mengeringkannya.
Jika pori penuh berisi air disebut jenuh clan kering permukaan (ssd), bila agregat
dibiarkan diudara dan air menguap disebut kering udara, dan bila dioven sehingga air :eluar
seluruhnya disebut kering oven.
Penentuan faktor air-semen ditentukan berdasarkan Pasal 3.3.2 butir 2 (dapat litentukan
sebelumnya atau tidak). Bila tidak tersedia hasil penelitian maka sebagai pedoman dapat
digunakan Gambar 6.7.

6.3.8 Langkah 8: Menentukan Perbandingan Air-Semen Maksimum


Pemilihan faktor air semen harus dibatasi hingga besaran tertentu yang masih dapm
menjamin tercapainya kualitas beton yang diharapkan. Suatu hal yang perlu dipileirkan
adalah kondisi yang sangat mempengaruhi penentuan perbandingan air semen maksimum
yaitu konrlisi lingkungan dimana pekerjaan pembetonan akan dilakukan. Faktor air semen
maksimum menurut Pasal 3.3.2 SNI 03-2894-2000 dapat ditentukan atau tidak. Jika faktm air
semen yang diperoleh dari 6.3.7 lebih kecil dari yang dikehendaki, maka yang dipakai adalah
yang terendah.
Pada Tabel 6.6 dan 6.7 digunakan juga cara untuk menentukan kadar semen minimum
dari langkah 14 (SNI 03-2894-2000), dimana diberikan nilai perbandingan air-semen
maksimum yang digunakan. J umlah rasio air-semen akan menentukan tingkat kekentalan
campuran beton segar, dan ini harus disesuaikan dengan kondisi pekerjaan, cara pemadatan,
metoda transportasi, jenis konstruksi dan kerapatan tulangan serta teknik pengecorannya.

6.3.9 Langkah 9: Menentukan Nilai Slump


Pengujian ini dikembangkan oleh Chapmant dari Amerika Serikat pada tahun 1913 dan
merupakan alat uji untuk mengukur kekentalan campumn yang paling mudah clan paling
murah bila dibandingkan dengan alat uji kekentalan lainnya Nilai slump merupakan
pengukuran terhadap tingkat kekentalan suatu campuran beton, namun pengukuran tingkat
kekentalan campuran beton dapat dilakukan dengan berbagai metoda antara remoulding test,
vebe test dan beberapa metoda lainnya.
Alat uji slump terutama dipakai untuk mengukur campuran beton dalam keadaan
plastis, walaupun dengan alat ini sukar melihat adanya hubungan yang penting antara nilai
slump dan sifat kemudahan kerja. Akan tetapi pengujian ini mampu mendeteksi perubahan
terhadap sifat kemudahan pengerjaan. Untuk lebihjelas mengenai pengertian campuran beton
dalam keadaan plastis, selanjutnya akan diuraikan pada Bab VII tentang Sifat-sifat Beton
Segar.
Alat uji ini sesuai untuk digunakan pada campuran beton yang sangat kering atau
sangat basah, serta untuk ukuran agregat maksimum 37.5 mm. Karena pada pengujian ini
tidak menggunakan efek getaran, mnka dapat terjadi perubahan kekentalan akibai terjadinya
proses hidrasi, sehingga sebaiknya pengujian ini dilakukan Sesegera mungkin setelah beton
dicampurkan.
Alat uji ini berbentuk kerucut terpnncung dengan diameter bagian atas 10 cm (4”)
diameter bagian atas 20 cm (8") dan tinggi 30 Cm (12") Nilai slump adalah hasil yang
diperoleh melalui pengukuran tmggi alat uji (30 cm)dengan campuran beton setelah
dimasukkan di dalam beton setelah diangkat dari kerucut uji akan turun dari tinggi semula
yang tergantung pada tingkat kekentalannya. Semakin besar penurunannya maka berarti nilai
slumpnya semakin besar dan Nilai slump yang besar mempakan indikasi kekentalan
campuran yang tinggi atau dapat dikatakan campuran beton tersebut encer.
Tipe hasil pengujian slump dapat dibedakan menjadi tiga type yaitu: (a) tipe ideal (true
slump), (b) tipe geser (shear slump), dan (C) type keruntuhan (collapse slump), seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 6.3.

Gambar 6.3: Beberapa Tipe hasil pengujian slump

Campuran beton dengan nilai slump rendah sesuai untuk digunakan pada pekerjaan
dalam bidang yang luas seperti pada pelat lantai, sedangkan nilai slump yang sedang atau
tinggi dapat digunakan untuk pekerjaan dengan penampang yang sempit dan tulangan yang
rapat seperti pada balok dan kolom.
Nilai slump berdasarkan SNI-03-2834-2000 Pasal 3.3 diberikan berdasarkan kondisi
Pelaksanaan pekerjaan agar dapat dengan mudah dituangkan, dipadatkan dan diratakan.
Sebagai gambaran, FBI-1971 membcrikan nilai slump yang akan digunakan tergantung
kepada jenis pekerjaan sepeni yang ditunjukkan oleh Tabel 6.5. Nilai yang dlbenkan pada
Tabel 6.5 dipakai untuk campuran beton tanpa bahan tambahan.
Tabel 6.5
Nilai Slump untuk berbagai pekerjaan beton
(PBI-1971)

Nilai Slump (cm)


Uraian
Maksimum Minimum

Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak bertulang 12.0 5.0

Pondasi telapak tidak bertulang kaison dan konstruksi 9.0 2.5


Pelat, balok, kolom, dinding 15.0 7.5
Perkerasan jalan 7.5 5.0
-
Pembetonan masal -

Beberapa peraturan di negara lain memberikan batasan yang agak berbeda dengan
SNI-O3-2834-2000.
Namun dengan perkembangan teknologi, nilai slump dapat dibuat dengan nilai yang
besar tanpa mempengaruhi kekuatannya. Peng gunaan bahan tambahan (Admixture) seperti
yang diberikan pada Bab V tentang Bahan Tambahan dan Permasalahannya sangat
membantu untuk memecahkan permasalahan nilai slump yang tinggi untuk pekerjaan pada
penampang yang sempit.

6.3.10 Langkah 10: Menentukan Ukuran Agregat Maksimum


Ukuran agregat maksimum ditentukan oleh ukuran penampang, jarak antar tulangan
seperti yang dibahas pada Bab Il tentang Agregat dan Permasalahannya. Pembatasan ini
dimaksudkan agar tercapai keseragaman campuran yang masuk ke dalam penampang yang
dicor, sehingga beton yang dihasilkan mempunyai kualitas yang tinggi. Batasan agregat
seperti yang diben'kan pada Bab II Pasal 2.4

6.3.11 Langkah 11: Menentukan Kadar Air Bebas


Kadar air bebas ditentukan berdasarkan ukuran jenis batuan, batu alami atau pecah, dan
nilai slump yang akan diambil, seperti yang diberikan pada Tabel 6.6 (dariTabel 6 SNI-2834-
2000) Bila terjadi hujan atau panas yang tinggi, maka kadar air bebas harus disesuaikan
dengan cara penambahan atau pengurangan. Air bebas diperlukan untuk berlangsungnya
proses hidrasi bahan semen.
Catatan:
1) Kadar air bebas = 2/3 Wh + 1/3Wk; dimana : Wh = perkiraan jumlah air untuk agregat halus
Wk = perkiraan jumlah air untuk agregat kasar
2) Koreksi suhu:
Untuk suhu di > 20°C, setiap kenaikan °C harus ditambah air 5 ltr/m3 campuran
3) Kondisi permukaan:
Untuk permukaan agregat kasar harus ditambah air i 10 ltr/m3 campuran

6.3.12 Langkah 12: Menentukan Kadar Semen


Kadar semen yang diperlukan dapat diperoleh dari perkalian kadar air bebas dengan
perbandingan air-semen, atau kadar air bebas dibagi dengan perbandingan airsemen.

6.3.13 Langkah 13: Menentukan Kadar Semen Maksimum


Bila tidak ditetapkan oleh sebab dalam perencanaan, maka'hal ini dapat diabaikan.

6.3.14 Langkah 14: Menentukan Kadar Semen Minimum


Penentuan kadar semen minimum ini bila tidak ditetapkan, dapat diperoleh pada Tabel
6.7 (dari Tabel 3 SNI-O3-2834-1992) sedangkan Tabel dan 6.8 dan 6.9 (dari tabel 4 dan 5
SNI-03-2834-2000) untuk pekerjaan khusus.
6.3.15 Langkah 15: Menentukan Faktor Air Semen yang Disesuaikan
Apabila terjadi perubahan kadar semen karena hasilnya lebih kecil daripada kadar
semen minimum yang ditetapkan atau lebih besar daripada kadar semen maksimum yang
disyaratkan, maka faktor air-semen harus dihitung kembali.

6.3.16 Langkah 16: Menentukan Zona Susunan Gradasi Agregat Halus


Susunan besar butir pasir dapat ditentukan dengan melakukan analisa ayakan, sehingga
dapat digambar kurva grafik susunan butimya. Dari kurva susunan butiran dapat ditentukan
zona susunan butir nomor pasir yang akan digunakan. Dengan menggambarkan kurva
susunan butir yang diperoleh di atas kenas transparan, lalu menyesuaikannya di atas kurva
zona susunan butir No. 1 s/d. No. 4 seperti yang terdapat pada Gambar 2.1 s.d. 2.6 pada Bab
II tentang Agregat dan Permasalahannya, maka dapat diketahui apakah susunan butir tersebut
masuk ke dalam kurva-kurva tersebut.
Apabila pasir yang diuji tidak masuk ke dalam kurva-kurva tersebut, berani susunan
butir pasir yang akan digunakan kurang baik dan memerlukan pencampuran dengan pasir
yang lain.

6.3.17 Langkah 17: Menentukan Persentase Fraksi Pasir Halus


Penentuan prosentase kebutuhan agregat halus dapat digunakan graflk pada Gambar 6.8
s/d 9 (dari graflk 10 s/d 12 SNI 03-2834-2000). Untuk dapat membaca graflk tersebut dan
mcmpcrolch prosentasc kebutuhan pasir,-maka diperlukan data ukuran agregat maksimum
(langkah 10), faktor air-semen (Iangkah 15), n'ilai slump (langkah 9), dan daerah susunan
butir agregat halus (langkah 16).
Perlu menjadi perhatian bila pada susunan butiran agregat kasar ditemukan bagian
butiran yang lewat ayakan 5 mm, maka prosentase ini dihitung sebagai bagian dari butiran
agregat halus, sehingga kadar agregat halus harus dikurangi dengan prosentase agregat halus
yang terkandung di dalam agregat kasar.

6.3.18 Langkah 18: Menéntukan Berat Jenis Belatif Agregat


Berat jenis agregat dapat dihitung dari perkalian prosentase agregat halus dengan berat
jenis agregat halus ditambah dengan prosentase agregat kasar dikalikan dengan berm jenis
agregat kasar.
Apabila belum dapat ditentukan jenis agregat mana yang akan digunakan, maka sebagai
bahan untuk perhitungan pendahuluan dapat digunakan beratjenis relatif agregat alami adalah
2,50 g/cm3 dan berat jenis relatif agregat batu pecah adalah 2.60 g/cm3.

6.3.19 Langkah 19: Menentukan Berat Jenis Beton


Perkiraan beratjenis beton data diperoleh dengan menggunakan gratik dari Gambar 6.8
(Grafik l3 SNI 03-2834-2000) dan disesuaikan dengan kadar air bebas yang sudah ditemukan
dari Tabe] 6.5 (langkah 11) dan beratjenis relatifagregat gabungan (langkah 18).

6.3.20 Langkah 20: Menentukan Kandungan Agregat Gabungan


Kadar agregat gabungan adalah beratjenis beton dikurangi jumlah kadar semen dan
kadar air bebas.

6.3.21 Langkah 21: Menentukan Kandungan Agregat Halus


Kadar agregat halus yang diperlukan diperoleh dari hasil perkalian jumlah kadar
agrcgat campuran (langkah 20) dengan prosentase fraksi pasir (langkah 17) setelah dikoreksi
dengan jumlah fraksi agregat halus yang terdapat di dalam agregat kasar.

6.3.22 Langkah 22: Menentukan Kandungan Agregat Kasar


Kadar agregat kasar yang diperlukan adalahjumlah kadar agregat gabungan (langkah
20) dikurangi dengan kadar agregat halus (langkah 21).
Dengan selesainya menghitung scluruh langkah-langkah di muka. maka sudah dapat
ditentukan kebutuhan bahan yang akan digunakan dalam pekerjaan. Akan tetapi hasil
rancangan campuran beton yang telah diperoleh memerlukan penyesuaian.

6.4 Kelebihan dan Kekurangan Kandungan Agregat Halus Kasar


Seperti telah diuraikan pada pasa} 2.4.8, bahwa kekurangan kandungan pasir
(undersanded) dapat terjadi bila pasir yang terscdia tidak mampu mengisi rongga-rongga
diantara agregat kasar. Sedangkan kelebihan pasir (oversanded), agregat kasar tidak dapat
terlihat sama sekali pada campuran.
Campuran yang memiliki kandungan pasir yang berlebihan memerlukan kadar air yang
lebih banyak bila dibandingkan dengan kebutuhan air untuk menghasilkan sifat kemudahan
dikerjakan yang sama seperti pada campuran dengan proporsi agregat halus dan kasar yang
Optimum.
Dengan hasil kekuatan yang sama, campuran dengan kandungan pasir berlebih
memerlukan kadar semen lebih banyak bila dibandingkan dengan campuran yang mempunyai
perbandingan agregat halus yang tepat. Kebutuhan semen yang lebih tinggi ini dapat
berakibat susut dan rangkak yang lebih tinggi setelah beton mengeras dan daya tahan
pemakaian yang rendah serta mudah terpengaruh oleh retakan.
Perbandingan pasir dan kerikil yang optimum tergantung pada bentuk, kerataan, tekstur
permukaan, ukuran maksimum, susunan gradasi agregat halus dan kasar dari agregat serta
kadar semen dan kekentalan campuran.
Proporsi yang optimum antara agregat halus dan kasar menghasilkan beton yang
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, memiliki daya lekatan yang baik serta
membutuhkan penggunaan jumlah air pencampur yang minimum.
Pemilihan proporsi yang tepat antara agregat kasar dan halus menj adi lebih kritis dan
sukar bila gradasi pasir mendekati batas atas pasir halus dari zone 4, atau batas bawah pasir
kasar dari zone 4. Pemilihan akhir perbandingan antara pasir dan agregat kasar hanya dapat
dibuat berdasarkan campuran uji. Rekomendasi untuk pemilihan awal dan campuran uii
pertama diberikan pada Gambar 6.4 atau 6.5, setelah memperhitungkan pengaruh variabel
yang lebih penting. Dengan mengikuti proporsi dalam batasan yang diberikan pada Gambar
6.4 atau 6.5, biasanya memberikan hasil beton yang memuaskan dan dengan kekentalan
campuran yang tepat serta lekatan yang baik pada saat melakukan uji yang pertama.
Di dalam praktek, pembuatan pekerjaan beton dilakukan dengan mengatuf
perbandingan antara agregat halus terhadap agrogat kasar agar dapat mengimbangi perbedaan
yang kecil dari sifat kemudahan pengerjaan yang diakibatkan oleh perbedaar1 gradasi pasir,
bila dibandingkan dengan cara mengatur kebutuhan air. Ini disebabkarl karena kelebihan air
sangat berpengaruh terhadap kekentalan, yang akhirnya sanga„ bcrpengaruh terhadap
kekuatan beton setelah mengeras. Pada Gambar 6.5 s/d 6.7 dilukiskan bagaimana cara
mengurangi perbandingan agregat halus bila pasir yang digunakan lebih halus, dengan tujuan
untuk mempertahankan sifat kemudahan pengerjaan atau dalam keadaan sebaliknya. Menurut
Gambar 6.5. perbandingan pasir yang optimun1 akan berada dalam keadaan yang ekstrim
untuk ukuran maksimum agregat 10 mm sebesar 80 % dengan perbandingan air-bebas/semen
0.80 slump 6-18 mm yang dibuat dari pasir kasar zone 1.
Keadaan ekstrim yang lain terdapat pada perbandingan pasir 15 % untuk ukuran
agregat maksimum 40 mm, dan dengan perbandingan air/semen 0,30 slump 0-4 cm dari
dibuat dengan pasir halus zone 4.

6.5 Penyesuaian Ukuran Agregat yang Lebih Kecil dan Lebih Besar dari 4,80 mm.
Seperti sudah dikctahui, bahwa agregat yang biasa ditemui di Indonesia sering
mempunyai kandungan gradasi kasar lebih besar dari 4 ,80 mm dalam jumlah agak bcsar, di
mana agregat dengan ukuran lebih besar dari 4 ,80 d1kias1f' kas1kan sebagai agregat kasar.
Di samping itu pada agregat kasar juga ditemui butiran agregat yang lebih kecil dari 4,80
mm, di mana butiran yang lebih kecil dari 4,80 m diklasifikasikan sebagai agregat halus,
Berarti mungkin terjadi adanya kelebihan agregat halus maupun kekurangan kandungan
agregat kasar.
Bila menggunakan rancangan campuran beton kelebihan atau kekurangan agregat kasar
maupun halus diperhitungkan kembali untuk campuran yang sebenarnya, schingga campuran
yang telah direncanakan perlu disesuaikan. Penyesuaian terhadap masalah ini dapat dengan
mudah diperhitungkan dengan menggunakan pcrsamaan 2.6 pada Bab II mengenai Agregat
dan Permasalahannya.
Berikut ini diberikan suatu contoh perhitungan penyesuaian kelebihan dan kekurangan
kandungan agregat halus dan kasar.
Ditentukan bahwa suatu pasir mcmpunyai kelebihan gradasi yang lebih bcsar dari 4 80
mm sebanyak 2% dan agregat kasar mengandung kelebihan gradasi yang lebih kecil dari 4
,80 mm sebanyak 7%, sedangkan menurut Gambar 6. 5 dipcrlukan bahan gabungan yang
lewat ayakan 4, 80 mm sebesar 36%.
Hitung prosentase pasir x untuk kebutuhan pasir yang diperlukan.
Perhitungan dapat dilakuka.. dengan memasukkan angka 98% untuk pasir dan 7%
untuk agregat kasar yang lewat ayakan 4,80 mm ke dalam persamaan 2.6. Nilai X diperoleh :

36 = 98 (x /100)+7((100 -x)/ 100


= 2.32%

Dengan penyesuaian ini maka komposisi sebenamya yang diperoleh adalah 32 % pasir dan
68 % agregat kasar, dan komposisi akhir bahan pasir adalah sebanyak 36 % dari bahan
gabungan yang lewat ayakan 4,80 mm.

6.6 Penyesuaian Keseluruhan Campuran


Setelah menyelesaikan perhitungan langkah 1 hingga langkah 22, maka sudah dapat
ditentukan kebutuhan bahan yang diperlukan untuk volume beton 1 m3. Tetapi akibat prinsip
dalam mengevaluasi sifat agregat adalah berdasarkan prinsip kering permukaan, sehingga
memerlukan adanya koreksi terhadap keadaan agregat di lapangan sebelum digunakan. Bila
pelaksanaan pembangunan dilakukan di musim hujan atau terlalu asah menyirami agregat,
maka akan terjadi kelebihan kadar air bebas, sehingga bila tidak dikoreksi kelebihan air yang
terjadi akan mengakibatkan campuran yang dihasilkan akan encer. Sedangkan dalam cuaca
yang sangat kering di musim kemarau, semua air yang terkandung di dalam butiran akan
menguap, dan apabila agregat ini digunakan tanpa penambahan kadar air, maka campuran
beton akan mengeras tanpa sempat terjadinya proses hidrasi . Apabila timdakan koreksi tidak
diberikan pada keadaan yang, maka rancangan campuran beton ini menjadi tidak bermanfaat
sama sekali
Contoh mengadakan koreksi :
Tabel 6.10
Cara mengadakan koreksi trhadap koposisi campuran
Bahan Kg/m Absorbsi % Kadar air %
Semen G1 - -
Air G2 - -
Pasir G3 Ca Cm
Kerikil / batu Pecah G4 Da Dm

Jika kadar air yang diperoleh tidak sama dengan kadar air bcrdasarkan kondisi kering
permukaan, berarti pasir dalam keadaan basah atau sangat kering, dan terjadi kelebihan atau
kekurangan air. Hal ini memerlukan penyesuaian kadar air.
Penyesuaian menjadi:
Semen, tetap = G1
Air = G2 - (Cm - Ca) x G3/lOO - (Dm-Da) x G4/100
Pasir = G3 + (Cm - Ca) x G3/100
Kerikil/Batu pecah = G4 + (Dm - Da) x G4/ 100
di mana:
Ca : angka penyerapan air agregat halus
Cm : angka kadar air agregat kasar
Da : angka penyerapan air agregat kasar
Dm : angka kadar air agregat halus

Dengan mengadakan koreksi terhadap campuran akibat perubahan kadar air, maka
keseluruhan bahan kebutuhan baku dapat ditetapkan.
Walaupun kebutuhan bahan baku telah berhasil ditetapkan, namun diperlukan
pembuatan campuran uji untuk mengetahui apakah rancangan ini dapat memenuhi kekuatan
yang telah direncanakan. Bila setelah diuji hasilnya tidak memenuhi persyaratan. maka pcrlu
pcrbaikan terhadap rancangan campuran dengan mengadakan pengkajian pada bagian mana
yang perlu dikoreksi. Sebenamya sangat baik bila dicapai kekuatan sangat tinggi. namun
tidak ekonomis dan memerlukan penycsuaian terhadap faktor air semennya.

6.7 Contoh Perhitungan Rancangan Campuran Beton Normal (5 45 MPa)


Untuk mendapatkan gambaran bagaimana cara merancang campuran beton seperti yang
telah diuraikan pada Bab 6.3, berikut ini diberikan contoh perhitungan pembuatan rancangan
campuran beton normal.

6.7.1 Data-data
Dalam suatu pekerjaan ditcntukan akan menggunakan konstmksi beton bertulang.
Perencana menentukan bahwa beton yang digunakan adalah dengan kuat tekan karakteristik
225 MP3 (225 kg/cm2) dan volume penggunaaan beton sebesar 500 m3.
Lingkungan di mana bangunan itn akan dibangun berada pada lingkungan pcmukiman
dan perkantoran yang jauh dari daerah industri serta terletak jauh dari tepi pantai.
Di sekitar lokasi rcncana pembangunan gédung banyak ditemui sungai yang dapat
diambil batuan yang dapat dipecah menjadi agregat, serta terdapat deposit pasir. Semen yang
digunakan adalah Semen Normal Type I.
Dari data bahan baku yang tersedia akan direncanakan kebutuhan komposisi dari setiap
bahan baku dan volume bahan baku yang dipcrlukan.
Selain itu cuaca d1 daerah tersebut selalu berubah-ubah dan sering terjadi hujan secara
mendadak.

6.7.2 Perhitungan Rancangan Campuran


1) Angka kekuatan tekan karakteristilc beton yang telah ditctapkan sebesar 22.5 MPa (225
kg/m3) dimasukkan kedalam butir 1 pada formulir isian (langkah I).
2) Dengan melihat pada Tabel 6.1, dimana volume pekerjaan dapat dikategorikan kecil.
serta mutu pekerjaan sedang, akan terdapat angka penyimpangan berkisar 6.5 s/d 8.8
MPa (65 sld 85 kg/cm2), dan diambil angka penyimpangan atau deviasi standar sebesar
7 MPa (70 kg/cm2). Angka ini dimliskan pada butir 2 dari formulir (langkah 2).
3) Nilai margin, berdasarkan k = 1,64 adalah sebesar 1,64 x s = 1,64 x 7.0 = 11.5 MPa (1
15 kg/cmz) Angka ini dltuliskan pada butir 3 dari formulir (langkah 3)
4) Kekuatan ratarata yang hendak dicapai ialah kekuatan tekan karakteristik beton
ditambah nilai margin (langkah 3 )
(22.5 + 11.5) MPa = 34 MPa (340 kg/cmz), masukkan ke dalam butir 4 pada formulir.
5) Jenis semen yang di'pilih semen normal (Semen Tlpe I), dituliskan pada butir 5
(Iamgkah 5 ).
6) Jenis agregat kasar adalah batu pecah, sedangkan agregat halus adalah pasir alami dan
data ini dlmasukkan kc dalam butir 6 (langkah 6).
7) Faktor air-semen bebas, dilentukan dengan membaca Tabel 6.3 berdasarkan type
semen, jcnis semen, dan faktor air-semen 0,50, maka kekuatan tekan pada umur 28 hari
adalah scbesar 45 MPa (450 kg/cm2) Angka ini dipakai untuk membuat kurva yang
mengikuti pola Kurva pada Gambar 6.5. Langkah ini ada1ah untuk mencari faktor air-
semen yang akan digunakan yaitu melalui angka yang menunjukkan faktor air-semen
0,5 ditarik garis dalam arah vertikal hingga berpotongan dengan garis yang ditarik dari
angka kekuatan tekan pada umur 28 hari dalam arah mendatar. (Gambar 6.5)
Kemudian melalui harga kuat tekan rata-rata pada butir 4 sebesar 34 MPa (340 kg/cm2)
ditarik garis mendatar hingga berpotongan den gan kurva yang baru dibuat, dan dari
titik potong tersebut ditarik garis arah tegak menuju garis yang menunjukkan faktor air-
semen.
Kemudian didapatkan harga faktor air-semen yang digunakan adalah sebesar 0,60) dan
dimasukkan pada butir 7 (langkah 7)
8) Faktor air-semen telah ditetapkan sebesar 0,60 dan apabila angka yang ditetapkan tidak
sama, maka hams diambil harga terkecil. Angka ini dimasukkan pada butir 8 (langkah
8).
9) Nilai slump ditetapkan sebesar 30 60 mm, dan angka ini dimasukkan pada butir9
(langkah 9) .
10) Ukuran agregat maksimum telah ditetapkan 40 mm, lalu dimasukkan pada butir 10
(langkah 10).
11) Dengan ukuran butir agregat kasar 30 mm dan nilai slump 3O 60 mm, maka pada Tabel
6.6 kadar air bebas harus diperhitungkan antara 160 -190 kg/m3 untuk agregat
gabungan.
Kebutuhan air bebas yang akan digunakan dihitung menurut rumus:
Kadar air bebas = 2/3 . Wf + 1/3 . We.
Dimana : Wf = perkiraan jumlah airpuntuk agregat halus, dan
Wc = perkiraan jumlah aif untuk agregat kasar
Sehingga kadar air bebas yang diperlukan = 2/3 . 160 + 1/3 . 190 = 170 kg/m3.
Angka 170 kg/m3 dimasukkan ke dalam butir 11 (langkah 11).
12) Kadar semen diperoleh sebesar 170 : 0,60 = 283 kg/m3, lalu dimasukkan pada butir „
12 (langkah 12)
13) Kadar semen maksimum tidak ditetapkan sehingga butir l3 tidak perlu diisi (langkah
13).
14) Kadar semen minimum telah ditetapkan 275 kg/m3.
Bila kadar semen yang diperoleh dari perhitungan pada butir l2 tidak mencapai syaraf
minimum yang telah ditetapkan, maka harga minimum ini h'arus dipakai dan faktor air-
semen yang baru perlu disesuaikan (langkah 14).
15) Faktor air-semen yang disesuaikan: Dalam hal ini dapat diabaikan karena syarai
minimum ini harus dipakai dan faktor air-semen yang baru perlu disesuaikan (langkah
15).
16) Susunan butir pasir, dari perhitungan dalam contoh yang diberikan pada butir 16 setelah
dicampurkan tennasuk zona 2, dan data ini dimasukkan pada butir 16 (langkah 16).
17) Presentase bahan agregat halus (< 4.8 mm), ditentukan dari Grafik 6.8 untuk kelompok/
ukuran butir 40 mm, dan pada nilai slump 3O 60 serta nilai faktor air-semen 0,60.
Untuk agregat halus yang termasuk Zone 2, diperoleh prosentase agregat halus antara
30 - 37.5%. Biasanya diambil harga rata-rata. dalam ha] ini adalah sebesar 35% dan
data ini dimasukkan pada Butir 17 (langkah I7).
18) Beratjenis agregathalus gabungan = (0.36 x 2.5 ) + ( 0,36x2,44) = 2.46.
Berat Jenis agregat kasar = 2,66.
Berat jenis agregat gabungan halus dan kasar .
Masukkan data ini pada butir 18 (langkah 18).
19) Berat jenis beton diperoleh dari graflk pada Gambar 6.8 dengan membuat kontur baru
berdasarkan berat jenis rclatif agregat 2,59. Pertemuan kontur baru dengan garis kadar
air bebas sebesar 170 kg/m3, menunjukkan nilai beratjcnis beton yang direncanakan,
yaitu sebesar 2380 kg/m3. Masukkan pada butir 19 (langkah 19).
20) Kadar agregat gabungan = 2380 – 283 -173 = 1927 kg/m3, masukkan pada butir 20
(langkah 20 )
21) Kadar agregat halus = 674 kg, yang terdiri dari dari agregat I = 242.6 agregat II = 431,4
kg (langkah 21
22) Kadar agregat kasar = 1253 kg (langkah 22)

Dengan demikian selesai tahapan untuk menghitung volume kebutuhan bahan untuk
campuran beton yang akan dikerjakan.

Jumlah kebutuhan bahan secara teoritis adalah sebagai berikut :


- Semen Portland Type I = 283 kg
- Air seluruhnya = 170 kg
- Agregat halus : * Pasir IV = 0,36 x 674 = 242,6 kg * PasirV 0,64 x 674 = 431,4 kg
- Agregat kasar 1253 kg
6.8 Rancangan Campuran Beton Berkekuatan Medium (45 80 MPa)

6.8.1 Dasar Perencanaan


Dengan dicapainya perbaikan secara bertahap dari tahun ke tahun dalam bidang
teknologi beton, para ahli dalam bidang ini telah berhasil meningkatkan pcncapaian kckuatan
tekan beton lebih tinggi dan lcbih tinggi lagi. Peningkatan pcncapaian kckuatan tekan beton
yang lebih tinggi, terutama digiacu oleh perkembangan penggunaan beton pratcgang, yang
mensyaratkan penggunaan beton berkekuatan tinggi.
Akibat beberapa faktor penyebab, rancangan campuran yang telah diuraikan pada , 6.3
dan 6.4, memberikan basil yang kurang tepat bila kekuatan beton yang direncanakan semakin
tinggi. Rancangan campuran beton yang diuraikan pada Bab VI pasal 6.3 dan 6.4 ditujukan
untuk pembuatan bcton dengan kekuatan tekan hingga 45 MPa atau yang dikenal dengan
beton normal.
Uraian rancangan campuran beton ini dibuat berdasarkan pada kekuatan tékan beton
yang dipadatkan secara sempuma dan mempunyai hubungan antara faktor airo semen dengan
perbandingan agregat/semen. Akan tetapi untuk tujuan praktis, pengaruh tersebut pada beton
dengan kekuatan agak rendah dapat diabaikan. Oleh karena itu, jika kekuatan beton melebihi
450 kg/cm2 pada umur 28 hari, disarankan untuk mempertimbangkan perhitungan
pendekatan ilmiah dari anggapan yang diambil tersebut. Untuk suatu kelompok bahan dan
perbandingan air-semen tertentu, kekuatan beton cenderung meningkat bila perbandingan air-
semen dan agregat meningkat, atau bila kadar semennya dikurangi., Secara lebih dalam,
pengaruh ini dapat dilihat berdasarkan suatu kenyataan bahwa perubahan perbandingan
semen/agregat sebesar 0.5 dengan perbandingan air-semen yang tetap terlihat mempunyai
pengaruh sama terhadap perubahan perbandingan air-semen sebesar 0,001 dengan
perbandingan semen/agregat yang tetap.
Perubahan proporsi ini secara alamiah menghasilkan peningkatan sifat kemudahan
pengerjaan beton melalui pengaturan proporsi agregat, semen dan air, yang memperlihatkan
pengurangan perbandingan air-semen. Akan tetapi untuk dapat melakukan hal ini terlihat
adanya kecenderungan pengurangan kekuatan, meskjpun dengan pengaruh yang kecil bila
dibandingkan dengan perubahan semula. Dengan demikian ada batasan tertentu dimana
kekuatan beton untuk meningkatkan sifat kemudahan pengerjaan hanya dengan mengubah
proporsi bahan. Pada Gambar 6.7 memperlihatkan suatu perubahan yang relatif kecil, yaitu
kekuatan akan bertambah dengan berkurangnya perbandingan agregat/semcn, khususnya
terhadap tingkat sifat kemudahan pengerjaan yang rendah. Olch karena itu, pada gambar
tersebut juga terlihat bahwa pengurangan faktor pemadatan beton akan menghasilkan
kepadatan beton yang sempuma dan peningkatan kekuatan beton yang agak besar.
Diperlukan pembuktian yang baik untuk menggunakan beton dengan sifat kemudahan
pengerjaan yang rendah dan dipadatkan dengan getaran. Sebagai contoh, dapat melihat
kembali penjelasan tentang bahan dan umur pengujian yang digunakan sebagai data yang
dikompilasikan pada Gambar 6.6. Keadaan ini jelas memperlihatkan bahwa dipcrlukan
penggunaan suatu campuran dengan faktor pemadatan < 0,70 supaya dapat mencapai
kekuatan yang mclcbihi 50 MPa, yaitu suatu campuran dcngan kadar semen , yang sangat
tinggi dan sifat kemudahan pengerjaan yang sangat tinggi, akan menunjukkan hasil yang
tidak memuaskan. Pengaruh tipe agregat kasar tcrhadap kekuatan tckan bcton dapat dilihat
pada Gambar 6.7. dimana kedua jenis agregat kasar digunakan bersama pasir alam dengan
tujuan untuk memberikan perbandingan yang bersifat praktis. Kekuatan tekan dilukiskan
terhadap faktor pemadatan. Pada gambar terlihat jelas bahwa agregat beton yang dibuat dari
bahan batuan granit menghasilkan peningkatan kekuatan yang sangat tinggi.
Pada Gambar 6. 8 diperlihatkan perbandingan terhadap tipe dan sumbei' agregat kasar
dengan berbagai sifat, dan data perbandingan air-semen 2.5 yang digunakan, ditakar secara
berat dengan faktor pemadatan 0,80. Garis titik-titik dan garis terputus diambil dari data
rancangan campuran beton yang diberikan pada Bab 6.3 dan 6.4, dan agregat yang tipikal.
Data juga menunjukkan adanya suatu nilai batas kekuatan tekan yang kelihatannya tidak
dapat terlampaui oleh suatu agregat, dimana agregat kerikil mempunyai nilai kira-kira 70
MPa dan agregat batu pccah mempunyai nilai kekuatan yang agak lebih tinggi
Prinsip-prinsip yang membatasi perancangan campuran dengan kekuatan tekan > 45
MPa yang telah dibahas menunjukkan bahwa sifat-sifat kandungan bahan mempunyai
pengaruh sangat penting terhadap sifat beton yang dihasilkan. Dengan demikian pemenuhan
kn'teria kctepatan preporsi campuran perlu memenuhi persyaratan spesifikasi pekerjaan dan
tidak dapat dibuat hanya dengan berdasarkan data literatur saja.
Data tambahan dari pengalaman terdahulu harus dipetbandingkan dengan bahan yang
sama dari campuran percobaan yang dilakukan saat ini, dan ini merupakan sumbangan yang
sangat bcrharga guna mencapai target yang telah direncanakan.

6.8.2 Tata Cara Perancangan


Seperti halnya pada perencanaan campuran beton dengan hasil kekuatan tekan lainnya,
maka kekuatan tekan atau persyaratan minimum harus ditambah dengan suatu nilai tambah
yang sesuai dengan tujuan pencapaian target nilai tengah kekuatan. Data ini kemudian
digunakan untuk mencapai suatu bilangan sembarang yang hams didapatkan, dimana ini
digambarkan pada Gambar 6.9 dan 6.12 yang terkait dengan Semen Portland Normal dan
Semen Portland Cepat Mengeras serta kerikil yang tidak bcrbentuk dari batu pecah granit dan
pasir alam.
Untuk campuran yang dibuat dengan agregat kasar dan halus yang terbuat dari hasil
pemecahan batuan nilainya berada di tengahtengah antara kerikil dan agregat dari batu granit.
Bilangan yang hendak dicapai harus diguhakan untuk menentukan perbandingan air-
semen beton, tetapi sebelum hal ini dapat dilakukan pcrlu tcrlebih dahulu menetapkan ukuran
maksimum agregat dan sifat kemudahan pengerjaan beton.
Data ini termasuk untuk ukuran agregat maksimum 10 mm dan 20 mm. dan data ini
sama tidak dibuat untuk menghasilkan beton dengan kandungan agregat berukuran
maksimum 40 mm.
Dengan tidak tersedianya data tersebut, maka disarankan untuk tujuan pembuatan
campuran percobaan, hams dibuat perkiraan yang cukup teliti berdasarkan data yang sama
ketika menggunakan ukuran agregat Inaksimum 20 mm, dan kelihatannya ukuran maksimum
agregat kurang begitu penting bila kekuatan beton bertambah. Kemungklnan hal ini
disebabkan oleh adanya batas kekuatan dari tipe agregat tertentu, dimana ukuran maksimum
terbesar mempunyai nilai yang Iebih rendah bila dibandingkan dengan agregat ukuran
maksimum terkecil.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, beton dengan sifat kemudahan pengexjaan tinggi tidak
mempunyai kekuatan yang sedemikian tinggi bila dibuat dengan sifat kcmudahan pengerjaan
yang rendah, dan oleh karena itu derajat kemudahan pengeljaan yang disebutkan “tinggi”
pada Tabel 6.11 tidak dapat digunakan.

Tabel 6.12
Faktor kemudahan pengerjaan untuk berbagai tujuan dan cara pengujian

Oleh karena itu sifat kemudahan pengerjaan yang rendah bila dilihat dari sudut pandang
rancangan campuran adalah menguntungkan, demikian juga terhadap campuranyang
termasuk katagori sangat rendah. Yang dimaksudkan dengan derajat kemudahan pengerjaan
yang rendah disini adalah yang masih dapat dipadatkan dengan pemberian getaran sccara
intensif, dimana nilai terendah kelihatannya akan dihasilkan bila menggunakan tekanan selain
dengan pemberian getaran. Dalam mengatur kebutuhan sifat kemudahan pengerjaan pada
beton mutu tinggi, harus diikuti dengan pengawasan yang ketat ketika melakukan pengecoran
penampang yang sempit, di mana tempat dan pemben'an getaran sukar untuk dilaksanakan.
Untuk kondisi ini diperlukan sifat kemudahan pengerjaan yang tinggi. Bila tingkat
kemudahan pengerjaan campuran beton semakin rendah, maka semakin lama waktu yang
diperlukan untuk pemadatan serta semakin besar tekanan yang terjadi pada bekisting.
Campuran yang berada dalam keadaan ini biasanya memerlukan kandungan semen yang
tinggi dan sifat kcmudahan pengerjaan yang rendah, dan ini berarti mempunyai sifat yang
kohesif dan ini berarti kecil kemungkinan men galami proses segregasi selama proses
pengangkutan dan pemadatan. Untuk maksud tersebut hams digunakan agregat halus kasar
dengan Susunan Gradasi I (Zona-l) dan ukuran agregat kasar maksimum 10 mm dan 20 mm.
Campuran yang sangat kurus cenderung menghasilkan campuran yang agak kasar, dan
campuran yang sangat gemuk cenderung bersifat agak kohesif, dan ini biasanya dapat diatur
dengan mudah pada percobaan dengan cara menambah atau mengurangi proporsi kandungan
agregat halus terhadap total agregat hingga mencapai 50 %. Penambahan seperti ini biasanya
memberikan dampak yang begitu signifikan terhadap nilai kekuatan tekan atau faktor
pemadatan.
Apabila ukuran agregat maksimum dan sifat kemudahan pengerjaan telah ditetapkan,
maka bilangan yang harus dicapai dapat digunakan untuk menentukan perbandingan toial air-
semen dari Gambar h.2. Pada gambar tersebut meliputi semua data yang diperlukan untuk
menentukan perkiraan perbandingan agregat/semen berdasarkan berat dari Tabel 6.12 dan
6.13. Penakaran berat kemudian harus dilakukan dan dibuat campuran percobaan sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
Atau dengan kata lain. sebelum hal tersebut dilakukan maka penentuan proporsi harus
diperiksa dan disesuaikan tcrhadap persyaratan keawetan. Oleh karena itu beton yang
memerlukan sifat keawetan pada umumnya tidak mensyaralkan kebutuhan kadtu' semen yang
tinggi atau perbadingan air~semen yang lebih rendah.
Dalam praktek. sering disarankan untuk melengkapi prosedur rancangan campuran
beton untuk lebih dari satu tipe semen dan agregat dan lebih dari satu tipe derajat sifat
kemudahan pengerjaan. Hal ini perlu dilakukan karena pemilihan pertama terhadap
kandungan bahan dan derajat kemudahan pengerjaan mungkin memberikan hasil yang kurang
memuaskan. Sebagai contoh, pemilihan mungkin dialihkan terhadap faktor kemudahan
pengerjaan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pemilihan awal, atau mencari agregat
batu pecah untuk digunakan sebagai penggunti kerikil sctempat. Altematif Selanjutnya
mungkin dcngan menggunukan admixture pengurnng kadar air.

6.9 Rancangan Campuran Beton (80 110 MPa)


Pembahasan dalam Pasal 6.5 untuk rancangan campuran baton dengan kuat tekan
antara 45-85 MPa dengan jelas memperlihatkan bahwa dari data literatur yang tersedia hanya
memberikan informasi yang terbatas dan harus dipelajari secara cermat bcrdasarkan
pengalaman terdahulu, khususnya terhadap jenis bahan yang akan digunakan, atau
berdasarkan hasil campuran percobaan.
Tindakan ini harus dilakukan secara cennat dan tingkat kehati-hatian yang tinggi pada
rancangan campuran dengan kekuatan tekan antara 80 - 110 Mpa.
Data yang tersedia dan telah dikembangkan hingga dewasa ini belum cukup untuk
memenuhi tataacara perancangan campuran beton, oleh karena itu suatu basil penelitian yang
dilakukan oleh Parrot, memberikan informasi yang agak lengkap yang bensi tuntunan atau
referensi bagaimana meningkatkan kekuatan beton. Kecil kemungkinan untuk menghasilkan
beton yang baik dengan perbandingan berat agregat/semen kurang dari 2.5, dimana
sesungguhnya perbandingan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan dalam
praktek pembuatan beton pratekan dengan kekuatan tinggi. Khususnya harus
dipertimbangkan secara cermat mengenai evolusi panas hidrasi sebelum digunakan pada
campuran yang telah disepakati. Bila dilihat dari sudut pandang kesiapan pelaksanaan.
penggunaan beton dengan tipe ini juga harus mempertimbangkan perubahan yang agak
mendasar pada metode pencampuran, pengecoran dan pemadatan dan terhadap tingkat
kecepatan pengerjaan. Terpisah dari masalah tersebut perlu dipertimbangkan bahwa biaya
yang diperlukan untuk memproduksinya kelihatannya akan lebih tinggi.
Pada Tabel 6.12 dan 6.13 diberikan beberapa macam sifat semen dan agregat yang
digunakan oleh Parrot dalam penelitiannya, dan Tabel 6.12 dan 6.13 diperlihatkan pengarllh
berbagai jenis bahan dan sifat beton dimana perbandingan agregat semen adalah
perbandingan air-semen 0,28, pasir alam 10 % berat total agregat. Pengaruh kedua bahan
semen dan agregat terhadap beton dapat dilihat agak signifikan, oleh karena itu disarankan
ketika membuat campuran proyek yang khusus harus berbagai jenis bahan dengan kekuatan
yangberbeda. Apabila tersedia berbagai campuran percobaan, maka jenis bahan paling sesuai
dapat dipilih. mempertimbangkan apakah bahan ini dari tempat yang sangat Jauh
daripekerjaan.
Parrot menyimpulkan bahwa ada kemungkinan untuk membuat beton dengan kekuatan
tekan dari 73, 88 hingga 99 MPa pada umur 7, 28, dan 90 hari dengan mcnggunakan
campuran berbagai jenis bahan. Namun untuk mencapai kekuatan tekan 81,101 hingga 110
MPa pada umur 7, 28 dan 90 hari diperlukan kecermatan dalam melakukan pemilihan bahan.
Semua agregat yang digunakan dan diuji adalah batu pecah dengan ukuran maksimum
10 m (3/8 inci), dan pemilihan ini dilakukan karena agrcgat yang lebih besar kemungkinan
mempunyai batas kekuatan lebih rendah, sebingga disarankan untuk memakai ukuran agregat
ini.
Beberapa penyesuaian terhadap data Tabel 6.12 dan 6.13 dapat dibuat berdasarkan
kenyataan bahwa perubahan perbandingan air-semen 0,10 dapat menghasilkan pcrubahan
kekuatan tekan mendekati 20 MPa, bila dianggap pemadatan dilakukan secara sempurna.
6.10 Rancangan Campuran Beton untuk Kuat Tekan > 110 MPa
Beton dengan kekuatan tekan lebih tinggi dari 110 MPa telah berhasil dilakukan di
iaboratorium, tetapi dianggap belum dapat digunakan di lapangan pekerjaan secara umum.
Teknik yang biasa digunakan meliputi pemakaian bukan dari bahan Semen Portland Normal
atau menggunakan agregat sinteti's yang dibuat dengan pemadatan bertekanan. Kekuatan
batas semen telah dipelajari dengan menggunakan teknik metalurgi tepung. dimana di bawah
pengaruh pemberian tekanan akan menghasilkan kepadatan yang sangat tinggi, akibat serbuk
semen berhidrasi hampir sempurna Keadaan ini menghasilkan kekuatan tekan hingga
mencapai 375 MPa (3750 kg/cm) dan kekuatan tarik hingga 25 MP3 (250 kg/cm3), namun
sesungguhnya bahan mi tidak dapat diklasifikasikan sebagai beton.

Anda mungkin juga menyukai