Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

MAHABBAH

Mata Kuliah : Ahlak Tasawuf


Dosen pengampu : Dr. H. Darmu’in, M.Ag.
Guna memenuhi tugas

Disusun oleh :
1. Desy Tunjungsari (1707026025)
2. Syivana Lutfiana (1707026026)
3. Vega Fitriana (1707026027)
4. Alfullaily Lailata Duri (1707026028)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Berkat limpah dan rahmat-Nya. Penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam. Sholawat serta salam senantiasa kita sanjungkan ke pangkuan Nabi besar
Muhammad saw, yang kita nanti-nantikan syafaatnya di hari akhir.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan penulis yang
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Al-Mahabbah,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, refrensi, dan
buku. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Islam Negeri
Walisongo. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna.
Untuk itu, kepada Dosen pembimbing kami meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah kami dimasa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca.

Semarang, 18 Mei 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf adalah salah satu pilar islam. Ia adalah ajaran dan amalan
Rasullulawh saw, beserta para sahabatnya. Sesungguhnya tanpa tasawuf agama ini
akan kehilangan ruhnya dan tidak ada bedanya dengan ideologi buatan islam.
Tasawuf merupakan salah satu jalan dalam mendekatkan diri kepada Allah, sebuah
kesadaran akan adanya komunikasi dengan Allah. Tasawuf sangat erat hubungannya
dengan keadaan menjahui hidup duniawi dan kesenangan material.
Kalangan sufi yang termasuk dalam kalangan ini adalah Rabi’ah al-
Adawiyah, dengan konsep pemikiran tasawuf yaitu mahabbab illahiyah (kecintaan
kepada Allah). Seorang wanita sufi dari Basrah yang terkenal dengan ibadah dan
kedekatannya dengan Allah SWT dengan memasukkkan konsep kecintaan Tuhan
dalamdunia tasawuf.
Cinta Rabiah kepada Allah SWT merupakan cinta suci, murni, dan
sempurna seperti disenandungkan pada syair. Rabiah mencurahkan seluruh hidupnya
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena itu, ia memilih hidup zuhud agar
bebas dari pada segala rintangan dalam perjalanan menuju Tuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud mahabbah?
2. Apa sebab bertambahnya mahabbah?
3. Apa tiga tingkatan mahabbah menurut al-Sarraj?
C. Tujuan
1. Untuk megetahui apa itu mahabbah
2. Untuk mengetahui sebab bertambahnya mahabbah
3. Untuk mengetahui tingkatan mahabbah menurut al-Sarraj
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Mahabbah adalah cinta dan yang dimaksud ialah cinta kepada Allah. Pengertian
mahabbah antara lain adalah sebagai berikut:

1. Memeluk kepatuhan pada Allah dan membenci sikap melawan kepada-Nya.


2. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
3. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari diri yang dikasihi.
Yang dimaksud dengan yang dikasihi disini ialah Allah.

Mahabbah kepada Allah adalah tujuan yang sangat jauh dan merupakan derajat tertinggi
pada perjalanan yang ditempuh para sufi. Sedangkan kerinduan mengikuti perjalanan
mahabbah mereka. Karena di dalam kerinduan itulah mereka akan menjumpai mahabbah.
Cinta kepada Allah semata-mata karena mengharapkan karunia dan ridha Allah yang
dilaksanakan dalam keikhlasan amal dan ibadah. Sedangkan cinta kepada manusia bercampur
dengan kehendak syahwat ingin memiliki, dalam arti memberi dan menerima.

B. Sebab Bertambahnya Cinta kepada Allah


Ada dua sebab bertambahnya kecintaan seorang hamba kepada sang Maha Pencipta,
yaitu :
1. Hatinya kosong kecuali pada Allah. Contohnya sebuah cawan kosong sudah tentu
minta diisi, sebagaimana kerinduan hati yang kososng yang berkeinginan
mengisinya dengan perjumpaan.
2. Sebagai tanda kesempurnaan ma’rifat karena seorang telah mencapai kerinduan
yang akan menghantarkannya kepada kesyuhudan.

Apabila kecintaan itu memuncak pada diri seorang mukmin yang saleh akan timbul
kerinduan dalam hatinya. Sehingga dia mengiinginkan perjumpaan segera. Hal ini dapat
disebut dengan kerinduan atau syauq sebagai hasil mahabbah.
C. Tingkatan Mahabbah menurut Menurut al-Sarraj
Menurut Al-Sarraj mahabbah mempunyai 3 tingkatan, yaitu :
1. Cinta biasa, yaitu selalu mengingat Tuhan dengan zikir, suka menyebut nama-nama
Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Allah. Senantiasa
memuji Allah.
2. Cinta orang yang siddik, yaitu orang yang kenal kepada Allah, pada kebesaran-Nya,
pada kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya dan lain-lain. Cintah yang dapat
menghilangkan tabir yang memisahkan diri seorang dari Allah dan dengan demikian
dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Allah. Ia mengadakan dialog dengan
Allah dan memperoleh kesenangan dari dialog tersebut. Cinta tingkat kedua ini
membuat orangnya sanggup menghilangkan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri,
sedangkan hatinya penuh dengan perasaan cinta pada Allah dan selalu rindu pada-
Nya.
3. Cinta orang yang ‘arif, yaitu orang yang tahu betul pada Allah. Cinta serupa ini
timbul karena telah tahu betul pada Allah. Yang dilihat dan dirasakan bukan lagi
cinta, tetapi diri yang dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang dicintai masuk ke dalam diri
yang mencintai.

Para sufi menegaskan kecintaan mereka kepada Allah, seperti bunyi ungkapan berikut
ini: “Tidak termasuk cinta sejati orang mengharapkan balasan dalam sebuah percintaan. Atau
karena ia mengharapkan sesuatu dari yang dicintainya. Sesungguhnya perasaan cinta itu ia
memberi kepadamu, bukan mengharapkan pemberian darimu”

Sufi yang termashur dalam mahabbah ialah Rab’ah al-‘Adawiah (713-801 H) dari Barah
di Irak, Menurut riwayatnya ia adalah seorang hamba yang kemudia dibebaskan. Dalam
hidup selanjutnya ia banyak beribadat, bertobat dan menjahui hidup duniawi. Ia hidup dalam
kemiskinan dan menolak segala banyuan materi yang diberikan orang kepadanya. Bahkan
dalam doa’anya ia tidak mau meminta hal-hal yang bersifat materi dari Allah. Ia betul-betul
hidup dalam keadaan zuhud dan hanya ingin berada dekat Tuhan.

Pada akhirnya Allah baginya merupakan zat yang dicintai dan meluapkan dari hatinya
rasa cinta yang mendalam kepada Allah. Diantara sebagai berikut: “ Aku mengabdi kepada
Allah bukan karena takut kepada neraka... bukan pula karena ingin masuk surga... tetapi aku
mengabdi karena cintaku kepada-Nya”
“Allah, jika kupuja Engkau karena takut pada neraka, bakarlah aku didalamnya, dan jika
kupuja Engkau karena mengharapkan surga, jauhkanlah aku dari padanya, tetapi jika Engkau
kupuja semata-mata karena Engkau, maka janganlah sembunyikan kecantikan-Mu yang kekal
itu dari diriku”

Inilah beberapa ucapan rasa cinta yang diungkapan oleh Rab’ah al-‘Adawiah. Cinta
kepada Allah begitu memnuhi seluruh jiwanya sehingga ia menolak semua tawaran kawin,
dengan alasan bahwa dirinya adalah milik Allah yang dicintainya, dan siapa yang ingin kawin
dengan dia haruslah meminta izin dari Allah.

Seseorang pernah bertanya kepadanya: “apakah engkau benci pada setan?” Ia


menjawab : “Tidak, cintaku kepada Allah tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku
untuk rasa benci pada setan.”

Karena begitu cinta kepada Allah, ia pernah ditannya tentang cintanya kepada Nabi
Muhammad s.a.w. jawabanya: “Saya cinta kepada Nabi, tetapi cintaku kepada Pencipta
memalingkan diriku dari cinta kepada mahluk.”

Demikianlah gambaran tentang station mahabbah yang dilahirkan oleh seorang sufi
dari rasa cintanya kepada Allah.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mahabbah adalah cinta kepada Allah semata-mata mengharapkan karunia dan
ridho Allah yang dilaksanakan dalam keihklasan amal dan ibadah. Menurut Al-Sarraj
mahabbah mempunyai 3 tingkatan, yaitu :Cinta biasa, Cinta orang yang siddik, Cinta
orang yang ‘arif. Sufi yang termashur dalam mahabbah ialah Rab’ah al-‘Adawiah
(713-801 H) dari Barah di Irak, Allah baginya merupakan zat yang dicintai dan
meluapkan dari hatinya rasa cinta yang mendalam kepada Allah

B. SARAN
Disarankan agar dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat lebih mengenal dan
memahami apa itu yang dimaksud mahabbah dan dapat mengimplementasikan.
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1995. Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: NV Bulan
Bintang
Al- Bunny, Djamaluddin Ahmad. 2002. Menelusuri Taman-taman Mahabbah Shufiyah.
Yogyakarta: Mitra Pustaka

Anda mungkin juga menyukai