Anda di halaman 1dari 22

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS Bandung

Laporan Kasus: Februari 2011


Oleh : Amelia Harsanti
Divisi : Perinatologi
Pembimbing : Prof. Dr. H. Abdurahman Sukadi, dr. SpA(K)
Prof. Dr. H. Sjarif Hidajat Effendi, dr., SpA(K)
Aris Primadi, dr., Sp.A(K), M.Kes
Tetty Yuniati, dr., SpA(K), M. Kes
Fiva Aprilia Kadi, dr., SpA, M.Kes
Hari/Tanggal : Kamis, 24 Februari 2011

Laporan Kasus
Fraktur Klavikula pada Persalinan Letak Kepala

Fraktur klavikula dapat terjadi pada 3-18 dari 1000 kelahiran hidup. Faktor utama penyebab
fraktur klavikula antara lain kesulitan melahirkan bahu pada persalinan letak kepala dan lengan
yang tertahan pada persalinan letak sungsang.1 Menurut literatur lain, fraktur klavikula dapat
terjadi pada 2 dari 1000 hingga 35 dari 1000 kelahiran pervaginam. 2 Sumber lain menyatakan
insidensi fraktur klavikula sekitar 0,4-2%.3
Fraktur yang berhubungan dengan trauma lahir sering terjadi saat proses persalinan.
Prevalensi fraktur berhubungan dengan banyak faktor antara lain faktor ibu, faktor janin, dan
keahlian penolong persalinan. Trauma saat lahir sebagian besar akibat persalinan pervaginam
yang sulit misalnya pada presentasi puncak kepala, lengan yang tertahan pada kelahiran
sungsang, distokia bahu, dan penggunaan instrumen forsep dan ekstraksi vakum.4
Beberapa faktor risiko pada cedera trauma lahir yaitu (a) jalan lahir yang kaku: primipara,
multipara usia tua, malformasi pelvis, (b) kegagalan adaptasi terhadap jalan lahir yang adekuat:
letak sungsang, persalinan presipitasi, (c) bayi relatif besar terhadap jalan lahir: makrosomia,
disproporsi sefalopelvik, distokia bahu, (d) presentasi abnormal: letak muka, letak lintang,
(e) penggunaan ekstraksi vakum atau forsep, dan (f) prematuritas.5
Literatur lain mengemukakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko cedera lahir
antara lain primipara, perawakan pendek pada ibu, kelainan pelvis ibu, partus lama atau terlalu
cepat, oligohidramnion, kelainan presentasi janin, penggunaan forsep atau ekstraksi vakum, versi
dan ekstraksi, berat badan lahir sangat rendah atau prematuritas, makrosomia atau makrosefal,
dan kelainan pada janin.6

1
Faktor risiko fraktur pada bayi baru lahir antara lain letak sungsang, makrosomia, dan
persalinan pervaginam.7 Fraktur klavikula pada bayi baru lahir merupakan cedera yang sering
terjadi dan merupakan komplikasi dari persalinan per vaginam.5,6 Klavikula dapat mengalami
fraktur pada saat membebaskan bahu pada distokia, dan beberapa penulis melaporkan fraktur
klavikula juga dapat ditemukan pada persalinan dengan sectio caesaria. Dari berbagai laporan
diduga terdapat hubungan antara terjadinya fraktur klavikula dengan persalinan operatif per
vaginam, distokia bahu, kala II yang memanjang, dan berat badan bayi yang besar.6 Literatur lain
menuliskan bahwa faktor risiko terjadinya fraktur klavikula pada persalinan pervaginam yaitu
bayi besar, kurangnya pengalaman dari penolong persalinan, dan persalinan dengan forsep.5
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai diagnosis, etiologi dan prognosis dari fraktur
klavikula pada persalinan letak kepala dengan ekstraksi vakum atas indikasi partus lama dan
ketuban pecah dini.

Seorang bayi Ny. I, laki-laki, berusia 14 hari, datang ke Emergensi Anak RSHS pada tanggal 8
Februari 2011, dirujuk dari RSUD Garut dengan keluhan utama sesak napas, dan selanjutnya
dirawat di ruang Perinatologi A1-3.

Alloanamnesis (dari ibu penderita, dokter yang merawat di RSUD Garut)


Sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit penderita tampak sesak napas yang semakin lama
semakin bertambah sesak. Keluhan sesak napas disertai dengan kebiruan di sekitar mulut dan
ujung-ujung jari tangan dan kaki yang terutama tampak bila penderita menangis. Penderita
tampak sering biru sejak sesaat setelah lahir. Keluhan sesak tidak disertai dengan bengkak pada
kelopak mata maupun kedua tungkai. Keluhan juga tidak disertai panas badan, batuk pilek,
muntah, mencret, kejang, maupun tampak tertidur dan sulit dibangunkan. Buang air besar dan
buang air kecil tidak ada keluhan.
Penderita sejak lahir dirawat di bagian Perinatologi RSUD Dr. Slamet, Garut. Dirawat selama
14 hari. Selama perawatan penderita dipasang infus, selang oksigen, obat suntik yang diberikan
melalui selang infus (cefotaxim iv), serta dipuasakan selama 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit
karena sesak napas yang semakin berat. Karena penderita tampak sering kebiruan terutama bila
menangis, saat diberi susu, atau bila selang oksigen dilepaskan dari penderita dan belum ada
perbaikan akhirnya penderita dirujuk ke bagian anak RSHS. Selama perawatan di RSUD Garut

2
ibu penderita tidak pernah sempat memberi ASI, karena menurut perawat yang bertugas,
penderita baru saja diberi minum.
Penderita lahir dari ibu P1A1 yang merasa hamil cukup bulan, ditolong dokter di RSUD dr,
Slamet, Garut, letak kepala, ekstraksi vakum a.i partus lama dan ketuban pecah dini, tidak
langsung menangis. Berat badan lahir 3150 gram, panjang badan lahir 51 cm. Riwayat ketuban
pecah dini ada (9 jam sebelum penderita lahir). Riwayat ketuban berwarna kehijauan atau berbau
tidak diketahui. Tiga jam sebelum ke RSUD Garut telah dipimpim persalinan oleh paraji selama
± 1 jam di rumah, namun tidak berhasil hingga akhirnya dirujuk ke RSUD dr. Slamet Garut. Saat
dilahirkan menggunakan alat vakum di RSUD Garut, menurut penolong jarak kelahiran kepala
dan bahu dikatakan langsung, kurang dari 60 detik.
Selama hamil ibu penderita merasa sehat, kontrol teratur ke dokter kandungan 4x, bidan
Posyandu 5x, satu bulan sekali mulai usia kehamilan 1 bulan hingga 9 bulan. Pernah di USG saat
usia kehamilan 8 bulan di bidan. Selama kontrol kehamilan tidak pernah dikatakan memiliki
panggul sempit. Selama hamil ibu penderita hanya minum obat-obatan yang diberikan dokter
maupun bidan (vitamin dan zat besi), tidak merokok dan tidak minum alkohol. Riwayat penyakit
kencing manis tidak ada, riwayat sakit berat selama hamil tidak ada, riwayat panas badan tinggi
selama hamil tidak ada. Riwayat memelihara binatang peliharaan seperti kucing atau unggas
selama hamil tidak ada. Anak pertama keguguran saat usia kandungan 1 bulan. Tiga bulan
setelah keguguran ibu mulai mengandung penderita. Hari pertama haid terakhir tanggal
21/04/2010, taksiran persalinan tanggal 28 Januari 2011, penderita lahir tanggal 25 Januari 2011.
Usia ibu saat melahirkan 20 tahun, tinggi badan ibu 142 cm. Sejak lahir penderita diberi susu
formula selama perawatan di RSUD Garut dan belum pernah mendapatkan imunisasi.

Riwayat Perawatan di RSHS:


Penderita telah dirawat di RSHS selama 1 hari. Pada saat datang ke Emergensi Anak RSHS
(8/2/2011) penderita tampak sesak napas disertai kebiruan di sekitar mulut, tampak sakit berat,
kurang aktif, sesak napas, dengan SpO2 80% (menggunakan Pulse Oxymetri), Downe Score 3.
Pada saat datang berat badan 2600 gram, panjang badan 50,5 cm, lingkar kepala 33 cm.
Pemeriksaan tanda vital mendapatkan nadi = HR 140-150 x/ menit, frekuensi napas 70 x/menit,
suhu 37,0°C. Pemeriksaan fisik pada kepala didapatkan ubun-ubun besar cekung,
kelopak mata cekung, konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, mukosa mulut dan lidah kering,

3
sianosis perioral (+). Pada leher didapatkan retraksi suprasternal. Pada pemeriksaan dada
ditemukan retraksi intercostal +/+, jantung ictus cordis tak tampak, teraba di ICS IV Linea
Sternal Border, thrill (-), murmur tidak jelas, gallop (-), pada paru didapatkan bronkovesikular
sound kiri=kanan, tidak ditemukan slem ataupun crackles. Pemeriksaan abdomen retraksi
epigastrium (+), datar, lembut, bising usus (+) normal, hepar teraba 2 cm dibawah arcus
costarum, tepi tajam, kenyal, permukaan rata, lien tidak teraba, turgor kurang. Pada ekstremitas
didapatkan akrosianosis pada keempat ekstremitas, akral hangat, capillary refill <3 detik.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 15,3, PCV 42%, Leukosit 23.800/mm3, Trombosit
303.000/mm3, hitung jenis basofil 0, eosinofil 0, batang 0, segmen 90, limfosit 7, monosit 3, Na
129 mEq/L, K 6,1 mEq/L, Ca 4,67 mg/dL , GDS 125 mg/dL
Kultur dan resistensi belum ada hasil. Toraks Foto (8-2-2011) ditemukan kesan fraktur pada 1/3
tengah klavikula kanan, tidak tampak bronkopneumonia, tidak tampak kardiomegali, adanya
suatu CHD belum dapat disingkirkan. Dari EKG didapatkan irama sinus, RVH, LVH. Penderita
didiagnosis kerja di emergensi sebagai: Respiratoy distress ec Pneumonia + Sepsis Awitan Lanjut
+ Suspek TGA-VSD + Term Infant (39 minggu), AGA + Dehidrasi sedang ec intake + Fraktur
klavikula dekstra. Selama di emergensi penderita diberi tatalaksana: Mempertahankan suhu
36,5–37,5°C, O2 lembab 1 L/m/nasal (FiO2 40%), rehidrasi dengan KaEN 3B rumatan + deficit
+ CWL ≈ (390 + 35 + 75) = 500 cc dalam 24 jam ≈ 21 cc/jam (mulai pk. 19.00), Ampicillin 3 x
130 mg iv, Cefotaxime 3 x 130 mg iv, pasang OGT, tropic feeding ASI/PASI 10 cc/kgBB ≈ 8 x 3
cc per sonde, cek retensi serta konsul ke bagian Bedah Ortopedi. Jawaban konsul Bedah
Ortopedi: Closed fracture of the right clavicle 1/3 transverse displaced + Respiratoy distress ec
Pneumonia + Sepsis Awitan Lanjut + Suspek TGA-VSD + Term Infant (39 minggu), AGA +
dehidrasi sedang ec intake. Saran dari Bedah Ortopedi: konservatif (tidak ada tindakan khusus di
bidang ortopedi), terapi lain sesuai TS Ilmu Kesehatan Anak.

PEMERIKSAAN FISIK

4
Follow Up hari perawatan ke-2 (9 Februari 2011, pk. 09.00, status presens)
Usia: 15 hari
Antropometri: BB 2600 gram, panjang badan 50,5 cm, lingkar kepala 33 cm.
Keadaan umum: Tampak sakit berat, letargis, sesak napas (+), grunting (-),
sianosis (+), ikterik (-), SpO2 84%, Downe Score 2
Tanda vital: HR=N: 150 x/ menit R: 75 x/menit S: 36,8°C
Kepala: Ubun-ubun besar datar lembut
Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik
Kelopak mata tak cekung
Pernapasan cuping hidung -/-
Sianosis perioral (+)
Mukosa mulut dan lidah basah
Leher: Retraksi suprasternal (-)
Toraks: Bentuk dan gerak simetris
Retraksi intercostal +/+
Jantung ictus cordis tak tampak, teraba di ICS IV Linea Sternal Border, thrill (-),
murmur tidak jelas, gallop (-)
Paru: BVS kiri=kanan, slem -/-, crackles -/-
Abdomen: Retraksi epigastrium (+), datar, lembut, bising usus (+) normal
Hepar teraba 2 cm dibawah arcus costarum, tajam, kenyal, rata.
Lien tidak teraba
Turgor kurang
Ekstremitas: Akrosianosis +/+, akral hangat, waktu pengisian kapiler <3 detik, lipatan plantar
penuh, gerakan lengan kanan kurang aktif
a/r klavikula dekstra: deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (+)
Anus: Ada
Kelamin: Laki-laki, rugae scrotum bagus, kedua testis telah turun
Refleks: Hisap, genggam dan rooting ada tetapi lemah, Moro: gerak lengan kanan tertinggal

Masalah Aktual:

5
-Respiratory distress ec DD/ Penyakit Jantung Bawaan tipe sianotik
Pneumonia
-Sepsis Awitan Lanjut
-Penyakit jantung bawaan tipe sianotik suspek TGA-VSD
- TI (39 minggu), AGA
- Dehidrasi sedang ec intake
- Fraktur klavikula dekstra ec trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu

Masalah Kumulatif:
- Asfiksia neonatorum
- Ibu KPD 9 jam
- Ekstraksi vakum ai Partus lama + KPD
- Suspek distokia bahu

RENCANA PEMERIKSAAN
- Rencana konsul kardiologi untuk echocardiografi
- Rencana periksa Hb, Ht, Leko, Tr, DC, Na, K, Ca, GDS, CRP kuantitatif post rehidrasi
- Rencana Lumbal pungsi
- EKG ulang

Penatalaksanaan
Umum: Mempertahankan suhu 36,5-37,5 °C, O2 lembab 1L/m/nasal, pemberian tropic feeding
ASI 3 ml tiap 3 jam, personde, cek retensi.
Khusus:
melanjutkan rehidrasi hingga pukul 19.00 dengan KaEN3B 500 cc dalam 24 jam ≈ 21 cc/jam
Antibiotik iv dilanjutkan

PROGNOSIS
Quo ad vitam: dubia ad malam
Quo ad functionam: dubia ad malam
PEMANTAUAN SELAMA PERAWATAN
Follow Up hari perawatan ke-2 pk. 19.00 (Post rehidrasi)
Keadaan umum penderita tampak letargis, sesak (+), sianosis (+), retensi (-), DS 2

6
Tanda vital didapatkan takipnea, lainnya dalam batas normal, berat badan 2760 gram
Pemeriksaan fisik didapatkan ubun-ubun besar datar lembut, kelopak mata tak cekung,
mukosa mulut dan lidah basah. Pada leher retraksi suprasternal menghilang. Pada abdomen
didapatkan turgor baik.
Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya
Kesan: Tanpa dehidrasi
Penatalaksanaan
Diberikan kebutuhan cairan post rehidrasi: 2,76 x 150 cc = 414 cc/hari , terdiri dari:
Infus D10% 297 cc
NaCl 3% 5 cc 13 cc/jam
KCl 7,46% 5 cc
Ca Glukonas 10% 11cc
- Aminofuchsin 5% 1,7 gr/kgBB  96cc/hari 4 cc/jam
Terapi lain dilanjutkan.

Follow Up hari perawatan ke-3 (10 Februari 2011)


Keadaan umum penderita tampak letargis, sianosis (+) berkurang, DS 1, SpO2 88%
Tanda vital dalam batas normal, berat badan 2750 gram, usia 16 hari. Minum habis, tidak ada
retensi.
Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya

Masalah Aktual:
-Respiratory distress ec Penyakit Jantung Bawaan tipe sianotik
-Sepsis Awitan Lanjut
-Penyakit jantung bawaan tipe sianotik suspek TGA-VSD
- TI (39 minggu), AGA
- Fraktur klavikula dekstra ec trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu
- Hiponatremia
Masalah Kumulatif:
- Asfiksia neonatorum
- Ibu KPD 9 jam
- Ekstraksi vakum ai Partus lama + KPD
- Suspek distokia bahu

7
- Dehidrasi sedang ec intake

Hasil laboratorium:
Hemoglobin: 15,4 g/dL, Hematokrit: 44%, Leukosit: 24.400/mm3, Trombosit: 195.000/mm3,
hitung jenis: basofil 0, eosinofil 1, batang 1, segmen 65, limfosit 29, monosit 4
Na: 122 mEq/L, K: 6,2 mEq/L, GDS: 141 mg/dL CRP kuantitatif: 21,1 mg/L
Kultur dan resistensi: belum ada hasil
Kesan: Hiponatremia

Penatalaksanaan
- Koreksi hiponatremia: (130-122) x 0,6 x 2,75 = 13 mEq/hari  26 cc/hari (ditambahkan
dalam infus kebutuhan cairan
- Infus kebutuhan cairan: 415 cc/hari, tdd:
Infus D10% 195 cc
NaCl 3% 31 cc 10 cc/jam (mulai pk. 24.00)
KCl 7,46% 4 cc
Ca Glukonas 10% 9 cc
- Aminofuchsin paed 5% 1,7 gr/kgBB/hari ≈ 96 cc/hari ≈ 4 cc/jam
- ASI/PASI 8 x 10 cc per sonde, cek retensi
- Periksa lumbal pungsi  dry tap
- EKG ulang
- Toraks foto ulang
- Rencana konsul kardiologi
- Cek hasil kultur dan resistensi  belum ada hasil
- Terapi lain dilanjutkan

Hasil toraks foto (10/02/2011)


Cor tidak membesar
Sinuses dan diafragma normal
Pulmo: Hilli tertutup jantung
Corakan bronkovaskuler bertambah
Tampak bayangan multiple lusen kecil-kecil di kedua lapang paru
Kesan: Suspek pulmonary interstitial emfisema

Follow Up Sore hari perawatan ke-3 pk. 15.00

8
Keadaan umum penderita tampak letargis, sesak (+), sianosis (+)
Tanda vital didapatkan takipnea dengan suhu 38,9°C
Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya
Terapi dilanjutkan.

Follow Up hari perawatan ke-4 (11 Februari 2011)


Keadaan umum penderita tampak letargis, sianosis (+) berkurang, DS 1, SpO2 89%
Tanda vital didapatkan suhu 37,7°C , lainnya dalam batas normal, berat badan 2700 gram, usia
17 hari. Minum habis, tidak ada retensi.
Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya

Masalah Aktual
-Respiratory distress ec Penyakit Jantung Bawaan tipe sianotik
-Sepsis Awitan Lanjut
-Penyakit jantung bawaan tipe sianotik suspek TGA-VSD
- TI (39 minggu), AGA
- Fraktur klavikula dekstra ec trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu
- Hiponatremia (dalam koreksi)

Masalah Kumulatif:
- Asfiksia neonatorum
- Ibu KPD 9 jam
- Ekstraksi vakum ai Partus lama + KPD
- Suspek distokia bahu
- Dehidrasi sedang ec intake

Penatalaksanaan
Konsul kardiologi

9
Rencana lumbal pungsi ulang  keluarga masih berunding
Periksa Na, K post koreksi (selesai pk.24.00)
Terapi lain dilanjutkan

Jawaban Konsul dari Divisi Kardiologi


Hasil Echocardiografi:
Atrial situs solitus
AV concordance, VA disconcordance
Normal systemic and pulmonary venous drainage
Restrictive PFO 3-4 mm bidirectional shunt; IAS buldging to the left
Intact ventricular septum
Aorta anterior to the right of PA; Annulus AO/PA 1/0,8
Coronary arteries look normal
Small PDA: tiny shunt
No LVOTO, RVOTO
Right aortic arch, No CoA
No pericardial effusion
Good ventricular function (EF 91%; LVEDD 16 mm; LVEDS 7 mm)

Kesan:
- Simple Transposition of the Great Arteries (TGA)
- Restrictive Persistent Foramen Ovale (PFO)
- Small Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Saran :
- Arterial switch operation
- Keep saturation >70%, if <70%  Ballooning Arterial Septostomy (BAS)
- Prostaglandin infusion 10 nanogram/kg/minute (if available)

10
Follow Up sore hari perawatan ke-4 (11 Februari 2011)
Keadaan umum penderita tampak letargis, sianosis (+), DS 1, SpO2 87%
Tanda vital dalam batas normal, berat badan 2700 gram, usia 17 hari. Minum habis, tidak ada
retensi.
Pada pemeriksaan fisik retraksi intercostal menghilang.
Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya

Penatalaksanaan:
- Observasi tanda vital
- Pertahankan saturasi >70% (monitor saturasi O2)
- Informed consent keluarga untuk rencana tindakan selanjutnya operasi jantung segera 
keluarga masih berunding untuk mempertimbangkan operasi jantung karena belum ada
biaya.
- Rencana pemberian infus Prostaglandin 10 nanogram/kgBB/menit  obat tidak tersedia
di RSHS dan farmasi RS lain
- Periksa Na,K post koreksi besok pagi
- Rencana Lumbal pungsi ulang  keluarga masih berunding
- Cek hasil kultur dan resistensi
- Terapi lain dilanjutkan

Follow Up hari perawatan ke-5 (12 Februari 2011)


Keadaan umum penderita tampak letargis, sianosis (+), sesak (+), DS 1, SpO2 88%
Tanda vital didapatkan takipnea, suhu 37,6°C, lainnya dalam batas normal, berat badan 2750
gram, usia 18 hari. Minum habis, tidak ada retensi.
Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya
Hasil pemeriksaan penunjang:
Na: 139 mEq/L, K: 6 mEq/L, Ca: 4,66 mg/dL
Kesan: elektrolit dalam batas normal
Hasil kultur dan resistensi kuman:

11
Ditemukan kuman: Enterobacter cloacae
Resistensi kuman: sensitif terhadap: Amikacin, Cefepime, Levofloxacin, Meropenem,
dan Tigecylin

Masalah Aktual
-Respiratory distress ec Penyakit Jantung Bawaan tipe sianotik
-Sepsis Awitan Lanjut
-Penyakit jantung bawaan tipe sianotik suspek TGA-VSD
- TI (39 minggu), AGA
- Fraktur klavikula dekstra ec trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu

Masalah Kumulatif:
- Asfiksia neonatorum
- Ibu KPD 9 jam
- Ekstraksi vakum ai Partus lama + KPD
- Suspek distokia bahu
- Dehidrasi sedang ec intake
- Hiponatremia

Setelah berunding dengan keluarga, orang tua ingin membawa pulang paksa penderita
dikarenakan alasan biaya.

Diagnosis Akhir:
Cyanotic Congenital Heart Disease (Respiratory distress) + Transposisi Arteri Besar-Patent
Ductus Arteriosus kecil + Restrictive Persistent Foramen Ovale + Sepsis Awitan Lanjut +
Dehidrasi sedang ec intake + Elektrolit Imbalans (hiponatremia) + Fraktur Klavikula Dekstra ec
trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu + Ekstraksi vakum ai Partus Lama dan Ketuban Pecah
Dini + Asfiksia Neonatorum + Term Infant (39 minggu), AGA, letak kepala

Prognosis
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad functionam : ad malam

12
Resume
Seorang bayi laki-laki 14 hari, datang ke Emergensi Anak RSHS dirujuk dari RSUD Dr.
Slamet, Garut, dengan keluhan utama sesak napas. Terdapat riwayat sesak napas sejak 2 hari
sebelum masuk Rumah Sakit disertai kebiruan di sekitar mulut dan ujung-ujung jari sejak sesaat
setelah lahir, terutama bila penderita menangis atau diberi minum. Penderita sejak lahir dirawat
di RSUD Garut, diberi infus, antibiotik Cefotaxim iv, Oksigen per nasal kanul, dan dipuasakan
sejak 2 hari SMRS karena semakin bertambah sesak. Karena tidak ada perbaikan dirujuk ke
RSHS. Penderita lahir dari ibu P1A1 yang merasa hamil cukup bulan, ditolong dokter di RSUD
dr, Slamet, Garut, letak kepala, ekstraksi vakum a.i partus lama dan ketuban pecah dini, tidak
langsung menangis. Berat badan lahir 3150 gram, panjang badan lahir 51 cm. Tiga jam sebelum
ke RSUD Garut telah dipimpim persalinan oleh paraji selama ± 1 jam di rumah. Selama hamil
ibu penderita merasa sehat, kontrol teratur ke dokter kandungan dan bidan satu bulan sekali.
Selama kontrol kehamilan tidak pernah dikatakan memiliki panggul sempit. Riwayat penyakit
kencing manis tidak ada, riwayat sakit berat selama hamil tidak ada, riwayat panas badan tinggi
selama hamil tidak ada. Riwayat memelihara binatang peliharaan selama hamil tidak ada. Anak
pertama keguguran saat usia kandungan 1 bulan. Tiga bulan setelah keguguran ibu mulai
mengandung penderita. Tanggal HPHT: 21/04/2010. Usia ibu 20 tahun, tinggi badan ibu 142 cm.
Sejak lahir penderita diberi susu formula selama perawatan di RSUD Garut dan belum pernah
mendapatkan imunisasi.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum penderita tampak sakit berat, kurang aktif,
sesak, sianosis, dehidrasi, afebris, anikterik. Ubun-ubun besar cekung, kelopak mata cekung,
mukosa mulut dan lidah kering. Sianosis perioral (+). Retraksi (+) suprasternal hingga
epigastrium. Hepar teraba 2 cm dibawah arcus costarum, tepi tajam, kenyal, rata. Lien tak teraba.
Turgor kurang. Akrosianosis +/+. Capillary refill >3 detik. Pada palpasi klavikula kanan
didapatkan nyeri tekan. Refleks Moro asimetris. Pemeriksaan penunjang menunjukkan
Lekositosis, pada morfologi darah tepi ditemukan hipersegmentasi (+), granula toksik (+). Pada
toraks foto ditemukan kemungkinan CHD belum dapat disingkirkan, tidak ada kardiomegali.
Pada EKG didapatkan irama sinus, RVH, LVH.

13
Selama perawatan penderita telah mendapatkan rehidrasi Cairan KaEN3B 500cc dalam 24
jam, Infus kebutuhan cairan restriksi 80%, Aminofuchsin 5% 1,7 g/kgBB/hari, Ampisilin 3 x 130
mg iv, Cefotaxim 3 x 130 mg iv, koreksi hiponatremia 13 meq dalam 24 jam, dan dilakukan
Echocardiografi.

Diskusi
Dalam laporan kasus ini akan dibahas mengenai penegakan diagnosis, etiologi, serta
prognosis dari penderita. Penderita datang ke Emergensi Anak RSHS dengan keluhan utama
sesak napas. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita mengalami sesak napas yang semakin
bertambah sesak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit disertai kebiruan di sekitar mulut dan
ujung-ujung jari terutama bila penderita menangis. Penderita sebelumnya telah dirawat di bagian
Perinatologi RSUD Dr. Slamet Garut sejak lahir hingga usia 14 hari. Dari surat rujukan diketahui
penderita memiliki penyakit jantung bawaan tipe sianotik dan terdapat fraktur pada klavikula
kanan yang diduga merupakan trauma jalan lahir saat persalinan. Dari hasil rontgen ulang di
Emergensi Anak RSHS tampak jelas adanya fraktur di daerah klavikula 1/3 tengah. Penderita
lalu dikonsulkan ke Bagian Bedah Ortopedi dan Trauma saat masih di Emergensi Anak.
Klavikula dapat mengalami fraktur pada saat membebaskan bahu pada distokia, dan beberapa
penulis melaporkan fraktur klavikula juga dapat ditemukan pada persalinan dengan sectio
caesaria. Dari berbagai laporan diduga terdapat hubungan antara terjadinya fraktur klavikula
dengan persalinan operatif per vaginam, distokia bahu, kala II yang memanjang, dan berat badan
bayi yang besar.6 Literatur lain menuliskan bahwa faktor risiko terjadinya fraktur klavikula pada
persalinan pervaginam yaitu bayi besar, kurangnya pengalaman dari penolong persalinan, dan
persalinan dengan forsep.5 Fraktur klavikula dapat didiagnosis melalui palpasi pada kavikula
untuk mencari spongy mass pada daerah sekitar lokasi fraktur. Radiograf biasanya akan
mengkonfirmasi diagnosis fraktur displaced.7 Bila gambaran radiograf normal, Ultrasonografi
(USG) dapat mendeteksi fraktur klavikula dengan gambaran berupa interupsi daerah hiperekhoik
pada klavikula.8 Penderita ini didiagnosis fraktur klavikula tertutup 1/3 tengah, displaced,
berdasarkan hasil pemeriksaan bedah ortopedi ditemukan adanya deformitas pada daerah
klavikula kanan dan gerakan lengan kanan yang terbatas karena nyeri serta dari hasil gambaran
rontgen ditemukan diskontinuitas klavikula kanan.

14
Komplikasi dari fraktur klavikula dapat terjadi cedera pleksus brakhialis.9-11 Kelumpuhan
pleksus brakhialis yang paling sering ditemukan adalah Erb’s palsy (kelumpuhan pleksus
brakhialis setinggi C5 dan C6) yang ditandai gejala “waiter’s tip appearance” pada lengan dan
tangan berupa rotasi internal bahu, ekstensi sendi siku, pronasi lengan bawah dan fleksi pada
pergelangan tangan.7 Pada penderita tidak ditemukan gambaran tersebut.
Mekanisme terjadinya fraktur klavikula paling sering disebabkan adanya distokia bahu.
Definisi obyektif dari distokia bahu adalah adanya keterlambatan lahir antara kepala dan badan
selama lebih atau sama dengan 60 detik. 6 Pada distokia bahu terdapat kesulitan melahirkan bahu.
Pada sebagian besar kasus, bahu anterior tertahan di belakang simfisis pubis, namun pada kasus
yang berat dapat pula terjadi impaksi bahu posterior di atas promontorium sacrum. 9,10 Insidensi
distokia bahu bervariasi tergantung berat lahir bayi, terjadi sekitar 0,6-1,4% pada kelahiran
dengan berat badan lahir 2500-4000 gram. Pada bayi dengan berat badan 4000-4500 gram
insidensi distokia bahu meningkat menjadi 5–9%.12 Pada penderita ini jarak antara kelahiran
kepala dan kelahiran bahu dikatakan langsung, kurang dari 60 detik. Sehingga kemungkinan
adanya distokia bahu dapat disingkirkan.
Disproporsi sefalopelvik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya trauma lahir.2
Perawakan pendek ibu juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya trauma lahir. 3 Wanita
dengan tinggi badan kurang dari 150 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul. 13
Kesempitan panggul dapat diketahui melalui pemeriksaan panggul secara manual atau dengan
pelvimetri secara radiologis.13 Ibu penderita memiliki tinggi badan 142 cm. Selama hamil belum
pernah dikatakan memiliki kesempitan panggul. Riwayat pemeriksaan panggul secara manual
tidak diketahui dan selama kehamilan belum pernah dirontgen panggul. Sehingga kemungkinan
adanya disproporsi sefalopelvik akibat panggul ibu yang sempit belum dapat disingkirkan
sebagai penyebab terjadinya fraktur klavikula pada penderita.
Sesak napas adalah salah satu manifestasi klinis yang menandakan adanya distress pernapasan
pada neonatus yang didefinisikan sebagai kecepatan respirasi lebih dari 60 kali per menit, sesak
napas, tarikan dinding dada di daerah interkostal dan subkostal, retraksi sterna, serta adanya
predominan pola pernapasan tipe diafragmatik.14 Literatur lain menyatakan distress pernapasan
pada bayi baru lahir ditandai satu atau lebih dari gejala: pernafasan cuping hidung, retraksi
dinding dada, takipnea, dan bunyi napas merintih. 15 Penyebab distress pernapasan pada bayi baru
lahir dapat diklasifikasikan menjadi:16

15
1. Penyebab yang mempengaruhi pernapasan pada tingkat alveolar: HMD, pneumonia,
Meconium Aspiration Syndrome (MAS), pneumotoraks, perdarahan pulmoner, PPHN,
TTN
2. Kelainan struktur saluran napas: atresia khoana, fistula trakheo-esofageal, hernia
diafragmatika kongenital, emfisema lobaris kongenital
3. Penyebab ekstrapulmonal: defek tulang dinding dada, penyakit jantung kongenital,
asidosis metabolik
Sesak napas pada penderita pada awalnya diduga berasal dari pneumonia. Namun dengan
adanya sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari, kemungkinan adanya penyakit jantung bawaan
sianotik sebagai penyebab sesak napas perlu dipertimbangkan.
Pneumonia merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada neonatus, dapat disebabkan
oleh infeksi saat antenatal, perinatal atau postnatal. Gambaran pneumonia dapat berbeda-beda
pada bayi, termasuk segala bentuk distress pernapasan, letargis, malas menetek, ikterik, atau
apnea. Kadang disertai ketidakstabilan suhu. Gambaran radiografi dada tergantung penyebab
pneumonia. Konsolidasi bilateral (berwarna putih) sering dihubungkan dengan infeksi in utero.
Pneumonia streptococcus grup B memiliki gambaran rontgen menyerupai HMD yaitu gambaran
retikular dengan air bronchogram. Setiap neonatus yang dicurigai pneumonia perlu diberikan
antibiotik hingga diagnosis pneumonia atau sepsis disingkirkan.15
Distres pernapasan yang disebabkan penyakit jantung bawaan dapat disertai sianosis atau
tanda-tanda gagal jantung. Beberapa penyakit jantung bawaan yang dapat menyebabkan
distress pernapasan yaitu:15
a. Tipe sianotik: Transposisi arteri besar, Total anomalous pulmonary venous return
(TAPVR), anomaly Ebstein, atresia trikuspid, stenosis pulmonal, Tetralogy of Fallot,
gagal jantung kongesti yang berat.
b. Tipe asianotik: Sindrom hipoplastik jantung kiri, Interrupted Aortic Arch, koarktasio
aorta, Patent Ductus Arteriosus.
Tanda-tanda yang menunjukkan adanya penyakit jantung bawaan: adanya hiperaktivitas
impuls prekordial yang dapat dilihat pada dinding dada, irama gallop, capillary refill yang buruk,
nadi lemah, hepatomegali, vaskularisasi abnormal pada gambaran radiografi dada. Bayi dengan
penyakit jantung sianotik biasanya tidak menunjukkan retraksi dinding dada yang berat. Saturasi
oksigen biasanya rendah.15

16
Pada penderita, kemungkinan distress pernapasan disebabkan oleh penyakit jantung bawaan
tipe sianotik.Beberapa hal yang mendukung diagnosis ini yaitu pada saat datang ke UGD,
keadaan umum penderita tampak kurang aktif, sesak, sianosis, dengan frekuensi pernapasan
70x/menit dan saturasi oksigen hanya 80%. Pada pemeriksaan fisik ditemukan retraksi
suprasternal, interkostal, dan epigastrium. Pada pemeriksaan jantung didapatkan bunyi murmur
tidak begitu jelas, pemeriksaan paru-paru tidak ditemukan adanya slem ataupun crackles. Pada
ekstremitas ditemukan sianosis pada ujung-ujung jari. Pada gambaran rontgen dada ditemukan
gambaran jantung berupa kardiomegali dengan CTR 59% dan tidak ditemukan gambaran
bronkopneumonia. Pada EKG ditemukan kesan sinus takikardi, gangguan konduksi BBB, Left
Ventricle Hypertrophy, dan Right Ventricle Hypertrophy. Selama pemantauan di ruangan, distres
pernapasan cepat mengalami perbaikan, ditandai dengan frekuensi pernapasan < 60x/menit pada
hari perawatan ke-3, dan retraksi intercostal menghilang pada hari perawatan ke-4. Pada distress
pernapasan karena pneumonia retraksi dinding dada akan lebih berat, seringkali disertai demam
tinggi, dan ditemukan slem dan atau crackles pada pemeriksaan paru-paru dengan auskultasi.
Gambaran rontgen dada dapat ditemukan konsolidasi pada parenkim paru, dan tidak ada
kardiomegali.15
Sepsis awitan lanjut terjadi pada usia 8-90 hari pada bayi baru lahir. Sepsis awitan lanjut
dapat dibagi menjadi dua: penyakit terjadi pada bayi sehat yang tinggal di komunitas dan
penyakit yang mengenai bayi prematur yang dirawat di NICU (nosokomial, hospital acquired
sepsis).17 Sepsis awitan lanjut biasanya tidak berhubungan dengan komplikasi obstetrik dini. 18
Pada bayi aterm, sepsis awitan lanjut biasanya ditandai demam atau ketidak stabilan suhu, dapat
disertai atau tanpa malas menetek, letargis, iritabilitas, perubahan tonus otot. Pada kulit
ditemukan perfusi perifer yang buruk, sianosis, mottling, pucat, petekie,rash, sklerema, atau
ikterik. Problem feeding, berupa intoleransi terhadap minum yang diberikan, muntah, diare,
distensi abdomen. Gejala kardiopulmonal berupa takipnea, distress pernapasan, apnea,
takikardia, atau hipotensi. Gejala metabolik berupa: hipoglikemi, hiperglikemi, asidosis
metabolik. Adanya infeksi lokal berupa selulitis, impetigo, abses jaringan lunak, omfalitis,
konjungtivitis, otitis media, meningitis, atau osteomielitis. 17,18 Pada pemeriksaan laboratorium
dapat ditemukan kultur darah bakterial positif, netropenia, ditemukan bentuk lekosit imatur.
Rasio batang terhadap segmen >0,3 atau rasio batang terhadap seluruh PMN >0,1 merupakan
nilai prediktif yang baik untuk menduga adanya sepsis. Adanya peningkatan reaktan fase akut,

17
salah satunya CRP (C-reactive protein) menandakan adanya proses inflamasi yang disebabkan
oleh infeksi atau tissue injury.18
Diagnosis sepsis awitan lanjut pada penderita ini terbukti dengan adanya riwayat perawatan
lama di rumah sakit Garut sejak penderita lahir hingga usia 14 hari, sehingga dugaan adanya
infeksi nosokomial sangat kuat. Pada hari perawatan ke-2 penderita tampak letargis, dan selama
perawatan didapatkan ketidakstabilan suhu (36,5-38,9°C) disertai takipnea. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan lekositosis, ditemukan sel batang pada hitung jenis lekosit, CRP
meningkat, dan pada kultur ditemukan bakteri Enterobacter cloacae. Pemeriksaan lumbal pungsi
pada penderita telah diupayakan, namun hasilnya dry tap. Saat akan diulang, orang tua penderita
menolak.
Transposisi arteri besar (TGA) pada 5-7% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Lebih
sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:1.19,20 Pada d-TGA aorta
keluar dari ventrikel kanan membawa darah desaturasi ke seluruh tubuh, dan arteri pulmonal
keluar dari ventrikel kiri membawa darah teroksigenasi kembali ke paru-paru. Akibatnya akan
terjadi pemisahan sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik. 19,21,22 Agar dapat bertahan hidup,
defek yang memungkinkan terjadinya percampuran kedua sirkulasi harus dipertahankan, seperti
ASD, VSD, dan PDA.19,21
Neonatus dengan d-TGA sebagian besar ukuran tubuhnya sesuai dengan masa kehamilan.
Sianosis terjadi segera setelah lahir; bantalan kuku dan membran mukosa merupakan lokasi
tersering untuk mendeteksi adanya sianosis. Jika terdapat ASD, VSD atau PDA, percampuran
darah akan terjadi, sehingga sianosis akan tampak lebih lambat. Lama-kelamaan akan timbul
takipnea dan distress pernapasan.22 Bila terdapat PDA, nadi dapat normal atau sedikit
meningkat.7
Pada penderita denganTGA, bunyi jantung ke-2 (S2) keras dan tunggal. Tidak didapatkan
murmur, atau murmur ejeksi sistolik derajat I-II/6 di daerah left midsternal border.19,20,22
Pada EKG ditemukan QRS aksis lebih ke kanan (+90 hingga +200), Right Ventricular
Hypertrophy (RVH), Biventricular Hypertrophy (BVH) bila terdapat VSD besar, PDA, atau
penyakit obstruktif vaskuler paru yang menimbulkan gambaran LVH. Kadang ditemukan Right
Atrial Hypertrophy (RAH).19,20
Pada rontgen dada ditemukan kardiomegali dengan peningkatan vaskularisasi paru.
Gambaran khas yaitu bentuk jantung seperti telur (egg-shaped cardiac silhouette).19,20,22

18
Echocardiografi merupakan uji diagnostik standar. Pada echocardiografi ditemukan bifurkasio
arteri besar posterior (arteri pulmonalis) keluar dari ventrikel kiri, dan di anterior pembuluh tanpa
percabangan yang diidentifikasi sebagai aorta keluar dari ventrikel kanan. Pada echocardiografi
perlu dicari adanya PFO, ASD, VSD, PDA dan stenosis pulmonal.20,22
Diagnosis TGA-PDA kecil + PFO ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya sesak
napas disertai kebiruan di sekitar mulut dan ujung-ujung jari yang terlihat sesaat setelah
penderita lahir, yang semakin bertambah terutama bila penderita menangis. Sianosis tidak
mengalami perbaikan meskipun penderita telah mendapat terapi oksigen. Keadaan umum
penderita tampak sesak, sianotik, saturasi oksigen hanya 80%. Pada tanda vital didapatkan
takipnea. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sianosis perioral. Pada pemeriksaan jantung tidak
ditemukan bunyi murmur. Pada ekstremitas ditemukan sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan
kaki. Pada pemeriksaan penunjang rontgen dada ditemukan egg-shaped cardiac silhouette
dengan corakan vaskuler yang bertambah. Pada EKG ditemukan sinus takikardi, RVH, LVH.
Dan dari hasil echocardiografi ditemukan kesan Simple Transposition of the Great Arteries
(TGA), Restrictive Persistent Foramen Ovale (PFO), Small Patent Ductus Arteriosus (PDA).
Diagnosis dehidrasi ec intake ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa penderita telah
dipuasakan selama 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Tidak didapatkan riwayat muntah
ataupun mencret. Pada pemeriksaan di Emergensi anak didapatkan BB penderita 2600 gram,
namun BB terakhir saat dirawat di RSUD Garut tidak diketahui. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan ubun-ubun besar cekung, kelopak mata cekung, dan mukosa mulut dan lidah kering,
serta turgor kulit yang kembali lambat.

Prognosis quo ad vitam pada penderita ini ad malam. Berdasarkan adanya distress pernapasan
disertai sianosis, adanya TGA dengan PDA kecil yang hampir menutup, serta diperberat adanya
sepsis awitan lanjut menyebabkan kebutuhan oksigen semakin meningkat untuk
mempertahankan oksigenasi jaringan. Tanpa tindakan segera untuk mempertahankan PDA tetap
terbuka dan dilakukan pemasangan balloon atrial septostomy atau operasi pertukaran arterial
segera penderita tidak akan bertahan hidup lama. Pada follow up setelah penderita pulang paksa,
penderita meninggal dunia 3 hari setelah pulang paksa.
Prognosis quo ad functionam pada penderita ini ad malam, karena dengan adanya TGA
dengan PDA kecil yang hampir menutup, menyebabkan fungsi jantung dan paru tidak optimal.

19
Paru-paru tidak dapat menyediakan darah yang teroksigenasi ke seluruh tubuh, demikian pula
dengan fungsi jantung yang memompakan darah hipoksemik ke seluruh tubuh. Akibatnya
kebutuhan jaringan otak, ginjal, hati, saluran cerna terhadap oksigen untuk dapat menjalankan
fungsinya dengan baik tidak terpenuhi, sehingga akan berujung pada terjadinya kegagalan fungsi
organ. Untuk prognosis fraktur klavikula pada penderita ini quo ad functionam ad bonam, karena
dengan terapi konservatif fraktur klavikula dapat mengalami penyembuhan secara spontan dalam
waktu 7-10 hari.7

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams
obstetrics. Edisi ke-23. New York: Mc Graw Hill; 2010. h. 605-39
2. Taeusch HW. Orthopedic conditions. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA,
Avery ME, editor. Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier-
Saunders; 2005. h. 1423-36.
3. Beall MH, Ross MG. Clavicle fracture in labor: risk factors and associated morbidities. J
Perinatol. 2001; 21: 513-5.
4. Nasab SAM, Vaziri S, Arti HR, Najafi R. Incidence and associated risk factors of birth
fractures in the newborn. Pak J Med Sci. 2011;27(1): 142-4.

20
5. Rosenberg AA. Traumatic birth injury. Neoreviews. 2003; 4: e270-e276.
6. Abdulhayoglu E. Birth Trauma. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editor.
Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
h. 228-43
7. Sankar WN, Weiss J, Skaggs DL. Orthopaedic conditions in the newborn. J Am Acad
Orthop Surg. 2009; 17: 112-22.
8. Kayser R, Mahlfiled K, Heyde C, Grasshoff H. Ultrasonographic imaging of fractures of
the clavicle in newborn infants. J Bone Joint Surg. 2003;85(1): 115-6.
9. Abubakar AM, Askegard-Glesmann JR, Kenney BD. Birth Injuries. [diunduh 12 Februari
2011]. Tersedia dari URL: http://www.global-
help.org/publications/books/help_pedsurgeryafrica35.pdf
10. Kwek K, Yeo GSH. Shoulder distocia and injuries: prevention and management. Curr
Opin Obstet Gynecol. 2006;18:123-8.
11. Zhang N, Gonik B, Grimm MJ. Development of madymo model to investigate fetal
brachial plexus injury during complicated vaginal delivery.Summer Bioenginering
Conference; 2003 June 25-29;Sonesta Beach Resort, Florida. USA; 2003.
12. Athukorala C, Middleton P, Crowther CA. Intrapartum interventions for preventing
shoulder distocia (review). Cochrane Database of Systematic Reviews. [online serial]
2009. [diunduh 12 Februari 2011]; 4. Tersedia dari: http://www.thecochranelibrary.com
13. Aflah N. Ukuran panggul pada pasien pasca seksio sesarea atas indikasi panggul sempit.
[Tesis]. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2009.
14. Kumar A, Bhatnagar V. Respiratory distress in neonates. Indian J Pediatr. 2005; 72(5):
425-8.
15. Aly H. Respiratory disorders in the newborn: identification and diagnosis. Pediatr Rev.
2004;25: 201-8.
16. Diwakar KK. Clinical approach to respiratory distress in newborn. Indian J Pediatr.
2003;70: S53-S59.
17. Puopolo KM. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark
AR, editor. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008. h. 274-300.
18. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Neonatology: management, procedures, on-call
problems, diseases, and drugs. Edisi ke-6. New York: Mc Graw Hill; 2009. h. 665-72.
19. Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby
Elsevier; 2008. h. 219-34.
20. Grifka RG. Cyanotic congenital heart disease with increased pulmonary blood flow.
Pediatr Clin North Am. 1999; 46(2): 405-25.

21
21. Roebiono PS. Diagnosis dan tatalaksana penyakit jantung bawaan. [Diunduh 12 Februari
2011]. Tersedia dari URL:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/68321669235fd5a14595241e85893e6bbb89
07f2.pdf
22. Rao PS. Transposition of the great arteries in the neonate. Congenital cardiology today.
2010; 8(8): 1-9.

22

Anda mungkin juga menyukai